Laporan Skenario 1 Blok Psikiatri Kelompok B1

November 18, 2018 | Author: Patricia Arindita Pradipta | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Laporan Skenario 1 Blok Psikiatri Kelompok B1...

Description

LAPORAN TUTORIAL BLOK PSIKIATRI SKENARIO 1 Mengamuk



KELOMPOK XI ADITYA PRIMA WARDANA

G0014006

ANISA NAZIHA

G0014034

DANIELA RATNANI

G0014062

ERINDA KUSUMA WARDANI

G0014086

FADHLAN HIDAYAT

G0014090

I GUSTI AGUNG ANGGIA NOVERINA

G0014116

M. FAKHRI K. W.

G0014140

MAYGITHA WAHYUNINGTYAS

G0014154

PATRICIA ARINDITA EKA PRADIPTA

G0014184

RISWANDA SATRIA A. P.

G0014204

RUSYDINA FILLAH A.

G0014210

YULIA ANGGRAENI

G0014246

ZARAH TIN CAHYANINGRUM

G0014250

TUTOR : MARTINI, Dra., M.Si.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN SKENARIO 1 Mengamuk

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS oleh keluarga dan tetangganya karena mengamuk hampir membakar rumahnya sendiri. Menurut keluarganya pasien sering marah-marah dan teriak-teriak tanpa sebab sejak 4 minggu yang lalu. Pasien juga  jadi sering curiga terhadap terhadap orang lain, bahkan pasien juga merasa bahwa bahwa tetangga tetangga dan keluarganya merencanakan niat jahat terhadap dirinya. Menurut keluarga, sepertinya dia mengalami stress karena hal tersebut terjadi setelah beberapa kali melamar oerkerjaan di  beberapa tempat tempat tidak diterima. Sehari-harinya tampak t ampak tidak terawat, tidak mau mandi, mandi, tampak bingun, pakaian kusut dan kumal. Keluarganya pernah membawanya ke paranormal namun tidak ada perbaikan, kemudian atas saran kepala desa dia dibawa ke rumah sakit jiwa. Dokter jaga RSJ mengatakan bahwa pada pasien didapatkan waham, halusinasi, dan derealisasi yang menyebabkan perilaku aneh. Dokter jaga mengatakan bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit beberapa hari dan kontrl rutin untuk penanganan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN SKENARIO 1 Mengamuk

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS oleh keluarga dan tetangganya karena mengamuk hampir membakar rumahnya sendiri. Menurut keluarganya pasien sering marah-marah dan teriak-teriak tanpa sebab sejak 4 minggu yang lalu. Pasien juga  jadi sering curiga terhadap terhadap orang lain, bahkan pasien juga merasa bahwa bahwa tetangga tetangga dan keluarganya merencanakan niat jahat terhadap dirinya. Menurut keluarga, sepertinya dia mengalami stress karena hal tersebut terjadi setelah beberapa kali melamar oerkerjaan di  beberapa tempat tempat tidak diterima. Sehari-harinya tampak t ampak tidak terawat, tidak mau mandi, mandi, tampak bingun, pakaian kusut dan kumal. Keluarganya pernah membawanya ke paranormal namun tidak ada perbaikan, kemudian atas saran kepala desa dia dibawa ke rumah sakit jiwa. Dokter jaga RSJ mengatakan bahwa pada pasien didapatkan waham, halusinasi, dan derealisasi yang menyebabkan perilaku aneh. Dokter jaga mengatakan bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit beberapa hari dan kontrl rutin untuk penanganan yang lebih baik.

Langkah I: Mengklarifikasikan dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. Istilah yang perlu diklarifikasi adalah sebagai berikut: 1. Waham

Disebut juga delusi, merupakan merupakan keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan (realita eksternal) atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar  belakang kebudayaannya, kebudayaannya, biarpun dibuktikan kemustahilan kemustahilan hal tersebut, tidak bisa dibantah oleh orang lain walaupun dengan logika dan realita yang ada, dan keyakinan tersebut tidak dapat diterima oleh orang lain. Etilologinya tidak diketahui, kemungkinan berhubungan dengan gangguan pada sistem limbik dan ganglia basalis. 2. Derealisasi

Persaan aneh tentang lingkungnnya dan tidak sesuai kenyataan, misalnya segala sesuatu dialaminya seperti dalam mimpi atau perasaan gangguan persepsi di mana  pasien merasa merasa lingkungan di sekitarnya sekitarnya berubah. berubah. 3. Stress

Respon seseorang pada suatu hal atau suatu kejadian yang mengancam atau menantang individu tersebut. Sedangkan suatu hal atau suatu kejadian yang menimbulkan stress disebut dengan stressor (Feldman, 2009). 4. Halusinasi

Gangguan persepsi tanpa ada stimulus dari luar.

Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan dalam skenario ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana epidemiologi dan faktor resiko dari kasus di skenario? 2. Apa saja kriteria seseorang dikatakan sehat mental? 3. Bagaimana cara pemeriksaan status mental pada pasien? 4. Bagaimana interpretasi gejala-gejala yang ada pada pasien? 5. Bagaimana mekanisme terjadi stress dan bagaimana manajemen stress? 6. Bagaimana seseorang dikatakan mengalami gangguan jiwa? 7. Apa saja macam-macam waham dan halusinasi beserta kriterianya? 8. Mengapa pasien harus dirawat di RSJ dan bagaimana penatalaksanaannya? 9. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus psikiatri? 10. Apa saja DD dari skenario ini? 11. Bagaimana terapi dan penanganan awal pada pasien?

Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara mengenai permasalahan. 1. Bagaimana epidemiologi dan faktor resiko dari kasus di skenario? (Pertanyaan

dijadikan LO) 2. Apa saja kriteria seseorang dikatakan sehat mental? Sehat Mental

Menurut

WHO (2011) kesehatan mental

didefinisikan sebagai keadaan

kesejahteraan di mana setiap individu menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya nya. Sedangkan

ciri-ciri

sehat

mental menurut WHO adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai kemampuan menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan , meskipun kenyataan itu buru ; 2. Mempunyai rasa kepuasan dari 3. Usahanya atau perjuangan hidupnya. 4. Mempunyai kesenangan untuk memberi dari pada menerima; 5. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan 6. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan; 7. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari ; 8. Mengarahkan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif; 9. Mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik 3. Bagaimana cara pemeriksaan status mental pada pasien?

Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan tentang keseluruhan pengamatan pemeriksa dan kesan tentang pasien  psikiatri saat wawancara. Yang perlu dinilai adalah sebagai berikut: 1.

Kesan Umum: mengamati bentuk tubuh, postur, ketenangan, pakaian, penampilan, dan sebagainya

2.

Perilaku dan aktivitas psikomotor: mengamati cara berjalan gerakan dan aktivitas  pasien, adakah tiks, manerisme, gerakan streotipik, atau hiperaktivitas, agitasi, dan sebagainya. Dan juga sikap terhadap pemeriksa, seperti bekerja sama, atau menggoda, atau apatis, bermusushan dan sebagainya

3.

Mood dan afek: mood digambarkan dengan depresi, kecewa, mudaha marah, cemas, euforia, dan sebaginya. Sementara afeknya meningkat, tumpul, menyempit, atau normal. Juga dinilai keserasian antara mood dan afeknya.

4.

Pembicaraan: mengamati pembicaraan paisen, monoton, keras, gagap, spontan dan lain sebagianya. Juga dinilai ada tidaknya logorrhea, flight of idea, maupun asosiasi longgar.

5.

Gangguan persepsi: apakah ada halusinasi, ilusi, depersonalisasi, maupun derealisasi.

6.

Bentuk pikiran: menilai apakah realistik, nonrealistrik, autistik, maupun irasional.

7.

Isi pikiran: termasuk mencermati adakah waham, preokupasi, obsebsi, fobia, dan lain sebaginya

8.

Tingkat kesadaran: dinilai secara kuantitatif berdasarkan glascow coma scale (sadar, somnolen, stupor, koma, letargi)

9.

Orientasi: dinilai orientasi terhadap waktu, tempat, orang, dan situasi

10. Daya ingat: menilai daya ingat jauh, daya ingat masa lalu , daya ingat baru saja, dan daya ingat segera. Dilkukan dengan menanyakan peristiwa pada masa anakanak, peristiwa penting yang terjadi pada masa muda, peristiwa beberapa bulan lau, apa yang dimakan saat sarapan, dan lain sebagainya. 11. Konsentrasi dan perhatian: meminta pasien mengulangi enam angka maju kemudian muindur, mengulang tiga kata segera dan tiga sampai lima menit kemudian. Pasien diminta mengurangi 100 dengan 7 secaqra berurutan. 12. Kemampuan visuospasial: pasien diminta menghitung uang kembalian setelah dibelanjakan, jarak antar kota, dan sebagainya 13. Pikiran abstrak 14. Pengendalian impuls: impuls seksual, agresif, atau lainnya. 15. Pertimbangan dan tilikan: menanyakan kemampuan pasien dalam aspek  pertimbangan sosial, misalnya saat terjadi kebakaran, dan juga menilai kesadaran dan pengertian pasien bahwa dia sakit.

4. Bagaimana interpretasi gejala-gejala yang ada pada pasien? (Pertanyaan dijadikan

LO) 5. Bagaimana mekanisme terjadi stress dan bagaimana manajemen stress? Stres dan penyesuaian diri

Stres adalah istilah dari ilmu kedokteran yang secara harfiah diartikan sebagai tekanan atau ketegangan yang memiliki kecenderungan mengganggu tubuh. Dari sudut  pandang psikologi, stres dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang mengganggu kita untuk beradaptasi atau mengatasi suatu masalah (Santrock, 2003). Stres bisa datang dari lingkungan, tubuh atau pikiran kita sendiri. Stres dari lingkungan mungkin disebabkan karena kebisingan, polusi, keramaian, situasi kacau, dan segala macam ancaman lain. Stres dari tubuh disebabkan oleh kondisi sakit, luka, ketegangan tubuh, atau penyakit-penyakit metabolik tertentu (Santrock, 2003). Sumber stress psikologis

Sumber atau pembangkit keadaan stress disebut stressor. Stressor dapat menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stress, yaitu frustasi, konflik, tekanan atau krisis.. Ini dapat dirasakan sebagai unsur dari luar. Oleh individu, stressor itu dipersepsikan sebagai tanda ancaman atau kebutuhan; keadaan eksitasi itu sendiri dapat menjadi stressor apabila melebihi batas intensitas tertentu. Kita dapat mengatakan, bahwa bagi pasien kita, omongan yang tidak menyenangkan merupakan salah satu stressor, dan berbagai perasaan kesal, sakit kepala dan mual merupakan manifestasi keadaan stress sebagai respons atas stressor itu. Pada penelitian lebih lanjut atas pasien tersebut terungkap bahwa pendekatan oleh teman-temannya juga merupakan stressor baginya, meskipun biasanya manusia merasakan pendekatan oleh teman-teman sebagai hal yang menyenangkan. Nampak disini, bahwa suatu rangsang dapat dirasakan sebagai hal yang menyenangkan pada orang satu, dan sebagai stressor  pada orang lain; bahkan pada waktu tertentu, sesuatu jenis rangsang tertentu dapat menyenangkan pada waktu ini dan merupakan stressor di waktu lain. Ini menggambarkan suatu kenyataan penting: bahwa sifat stressor bukan inherent terletak  pada jenis rangsangan, melainkan pada penanggapan rangsangan itu oleh organisme (Maramis, 2009).

(1) Frustasi

Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita, misalnya bila kita mau berpiknik lantas kemudian hujan deras atau mobil mogok, atau mangga di pohon keliatan enak sekali bagi si anak, tetapi tiba-tiba keluar seekor anjing yang galak (Maramis, 2009). (2) Tekanan

Juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari biarpun kecil tetapi bila di tumpuk-tumpuk dan berlangsung terus menerus (stresor jangka panjang), dapat menimbulkan stress yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi dapat bersal dari dalam atau luar individu (Maramis, 2009). (3) Konflik

Terjadi apabila kita tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam atau tujuan. Memilih yang satu berarti tidak tercapai tujuan yang lain. Ibarat kita ada disimpang  jalan tetapi kita tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan, misalnya seorang pemuda ingin menjadi seorang dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggungjawab kelak bila sudah jadi ( konflik mau-tak-mau atau pendekatan pengelakan). Atau jika kita harus memilih antara sekolah terus atau menikah; mengurus rumah tangga atau terus aktif dalam organisasi; antara tugas dan ambisi istri atau ibu kesenangan sekarang atau ideologi, orang tua atau panggilan (konflik pendekatan ganda) (Maramis, 2009). (4) Krisis

Adalah keadaan karena stresor mendadak dan besar sehingga menimbulkan stress  pada seorang individu atau kelompok, misalnya : kematian, kecelakaan, penyakit yang memerlukan operasi, masuk sekolah untuk pertama kali. Terdapat banyak tempat dengan banyak krisis (konsentrasi krisis), misalnya ruang gawat darurat di rumah sakit, kamar bersalin, kamar bedah, taman kanak-kanak dan tingkat pertama pada suatu fakultas pada minggu- minggu pertama tahun kuliah baru, desa yang kena bencana alam dan kekurangan makanan sesudahnya, atau bila kemudian bantuan makanan datang (tadi krisis karena tidak ada makanan, kemudian krisis karena tiba-tiba ada makanan) (Maramis, 2009).

Contoh lain lagi adalah konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara beberapa hal yang semuanya tidak kita inginkan, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur, menikah dengan orang yang tidak simpatik atau kemungkinan tidak menikah sama sekali; berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut (konflik pengelakan ganda) (Lubis, B. 1989). Konflik merupakan pertentangan dalam diri, dan dapat dilihat bahwa konflik meningkatkan ketegangan  –   seringkali suatu ketegangan yang menganggu dan tidak menyenangkan, sehingga berupa stress (Lubis, B. 1989). Konflik intrapsikik yaitu konflik antara komponen-komponen jiwa itu sendiri, yang  bukan merupakan konflik yang disadari, bukan yang dihayati nyata sevagai  pergumulan batin antara dorongan, motif atau keinginan, melainkan konflik nirsadar (Lubis, B. 1989). Manajemen Stres

Bila stres dirasakan sebagai permasalahan yang mengganggu aktivitas dan kualitas kehidupan, maka penting dilakukan penanganan dengan segera terhadap stres tersebut dengan manajemen pengelolaan yang baik dan pendekatan yang menyeluruh (holistic), yakni mencakup pengelolaan secara fisik (organobiologik), psikologi-psikiatri,  psikososial, dan psikoreligious. Secara garis besar terdapat dua tahap, yaitu tahap  pencegahan dan terapi (Santrock, 2003). Tahap pencegahan agar seseorang tidak jatuh ke dalam stres, maka diperlukan gaya hidup yang sehat, hidup teratur, serasi, selaras, dan seimbang secara horizontal antara dirinya dan sesama orang lain dan lingkungan sekitarnya, serta secara vertikal antara diriny dan penciptanya Allah SWT, yang menciptakan alam semesta (Santrock, 2003). Tahap terapi, meliputi terapi somatik dan intervensi psikososial. Terapi somatik adalah penanganan gangguan stres dengan menggunakan obat-obatan (psikofarmaka)

yang

berguna

untuk

memulihkan

gangguan

fungsi

pada

neurotransmitter (sinyal penghantar) di susunan saraf pusat otak. Cara kerja  psikofarmaka adalah jalan memutuskan jaringan atau sirkuit psikoneuroimunologi,

sehingga stresor psikososial yang mengenai seseorang tidak lagi mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ tubuh lainnya. Obat-obatan yang sering digunakan dalam penanganan stres dan gangguan lain yang terkait dengan stres adalah golongan psikotropika, seperti obat anti psikotik, obat anti anxieta, obat anti depresan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga dengan pendekatan somatik yang bisa dilakukan dengan terapi elektrokonvulsi dan psikosurgeri (Santrock, 2003). Pada seseorang yang mengalami stres, selain diberikan pengelolaan dengan terapi somatik, seperti terapi psikofarmaka, terapi elektro konvulsi dan terapi psikosurgeri,  juga penting diberikan pendekatan dengan terapi psikososial termasuk psikoterapi keluarga (Santrock, 2003). Kehidupan yang seimbang adalah pertukaran antara melakukan segala sesuatu yang ingin kita lakukan dan melakukan segala hal yang harus kita lakukan. Sering kali kita menginginkan yang terbaik untuk kedua-duanya, tetapi kita tidak memahami  bahwa kita harus berusaha menyeimbangkan prioritas yang kadang saling bertentangan (Santrock, 2003). Pendekatan Agama (Religi) Dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran sudah berkembang ke arah  pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian ternyata tingkat religiusitas seseorang erat hubungannya dengan daya tahan dalam menghadapi  problematika kehidupan yang merupakan stresor psikososial. Dalam perkembangan manusia seutuhnya ternyata perkembangan biologis, psikologis, dan sosial (biopsychosocial devlopment) berkembang sejajar (paralel) dengan perkembangan spiritual seseorang (Santrock, 2003). Pentingnya agama dalam kesehatan juga dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1984) yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur penting dari pengertian sehat seutuhnya. Para peneliti seperti Harrington A (1996) dan Monakow V. Goldstein (1997) mencoba mencari hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific concepts) dengan dimensi spiritual yang masih dianggap belum jelas, namun diyakini adanya hubungan tersebut dalam  presentasinya yang berjudul Brain and Religion diyakini adanya titik ketuhanan (God

Spot) dalam susunan saraf pusat. Sebagai contohnya adalah ketika orang yang stres dengan gangguan kecemasan yang kemudian diberi obat anti cemas, maka yang  bersangkutan akan men jadi tenang. Namun, pada orang yang sama dengan berdo’a dan dzikir kepada Allah SWT juga akan memperoleh ketenangan dan kesembuhan. Hal ini memperkuat prinsip bahwa terapi medis dan terapi agama adalah saling menguatkan (Santrock, 2003). Pendekatan dimensi religi ini dimaksudkan membangkitkan kekuatan keimanan dan motivasi untuk sembuh dari penyakitnya sesuai dengan agama yang diyakini seeorang. Dalam Islam banyak digunakan pendekatan do’a dan dzikir dalam menghadapi gangguan, stres, dan penyakit, krisis ataupun musibah yang menimpanya serta kita selalu diingatkan bahwa apapun yang menimpa kita pada hakekatnya semua itu adlah milik Allah SWT dan kita semua kelak akan dikembalikan kepada-Nya (Giardano, 2005). Mekanisme Koping Stress

Mekanisme koping stress adalah suatu usaha untuk mengontrol, mengurangi, atau  belajar untuk menoleransi suatu ancaman yang menyebabkan stress. Mekanisme ini dapat dibagi dua, yaitu: a.

Koping yang berfokus pada emosi, dimana individu akan mencoba untuk mengatur

emosinya dalam menghadapi stress, berusaha untuk mengubah perasaan yang dialaminya tentang suatu masalah.  b. Koping yang berfokus pada masalah, dimana individu akan berusaha untuk memodifikasi masalah atau sumber yang menyebabkan stress (Feldman, 2009). Terdapat pula mekanisme koping lainnya yang tidak sesuai untuk menghadapi stress karena mekanisme koping ini cenderung menghindari kenyataan dan masalah,  bukannya menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, seperti a.  Avoidance coping, dimana individu akan cenderung menghindari stressor. Hal ini  bisa dilakukan dengan berharap sesuatu yang cenderung mustahil, atau dengan mengonsumsi obat, meminum minuman beralkohol, atau makan berlebihan.

 b.  Defense mechanism, dimana individu akan berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan menyembunyikan stressor dari dirinya sendiri dan orang lain. Mekanisme ini akan memberi kesempatan individu tersebut untuk menghindari stress dengan berpura pura bahwa stressor itu tidak ada. c.  Emotional insulation, dimana individu berhenti merasakan emosi apapun, sehingga individu tetap tidak akan terpengaruh dan tergerak oleh suatu pengalaman  positif maupun negatif (Feldman, 2009). 6. Bagaimana seseorang dikatakan mengalami gangguan jiwa? (Pertanyaan dijadikan

LO) 7. Apa saja kriteria dan macam-macam waham dan halusinasi beserta kriterianya?

Kriteria waham: 1. Pasien percaya 100% bahwa isi pikirannya benar 2. Bersifat egosentrik 3. Tidak sesuai dengan rasio, logika 4. Tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun, termasuk dengan cara yang logis dan realistik 5. Pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya 8. Mengapa pasien harus dirawat di RSJ dan bagaimana penatalaksanaannya? Indikasi dilakukan rawat inap pada pasien psikiatri

Indikasi dilakukan rawat inap pada pasien psikiatri adalah: 1.

Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain.

2.

Bila perawatan di rumah tidak memadai

3.

Untuk keperluan observasi lebih lanjut. Pada pasien waham/delusi, sebelum dirawat inap, perlu dilakukan pemeriksaan

medis lengkap dan pemeriksaan neurologi untuk menentukan penyebab kelainannya  psikotik atau bukan, dan perlu dilakukan pengawasan terhadap perilaku impuls b erat seperti keinginan untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.

9. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus psikiatri? (Pertanyaan dijadikan

LO) 10. Apa saja DD dari skenario ini? (Pertanyaan dijadikan LO) 11. Bagaimana terapi dan penanganan awal pada pasien? (Pertanyaan dijadikan LO)

Langkah 4. : Menginventarisasi permasalahan-permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit

sekarang

dahulu

pasien Onset Anamnesis (keluhan utama)

Faktor resiko Pemeriksaan stauts mental

pasien

Diagnosa banding

Diagnosa

Tatalaksana dan prognosis

Langkah 5. : Merumuskan tujuan pembelajaran

Berdasarkan diskusi tutorial yanh sudah berjalan, didapatkan tujuan pembelajaran berupa: 1. Bagaimana epidemiologi dari kasus di scenario 2. Interpretasi pemeriksana status mental pada scenario 3. Kriteria waham dan halusinasi 4. Cara penegakan diagnosis penyakit psikiatri 5. Diagnosis Banding 6. Tata laksana dan penanganan awal kasus di skenario

Langkah VII. : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.

Menjelaskan epidemiologi dan fakto risiko dari kasus skenario Epidemiologi

Prabandari, dkk (2003) menyebutkan bahwa prevalensi skizofrenia di Indonesia diperkirakan 1 permil, meski angka yang pasti belum diketahui karena penelitian  prevalensi skizofrenia secara khusus belum dilakukan di Indonesia. Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, diketahui dari 12.377 penderita yang dirawat jalan yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 9.532 (96,51%) dengan berbagai tipe dan diketahui dari 1.929 penderita yang dirawat inap yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 1.581 (81,96%). Kasus skizofrenia jumlahnya tidak mempunyai angka-angka yang pasti. Angka  prevalensi di dunia menunjukkan 1% dari seluruh penduduk dunia, perbandingan yang sama antara penderita laki –  laki dan wanita, pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun sedang wanita biasanya mulai umur 26-45 tahun, dan jarang muncul pada masa anak-anak, bila muncul pada masa anak-anak biasanya mengenai 4-10 anak diantara 10.000 anak. Mengacu pada data WHO, prevalensi penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga 2%. Sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Kondisi yang ada lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada. Pasien  –   pasien yang Universitas Sumatera Utaramenderita skizofrenia dibiarkan berada di jalan –  jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarga. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi  peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu(Sasanto, 2009) Faktor risiko

a.

Riwayat skizofrenia dalam keluarga

 b. Kembar identik Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100% (Videbeck, 2008). c.

Struktur otak abnormal Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan,

Magnetic

Resonance

Imaging(MRI),

dan

Positron

Emission

Tomography(PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Carpenter, 2000). d. Sosiokultural Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara  berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003).Di Negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia

dan

menyediakan

lebih

banyak

kepedulian

terhadap

 penderita.Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan

tindakan

permusuhan,

mengkritik,

dan

sangat

terlibat

jika

dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju.Hal ini mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita skizofrenia. e.

Tampilan emosi Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley, 2000).

1. Menjelaskan interpretasi pemeriksaan status mental pada pasien Pada kasus di skenario pasien mengalami waham, halusinanasi, dan derealisai. 2. Menjelaskan apa sana macam-macam waham dan halusinansi Macam-macam waham: 1.

Waham kendali pikir (thought of being controlled). Penderita percaya bahwa  pikirannya, perasaan atau tingkah lakunya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.

2.

Waham kebesaran (delusion of grandiosty). Penderita mempunyai kepercayaan  bahwa dirinya merupakan orang penting dan berpengaruh, mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yang terpendam, atau benar-benar merupakan figur orang kuat sepanjang sejarah (misal : Jendral Sudirman, Napoleon, Hitler, dll).

3.

Waham Tersangkut. Penderita percaya bahwa setiap kejadian di sekelilingnya mempunyai

hubungan

pribadi

seperti

perintah

atau

pesan

khusus.

Penderita percaya bahwa orang asing di sekitarnya memperhatikan dirinya,  penyiar televisi dan radio mengirimkan pesan dengan bahasa sandi. 4.

Waham bizarre, merupakan waham yang aneh. Termasuk dalam waham bizarre, antara lain : Waham sisip pikir/ thought of insertion (percaya bahwa seseorang telah menyisipkan pikirannya ke kepala penderita); waham siar pikir/ thought of broadcasting (percaya bahwa pikiran penderita dapat diketahui orang lain,

orang lain

seakan-akan

dapat

membaca

pikiran

penderita);

waham sedot

 pikir/thought of withdrawal  (percaya bahwa seseorang telah mengambil keluar  pikirannya); waham kendali pikir;waham hipokondri 5.

Waham Hipokondri. Penderita percaya bahwa di dalam dirinya ada benda yang harus dikeluarkan sebab dapat membahayakan dirinya.

6.

Waham Cemburu. Cemburu disini adalah cemburu yang bersifat patologis

7.

Waham Curiga. Curiga patologis sehingga curiganya sangat berlebihan

8.

Waham Diancam. Kepercayaan atau keyakinan bahwa dirinya selalu diikuti, diancam, diganggu atau ada sekelompok orang yang memenuhinya.

9.

Waham Kejar. Percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang

10. Waham Bersalah. Percaya bahwa dirinya adalah orang yang bersalah 11. Waham Berdosa. Percaya bahwa dirinya berdosa sehingga selalu murung 12. Waham Tak Berguna. Percaya bahwa dirinya tak berguna lagi sehingga sering

 berpikir lebih baik mati (bunuh diri) Halusinasi itu banyak jenisnya, misalnya: a.

Halusinasi penglihatan : tak berbentuk (sinar, kilapan atau cahaya) atau bentuk (orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya atau tidak)

 b. Halusinasi pendengaran : suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah atau musik c.

Halusinasi penciuman : mencium suatu bau

d. Halusinasi pengecapan : rasa mengecap sesuatu e.

Halusinasi perabaan (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya

f.

Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang atau anggota badannya bergerak

g. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul dari tubuhnya

h. Halusinasi hipnagogik : ada kalanya pada seorang yng normal, tepat sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah i.

Halusinasi hipnopompik : terjadi sebelum terbangun penuh dari tidurnya

 j.

Halusinaasi histerik : timbul pada neurosis histerik karena konflik emosional

k. Formication : halusinasi taktil dimana pasien merasa ada serangga yang merayap dibawah kulit, sering terjadi pada pengguna kokain. 3. Menjelaskan bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus psikiatri 4. Menjelaskan diferensial diagnosis yang mungkin a. Skizofrenia

Skizofrenia adalah adanya kelainan pada otak ditandai dengan psikosis/ kelainan mental berat dimana pikiran dan emosi sangat terganggu sehingga kehilangan kontak dengan realitas eksternal. Gejalanya dapat dibagi menjadi 4: 1) Gejala positif: halusinasi, delusi, kelainan pada pikiran, pembicaraan yang tidak teratur, dan adanya kelainan gerakan. 2) Gejala negatif, hilangnya ekspresi emosional dan hilangnya motivasi untuk melakukan sesuatu, menarik diri secara sosial. 3) Gejala kognitif: kehilangan kemampuan kognisi seperti memori, perhatian, dan fungsi eksekutif, dan kehilangan kemampuan untuk mengenali hubungan interpersonal. 4) Gejala mood: dapat terlihat senang atau sedih sekali namun sulit dimengerti (Sadock BJ & Sadock VA, 2007). Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-5 adalah ditemukannya 2 dari gejala sebagai berikut: 1) Delusi 2)

Halusinasi

3) Bicara tidak beraturan 4) Gejala katatonik, berupa kelainan pada gerakan dan perilaku, dapat beruapa hiperaktivitas, dan catalepsy. 5) Adanya gejala negatif

Ditemukannya 2 gejala tersebut salah satunya harus merupakan delusi, halusinasi, atau bicara tidak teratur. Gejala tersebut harus timbul minimal 6 bulan dan  pasien mengalami gejala aktif selama minimal 1 bulan atau kurang dari 1 bulan pada  pasien yang sudah diobati. Juga terdapat kemunduran sosial dan pekerjaan dalam waktu yang signifikan. Secara epidemiologi, laki-laki dan perempuan sama. Pada laki-laki, onset terjadinya skizofrenia lebih cepat yaitu usia 10-25 tahun, sedangkan pada perempuan antara 25-30 tahun. Prognosis pasien skizofrenia bisa baik dan juga buruk. Prognosis  baik jika terjadi pada usia tua, sementara jika terjadi pada usia muda, maka  prognosisnya buruk. Farmakoterapi Skizofrenia

Pada umumnya pengobatan psikosis berjangka lama, sekurang-kurangnya 2 tahun, tak jarang malah seumur hidup. Guna menghindari terjadinya diskenesia tarda sebagai efek smaping long term, maka disarankan untuk setiap enam bulan diselingi dengan istirahat satu bulan. Obat- obat antipsikotis digunakan untuk meredakan emosi dan agresi, dapt  pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian-impian dan  pikiran-pikiran khayal (halusinasi) serta normalisasi kelakuan-kelakuan yang tidak normal. Selain daya antipsikotis obat ini juga memiliki bermacam-macam khasiat lain: antara lain: 1) Ansiolitik:dapat meniadakan rasa bimbang, takut, gelisah dan agresi yang hebat 2) Anti emetic: berdasarkan perintangan neurotransmisi dari CTZ kepusat muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin. 3) Analgetik:

beberapa

neuroleptika

mempuyai

daya

kerja

analgetik

kuat (levopromazine, haloperidol, dan droperidol) Sedangkan pembagian obat Skizopren berdasarkan simpton yang muncul :

1) Obat-obat klasik Umumnya dimulai dari suatu obat klasik, terutama bila diperlukan efek sedatif lorpromazin, trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida jika pasien  justru perlu diaktifkan.Efek antipsikotika beru menjadi nyata setelah terapi 2-3 minggu. Bila sesudah masa latensi, obat-obat tersebut kurang efektif, perlu dicoba obat-obat lain dari kelompok kimiawi lain. Flutenazin dekaonat digunakan sebagai profilakse untuk mencegah kambuhnya penyakit.Thioridazin berguna pada lansia untuk mengurangi pada GEP dan gejala antikolinergis. Obat-obat klasik terutama efektif untuk meniadakan simtom positif, dan efefknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2 tahun dan tak jarang seumur hidup. 2) Obat-obat atypis Obat-obat atypis lebih ampuh untuk simtom negatif kronis, mungkin karena  pengikatannya pada reseptor D1 dan D2 lebih kuat.Sulpirida, risperidon, dan olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efefktif lagi atau bila terjadi terlalu banyak efek samping. 3) Obat-obat tambahan Antikolinergika

(trihexyfenidil,

orfenadrin)

dan

beta-blockers

(propanolol).Obat-obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek-efek samping antipsikotika, terutama gejala extrapiramidal (GEP).Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan. 4) Penanganan alternatif Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasikan vitamin dan mineral tertentu dalam mega dose.Cara ini terdiri dari pemberian nutrien tepat dengan antar perbandingan yang tepat kesel-sel tubuh. Vitamin yang diberikan adalah vitamin C(3x1 g), niasinamida (3x1-2 g), piridoksin (2-3x 250 mg), dan vitamin E (1x 400 mg).

Pilihan ini didasarkan pada sering ditemukan kekurangan vitamin-vitamin tersebut diotak penderita skizofrenia. b. Kelainan Skizofreniform

Kelainan skizofreniform mempunyai gejala sama seperti skizofrenia, dimana terdapat gejala aktif selama 1 bulan dengan onset kurang dari 6 bulan. Epidemiologinya lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Etioploginya tidak diketahui, dengan prognosis 60-80 % berlanjut menjadi skizofrenia. 5. Menjelaskan tatalaksanan dan penanganan awal kasus scenario Manajemen penderita skizofrenia didasarkan pada fase yang sedang dialami. Pada fase akut dengan gejala seperti psikosis dapat diberikan antipsikotik yang bias berupa antagonis serotonin dopamine generasi kedua. Pada fase stabilisasi dan maintenance, terapi bertujuan untuk mencegah relaps. Pada fase ini diberikan antipsikotik dan  benzodiazepin paling tidak selama 5 tahun. Karena farmakoterapi skizofrenia berjalan dalam rentang waktu yang panjang, risiko ketidakpatuhan menjadi besar pula. Pada kasus ketidak patuhan, psikiater dapat memberikan antipsikotik secara injeksi yang memiliki waktu kerja panjang dan lebih mudah dikontrol oleh dokter yang menanganinya. Farmakoterapi juga meninggalkan efek samping. Efek samping yang pertama adalah efek samping ekstrapiramidal, dimana akan bermanifestasi menyerupai gejala Parkinson. Pada kasus ini diberikan profilaksis anti-Parkinson berupa antikolinergik. Efek samping kedua adalah tardive dyskinesia  yang merupakan gerakan involunter oleh otot-otot wajah dan rahang. Efek ini dapat menyebabkan terpengaruhnya cara makan, napas, jalan, dan bicara. Efek samping lainnya berupa mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, dan hilang ingatan (Sadock&Sadock, 2007). a. Jenis Obat Antipsikotik :

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua  bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala  positif.

APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom  psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. b. Efek Samping

Tetapi pemakaian lama APG I dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika, terutama GEP. Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan. Efek samping Yang umum terjadi : insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala. Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain. Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan  pemberian obat antiparkinson bila diperlukan. Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome (namun  jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan otonom, kesadaran

 berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini terjadi,  penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan. Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi. Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang bersifat

dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi dan amenorrhoea.Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadang-kadang terjadi. Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit  pernah terjadi. Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan. 1) Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE) Parkinsonisme, efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkinson adalah: a) Tremor: paling jelas pada saat istirahat  b) Bradikinesia : muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat  berjalan c) Rigiditas : gangguan tonus otot (kaku) 2) Reaksi

distonia

:

kontraksi

otot

singkat

atau

bisa

juga

lama

Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol 3) Akathisia Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya  perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan  bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal). 4) Tardive dyskinesia Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan  jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur. 5) Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic.

Side efect. Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah: mulut kering, konstipasi,  pandangan kabur akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia, hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik, kongesti/sumbatan nasal. c.

Uraian Obat

1) Zofredal 2 mg Indikasi : Skizoprenia akut dan kronik, keadaan psikotik lainnya dengan gejala  positif atau negatif. Kontraindikasi : hipersensitifitas Dosis : Hari I = 2 x sehari 1 mg Hari ke II = 2 x sehari 2 mg Hari ke III = 2 x sehari 3 mg Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada tahap pengobatan selanjutnya. Sebaiknya dilakukan dalam interval waktu tidak kurang dari satu minggu. Dosis pemeliharaan = 2 x sehari 2-4 mg dosis maksimum 2 x sehari 8 mg. Pasien usia lanjut, pasien dengan penyakit ginjal atau gangguan fungsi hati : dosis awal 2 x sehari 0,5 mg sehari. Efek Samping : Pada sejumlah penelitian, risperidone umumnya merupakan antipsikotik yang terbukti efektif dan aman serta dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita. Efek samping yang agak sering dilaporkan antara lain agitasi, akatisia, hiperkinesia, pusing, mengantuk, mual dan muntah.  Namun obat golongan ini mempunyai efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual

/ peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Untuk menangani efek samping inilah maka diberikan tablet tryhexyphenidyl 3×2 mg/hari. 2) Triheksifenidil 2 mg Merupakan obat antispasmodik yang bekerja menghambat secara langsung  pada sistem saraf parasimpatik, juga berefek relaksasi otot polos. Indikasi : Semua jenis parkinson, post enchepalitik, ateriosklerosis dan idiopatik, digunakan untuk mencegah dan mengontrol kelainan estrapiramidal yang disebabkan oleh obat SSP seperti reserpin dan fenotiasin termasuk tremor, salivasi yang  biasanya menyertai parkinson, efektif menurunkan spasme otot, berguna mengurangi depresi. Mengontrol gejala ekstrapirimidial yang diakibatkan oleh terapi obat Dosis :Untuk parkinson : 6-10 mg/hari. Efek Samping : penyakit hati dan ginjal, hipertensi, glaukoma 3) Methioson Komposisi : Metionin 100 mg, Kolin tartrat 100 mg, Vitamin B1 2 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 2 mg, Vitamin B12 0,67 µg, Vitamin E 3 mg, Nikotinamida 6 mg, Pantotenol 3 mg, Biotin 100 µ g, Asam Folat 400 Indikasi : Kekurangan vitamin, Disfungsi hati akibat sakit kuning, infeksi dan subtansi hepatotoksik, pengobatan dengan sinar-x, degenerasi lemak, infiltrasilemak.Gangguan hati setelah operasi Dosis: 2-3 tablet sehari Zofredal merupakan antipsikotik yang mengandung resperidon. Risperidone merupakan antagonis selektif monoaminergik dengan afinitas kuat terhadap reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan dopamin tipe 2 (D2) yang memberikan efek antipsikotik.

Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: a) Onset efek primer (efek klinis) : 2-4 minggu  b) Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam c)

Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)

d) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita. e) Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk  pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan. Cara/lama pemberian mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi). Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 12/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4 Minggu) lalu stop. Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi  pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada  penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet tryhexyphenidyl 3×2 mg/hari. d. Cara Perawatan Antipsikotik

Kesulitan utama penanganan semua gangguan jiwa adalah tidak adanya keinsyafan sakit pada kebanyakan pasien. Mereka menganggap halusinasi dan pikiran khayalan sebagai suatu yang sejati/riil, dan s elalu berfikir dirinya tidak sakit, sehingga sering sekali menolak minum obat.

Psikoterapi

Penanganan skizofrenia paling efektif terdiri atas kombinasi dari farmakoterapi  bersama psikoterapi, termasuk terapi kelakuan kognitif, yang juga disebut “terapi  bicara”. Psikiater  berusaha membangun hubungan baik dengan pasien dan memperoleh kepercayaan mereka, juga mencoba membantu mengatasi problema psikis mereka, serta memberi petunjuk bagaimana menghadapi masalah . Obat-obat Klasik 

Umumnya dimulai dengan suatu obat klasik, terutama klorpromazin bila diperlukan obat sedatif, trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki, atau pimozida jika  pasien perlu diaktifkan. Efek antipsikotika menjadi nyata setelah 2-3 minggu. Bila sesudah masa latensi, obat-obat tersebut kurang efektif, perlu dicoba obat-obat lain dari kelompok kimiawi lain. Flufenazin dekanoat digunakan sebagai profilakse untuk mencegah kambuhnya penyakit. Thioridazin berguna pada lansia untuk mengurangi GEP dan gejala antikolinergis. Obat-obat klasik terutama edektif untuk meniadakan simptom positif dan efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2 tahun dan tak jarang seumur hidup.

e.

Obat-obat atypis

Obat-obat atypis lebih ampuh untuk simpom negatif kronis, mungkin karena  pengikatannya pada reseptor-D1 dan  – D2 lebih kuat. Sulpirida, risperidon, dan olanzapin dianjurkan bila obat-obat klasik tidak efektif lagi atau bila terjadi terlalu  banyak efek samping. Karena klozapin dapat menyebabkan agranulositosis hebat (12% dari kasus), selama terapi perlu dilakukan penghitungan leukosit setiap minggu. Obat-obat tambahan

Antikolinergika (triheksifenidil, orfenadrin) dan beta-blokers (propanolol). Obat-obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek samping antipsikotika, terutama GEP. Benzodiazepin diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan.

Penanganan Alternatif 

Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasi vitamin dan mineral tertentu dalam megadose. Penanganan ortomolekuler ini berdasarkan  penemuan

bahwa

pasien

skizofrenia

mengalami

defisiensi

nutrien-nutrien

 bersangkutan. Cara ini terdiri dari pemberian nutrien tepat dengan antar-perbandingan yang tepat ke sel-sel tubuh. Yang diberikan adalah vitamin C, niasinamid, piridoksin, dan vitamin E. Pilihan ini didasarkan pada sering ditemukannya kekurangan vitaminvitamin tersebut di otak penderita skizofrenia. f.

Obat Antiansietas

Obat antisietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer minor dananksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazep am atau klordiazepoksid. Antiansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas.  No

Nama Generik

Golongan

Sediaan

Dosis aniuran

1

Diazepam

Benzodiazepin

Tab 2- 5 mg

Peroral 30mg/hr,

102-3x/hari

Paenteral IV/IM 2-10 mg/kali, setiap 3-4 jam 2

Klordiazepoksoid

Benzodiazepin

Tab 5 mg

15-30 mg/hari

Kap 5 mg

2-3 x/sehari

3

Lorazepam

Benzodiazepin

Tab 0,5-2 mg

2-3 x 1 mg/hr

4

Clobazam

Benzodiazepin

Tab 10 mg

2-3 x 10 mg/hr

5

Brumazepin

Benzodiazepin

Tab

3 x 1,5 mg/hr

1,5-3-6

mg 6

Oksazolom

Benzodiazepin

Tab 10 mg

2-3 x 10 mg/hr

7

Klorazepat

Benzodiazepin

Cap 5-10mg

2-3 x 5 mg /hr

8

Alprazolam

Benzodiazepin

Tab 0,25-0,5-1 3 x 0,25mg

0,5 mg/hr

9

Prazepam

Benzodiazepin

Tab 5 mg

2-3 x 5 mg/hr

10

Sulpirid

NonBenzodiazepin

Cap 50 mg

100-200 mg/hari

11

Buspiron

NonBenzodiazepin

Tab 10 mg

15-30 mg/hari

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan



Pasien Tuan. X, usia 25 tahun laki-laki mengalami gangguan scizofrenia.



Kriteria scizofrenia yang ada pada pasien: o

Waham

curiga

:

pasien

merasa

orang-orang

di

sekitarnya

merencanakan niat jahat kepadanya o

Halusinasi

o

Derealisasi

o

Gejala-gejala yang menetap selama 4 minggu

B. Saran Tutorial kelompok kami pada skenario ini sudah cukup baik, semua pertanyaan sudah terjawab berdasarkan sumber ilmiah. Namun, ketika tutorial berjalan masih terdapat penjelasan yang kurang lengkap atas pertanyaan-pertanyaan yang ada sehingga perlu dilengkapi di laporan tutorial. Selain itu, mahasiswa disarankan untuk lebih mempersiapkan materi tutorial sebelum pelaksanaan tutorial.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF