Laporan Resmi Praktikum Optik

November 13, 2017 | Author: Juniar Diantika | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

bending dan pengaruh suhu pada serat optik...

Description

Laporan Resmi Praktikum Teknik Optika P2

BENDING DAN PENGARUH SUHU PADA SERAT OPTIK

Disusun Oleh : Ariel Faishal Juniar Diantika Akhmad Ibnu Hija Dio Ratriyadi Sangsaka Wira Faiz Rafandio

Asisten Praktikum Marfu’ah

JURUSAN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

2414100036 2414100057 2414100 067 2414100075 2414100099 2414100 106

2413100007

Laporan Resmi Praktikum Teknik Optika P2

BENDING DAN PENGARUH SUHU PADA SERAT OPTIK Disusun Oleh : Ariel Faishal Juniar Diantika Akhmad Ibnu Hija Dio Ratriyadi Sangsaka Wira Faiz Rafadnio

2414100036 2414100057 2414100067 2414100075 2414100099 2414100106

Asisten Praktikum Marfu’ah

JURUSAN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

2413100007

ABSTRAK Pada zaman modern ini, penggunaan serat optic atau biasa disebut dengan fiber optic sangat berpengaruh dan sangat bermanfaat bagi kelancaran pekerjaan manusia, seperti saluran telefon, saluran internet , dan lain sebagainya. Selain sebagai penghantar informasi, fiber optic juga bias dimanfaaatkan sebagai sensor, seperti sensor pressure, temperature, dan lain sebagainya. Maka sangatlah penting mempelajari fiber optic dan mempelajari pengaruh yang terjadi ketika fiber optic diberikan bending dan suhu seperti yang dilakukan kali ini di praktikum P2 yang mengangkat tema pengaruh fiber optic terhadap bending dan suhu. Kata Kunci : Pembengkokan, Fiber Optic

ABSTRACT

In modern times, the use of fiber optic or fiber optic commonly called a very influential and very helpful for the smooth work of humans, such as phone lines, Internet channels, and so forth. In addition as a conductor of information, fiber optic bias also dimanfaaatkan as sensors, such as pressure sensors, temperature, and so forth. It is important to learn of fiber optic and study the effect that occurs when a given fiber optic bending and temperature as is done in the lab P2 this time with the theme of the

influence of fiber optic bending and temperature. Keywords : Bending, Fiber Optics

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum ini. Laporan praktikum Teknik Optika “Bending dan pengaruh suhu pada serat optik”.

Laporan ini merupakan penilaian secara individu yang di berikan oleh asisten laboratorium praktikum Bending dan pengaruh suhu pada serat optik Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan literatur yaitu buku-buku yang berkaitan dengan bending pada Serat Optik dan pengaruh suhu terhadap serat optik dan data-data dari hasil pengukuran di lapangan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Agus Muhammad Hatta, M.Sc sebagai dosen mata kuliah akustik, serta kepada asisten laboratorium Rizal Cahyono yang telah membantu memberikan arahan dalam menyusun laporan praktikum ini. Harapan saya laporan ini dapat menjadi suatu pelajaran utamanya untuk diri saya sendiri dan rekan-rekan praktikan lainnya. Memang laporan ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik untuk laporan praktikum berikutnya Surabaya, 24 Oktober 2016

Penulis DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Table 4.1 Data pengaruh bending Table 4.2 Data pengaruh diameter lilitan Tabel 4.3 Data pengaruh suhu

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Serat Optik Gambar 2.2 Perambatan pada fiber optik Gambar 2.3 Hukum Snellius Gambar 2.4 Total Internal Reflection Gambar 2.5 Skema pemanduan cahaya pada serat optik Gambar 2.6 Singlemode Step Index Gambar 2.7 Multimode Step Index

Gambar 2.8 Perambatan Cahaya Pada Multimode Step Index Gambar 2.9 Serat optik Grade Index Singlemode Gambar 3.1 Set up percobaan Gambar 3.2 Set up percobaan Gambar 3.3 Set up percobaan Gambar 4.1 Plot Grafik Pengaruh Bending Gambar 4.2 Plot Grafik pengaruh diameter lilitan Gambar 4.3 Plot Grafik Pengarih Suhu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perkembangan zaman, kecepatan transmisi data yang cepat, efektif danefisien semakin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, karena transmisi datadapat membantu mengirim sebuah data yang mengandung informasi dapat sampai secaraakurat ke

penerima transmisi data tersebut. Teknologi yang mendukung semakin cepat,efektif dan efisien salah satunya adalah serat optik dimana merupakan aplikasi dari ilmuoptik yang telah ada, yaitu mengenai hukum snellius. Namun, dalam fiber optik pastinya memiliki kehilangan daya yang salah satunyadiakibatkan oleh pembelokan pada fiber optik atau bisa disebut bending. Terjadinya bending juga bisa dipengaruhi oleh kebutuhan pemasangan dari serat optik tersebut. Dari beberapa keterangan diatas, perlu diketahui prinsip-prinsip transmisi pada serat optik serta sejauh mana pengaruh bending pada serat optik. 1.2 Rumusan Masalah Adapun Rumusan Maslah dari praktikum P2 kali ini, antara lain: a) Bagaimana prinsip transimis sinyal pada serat optik ? b) Apa pengaruh bending pada nilai daya serat optik ? c) Apa pengaruh suhu pada nilai daya serat optik ? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum P2 kali ini yang mengangkat tema pengaruh bending dan suhu pada serat optik, antara lain: a) Praktikan dapat mengetahui dan memahami prinsip tranmisi sinyal pada serat optik. b) Praktikan dapat mengetahui dan memahami pengaruh bending pada nilai daya serat optik. c) Praktikan dapat mengetahui dan memahami pengaruh suuhu pada nilai daya serat optik.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Fiber Optik Serat optik adalah suatu pemandu gelombang dieletrik yang berbentuk silinder terbuat dari material low-loss seperti kaca silika[6]. Bagian utama dari serat optik terdiri dari core dan cladding yang dilindungi oleh coating. Kedua bagian utama tersebut memiliki indeks bias yang berbeda.

Gambar 2.1 Serat Optik

Struktur dasar dari sebuah serat optik yang terdiri dari 3 bagian : a. Core (inti) : sebuah batang silinder terbuat dari bahan dielektrik (bahan silika (SiO2), biasanya diberi doping dengan germanium oksida (GeO 2) atau fosfor penta oksida (P 2O5) untuk menaikan indeks biasnya) yang tidak menghantarkan listrik, inti ini memiliki jari-jari, besarnya sekitar 8 – 200 μm dan indeks bias n1, besarnya sekitar 1,5. b. Cladding (selimut) : merupakan bagian yang membungkus core sehingga pulsa-pulsa cahaya yang akan keluar dari core terpantul ke dalam core kembali sehingga pulsa cahaya tidak hilang di perjalanan. Cladding mempunyai diameter yang bervariasi antara 125 μm (untuk siglemode dan multimode step index) dan 250 μm (untuk multimode graded index). c. Coating (jaket) : terbuat dari bahan plastik yang elastis, berfungsi sebagai pelindung core dan cladding dari gangguan luar.

Ada 3 jenis perambatan cahaya yang terjadi pada serat optik, yaitu:

Gambar 2.2 Perambatan pada fiber optic 1. Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami refleksi atau refraksi. 2. Sinar mengalami refleksi total karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan – pantulan. 3. Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.

Prinsip yang digunakan pada perambatan cahaya pada serat optik adalah hukum Snellius. Snellius menyatakan bahwa, “perbandingan sinus antara sudut datang dan sudut bias sebanding ratio kecepatan cahaya pada dua media tersebut atau berbanding terbalik dengan ratio indeks bias dari kedua.”

Gambar 2.3 Hukum Snellius

Dari hukum snellius didapatkan bahwa jika sebuah cahaya merambat pada dua medium yang indeks bias medium asal lebih tinggi dari pada indeks bias medium tujuannya maka cahaya akan dapat terpantul sempurna ( Total Internal Reflection). Dari prinsip cahaya dipandu pada serat optik dengan memanfaatkan total internal reflection. 2.2 Total Internal Reflection (TIR) Total internal reflection (TIR) merupakan prinsip pemanduan cahaya pada serat optik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4[8]. Cahaya dapat ditransmisikan atau dipandu pada serat optik disebabkan karena berkas cahaya datang dari medium yang mempunyai indeks bias lebih besar ke medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil. Jika sudut berkas cahaya datang lebih kecil daripada sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari serat optik.

Gambar 2.4 Total Internal Reflection Sedangkan jika sudut berkas cahaya datang lebih besar daripada sudut kritis, maka cahaya akan dipantulkan lagi ke dalam serat optik. Sudut kritis adalah besar sudut datang yang menghasilkan sudut bias sebesar 90°. Jika dituliskan dalam persamaan matematis, persamaan sudut kritis dapat diturunkan dari persamaan Snellius yang mempunyai sudut bias sebesar 90° menjadi persamaan

TIR hanya terjadi pada berkas cahaya kedua dan ketiga. Berkas cahaya pertama tidak terjadi TIR disebabkan karena sudut datangnya lebih kecil daripada sudut kritis. Oleh karena itu berkas cahaya yang dimasukkan ke dalam core serat optik harus mempunyai sudut maksimal yang dapat diterima agar menghasilkan sudut kritis yang minimal. Gambar 2.5 menjelaskan berkas cahaya yang dimasukkan ke dalam core serat optik yang menghasilkan sudut kritis agar terjadi pemanduan cahaya pada serat

optik. Nilai θo maksimal yang dapat diterima dapat dicari menggunakan persamaan dimana n adalah indeks bias medium di luar serat optik, n1 adalah indeks bias core, n2 adalah indeks bias cladding, θo max adalah sudut penerimaan berkas cahaya maksimal agar terjadi total internal reflection dan θc adalah sudut kritis.

Gambar 2.5 Skema pemanduan cahaya pada serat optik .

2.3 Jenis Serat Optik a) Singlemode Step Index

Gambar 2.6 Singlemode Step Index

Serat optik singlemode memiliki diameter core antara 2 – 10 mm dan sangat kecil dibandingkan dengan ukuran cladding-nya. Cahaya hanya merambat dalam satu mode saja yaitu sejajar dengan sumbu serat optik. Memiliki redaman yang sangat kecil, memiliki lebar pita frekuensi yang sangat lebar, digunakan untuk jarak jauh dan mampu menyalurkan data dengan kecepatan bit rate yang tinggi. b) Mulitmode Step Index

Gambar 2.7 Mulitmode Step Index

Serat optik ini pada dasarnya mempunyai diameter core yang besar (50 – 200 um) dibandingkan dengan diameter cladding (125 – 400 um). Sama halnya dengan serat optik singlemode, pada serat optik ini terjadi perubahan index bias dengan segera (step index) pada batas antara core dan cladding. Diameter core yang besar (50 – 200 um) digunakan untuk menaikkan efisiensi coupling pada sumber cahaya yang tidak koheren seperti LED. Karakteristik penampilan serat optik ini sangat bergantung pada macam material/bahan yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan prosentase bahan silica pada serat optik ini akan meningkatkan penampilan (performance). Tetapi jenis serat optik ini tidak populer karena meskipun kadar silicanya ditingkatkan, kerugian

dispersi sewaktu transmit tetap besar, sehingga hanya baik digunakan untuk menyalurkan data atau informasi dengan kecepatan rendah dan jarak relatif dekat. Perambatan gelombang cahaya pada multimode step index serat sebagai berikut :

Gambar 2.8 Perambatan Cahaya Pada Multimode Step Index c) Multimode Graded Index

Gambar 2.9 Serat optik Grade Index Singlemode Pada Graded-index multimode terdapat lapisan pada inti kacanya sehingga index sinar yang merambat tidak menabrak lapisan cladding. Sinar yang masuk dalam inti tidak dipantulkan sepanjang melewati inti tersebut. Cahaya merambat lurus membentuk ”envelope” dengan kombinasi interval biasa. Kecepatan perambatannya ditentukan oleh kerapatan index n1. Jenis serat optik ini sangat ideal untuk menyalurkan informasi pada jarak menengah dengan

menggunakan sumber cahaya LED maupun LASER, di samping juga penyambungannya yang relatif muda. 2.4 Bending Pada Serat Optic Bending merupakan salah satu faktor (selain absorbtion, scattering) yang menyebabkan terjadinya redaman (atenuasi) dalam proses transmisi sinyal pada serat optik. Redaman serat optik merupakan karakteristik penting yang harus diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang harus digunakan [1]. Redaman sinyal cahaya yang merambat di sepanjang serat merupakan pertimbangan penting dalam desain sebuah sistem komunikasi optik, karena menentukan peran utama dalam menentukan jarak transmisi maksimum antara pemancar dan penerima. Ada dua jenis bending (pembengkokan) yaitu macrobending dan microbending. Macrobending adalah pembengkokan serat optik dengan radius yang panjang bila dibandingkan dengan radius serat optik. Redaman ini dapat diketahui dengan menganalisis distribusi modal pada serat optik. Microbending adalah pembengkokan-pembengkokan kecil pada serat optik akibat ketidakseragaman dalam pembentukan serat atau akibat adanya tekanan yang tidak seragam pada saat pengkabelan. Salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan menggunakan jacket yang tahan terhadap tekanan. Menurut rekomendasi ITU-T, kabel serat optik harus mempunyai koefisien redaman 0.5 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm. Tapi besarnya koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak, karena harus mempertimbangkan proses pabrikasi, desain komposisi serat, dan desain kabel. Untuk itu terdapat range redaman

yang masih diijinkan yaitu 0.3 - 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.17 - 0.25 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm. 2.5 Fiber Optik sebagai Sensor Bahan-bahan untuk membuat serat optik terdiri dari banyak jenis, salah satunya adalah serat optik plastik. Serat optik plastik adalah media transmisi cahaya yang dapat diaplikasikan untuk sensor dan berkas cahaya yang ditransmisikan lebih dari satu sehingga dapat juga disebut serat optik multimode. Beberapa aplikasi serat optik plastik sebagai sensor antara lain sebagai sensor pergeseran, sensor suhu, sensor tekanan, sensor kelembaban, sensor laju aliran fluida, sensor laju rotasi, sensor konsentrasi suatu zat, sensor medan Iistrik, sensor medan magnet, serta sebagai sensor analisis kimia. (Gupta, 1998). Struktur dari serat optik plastik secara umum sama dengan serat optik pada umumnya, yaitu terdiri dari core, cladding dan coating seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Tetapi serat optik plastik mempunyai ukuran fisik yang lebih besar dibandingkan dengan serat optik berbahan kaca. Selain itu, serat optik plastik lebih fleksibel dan tidak mudah patah karena serat optik plastik terbuat dari bahan polimer. Kekurangan dari serat optik jenis ini adalah kurang cocok jika diaplikasikan untuk transmisi data pada sistem komunikasi serat optik karena serat optik plastik mempunyai dispersi yang besar pada jarak yang pendek. Sensor menggunakan serat optik pada umunya menggunakan metode adsorbsi gelombang cahaya oleh cladding, yaitu dengan menggatikan cladding serat optik dengan spesimen yang akan diukur, Perubahan spesimen cladding menyebabkan penyerapan pada cladding berubah pula. Hal inilah yang menyebabkan intensitas cahaya yang ditransmisikan berbeda-beda jika spesimen yang dijadikan

cladding berbeda. Saat sinar ditransmisikan pada serat optik yang sedikit energinya masuk ke dalam cladding dan menghilang (atenuasi).

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, antara lain: a) Laser b) Serat optik multimode c) Serat optik singlemode

d) Penggaris e) Optical Power Meter (OPM) Thorlabs f) Magnetic Steerer 3.2 Langkah Percobaan Adapun langkah percobaan pada praktikum kali ini ada dua macam yaitu: 3.2.1 Percobaan Bending pada serat optik Adapun langkah percobaan bending pada serat optik kali ini, antara lain:

Gambar 3.1 Set up percobaan

1. Peralatan dirancang seperti pada gambar 3.1 2. Pengukuran dilakukan pada daya cahaya LASER yang keluar dari serat optik sebelum diberi gangguan (bending) menggunakan OPM. 3. Serat optik diberi gangguan berupa lekukan (bending) dengan kelengkungan diameter 2cm dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM. 4. Dilakukan variasi kelengkungan diameter serat optik 2 cm, 1,5 cm, dan 1 cm, dan 0,5 cm dengan 3 lilitan secara bertahap dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM.

5. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap jari-jari bending yang diberikan menggunakan grafik. 6. Serat optik dililitkan pada silinder seperti pada gambar 2.11 dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM (variasi jumlah lilitan sesuai arahan asisten). 7. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap jumlah lilitan serat optik menggunakan grafik.

Gambar 3.2 set up percobaan 3.2.2 Percobaan pengaruh suhu pada fiber optik Adapun langkah percobaan pengurh suhu pada fiber optik, antara lain: 1. Peralatan disusun seperti pada Gambar 3.3 2. Suhu diatur pada magnetic stirrer pada suhu 50⁰C. 3. Salah satu bagian serat optik diletakkan pada plat magnetic stirrer ( tidak menempel ) dan ujung lainnya dihubungkan dengan Optical Power Meter. 4. Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali pada masing-masing suhu dan dicatat daya yang dihasilkan oleh Optical Power Meter. 5. Langkah 3-5 diulangi dengan suhu 62⁰C, 104⁰C dan 144⁰C.

6. Dibuat grafik hubungan antara daya yang dihasilkan akibat perubahan suhu yang dilakukan. 7. Hasil percobaan dianalisis.

Gambar 3.3 Set Up percobaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Dari praktikum P2 yaitu bending dan pengaruh suhu pada serat optic didapatkan data sebagai berikut: 4.1.1 Pengaruh Bending pada daya keluaran serat optik

Pada praktikum pengaruh bending pada daya sinyal keluaran serat optik didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.1 Data pengaruh bending Data Tanpa 1 Lilitan 2 Lilitan 3 Lilitan Lilitan (W) (W) (W) (W) 1 -26,20 -38,21 -43,96 -50,00 2 -26,32 -37,03 -44,19 -50,00 3 -26,22 -37,96 -44,19 -50,00 Rata-Rata -26,247 -37,733 -44,113 -50,00 dari data tabel diatas maka didapatkan grafik untuk pengaruh bending pada daya keluaran serat optik adalah sebagai berikut: 0 Tanpa -10 Lilitan 1 liltan -20 -30 -40

2 lilitan

3 lilitan 1 2 3

-50 -60

Gambar 4.1 Plot Grafik Pengaruh Bending

Tabel 4.2 Data pengaruh diameter lilitan Data Tanpa d= d = 5,34 d = 1,5 Lilitan 9,75 cm cm (W) cm (W) (W) (W) 1 -26,20 -26,17 -26,20 -29,68 2 -26,32 -26,18 -26,21 -29,60 3 -26,22 -26,26 -26,27 -29,90 Rata-Rata -26,247 -26,19 -26,23 -29.73 dari data tabel diatas maka didapatkan grafik untuk pengaruh diameter lilitan pada daya keluaran serat optik sebagai berikut : -24 Tanpa lilitan -25

9,75 cm

5,34 cm

1,5

-26 -27 -28 -29 -30 -31

1 2 3

Gambar 4.2 Plot grafik pengaruh diameter lilitan 4.1.2 Pengaruh Suhu pada daya keluaran serat optik Pada praktikum pengaruh suhu pada daya sinyal keluaran serat optik didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data pengaruh suhu Data Suhu Suhu Suhu Suhu Ruangan 62oC 106oC 144oC (W) (W) (W) (W) 1 -8,45 -9,16 -9,73 -8,16 2 -8,90 -9,26 -9,74 -8,19 3 -8,86 -9,27 -9,75 -8,18 Rata-rata -8,73 -9.23 -9.74 -8.17 dari data tabel diatas maka didapatkan grafik untuk pengaruh suhu pada daya keluaran serat optik adalah sebagai berikut:

-7 Suhu Ruangan -7.5

62oC

104oC

144oC

-8 1 2 3

-8.5 -9 -9.5 -10

Gambar 4.3 Plot Grafik Pengaruh Suhu 4.2 Pembahasan 4.2.1 Ariel Faishal 2414100036 Pada praktikum P2 kali ini, kami melakukan percobaan menggunakan fiber optik. Tujuan diadakan praktikum ini adalah untuk mengamati pengaruh bending atau lekukan dan suhu pada daya keluaran serat optik. Pada praktikum P2 ini menggunakan sinar laser dengan dengan panjang gelombang 1550 nm. Nilai daya keluaran saat serat optic lurus adalah -26,247 watt. Kemudian diuji pengaruh bending pada serat optic. Pada parameter banyaknya lilitan, percobaan pertama menggunakan 1 lilitan dan didapat daya keluaran menjadi lebih kecil yaitu -37,733 watt, 2 lilitan didapatkan -44,113 watt, dan 3 lilitan sebesar -50 watt. Jadi semakin banyak jumlah lilitan maka loss akan semakin besar akibat sudut pantul pada serat optic yang terpengaruh sehingga tidak semua sinar akan terpantulkan, sebagian akan terbiaskan ke cladding. Pada percobaan selanjutnya yaitu melihat pengaruh diameter lilitan terhadap daya keluaran fiber optik. nilai ketika diameter sebesar 9,75 cm daya outputannya -26.19 Watt,

ketika 5,34 cm dayanya -26,23 Watt, dan pada 1,5 cm daya outputannya -29,73 Watt. Pada pengaruh suhu didapatkan saat suhu 62oC didapatkan daya output -9,23 watt. Pada suhu 106oC didapatkan output -9,74 watt. Pada suhu 144 oC didapatkan -8,18 watt. 4.2.2 Juniar Diantika 2414100057 Praktikum Teknik Optik tentang Pengaruh bending serta suhu atau pemanasan terhadap serat optik ini telah dilakukan dengan 3 macam percobaan dengan parameter yang berbeda yakni yang pertama untuk pengaruh bending dengan diberikan lilitan pada serat optik sebanyak 1 sampai dengan 3 lilitan. Parameter untuk pengaruh bending yang kedua yaitu diameter lilitan pada serat optik. Yang ketiga mengenai pengaruh suhu diberikan pemanasan terhadap serat optik yang akan diukur daya keluarannya dengan suhu tertentu dengan 3 kali pengambilan data pada masing-masing jenis percobaan. Pada percobaan pertama didapatkan hasil rata-rata daya keluaran pada 1 lilitan serat optik sebesar -37,733 Watt, 2 lilitan didapatkan -44,113 Watt dan ketika diberi 3 lilitan daya yang dihasilkan menjadi -50,00 Watt. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bending yang ada pada fiber optik maka nilai loss pada daya keluarannya akan semakin besar. Parameter yang kedua yaitu diameter lilitan, didapatkan hasil rata-rata daya keluaran serat optik dari 3 kali pengambilan data. Diameter lilitan yang pertama sebesar 9,75 cm dengan hasil rata-rata daya keluaran -26,19 Watt, diameter lilitan yang kedua yakni 5,34 cm menghasilkan daya keluaran rata-rata sebesar -26,23 Watt dan yang terakhir diameter lilitan 1,5 cm dengan rata-rata daya keluaran sebesar -29.73 Watt. Dengan begitu hubungan antara hasil daya keluaran menggunakan parameter diameter lilitan fiber optik menunjukkan semakin besar diameter lilitan yang dikenakan fiber optik memiliki daya keluaran yang semakin kecil sehingga semakin besar diameter lilitan yang diberikan maka semakin besar pula loss

yang dihasilkan. Pada percobaan yang ketiga yaitu pengaruh suhu atau pemanasan pada serat optik didapatkan hasil ratarata daya keluaran tiap suhu yang ditentukan. Suhu pertama sebesar 62oC memiliki loss daya keluaran sebanyak -9.23 Watt. Suhu yang kedua yaitu 106oC menghasilkan rata-rata daya keluaran sebesar -9.74 Watt dan yang terakhir dengan suhu 144oC menghasilkan rata-rata daya keluaran sebanyak -8.17 Watt. Dapat dilihat bahwa secara teori seharusnya semakin besar suhu yang diberikan maka serat optik akan semakin memuai dan menghasilkan loss yang besar. Namun pada percobaan pengaruh suhu kali ini didapatkan bahwa ketika suhu mencapai 144oC daya keluaran yang dihasilkan lebih kecil dari suhu sebelumnya. Dapat disimpulkan hal ini terjadi karena alat pemanas yang kurang stabil serta peletakan fiber optik ketika dipanaskan tidak pada tempat yang sama pada tiap suhunya sehingga pengaruh suhu atau pemanasan terhadap fiber optik bergantung dari karakteristik serta bahan yang dimiliki oleh fiber optik yang dijadikan bahan uji. Hal ini berperan penting agar hasil daya keluaran yang didapatkan dari pemanasan fiber optik tersebut memiliki hasil yang sesuai dengan teori yang ada sebelumnya. 4.2.3 Akhmad Ibnu Hija 2414100067 Pada praktikum P2 ini diamati pengaruh bending atau lekukan pada daya keluaran pada serat optic, dan pengaruh suhu pada daya keluaran serat optic. Pada praktikum kali ini menggunakan serat optic berbahan dasar kaca dengan sumber laser memiliki panjang gelombang 1550 nm. Didapatkan ketika serat optic saya keluaran ketika kabel lurus atau tanpa ada lekukan mempunyai nilai -26,247 Watt. Pengaruh bending diamati menggunakan 2 parameter yang diamati, yaitu pengaruh banyaknya lilitan dan besar diameter lilitan. Pada pengaruh banyaknya lilitan, ketika 1 lilitan maka daya outputannya menjadi lebih kecil yaitu -37,733 Watt, pada 2 lilitan sebesar -44,113 Watt, dan pada 3 lilitan sebesar -50 Watt. Dapat ditarik kesimpulan semakin banyak lekukan pada

serat optic maka nilai yang loss pada output daya nya semakin besar. Perlakuan kedua menggunakan pengaruh diameter lilitan menunjukkan semakin besar diameter lilitan maka daya outputannya semakin kecil, terlihat dari nilai ketika diameter sebesar 9,75 cm daya outputannya -26.19 Watt, ketika 5,34 cm dayanya -26,23 Watt, dan pada 1,5 cm daya outputannya -29,73 Watt. Untuk pengaruh suhu tidak menganut sistem linearitas, karena pada pengaruh suhu serat optic mengalami karakteristik yang berbeda-beda disetiap contohnya, terlihat dari data bahwa pada suhu 62oC daya outputnya sebesar -9,23 Watt dan dan pada suhu 106oC daya outputnya sebesar -9,74 Watt, sedangkan ketika suhu mencapai 144oC daya outpunya kembali membesar, maka pengaruh suhu tergantung dengan karakteristik dari serat optiknya. Pada praktikum kali ini terdapat beberapa kesalahan yaitu, pada umlah lilitan 3 data menunjukkan nilai yang sama berturut-turut, pada pengaruh diameter juga terlalu jauh antara diameter 5,34 cm dengan 1,5 cm, dan pada pengukuran suhu ketika kabel pada suhu ruangan dan ketika dipanskan menunjukkan angka yang lebih besar ketika sudah dipanaskan. Hal ini bisa terjadi karena tidak akuratnya alat ukur dari pengukur daya outputan serat optic, atau bisa juga perlakuan dari praktikan yang tidak tepat atau mungkin bisa juga dari serat optiknya yang sudah digunakan. 4.2.4 Dio Ratriyadi 2414100075 4.2.5 Sangsaka Wira 2414100099 Pada praktikum P2 kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja fiber optik bila diberi gangguan berupa bending dan panas. Percobaan pertama, fiber optik diberikan bending berupa makrobending dengan diameter yang berbeda-beda. Adapun spesifikasi percobaan yaitu dengan panjang gelombang 1550 nm dengan daya output tanpa bending dan panas yaitu -26,247 Watt dari daya input.

Pengaruh bending dapat diamati dengan 2 parameter yang berbeda, yaitu pengaruh banyaknya lilitan dan besar diameter lilitan. Pada pengaruh banyaknya lilitan, ketika 1 lilitan maka daya outputannya menjadi lebih kecil yaitu -37,733 Watt, 2 lilitan sebesar -44,113 Watt, sedangkan pada 3 lilitan yaitu sebesar -50 Watt. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak lekukan pada fiber optik maka nilai loss pada output daya semakin besar. Untuk perlakuan kedua yaitu memberikan bending pada fiber dengan diameter 9,75 cm dan loss daya sebesar -26.19 Watt dari input, lalu pada diameter 5,34 cm loss-nya bernilai -26,23 Watt, sedangkan pada diameter 1,5 cm loss-nya bernilai -29,73 Watt. Perlakuan terakhir dengan memberikan panas pada fiber optik menunjukkan data yang tidak linear, hasilnya dapat dilihat dari bahwa pada suhu 62o C Loss daya keluaran sebesar -9,23 Watt dan dan pada suhu 106o C memiliki loss daya output sebesar -9,74 Watt, sedangkan ketika suhu mencapai 144o C loss daya outpunya kembali meningkat, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pengaruh suhu tergantung dengan bahan dan karakteristik dari serat optiknya. 4.2.6 Faiz Rafandio 2414100106 Pada praktikum p2 kali ini, praktikan melakukan percobaan pengaruh bending dan suhu pada daya yang dihambatkan fiber optic. Bending dapat dikategorikan menjadi dua yaitu microbending dan macrobending. Pada praktikum kali ini, praktikan menggunakan macrobending sebagai dasar percobaan. Pada percobaan bending P2 ini, dibagi menjadi dua, bending lilitan berdasarkan jumlah lilitan dan yang kedua adalah liltan berdasarkan diameter pelilit. Saat sebelum praktikum, dilakukan pengurukan fiber optic sebelum dililit, didapatkanlah daya sebesar -26,25 W. setelah melakukan pengukuran, praktikan mengukur pengukuran fiber optic yang terpengaruhi oleh bending dengan 1 lilitan, data yang didapat adalah sebesar -37,73 W. Pada lilitan kedua, didapatkan data sebesar -44,11 W. Pada

lilitan ketiga didapatkan data sebesar -50,00 W. dapat disimpulkan bahwa semakin banyak lilitan, maka semakin besar loss yang terjadi, atau semakin banyak lilitan maka semakin kecil daya yang dihambatkan. Pada percobaan bending lilitan berdasarkan diameter dililit, praktikan menggunakan diameter 9,75 cm; 5,34 cm; dan 1,5 cm. Pada diameter lilitan sebesar 9,75 cm didapatkan daya sebesar -26,19 W. Pada diameter 5,34 cm didapatkan daya sebesar -26,23 W. Pada lilitan terkahir, yaitu diameter 1,5 cm didapatkan daya sebesar -29.73W. dapat disimpulkan bahwa semakin besar diameter lilitan maka semakin besar pula loss yang terjadi. Pada percobaan yang ketiga, pengaruh suhu pada fiber optic. Praktikan menguji fiber optic pada magnetic steering dengan suhu sebesar 62 oC, 106oC, 144oC. Pada saat melakukan percobaan dengan suhu 62oC didapatkan daya sebesar -9.23W, begitu pula dengan percobaan suhu sebesar 106oC, didapatkan daya sebesar -9.74W. Pada saat suhu sebesar 144oC, didapatkan daya sebesar -8.17 W. Maka, dapat disimpulkan bahwa semakin panas, maka semakin besar loss yang terjadi pada fiber optic.

Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari praktikum percobaan bending dan pengaruh suhu pada fiber optik, dapat diambil kesimpulan: a) Jumlah lilitan sangat berpengaruh pada daya yang dihambatkan pada fiber optik. Semakin banyak dan semakin besar diameter lilitan maka semakin kecil daya yang dihasilkan atau dengan kata lain semakin besar pula loss yang terjadi. b) Suhu berpengaruh pada daya yang dihambatkan pada fiber optik, semakin panas temperature, maka semakin besar pula loss yang terjadi.

5.2 Saran Saran untuk praktikum kali ini yaitu alat dan bahan diharapkan masih relevan dalam mengambil data dan suhu ruangan yang digunakan lebih sesuai dengan percobaan agar data yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA [1] asisten lab akustik Teknik Fisika, Modul praktikum P2. surabaya, ITS: lab fotonika, 2016

LAMPIRAN Ariel Faishal 2414100036 Juniar Diantika 2414100057 PERANCANGAN FIBER OPTIC MULTIMODE SEBAGAI SENSOR pH Nursukmasari Qomaria dan Endarko. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Pengukuran pH sangatlah penting dalam dunia medis, industri, maupun penelitian. Pengukuran pH, yaitu pengukuran ion hydrogen dalam suatu larutan. Dalam perkembangannya, fiber optik (serat optik) dapat dimanfaatkan dan difungsikan sebagai sensor pH. Dalam

perangkaian alatnya menggunakan LED merah sebagai sumber cahaya dan photoresistor sebagai receiver cahaya dimana fiber optik yang digunakan untuk sensor pH adalah fiber optik multimode tipe FD-620-10 dan voltmeter digital sebagai penentu nilai tegangan keluaran dari larutan uji yang telah diketahui kadar asam-basanya.

Prosedur kerjanya meliputi pembuatan variasi larutan pH menggunakan HCl (sebagai larutan asam) dan NH 4OH (sebagai larutan basa). Sumber cahaya yang digunakan adalah LED merah dengan photoresistor sebagai penerima intensitas cahaya yang masuk, pada kupasan cladding fiber optik digunakan resin sebagai coating, dan keluaran dari sensor pH ini berupa nilai tegangan pada voltmeter hasil pembandingan dengan larutan pH referensi melalui 5 kali perulangan pengukuran. Fiber optik yang telah di coating dengan resin dan variasi lekukan berbentuk U dan γ lalu dicelupkan kedalam cairan pH mulai dari pH 0 sampai pH 12. Cahaya yang melewati fiber optik akan terabsorbsi oleh cairan pH tersebut lalu sebagian cahaya akan diterima oleh sensor LDR yang kemudian diteruskan ke rangkaian pengkondisian sehingga tampil pada voltmeter. Pada saat pengujian sensor sebelum dicelupkan pada larutan pH didapatkan tegangan

output rata-rata sebesar 11.53 ± 0.01 Volt untuk fiber optik berbentuk U dan diperoleh 11.47 ± 0.01 Volt untuk fiber optik berbentuk γ. Pada saat pengujian sensor setelah dicelupkan pada larutan pH didapatkan grafik linearitas dimana semakin besar nilai pH, maka diperoleh tegangan output yang semakin kecil, kecuali pada range pH basa, fiber optik multimode sebagai sensor dengan coating bahan resin dan kunyit ini lebih cocok digunakan pada rentan pH 1 sampai 9 dalam pemakaian secara berkala, dan fiber optik dengan lekukan berbentuk γ mempunyai losses cahaya yang lebih kecil dibanding lekukan berbentuk U. Akhmad Ibnu Hija 2414100067 Aplikasi Double Coupler Serat Optik Multimode sebagai Sensor Kemolaran Larutan NaCl Dalam perkembangannya serat optic juga digunakan sebagai sensor, sensor menggunakan serat optik menggunakan faktor rugi daya dari transmisi cahaya melalui metode microbending, macrobending, dan penggantian cladding dengan bahan yang sensitif sebagai headsensor. Pada saat ini serat optic tidak hanya menggunakan satu coupler saja tapi sudah menggunakan double coupler dalam penggunaannya. Double coupler memiliki daerah yang dapat dimanfaatkan sebagai sensor, yakni daerah diantara dua lengan coupler dan setiap port keluarannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan memanfaatkan dan mengujikan double coupler serat optik sebagai sensor kemolaran. Penelitian ini menggunakan dua Double Coupler (DC) hasil fabrikasi. Dua jenis probe sensor tersebut berasal dari DC yang berbeda. Penggunaan dua double coupler ini akan di manfaatkan sebagai dua probe sensor dengan perbedaan perlakuan. Untuk probe sensor jenis pertama

(probe 1) adalah probe sensor dengan daerah kupasan pada jaket diantara dua lengan coupler. Setelah dilakukan kupasan, daerah yang terkupas dilolesi alcohol 70%, setelah itu dapat digunakan untuk menyensor kemolaran. Pada probe jenis pertama, setiap selesai pengupasan dan pemolesan pada setiap variasi panjang daerah sensing langsung dilakukan pengujian sebagai sensor kemolaran. Untuk probe sensor jenis kedua (probe 2) adalah probe sensor dengan daerah kupasan pada jaket dan cladding diantara dua lengan coupler sepanjang 1 cm. Indikasi cladding terkelupas dapat diketahui saat terjadi kebocoran pada daerah sensing saat dilewati sumber cahaya yang dapat dilihat mata atau visible.

Dari hasil penelitian maka didapatkan kesimpulan bahwa double coupler sebagai sensor kemolaran, dapat diambil ketehaui bahwa rugi daya yang terdeteksi berbanding lurus dengan konsentrasi larutan dan panjang kupasan. Probe

sensor dengan daerah kupasan pada jaket dan cladding lebih sensitif dibandingkan dengan probe sensor dengan daerah kupasan pada jaket

Dio Ratriyadi 2414100075 Sangsaka Wira 2414100099 Pressure Meter dengan Fiber Optik Sebagai Sensor dan Memanfaatkan Nilai Loss Sebagai Indikator Besaran Tekanan

Gambar.1 Skema Penggunaan Fiber Optik sebagai Sensor Tekanan

Fiber optik memiliki banyak kelebihan, selain sebagai pengirim sinyal, fiber optik juga dapat digunakan sebagai

sensor, seperti pada gambar 1, Dimana fiber optik dibuat sedemikian rupa agar dapat mendeteksi adanya tekanan pada suatu sistem. Fiber optik yang diberikan tekanan dengan pola tertentu sesuai gambar 1 akan memberikan indikator berupa loss yang dapat dikalibrasi dan dikonversikan sebagai nilai tekanan, penggunaan fiber optik sebagai sensor tekanan memiliki banyak keuntungan, antara lain yaitu nilai keakuratan yang tinggi, bahan yang murah dan mudah didapatkan. Penggunaan fber optik sebagai sensor tekanan bisa diterapkan di industri, selain sensor untuk kontrol tekanan pada beberapa alat berat sampai sensor untuk mengukur tekanan sendiri, selain itu fiber optik sebagai sensor juga dapat digunakan sebagi indikator adanya gempa, dikarenakan gangguan pada fiber berupa bending dan tekanan dapt menunjukkan adanya pergeseran tektonik pada tanah. Adapun cara kerja sensor ini cukup sederhana, dimana fiber optik diberikan sebuah metal untuk melapisi kabel lalu diberi celah agar tekanan dari atas dapat memberikan variasi loss pada output dan output daya dikonversikan ke energi listrik yang bisa dimanfaatkan sebagai indikator variasi tegangan dari tekanan, lalu nilai variasi dikalibrasikan dan dimanfaatkan untuk proses pengkodingan pada mikrokontroller. Faiz Rafandio 2414100106 Low-cost high-sensitivity strain and temperature sensing using graded-index multimode fibers

Serat-optik sensor telah banyak digunakan dalam berbagai penginderaan karena keuntungan yang melekat mereka. Mereka adalah ringan, kompak, tahan terhadap interferensi elektromagnetik, dan mampu dimasukkan ke dalam struktur lain. Berdasarkan prinsip operasi, serat-optik sensor dapat diklasifikasikan ke dalam intensitas berdasarkan, spektral berbasis, dan interferometric serat optik sensor, yang semuanya dapat diimplementasikan dengan struktur yang sangat sederhana dalam bentuk bers optik fi atau serat grating Bragg ( FBGs). Misalnya, serat-optik sensor berbasis intensitas dipekerjakan serat-serat optik dengan porsi tertentu dimodifikasi cladding material1 untuk penginderaan kimia dan biokimia, sedangkan single-mode FBGs2 dan periode panjang serat gratings3 (LPFGs) biasa digunakan untuk spectral berdasarkan fiber optic sensor dalam sensor ketegangan dan temperature. Sensor dapat dibentuk oleh perpotongan dua seratserat single-mode untuk kedua sisi dari GI multimode serat, di mana dua titik penyambungan bertindak sebagai dua skrup modus. pasangan titik satu splicing modus inti mendasar dari single-mode serat dengan modus yang berbeda dalam multimode serat, dan recouples lainnya mereka kembali ke single-mode serat. Percobaan menunjukkan hanya dua mode utama yang terlibat dalam gangguan.

Single-mode serat kehendak pasangan ke dalam multimode serat, dan kekuatan akan didistribusikan dominan dalam modus terendah-order sementara hanya sebagian kecil dari kekuasaan merambat di mode modes.Perbedaan tingkat tinggi akan mengganggu dan recouple ke single yang modus serat.

Ketika strain diterapkan pada Multi-modes fiber atau perubahan suhu lingkungan, indeks mode dan panjang fiber akan berubah, dan dengan demikian puncak transmisi akan bergeser.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF