Laporan Resmi Dsk 4 Saya
October 16, 2017 | Author: DWikan | Category: N/A
Short Description
laporan praktikum dasar sistem komunikasi...
Description
PERCOBAAN IV FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING DAN DEMULTIPLEXING 4.1 1.
Tujuan Untuk mengetahui blok-blok yang menyusun Frequency Division Multiplexing dan Frequency Division Demultiplexing.
2.
Untuk mengetahui proses-proses yang terjadi dalam teknik Frequency Division Multiplexing dan Frequency Division Demultiplexing.
4.2 1.
Peralatan Perangkat keras Frequency Division Multiplexing dan Frequency Division Demultiplexing
2.
Oscilloscope
3.
Frequency Counter
4.
Kabel-kabel Penghubung
4.3
Dasar Teori
4.3.1
Modulasi Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi pada sinyal
pembawa. Proses tersebut berlangsung dengan menumpangkan sinyal informasi pada sinyal carrier sehingga sinyal hasil modulasi mampu membawa suatu informasi. Suatu sinyal informasi dengan frekuensi rendah dapat ditumpangkan ke dalam suatu sinyal pembawa yang berupa gelombang sinusoidal berfrekuensi tinggi dengan proses modulasi. Pada gelombang sinusoidal, terdapat tiga parameter inti yaitu amplitudo, frekuensi, dan fase. Tiga parameter inti tersebut dapat disesuaikan dengan sinyal informasi (berfrekuensi rendah) untuk melakukan proses modulasi. Modulasi digunakan untuk mengatasi adanya perbedaan karakter sinyal dengan media yang digunakan.
Gambar 4.1 Proses Modulasi AM dan FM
Adapun tujuan dari proses modulasi yakni transmisi menjadi efisien, dapat meredam interferensi, dapat memudahkan pengaturan alokasi frekuensi radio, dan dapat digunakan untuk proses multiplexing. 4.3.2 Multiplexing Multiplexing merupakan teknik mengirimkan lebih dari satu informasi melalui sebuah saluran transmisi secara bersamaan. Multiplexing bertujuan untuk meminimalkan jumlah saluran fisik seperti kabel, pemancar, penerima dan kabel optik. Penerapan dari teknik multiplexing ini adalah pada jaringan transmisi jarak jauh, baik yang menggunakan kabel maupun yang menggunakan media udara (wireless atau radio). Seperti pada satu helai kabel optik yang dapat dipakai untuk menyalurkan ribuan percakapan telepon, teknik multiplexing dapat digunakan untuk menggabungkan ribuan informasi percakapan (voice) yang berasal dari ribuan pelanggan telepon tanpa saling bercampur satu sama lain. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini mengenai fungsi multiplexer dalam bentuk yang paling sederhana. Terdapat input “n” untuk multiplexer. Multiplexer dihubungkan ke demultiplexer melalui sebuah jalur. Saluran tersebut mampu membawa “n” channel data yang terpisah.
Gambar 4.2 Proses Multiplexing
Multiplexer
menggabungkan
data
dari
jalur
input
“n”
dan
mentransmisikannya melalui jalur berkapasitas tinggi. Demultiplexer menerima aliran data berdasarkan channel, lalu mengirimkannya ke saluran output yang tepat. Adapun jenis multiplexing yang biasa digunakan yaitu Frequency Division Multiplexing (FDM), Time Division Multiplexing (TDM), dan Code Division Multiplexing (CDM) . 4.3.2.1 Frequency Division Multiplexing (FDM) Frequency Division Multiplexing (FDM) merupakan teknik multiplexing analog dimana sejumlah sinyal secara bersamaan ditransmisikan melalui media yang sama dengan cara mengalokasikan band frekuensi yang berlainan pada masing-masing sinyal. Sinyal yang memasuki sistem FDM adalah sinyal dengan bentuk analog, dan akan tetap berbentuk analog selama proses transmisi. Pada FDM, beberapa sumber dengan spektrum frekuensi yang sama masing-masing akan dikonversi ke dalam spektrum frekuensi yang berbeda untuk kemudian ditransmisikan melalui media transmisi yang sama. Proses FDM dapat terjadi apabila lebar pita media transmisi yang digunakan melebihi lebar pita yang diperlukan dari sinyal-sinyal yang ditransmisikan. Contoh penerapan FDM antara lain band siaran radio komersial AM
dan
band
siaran
televisi
komersial.
FDD
(Frequency
Division
Demultiplexing) adalah suatu teknik untuk mengembalikan sinyal yang telah mengalami multiplexing melalui FDM untuk mendapatkan sinyal aslinya (sinyal informasi). FDD (Frequency Division Demultiplexing) sebagai penerima dan FDM (Frequency Division Multiplexing) sebagai pengirim. Sinyal yang telah termodulasi diproses kembali yaitu melalui proses FDD dimana sinyal tersebut
didemodulasi. Kemudian sinyal diproses kembali oleh penguat sebelum diterima oleh receiver atau penerima.
Gambar 4.3 Frequency Division Multplexing (FDM)
Gambar 4.4 Blok Diagram Pengirim (FDM) dan Penerima (FDD)
4.3.2.2 Time Division Multiplexing (TDM) TDM (Time Division Multiplexing) merupakan teknik multiplexing dimana data dari berbagai sumber ditransmisikan berdasarkan alokasi waktu yang telah ditentukan. Prinsip TDM didasari atas teori bahwa untuk mengirimkan informasi tidak diperlukan sinyal lengkap satu sinusiodal tetapi cukup dengan mengirimkan sinyal sampel. Amplitudo sinyal sampel dapat menggambarkan sinyal awal atau saat pencuplikan.
Gambar 4.5 Proses Multiplexing Menggunakan Teknik TDM
4.3.2.3 Code Division Multiplexing (CDM) Code Division Multiplexing (CDM) dirancang untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh teknik multiplexing sebelumnya yakni TDM dan FDM. CDM (Code Division Multiplexing) biasa dikenal sebagai Code Division Multiple Access (CDMA), merupakan sebuah bentuk multiplexing yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu seperti pada TDM atau frekuensi seperti pada FDM, namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan menggunakan sifat-sifat dari kode-kode khusus tersebut untuk melakukan proses multiplexing. Sehingga pada intinya CDM dapat melewatkan beberapa sinyal dalam waktu dan frekuensi yang sama. Tiap kanal dibedakan berdasarkan kode-kode pada wilayah waktu dan frekuensi yang sama. Penerapan teknik multiplexing CDM pada saat ini adalah jaringan komunikasi seluler CDMA.
Gambar 4.6 Proses Multiplexing Menggunakan Teknik CDM
Adapun prinsip kerja dari teknik multiplexing CDM adalah sebagai berikut : a.
Kepada setiap entitas pengguna diberikan suatu kode unik (dengan panjang 64 bit) yang disebut chip spreading code.
b.
Untuk pengiriman bit ‘1’, digunakan representasi kode (chip spreading code) tersebut.
c.
Sedangkan untuk pengiriman bit ‘0’, yang digunakan adalah inverse dari kode tersebut.
d.
Pada saluran transmisi, kode-kode unik yang dikirim oleh sejumlah pengguna akan ditransmisikan dalam bentuk hasil penjumlahan (sum) dari kode-kode tersebut.
e.
Di sisi penerima, sinyal hasil penjumlahan kode-kode tersebut akan dikalikan dengan kode unik dari si pengirim (chip spreading code) untuk diinterpretasikan.
4.4
Langkah Percobaan
4.4.1 A. 1. 2.
Frequency Division Multiplexing (FDM) Pengukuran Sinyal Informasi Hidupkan perangkat percobaan Hidupkan saklar dan ukurlah besarnya frekuensi sinyal informasi dan bentuk gelombang dengan mengukur pada terminal S1 seperti gambar berikut :
Gambar 4.7 Pengukuran Frekuensi Sinyal Informasi Kanal 1
3. Ulangi untuk terminal S2 dan S3. Catat hasil frekuensi, amplitudo dan pkpk! 4. Bandingkan frekuensi sinyal informasi pada kanal 1, 2, dan 3! B. Pengukuran Keluaran Penguat 1. Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal S1-1 dan hubungkan kanal 2 oscilloscope dengan terminal SP-1 seperti gambar berikut :
Gambar 4.8 Pengukuran Frekuensi Sinyal Penguat Kanal 1
2. Lanjutkan pengukuran untuk kanal 2 dan 3. Catat hasilnya. 3. Bandingkan bentuk sinyal informasi dengan bentuk sinyal keluaran penguat masing-masing kanal.
C. Pengukuran Sinyal Carrier 1.
Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal S - 1 dan hubungkan kanal 2 osciloscope dengan terminal SC-1 (channel dual mode).
2.
Lanjutkan untuk kanal 2 dan 3, amati dan catat hasilnya!
D. Pengukuran Keluaran Modulator 1. Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal SP-1 dan hubungkan kanal 2 oscilloscope dengan terminal SM-1 seperti gambar berikut :
Gambar 4.9 Pengukuran Frekuensi Sinyal Modulasi Kanal 1
2. Lanjutkan pengukuran untuk kanal 2 dan 3, catat hasilnya. 3. Bandingkan bentuk sinyal keluaran penguat (sinyal modulator) dengan keluaran modulator E. Pengukuran Keluaran Multiplexer 1. Hubungkan perangkat FDM dengan oscilloscope seperti gambar berikut :
Gambar 4.10 Pengukuran Frekuensi Sinyal Multiplex
2.
Lakukan untuk kanal 1, 2, dan 3 dengan channel dual mode. Catat
hasilnya! 3.
Perhatikan bentuk sinyal keluaran Multiplexer dan berikan komentar!
4.4.2 Frequency Division Demultiplexing (FDD) A. Pengukuran Low Pass Filter (LPF) 1.
Sambungkan CH-1 oscilloscope pada LPF.
2.
Amati sinyal keluaran LPF. Perhatikan bahwa noise mulai dihilangkan dengan menyaring frekuensi tinggi dan membiarkan frekuensi rendah untuk menuju BPF.
B. Pengukuran Keluaran Band Pass Filter (BPF) 1.
Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan BPF-1 dan kanal-2 oscilloscope dengan LPF. Amati sinyal keluaran dengan channel dual mode dan catat hasilnya!
2.
Ulangi hanya untuk BPF-3.
C. Pengukuran Oscillator Sub-Carrier 1.
Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan SC-1. Amati sinyal keluaran dengan channel single mode dan catat hasilnya!
2.
Ulangi untuk SC-2 dan SC-3.
D. Pengukuran Keluaran Demodulator 1.
Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan D-1. Amati sinyal keluaran dengan channel single mode dan catat hasilnya!
2.
Ulangi untuk D-2 dan D-3.
F.
Pengukuran Keluaran Demultiplexer
1.
Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan S-1 dan kanal-2 oscilloscope dengan KP-1. Amati sinyal keluaran dengan channel dual mode dan catat hasilnya!
2.
Ulangi untuk kanal 2 dan 3.
3.
Bandingkan antara sinyal informasi sebelum dimultiplexing (S) dengan sinyal informasi setelah didemultiplexing (KP)!
4.5.
Gambar dan Data Hasil Percobaan
4.5.1
Frequency Division Multiplexing (FDM)
4.5.1.1 Pengukuran Sinyal Informasi (SI) Berikut ini adalah data hasil percobaan pengukuran sinyal informasi pada (FDM) Frequency Division Multiplexing :
Gambar 4.11 Sinyal Informasi pada Kanal 1
Gambar 4.12 Sinyal Informasi Pada Kanal 2
Gambar 4.13 Sinyal Informasi Pada Kanal 3
Diperoleh tabel frekuensi, amplitudo dan pk-pk dari sinyal informasi (SI) pada input multiplexer : Tabel 4.1 Hasil Pengukuran pada Sinyal Informasi
Besaran yang diukur
SI1
SI2
SI3
Frekuensi
811 Hz
1,513 kHz
2,058 kHz
Amplitudo
5,12 V
3,14 V
4,72 V
Pk – Pk
5.24 V
3,22 V
4,76 V
4.5.1.2 Pengukuran Sinyal Penguat (SP) Berikut ini adalah data hasil percobaan pengukuran sinyal penguat pada Frequency Division Multiplexing :
Gambar 4.14 Sinyal Penguat Pada Kanal 1
Warna Biru
: Sinyal Penguat
Warna Kuning
: Sinyal Informasi
Gambar 4.15 Sinyal Penguat Pada Kanal 2
Warna Biru
: Sinyal Penguat
Warna Kuning
: Sinyal Informasi
Gambar 4.16 Sinyal Penguat Pada Kanal 3
Warna Biru
: Sinyal Penguat
Warna Kuning
: Sinyal Informasi
Diperoleh tabel hasil pengukuran frekuensi, amplitudo, dan pk-pk sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pada Sinyal Penguat
Besaran yang diukur
SP1
SP2
SP3
Frekuensi
811,4 Hz
1,508 kHz
2,06 kHz
Amplitudo
1.34 V
640 mV
984 mV
Pk – Pk
1.34 V
648 mV
992 mV
4.5.1.3 Pengukuran Sinyal Carrier (SC) Berdasarkan percobaan pengukuran sinyal carrier yang telah dilakukan, diperoleh data pengukuran sinyal carrier sebagai berikut:
Gambar 4.17 Sinyal Carrier Pada Kanal 1
Gambar 4.18 Sinyal Carrier Pada Kanal 2
Gambar 4.19 Sinyal Carrier Pada Kanal 3
Diperoleh data hasil pengukuran sinyal carrier berupa frekuensi, amplitudo, dan pk-pk dalam tabel berikut: Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Sinyal Carrier
Besaran yang diukur
SC1
SC2
SC3
Frekuensi
13,79 KHz
23,81 KHZ
33,33 KHz
Amplitudo
276 mV
190 mV
143 mV
Pk – Pk
284 mV
192 mV
149 mV
4.5.1.4 Pengukuran Keluaran Sinyal Modulasi (SM) Berdasarkan percobaan sinyal modulasi yang telah dilakukan, diperoleh data hasil percobaan sebagai berikut:
Gambar 4.20 Sinyal Modulasi Pada Kanal 1
Warna Biru
: Sinyal Modulator
Warna Kuning
: Sinyal Penguat
Gambar 4.21 Sinyal Modulasi Pada Kanal 2
Warna Biru
: Sinyal Modulator
Warna Kuning
: Sinyal Penguat
Gambar 4.22 Sinyal Modulasi Pada Kanal 3
Warna Biru
: Sinyal Modulator
Warna Kuning
: Sinyal Penguat
Diperoleh data frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang termuat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Keluaran Sinyal Modulasi
Besaran yang diukur
SM1
SM2
SM3
Frekuensi
7,018 KHz
23,81 KHz
16,95 KHz
Amplitudo
142 mV
51,2 mV
89,6 mV
Pk – Pk
162 mV
89,6 mV
127 mV
4.5.1.5 Pengukuran Keluaran Multiplexer
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hasil percobaan sebagai berikut:
Gambar 4.23 Sinyal Multiplexing kanal 1
Warna Biru
: Sinyal Multiplexing
Warna Kuning
: Sinyal Penguat
Gambar 4.24 Sinyal Multiplexing kanal 1
Warna Biru
: Sinyal Multiplexing
Warna Kuning
: Sinyal Penguat
Gambar 4.25 Sinyal Multiplexing kanal 1
Warna Biru
: Sinyal Multiplexing
Warna Kuning
: Sinyal Penguat
Diperoleh data frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang termuat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Keluaran Sinyal Modulasi
Besaran yang diukur
SM1
SM2
SM3
Frekuensi
18,18 KHz
35,71 KHz
23,81 KHz
Amplitudo
142 mV
138 mV
128 mV
Pk – Pk
162 mV
352 mV
362 mV
4.5.2 Frequency Division Demultiplexing (FDD)
4.5.2.1 Pengukuran Keluaran Low Pass Filter (LPF) Berdasarkan pada percobaan Frequency Division Demultiplexing yang telah dilakukan, diperoleh data sinyal keluaran LPF sebagai berikut:
Gambar 4.26 Sinyal Low Pass Filter Pada Kanal 1
Diperoleh data hasil percobaan berupa frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang termuat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Sinyal Low Pass Filter
Besaran yang diukur
LPF1
Frekuensi
14,29 KHz
Amplitudo
1,28 V
Pk – Pk
3,76 V
4.5.2.2 Pengukuran Keluaran Band Pass Filter (BPF)
Berdasarkan pada percobaan Frequency Division Demultiplexing yang telah dilakukan, diperoleh data sinyal keluaran BPF sebagai berikut:
Gambar 4.27 Sinyal Band Pass Filter Pada Kanal 1 dan Low Pass Filter
Warna Biru
: Sinyal LPF
Warna Kuning
: Sinyal BPF
Gambar 4.28 Sinyal Band Pass Filter Pada Kanal 3 dan Low Pass Filter
Warna Biru
: Sinyal LPF
Warna Kuning
: Sinyal BPF
Diperoleh data hasil percobaan berupa frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang termuat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Sinyal Band Pass Filter
Besaran yang diukur
BPF1
BPF2
BPF3
Frekuensi
9,091 KHz
-
40,00 kHz
Amplitudo
58,0 mV
-
36,0 mV
Pk – Pk
258 mV
-
188 mV
4.5.2.2
Pengukuran Oscilator Sub-Carrier Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hasil
percobaan sebagai berikut:
Gambar 4.29 Sinyal Sub-Carrier Pada Kanal 1
Gambar 4.30 Sinyal Sub-Carrier Pada Kanal 2
Gambar 4.31 Sinyal Output Carrier Pada Kanal 3
Diperoleh data hasil percobaan berupa frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang termuat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Keluaran Sinyal Sub-Carrier
Besaran yang diukur
SC1
SC2
SC3
Frekuensi
14,06 KHz
23,81 KHz
33,73 KHz
Amplitudo
2,80 V
1,90 V
1,38 V
Pk – Pk
2,84 V
1,94 V
1,41 V
4.5.2.3 Pengukuran Keluaran Demodulator Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hasil percobaan sebagai berikut:
Gambar 4.31 Sinyal Demodulator Penguat Pada Kanal 1
Gambar 4.32 Sinyal Demodulator Penguat Pada Kanal 2
Gambar 4.33 Sinyal Demodulator Penguat Pada Kanal 3
Diperoleh data hasil percoban berupa frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang temuat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Keluaran Penguat
Besaran yang diukur
P1
P2
P3
Frekuensi
800 Hz
740,7 Hz
2,222 kHz
Amplitudo
192 mV
128 mV
160 mV
Pk – Pk
824 mV
504 mV
576 mV
4.5.2.3 Pengukuran Keluaran Demultiplexer Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hasil percobaan sebagai berikut:
Gambar 4.34 Sinyal Demultiplexer Penguat Pada Kanal 1
Warna Kuning
: Sinyal Informasi
Warna Biru
: Sinyal Demultiplexing
Gambar 4.35 Sinyal Demultiplexerr Penguat Pada Kanal 2
Warna Kuning
: Sinyal Informasi
Warna Biru
: Sinyal Demultiplexing
Gambar 4.36 Sinyal Demultiplexer Penguat Pada Kanal 3
Warna Kuning Warna Biru
: Sinyal Informasi : Sinyal Demultiplexing
Diperoleh data hasil percoban berupa frekuensi, amplitudo, dan pk-pk yang temuat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Keluaran Penguat
Besaran yang diukur
P1
P2
P3
Frekuensi
813 Hz
1,531 KHz
2,096 KHz
Amplitudo
83,2 mV
28,8 mV
37 mV
Pk – Pk
96 mV
33,6 mV
42,8 mV
4.6
Analisa Hasil Percobaan
4.6.1
Data pada Frequency Division Multiplexing
4.6.1.1
Sinyal Informasi Pada gambar 4.11 ditampilkan bentuk sinyal informasi. Melalui gambar
4.11 dapat dilihat bahwa amplitudo sinyal informasi praktik pada kanal 1 sebesar 5.12 V lebih besar nilainya dibandingkan dengan amplitudo sinyal informasi praktik pada kanal 2 yaitu sebesar 3.14 V dan kanal 3 yaitu sebesar 4.72 V. Serta nilai Pk-Pk sinyal informasi pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan Pk-Pk pada kanal 2 dan kanal 3. Pada parameter sinyal informasi diketahui bahwa nilai Pk-Pk lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo praktik, namun nilai Pk-Pk dan nilai amplitudo praktik memiliki perubahan nilai yang sebanding. Berdasarkan hasil perhitungan secara teori, didapatkan nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan amplitudo teoritis pada kanal 2 dan kanal 3. Dan nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel dan perhitungan di bawah ini : Besaran yang diukur
SI1
SI2
SI3
Frekuensi
811 Hz
1,513 kHz
2,058 kHz
Amplitudo
5,12 V
3,14 V
4,72 V
Pk – Pk
5.24 V
3,22 V
4,76 V
Parameter sinyal informasi kanal 1 : Frekuensi
= 811 Hz
Pk-Pk
= 5.24 V
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 5.24 V = 2.62 V
Amplitudo Praktik
= 5.12 V
Parameter sinyal informasi kanal 2 : Frekuensi = 1,513 kHz Pk-Pk
= 3,22 V
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 3,22 V = 1,61 V
Amplitudo Praktik
= 3.14V
Parameter sinyal informasi kanal 3 : Frekuensi
= 2.058 kHz
Pk-Pk
= 4,76 V
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 4,76V = 2,38V
Amplitudo Praktik
= 4.72 V
Perbandingan tampilan sinyal informasi pada setiap kanal dapat dilihat pada gambar berikut
Sinyal Informasi pada Kanal 1
Sinyal Informasi Pada Kanal 2
Sinyal Informasi Pada Kanal 3 Gambar 4.35 Perbandingan Sinyal Informasi Pada TDM
Dapat dilihat dari parameter dan perhitungan yang dilakukan, setiap kanal mengalami perubahan frekuensi. Namun perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi kanal oscillator.
4.6.1.2
Sinyal Penguat Pada gambar 4.14 ditampilkan bentuk sinyal penguat. Perbedaan tidak
begitu terlihat pada bentuk keluaran sinyal penguat dengan sinyal informasi. Melalui parameter dapat dilihat bahwa amplitudo praktik sinyal penguat pada kanal 1 sebesar 1,34 V nilainya lebih besar dibandingkan dengan amplitudo praktik sinyal penguat pada kanal 2 sebesar 640 mV dan kanal 3 sebesar 984 mV.
Perubahan nilai amplitudo praktik dengan perubahan nilai Pk-Pk pada sinyal penguat sebanding. Sehingga nilai Pk-Pk sinyal penguat pada kanal 1 adalah yang paling besar. Berdasarkan perhitungan secara teori, nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan amplitudo teoritis pada kanal 2 dan kanal 3. Dan dapat diketahui juga nilai amplitudo praktik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis. Hal ini ditunjukkan pada parameter
dan
perhitungan dibawah ini. Besaran yang diukur
SP1
SP2
SP3
Frekuensi
811,4 Hz
1,508 kHz
2,06 kHz
Amplitudo
1.34 V
640 mV
984 mV
Pk – Pk
1.34 V
648 mV
992 mV
Parameter sinyal penguat kanal 1 : Frekuensi
= 811,4 Hz
Pk-Pk
= 1,34 V
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 1,34 V = 0,67 V
Amplitudo Praktik
= 1,34V
Parameter sinyal penguat kanal 2 : Frekuensi
= 1.508 kHz
Pk-Pk
= 648 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 648 mV = 324 mV
Amplitudo Praktik
= 640 mV
Parameter sinyal penguat kanal 3 : Frekuensi
= 2.06 kHz
Pk-Pk
= 992 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 992 mV = 496 mV
Amplitudo Praktik
= 984 mV
Perbandingan tampilan sinyal keluaran penguat pada setiap kanal dapat dilihat pada gambar berikut
Sinyal Penguat Pada Kanal 1
Sinyal Penguat Pada Kanal 2
Sinyal Penguat Pada Kanal 3 Gambar 4.36 Perbandingan Sinyal Keluaran Penguat
Berdasarkan parameter dan perhitungan yang dilakukan, setiap kanal mengalami perubahan frekuensi. Perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan frekuensi kanal oscillator. 4.6.1.3
Sinyal Sub-Carrier Pada gambar 4.17 ditampilkan bentuk sinyal carrier. Diketahui bahwa
amplitudo praktik sinyal carrier pada kanal 1 yaitu sebesar 276 mV merupakan nilai amplitudo praktik yang paling besar dibandingkan dengan nilai amplitudo praktik sinyal carrier pada kanal 2 dan kanal 3. Perubahan nilai yang terjadi pada amplitudo praktik pada sinyal carrier sebanding dengan perubahan nilai Pk-Pk. Dimana nilai Pk-Pk sinyal carrier pada kanal 1 merupakan Pk-Pk paling besar jika dibandingkan dengan nilai Pk-Pk
pada kanal 2 dan kanal 3.
Berdasarkan perhitungan secara teori, nilai amplitudo teoritis sinyal yang paling besar adalah pada kanal 1. Dan diketahui pula bahwa nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis. Berikut adalah parameter yang dapat membuktikan perbandingan di atas : Besaran yang diukur
SC1
SC2
SC3
Frekuensi
13,79 KHz
23,81 KHZ
33,33 KHz
Amplitudo
276 mV
190 mV
143 mV
Pk – Pk
284 mV
192 mV
149 mV
Parameter sinyal sub-carrier kanal 1 : Frekuensi = 13,79 kHz Pk-Pk
= 284 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 284 mV = 142 mV
Amplitudo Praktikum
= 276 mV
Parameter sinyal sub-carrier kanal 2 : Frekuensi = 23,81 kHz Pk-Pk
= 192 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 192 V = 96 V
Ampltudo Praktikum
= 190 mV
Parameter sinyal sub-carrier kanal 3 : Frekuensi = 33,33 kHz Pk-Pk
= 149 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x Pk-Pk = ½ x 149 V = 74,5 mV
Amplitudo Praktik
= 143 mV
Perbandingan tampilan sinyal sub-carrier pada setiap kanal dapat dilihat pada gambar berikut
Sinyal Carrier Pada Kanal 1
Sinyal Carrier Pada Kanal 2
Sinyal Carrier Pada Kanal 3 Gambar 4.37 Perbandingan Sinyal Sub-Carrier Pada FDM
Dapat dilihat pada parameter dan perhitungan yang dilakukan, setiap kanal mengalami perubahan frekuensi. Perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi pada setiap kanal oscillator.
4.6.1.4 Sinyal Modulasi Pada gambar 4.20 ditampilkan bentuk sinyal modulasi. Dapat diketahui nilai amplitudo praktik pada kanal 1 sebesar 142 mV lebih besar dibandingkan amplitudo praktik pada kanal 2 sebesar 5,12 mV dan kanal 3 sebesar 89,6 mV. Perubahan nilai amplitudo praktik pada sinyal modulasi sebanding dengan perubahan nilai Pk-Pk. Dimana nilai Pk-Pk sinyal modulasi pada kanal 1 lebih besar dibandingkan nilai Pk-Pk pada kanal 2 dan kanal 3. Berdasarkan perhitungan sesuai teori, nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan amplitudo teoritis pada kanal 2 dan kanal 3. Dan diketahui bahwa nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis. Berikut
adalah
parameter
dan
perhitungan
yang
dapat
membuktikan
perbandingan diatas Besaran yang diukur
SM1
SM2
SM3
Frekuensi
7,018 KHz
23,81 KHz
16,95 KHz
Amplitudo
142 mV
51,2 mV
89,6 mV
Pk – Pk
162 mV
89,6 mV
127 mV
Parameter sinyal modulasi kanal 1 : Frekuensi = 7,018 kHz Pk-Pk
= 162 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 162 mV = 81 mV
Amplitudo Praktik
= 142 V
Parameter sinyal modulasi kanal 2 : Frekuensi = 23.81 kHz Pk-Pk
= 896mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 896 mV = 448 mV
Amplitudo Praktik
= 5,12 mV
Parameter sinyal modulasi kanal 3 : Frekuensi = 16,95 kHz Pk-Pk
= 127 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 1.13 V = 0.56 V
Amplitudo Praktik
= 989,6 mV
Perbandingan tampilan sinyal modulasi pada setiap kanal dapat dilihat pada gambar berikut
Sinyal Modulasi Pada Kanal 1
Sinyal Modulasi Pada Kanal 2
Sinyal Modulasi Pada Kanal 3 Gambar 4.38 Perbandingan Sinyal Modulasi Pada FDM
Pada gambar 4.20 terlihat bahwa nilai amplitudo praktik pada kanal 1 lebih besar daripada kanal 2 dan kanal 3, hal ini terjadi karena nilai amplitudo praktik dari sinyal informasi dan sinyal carrier kanal 1 yang masuk ke modulator juga lebih besar dibandingkan pada kanal 2 dan kanal 3. Berdasarkan parameter dan perhitungan yang dilakukan, setiap kanal akan mengalami peningkatan frekuensi. Perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi pada setiap kanal oscillator. 4.6.1.5 Sinyal Multiplexing Pada sinyal multiplexing dengan frekuensi 25 kHz, dapat diketahui nilai amplitudo praktik sebesar 920 mV dan Pk-Pk sebesar 3.34 V. Berdasarkan perhitungan sesuai teori, diperoleh nilai amplitudo teoritis sebesar Sehingga nilai amplitudo teoritis pada sinyal multiplexing
1.67 V.
lebih besar
dibandingkan nilai amplitudo teoritisnya. 4.6.2
Data Frequency Division Demultiplexing
4.6.2.1 Sinyal Band Pass Filter Pada gambar 4.27 ditampilkan bentuk sinyal keluaran Band Pass Filter (BPF). Nilai amplitudo praktik sinyal BPF pada kanal 1 sebesar 58 mV lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo praktik sinyal BPF pada kanal 3 yaitu 36 mV. Perubahan amplitudo praktik pada sinyal modulasi sebanding dengan perubahan Pk-Pk. Dimana Pk-Pk sinyal BPF pada kanal 1 nilainya lebih besar dibandingkan nilai Pk-Pk pada kanal 3. Melalui perhitungan secara teori,
nilai amplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis pada kanal 3. Berikut adalah parameter dan perhitungan yang dapat membuktikan perbandingan di atas Besaran yang diukur
BPF1
BPF2
BPF3
Frekuensi
9,091 KHz
-
40,00 kHz
Amplitudo
58,0 mV
-
36,0 mV
Pk – Pk
258 mV
-
188 mV
Parameter sinyal modulasi kanal 1 : Frekuensi = 9,091 kHz Pk-Pk
= 258 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 258 mV = 129 mV
Amplitudo parktik
= 58 mV
Parameter sinyal modulasi kanal 3 : Frekuensi
= 40 kHz
Pk-Pk
= 188 mV
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 188 mV = 94 mV
Amplitudo Praktikum = 36 mV
Sinyal Band Pass Filter Pada Kanal 1 dan Low Pass Filter
Sinyal Band Pass Filter Pada Kanal 3 dan Low Pass Filter Gambar 4.39 Perbandingan Sinyal Keluaran Band Pass Filter Pada FDD
Dapat dilihat pada setiap perhitungan yang dilakukan, setiap kanal akan mengalami peningkatan frekuensi namun hal tersebut tidak mempengaruhi perubahan amplitudo pada sinyal. 4.6.2.2
Sinyal Sub-Carrier Pada gambar 4.42 ditampilkan bentuk sinyal carrier. Nilai amplitudo
praktik sinyal carrier pada kanal 1 sebesar 14,06 V lebih besar jika dibandingkan dengan nilai amplitudo praktik sinyal carrier pada kanal 2 dan
kanal 3. Perubahan nilai amplitudo praktik pada sinyal carrier sebanding dengan perubahan nilai PkPk. Dimana nilai Pk-Pk pada kanal 1 lebih besar dibandingkan dengan nilai Pk-Pk pada kanal 2 dan kanal 3. Melalui perhitungan secara teori, nilai mplitudo teoritis pada kanal 1 lebih besar dibandingkan nilai amplitudo teoritis pada kanal 2 dan kanal 3. Dan dapat diketahui pula nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis. Berikut adalah parameter dan perhitungan
yang dapat membuktikan
perbandingan di atas : Besaran yang diukur
SC1
SC2
SC3
Frekuensi
14,06 KHz
23,81 KHz
33,73 KHz
Amplitudo
2,80 V
1,90 V
1,38 V
Pk – Pk
2,84 V
1,94 V
1,41 V
Parameter sinyal sub-carrier kanal 1 : Frekuensi
= 14.06 kHz
Pk-Pk Amplitudo Teoritis
= 2.84 V = ½ x (Pk-Pk) = ½ x 2.84 V = 1.42V
Amplitudo Praktik
= 2.80 V
Parameter sinyal sub-carrier kanal 2 : Frekuensi = 23.81 kHz Pk-Pk
= 1.94 V
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 1.94 V = 0.88 V
Ampltudo Praktik
= 1.90 V
Parameter sinyal sub-carrier kanal 3 : Frekuensi
= 33.73 kHz
Pk-Pk
= 1.41 V
Amplitudo Teoritis
= ½ x (Pk-Pk) = ½ x 1,41 V = 0.705 V
Amplitudo Praktik
= 1.38 V
Sinyal Sub-Carrier Pada Kanal 1
Sinyal Sub-Carrier Pada Kanal 2
Sinyal Output Carrier Pada Kanal 3 Gambar 4.40 Perbandingan Sinyal Keluaran Sub-Carrier Pada FDD
Dapat dilihat pada setiap perhitungan yang dilakukan, setiap kanal akan mengalami peningkatan frekuensi. Namun perubahan yang dialami amplitudo tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi kanal oscillator.
4.7
Simpulan Berdasarkan pemaparan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa
1.
Sinyal informasi, sinyal penguat, sinyal sub-carrier, dan sinyal modulasi pada FDM memiliki nilai amplitudo yang paling besar pada kanal 1. Serta nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis.
2.
Sinyal Band Pass Filter, sinyal sub-carrier, dan sinyal penguat pada FDD memiliki nilai amplitudo yang paling besar pada kanal 1. Serta nilai amplitudo praktik lebih besar dibandingkan dengan nilai amplitudo teoritis.
3.
Sinyal modulasi merupakan hasil dari penumpangan sinyal informasi dengan frekuensi rendah pada sinyal carrier yang memiliki frekuensi lebih tinggi. Sinyal modulasi merupakan perpaduan dari sinyal informasi dan sinyal carrier. Tanpa adanya sinyal informasi dan sinyal carrier maka sinyal modulasi tidak terbentuk.
5.
Sinyal multiplexing mampu mengirimkan lebih dari satu sinyal informasi dengan menggunakan beberapa sinyal pembawa (sub-carrier) melalui media
transmisi
yang
sama
secara bersamaan. Setiap sinyal
dimodulasikan berdasarkan frekuensi yang amplitudonya akan diubah sesuai dengan sinyal informasinya. 6.
Dalam proses FDM teknik multiplexingnya berdasarkan frekuensi namun teknik modulasi yang digunakan adalah modulasi amplitudo. Sehingga bentuk sinyal multiplexing sama dengan bentuk sinyal modulasi AM.
7.
Perbandingan antara sinyal informasi dan sinyal modulasi pada multiplexing dapat dilihat dari amplitudonya. Jika dilihat dari nilai amplitudonya, maka amplitudo dari sinyal modulasi akan mengikuti bentuk amplitudo dari sinyal informasi Perbedaan nilai amplitudo ini dikarenakan sinyal informasi telah mengalami proses penguatan oleh amplifier sehingga nilai amplitudo sinyal informasi meningkat
8.
Terdapat perbedaan bentuk sinyal pada sinyal penguat dan sinyal keluaran LPF. Sinyal penguat (kuning) memiliki amplitudo yang lebih besar dibandingkan dengan amplitudo sinyal keluaran LPF (biru). Hal ini terjadi karena LPF berfungsi untuk menghilangkan noise sedangkan
sinyal penguat berfungsi untuk mengurangi kemungkinan timbulnya noise. 9.
Perbedaan bentuk sinyal informasi pada multiplexing dengan sinyal informasi pada demultiplexing dapat dilihat dari kehalusan bentuk sinyalnya. Bentuk sinyal informasi pada multiplexing lebih halus dibandingkan dengan bentuk sinyal informasi pada demultiplexing, karena sinyal informasi pada demultiplexing masih terpengaruh oleh noise. DAFTAR PUSTAKA
Indra, Anisa. 2014. Modulasi Analog. Diakses pada tanggal 27 Mei 2015 http://www.varia.web.id/2014/04/modulasi-analog.html?=1 Randy. 2012. Multiplex dan Demultiplex. Diakses pada tanggal 29 Mei 2015 http://randytc.blogspot.com/2012/06/multiplex-dan-demultiplex_29.html Rush-Q. 2009. Sistem Telekomunikasi. Diakses pada tanggal 27 Mei 2015 http://mechatron-labs.blogspot.com/2009/01/sistemtelekomunikasi.html? m=1 Syahwadhi, Vicky. 2009. Materi FDM. Diakses pada tanggal 27 Mei 2015 http://syahwadhivicky.blogspot.com/2009/11/materi-fdm.html?m=1
View more...
Comments