LAPORAN SEMUT
May 24, 2018 | Author: Jihan Diyana Cliqtwiblast Pasviber | Category: N/A
Short Description
perilaku semut...
Description
PERILAKU SEMUT DALAM MENCARI SUMBER MAKANAN
Oleh : Wimpi Dwi Atika Jihan Diyana Alsa Gibran Muhammad Tri R. Rombongan Kelompok
(B1J014082) (B1J014112) (B1K014025) (B1K014025) : II :9
LAPORAN PRAKTIKUM ETOLOGI
KEMENTERIAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I. PENDAHULUAN
Serangga merupakan hewan yang paling besar jumlah individunya, sehingga dapat ditemukan jutaan individu hanya pada tanah seluas 1 acre (sama dengan 4047 m2) (Borror et al., 1992). Serangga yang paling dominan adalah serangga sosial dengan struktur kehidupannya yang kompleks, termasuk di dalamnya semut (Wilson, 1979). Semut merupakan serangga yang dapat ditemukan dimana mana. Semut memiliki habitat yang bervariasi, dari padang pasir, savanna, hutan hujan tropis, sampai pada area yang dihuni oleh manusia. Semut memiliki peranan yang positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Peranan semut yang bersifat positif diantaranya; sebagai predator (Sulistyowati et al., 2006), sebagai bioindikator dari kondisi hutan (Brhul et al., 2003), pengurai atau detritus (Yamane et al., 1996) dan mempengaruhi keanekaragaman hayati (Bolton, 1994), sedangkan akibat negatif dari semut yang merugikan bagi manusia yaitu sebagai hama (Jetter et al., 2002). Semut termasuk ke dalam famili Formicidae dengan ordo Hymenoptera. Subordonya adalah Apocrita ditandai dengan menyatunya segmen pertama dari abdomen dengan segmen pada thoraks yang disebut dengan Propodeum sehingga membentuk mesosoma atau alitrunk. Semut merupakan serangga yang bersifat eusosial pada daerah terestrial. Koloni eusosial ditandai dengan adanya kerjasama diantara anggota koloni dalam memelihara serangga pradewasa, adanya sistemsistem kasta dan generasi yang tumpang tindih (Borror et al.,1992). Semut terdiri dari 14 subfamili, yaitu; Nothomymeciinae, Myrmeciinae, Ponerinae,
Dorylinae,
Aneuritinae,
Aenictinae,
Ecitoninae,
Myrmicinae,
Pseudomyrmicinae, Cerapachyinae, Leptanillinae, Leptanilloidinae, Dolichoderinae dan Formicinae (Bolton, 1994). Beberapa subfamili bersifat endemik pada suatu daerah, seperti Aneuritinae merupakan jenis semut yang endemik di Australia yang hanya memiliki satu genus, yaitu; genus Aneuretus. Subfamili Ecitoninae yang terdiri dari lima genera dan hanya ditemukan di Amerika selatan (semut pada kawasan Neartic). Subfamili Leptanilloindinae merupakan semut yang hanya ditemukan pada derah tropis (Mohamed, 2003). Morfologi semut secara umum yaitu pada segmen kedua dari abdomen semut mengalami pengecilan yang berbentuk subsylindricalform, nodiform, squamiform atau sessile, bagian ini disebut dengan petiole (Mohamed, 2003; Borror et al., 1992; Bolton, 1994). Pada sebagian jenis semut memiliki duah buah petiole. Segmen
pertama tetap dinamakan petiole, sedangkan segmen yang kedua disebut post petiole. Jumlah antena semut 4-12 segmen pada betina dan 9-13 pada jantannya. Tipe antena pada semut yaitu genikulat dengan scape (segmen pertama panjang). Semut yang mempunyai sayap disebut dengan alate, ratu memiliki sayap yang akan lepas setelah melakukan proses perkawinan (Bolton, 1994; Borror et a l., 1992). B. Tujuan
Tujuan praktikum pada acara perilaku semut dalam mencari makanan adalah menentukan aktivitas semut dalam memperoleh makanan dan mendeskripsikan perilakunya.
II. MATERI DAN METODE A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera danstopwatch. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gula pasir, gula merah, kue lapis, remahan roti, dan nasi. B. Metode
1. Alat tulis disiapkan untuk mencatat aktivitas mencari makan. 2. Makanan berupa gula pasir, gula merah, kue lapis, remahan roti, dan nasi di taman tengah fakultas biologi sebagai sumber makanan. 3. Waktu pertama kali semut datan menuju sumber makanan setelah makanan disebarkan dan kedatangan semut lainnya dicatat. 4. Warna dan ukuran semut yang menuju ke sumber makanan diamati dan didokumentasikan. 5. Gerakan aktivitas semut menuju dan menjauhi sumber pakan digambar secara otomatis. 6. Jumlah semut yang bertugas membawa makanan dihitung. 7. Pengamatan dilakukan selama satu jam. 8. Hasil pengamatan dicatat dalam tabel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Gambar 1. Semut di makanan biskuit
Gambar 2. Semut di makanan gula jawa
Gambar 3. Semut di makanan gula pasir
Gambar 4. Semut di makanan roti bolu
Gambar 5. Semut di makanan nasi putih
B. Pembahasan
Semut merupakan jenis serangga dengan jumlah spesies dan individu yang sangat besar. Jumlah semut di permukaan bumi terdiri lebih dari 12.000 spesies, akan tetapi baru sekitar 7600 spesies dari 250 genus yang telah diberi nama dan dideskripsikan. Keanekaragaman semut yang terbesar berada di daerah tropis. Semut tersebar luas di seluruh tempat kecuali di lautan, mulai dari daerah Arctic di utara sampai daerah kutub di selatan (Daly et al., 1978). Menurut Latumahina et al. (2014), Semut merupakan kelompok hewan terestrial paling dominan di daerah tropik. Semut berperan penting dalam ekosistem terestrial sebagai predator, scavenger , herbivor, detritivor, dan granivor, serta memiliki peranan unik dalam interaksinya dengan tumbuhan atau serangga lain. Sejak kemunculannya, semut telah berkembang menjadi makhluk yang paling dominan di ekosistem teresterial. Praktikum acara tingkah laku semut ini dilakukan pada pagi hari, karena semut hitam biasanya keluar dari sarangnya pada waktu pagi dan sore hari ketika suhu tidak terlalu panas. Semut akan menuju pucukpucuk tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari sambil menjalankan aktivitasnya. Akan tetapi pada siang hari ketika suhu udara panas, semut akan bersembunyi pada tempat-tempat yang terlindung dari sengatan sinar matahari secara langsung, seperti di dalam sarang, di balik dedaunan, di tanah, dan lain-lain (Elzinga, 1978 dalam Rahmawadi, 1997). Praktikum acara pengamatan aktivitas semut dalam mencari makanan ini menggunakan pakan alternatif. Pakan alternatif yang diberikan pada semut dalam praktikum kali ini adalah gula pasir, gula jawa, remahan roti, nasi putih, dan kue lapis. Dari kelima sumber makanan ini mengandung sejumlah karbohidrat, protein, glukosa dan perasa sintetis. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari kelima pakan ini yang paling banyak didatangi oleh semut berturut-turut adalah kue lapis, remahan roti, gula pasir, gula merah, dan nasi. Hal ini disebabkan karena semut lebih tertarik pada makanan-makanan yang relatif manis dan mengandung perasa manis yang sintetis. Kebutuhan semut akan makanan seringkali berubah-ubah. Pada waktu ratu aktif memproduksi telur, semut pekerja akan mencari makanan yang banyak mengandung protein sebagai makanan pokok ratu. Pada waktu yang lain, semut pekerja tidak mencari protein dan proses pencarian makanan berubah mencari makanan yang banyak mengandung gula dan lemak. Oleh karena itu pakan yang
diujikan sebaiknya mengandung glukosa, protein, lemak, dan juga air untuk memenuhi kebutuhan semut akan cairan (Gotwald, 1982). Semut menggunakan berbagai jenis sinyal untuk komunikasi (taktil, akustik, kimia) dan sinyal ini sering kali memodulasi satu sama lain. Namun, sebagaimana perilaku sosial mereka terutama dimediasi oleh bahan kimia dan sejumlah besar bukti telah ditemukan, menunjukkan bahwa feromon memainkan peran penting dalam munculnya perilaku sosial kolektif di koloni semut. Dengan demikian, untuk memahami perilaku sosial semut, penting untuk memahami bagaimana informasi disampaikan
dan
dikirimkan
oleh
feromon
dan
bagaimana
informasi
ini
diterjemahkan ke dalam perilaku tertentu. Semut yang dihadapkan pada pilihan jalur biner, lebih memilih jalan setapak dengan konsentrasi feromon yang lebih tinggi daripada konsentrasi yang lebih rendah dan mengikuti jejak meningkat dengan konsentrasi feromon yang lebih tinggi. Perilaku ini menyerupai sistem komunikasi analog, yang berpotensi mentransmisikan informasi tentang berbagai keadaan lingkungan (Thienen et al., 2014). Semut hitam yang teramati pada praktikum kali ini adalah semut hitam ( Dolichoderus thoracicus) yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera (serangga bersayap bening) dan masuk dalam Familia Formicidae.
Gambar semut hitam ( Dolichoderus thoracicus)
Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi semut hitam D. thoracicus adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Formicidae
Sub famili
: Dolichoderinae
Genus
: Dolichoderus
Spesies
: Dolichoderus thoracicus
Semut hitam Dolichoderus thoracicus hidup dalam organisasi sosial yang terdiri dari sejumlah individu dan membentuk suatu masyarakat yang disebut koloni. Koloni semut terdiri dari kelompok-kelompok yang disebut kasta. Semut hitam terdiri dari beberapa kasta, yaitu: ratu, pejantan, dan pekerja. Semut pekerja dibagi dua, yaitu pekerja dan prajurit. Kasta-kasta semut mempunyai tugas yang berbeda beda, akan tetapi tetap saling berinteraksi dan bekerja sama demi kelangsungan hidupnya (Putra, 1994) Semut hitam ( Dolichoderus thoracicus, dahulu dikenal sebagai Dolichoderus bituberculatus) telah dikenal sejak tahun 1917 sebagai agens pengendali hayati hama Helopeltis spp. pada tanaman kakao. Makanan merupakan unsur pokok yang harus ada dalam kehidupan organisme, termasuk pada semut. Makanan diperlukan semut untuk membentuk sel dan jaringan serta diubah menjadi energi yang digunakan untuk beraktivitas. Perbedaan kualitas dan kuantitas pakan yang masuk ke dalam tubuh akan berpengaruh pada perkembangan semut. Perbedaan kualitas pakan dipengaruhi oleh komposisi karbohidrat, protein, lemak, dan air yang terkandung di dalamnya (Sunjaya, 1970). Pola
distribusi
semut
dalam
mencari
dan
menuju
makanan
adalah
mengelompok. Pola ini diduga berkaitan dengan kebutuhan semut untuk mencari makan dan mencari perlindungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Elzinga (1987) bahwa serangga sosial seperti semut biasanya mencari makan secara bergotong royong
dan
mengelompok.
mencari
tempat
perlindungan
biasanya
dalam
sarang
secara
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan pada praktikum perilaku semut dalam mencari sumber makanan adalah: 1. Pakan alternatif yang diberikan pada percobaan adalah gula pasir, gula jawa, remahan roti, nasi putih, dan kue lapis, diduga kelima sumber makanan ini mengandung sejumlah karbohidrat, protein, glukosa, dan perasa sintetis. 2. Makanan yang paling banyak didatangi semut secara berturut-turut adalah kue lapis, remahan roti, gula pasir, gula merah, dan nasi. Hal ini disebabkan karena semut lebih tertarik pada makanan-makanan yang relatif manis dan mengandung perasa manis yang sintetis.
DAFAR REFERENSI
Bolton, B. 1994. Identification Guide to the Ant Genera of the World . London : Harvard University Press. Borror, J.D., Triplehorn, A. C. & Johnson, F. N. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, Edisi keenam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Brühl, A. C., Eltz, T. & Linsenmair, K. E. 2003.Size Does Matter- Effects Of Tropical Rainforest Fragmentation On The Leaf Litter Ant Cmmunity In Sabah, Malaysia. Biodiversity and Conservation, 12,pp.1371-1389. Daly S., Moezir M., dan Prihatin A. 1978. The Insect Structure and Function. The English University Press Ltd. London. Elzinga. 1997. Partners in Biological Control of Cocoa Pests: Mutualism between Dolichoderus thoracicus (Hymenoptera:Formicidae) and Cataenococus hispidus (Hemiptera: Pseudococcidae). Bulletin of Entomological Research. 87: 461-470. Gotwald, W. H. 1982. “Army Ants”.http://antbase.org/ants/ publications/11022/ 11022.pdf. 18 Januari 2007. Holldobler, B. and E.O. Wilson. 1990. The Ant . Springer-Verlag. Berlin. Jetter M. K., Hamilton, j. & Klotz, H. J. 2002. Red Imported Fire Ants Threaten Agriculture, Wildlife and Homes. California Agriculture, 56(1),pp. 23-30. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop in Indonesia. PT Ichtiar Baru-Van Hove. Revised by Van der Laan. Jakarta. Latumahina, F.S., Musyafa, Sumardi & Putra, N.S., 2014. Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon. Biospecies, 7(2), pp.53-58. Mohamed, M. 2003. Manual For Bornean Ant (Formicidae) Identification. Tools for Monitoring Soil Biodiversity in The ASEAN Region. Darwin Initiai ve. Putra,
1994. “Penggunaan Semut Hitam Dolichoderus thoracicus dalam Pengendalian Hama Tanaman Kakao Theobroma cacao”. Laporan Penelitian. Departement of Plant Protection Faculty of AgricultureUniversity Putra Malaysia. Kuala Lumpur.
Rahmawadi, Surya. 1997. Semut Hitam . Berita Perlindungan Tanaman Perkebunan 2 (1): 5-6. Sulistyowati, E. Janianto, Y.D. Sukamto, S. Wiryadiputra, S. Loso, W & Primawati. N. 2006. Analisis status Penelitian dan Pengembangan PHT pada Pertanaman Kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat , Bogor. Sunjaya. 1970. The Principles of Insect Physiology. Seventh Edition. Chapman and Hall. London.
Thienen, W.v., Metzler, D., Choe, D.-H. & Witte, V., 2014. Pheromone Communication in Ants: a Aetailed Analysis of Concentration-Dependent Decisions in Three Species. Behav Ecol Sociobiol , 68, pp.1611 – 1627. Wilson, E.O. 1979. Some Ecological Characteristics of Ants in New Guinea Rain Forest . Cambridge : Harvard University. Yamane, S., Itino, T. & Rahman, N. Abd. 1996. Ground Ant Fauna In The A Bornean Dipterocarp Forest. The Raffles Buletin Of Zoology, 44(1),pp. 253262.
View more...
Comments