Laporan Proyek Indeks Isolasi 2013
October 10, 2017 | Author: Sendy BeGenius | Category: N/A
Short Description
genetika...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah melakukan perkawinan. Perkawinan sangat penting untuk mempertahankan siklus dan kelangsungan jenisnya, termasuk pada insekta. Pada insekta berkembang biak secara seksual. Perkawinan terjadi tidak secara acak, akan tetapi mengikuti pola-pola yang khusus (Wallace, 1981 dalam Basuki, 1997), termasuk pada Drosophila. Menurut Thomas Hunt Morgan sebagai perintis dalam penggunaan Drosophila sebagai obyek dalam penelitian genetika, terdapat beberapa alasan mengapa Drosophila digunakan sebagai obyek penelitian karena ukuran lalat ini relatif kecil sehingga populasi yang besar dapat dipelihara dalam laboratorium. Selain itu mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dimana dalam dua minggu dapat menghasilkan satu generasi dewasa yang baru. Lalat ini juga sangat subur karena lalat betinanya menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam hidupnya yang pendek (Kimball 1992). Drosophila memiliki sifat kosmopolit yang berarti dapat tersebar secara merata tetapi secara geografis Drosophila tersebut terpisah antara populasi satu dengan populasi yang lain. Dengan kata lain Drosophila itu terisolasi untuk mengadakan perkawinan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain (Munawaroh, 1996). Sebaliknya pada Drosophila yang secara geografis tidak terpisah jauh, maka akan terjadi kemungkinan hubungan kawin antara Drosophila daerah tersebut. Pada ketiga daerah pengambilan Drosophila antara lain yakni Jember, Probolinggo dan Lamongan memiliki batas geografis yang menjadi salah satu penyebab isolasi. Pada daerah Jember terdapat 5 pegunungan yang berjajar disebelah utara yang membatasinya dengan Probolinggo. Untuk daerah Probolinggo, disebelah barat dibatasi oleh pegunungan dan sebelah utaranya adalah Selat Madura. Sehingga daerah ketiga daerah tersebut benar-benar terdapat batas geografis yang menjadi penghalang. Adanya penghalang berupa rintangan alam ini juga menyebabkan Drosophila terisolasi dari populasi-populasi 1
yang lain. Menurut Ayala (1984) dalam Basuki (1997) bahwa interaksi antara lingkungan dan faktor genetik
akan menghasilkan karakteristik yang dapat
diamati pada suatu individu. Hal ini berarti, meskipun berasal dari species yang sama namun, spesies yang sama itu sendiri dapat terdiri atas satu atau lebih populasi yang mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis tempat hidupnya, dan dalam perkawinan antara populasi-populasi satu spesies hal ini dapat terlihat pada kencederungan pemilihan terhadap pasangan kawin yang berasal dari populasi yang sama (homogami) (King, 1965 dalam Basuki, 1997). Indeks Isolasi juga pernah diteliti sebelumnya di Jawa Timur seperti yang dilakukan oleh Winarsih (1995) dengan menggunakan strain D. Melanogaster dan melibatkan suhu sebagai faktor yang diharapkan berpengaruh terhadap indeks isolasi. Ana (1996) yang juga menggunakan strain-strain D. Melanogaster dan oleh Munawaroh (1996) yang menggunakan D. Melanogaster dari berbagai ketinggian tempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti atas strain-strain D. Melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya kecenderungan perkawinan diantara strain-strain D. Melanogaster; populasipopulasi D. Ananassae dari berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara mereka tidak ada perbedaan spesies. Kecenderungan perkawinan pada mahkluk hidup dapat di ukur dengan menggunakan perhitungan indeks isolasi. Bock (1978) dalam Kusumawati (1995) menyebutkan indeks isolasi merupakan perbandingan antara frekuensi perkawinan homogamik dikurangi dengan frekuensi perkawinan heterogamik dibagi dengan frekuensi perkawinan homogamik ditambah frekuensi perkawinan heterogamik. Berdasarkan teori-teori di atas, maka peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai βKecenderungan Perkawinan Drosophila sp Lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan Berdasarkan Indeks Isolasiβ.
2
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat kami rumuskan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apakah ada kecenderungan perkawinan Drosophila sp
lokal Probolinggo,
Jember, Lamongan? 2. Bagaimanakah hubungan kekerabatan antara Drosophila sp lokal Probolinggo, Jember, Lamongan?
C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui kecenderungan perkawinan Drosophila sp
lokal Probolinggo,
Jember dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi. 2. Mengetahui hubungan kekerabatan antara Drosophila sp
tangkapan lokal
Probolinggo, Jember dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a) Sebagai sarana belajar dalam melakukan penelitian di bidang genetika. b) Menambah informasi dan pengetahuan tentang penggunaan indeks isolasi reproduksi pada Drosophila sp lokal Probolinggo Jember, Lamongan c) Menambah informasi tentang hubungan kekerabatan antara Drosophila sp tangkapan lokal Probolinggo, Jember, Lamongan 2. Bagi Mahasiswa a) Menambah informasi kepada mahasiswa biologi Universitas Negeri Malang, khususnya dalam bidang genetika. b) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian secara mandiri mengenai genetika.
E.
Asumsi Penelitian Dalam penelitian ini diasumsikan:
3
1. Umur individu jantan dan betina yang dikawinkan dianggap sama. 2. Semua faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan lain-lain dianggap sama. 3. Seluruh kondisi nutrisi yang digunakan selama penelitian adalah sama. 4. Individu-individu F3 dari daerah Probolinggo, Jember dan Lamongan yang disilangkan untuk melihat ada tidaknya kecenderungan kawin dianggap telah mencapai galur murni.
F.
Batasan masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah, penelitian ini hanya dilakukan
untuk mengkaji kecenderungan perkawinan Drosophila sp tangkapan yang berasal dari lokal Probolinggo, Jember, Lamongan melalui indeks isolasi. Data yang diambil
dengan
menggunakan
metode
male-choice.
Selain
mengkaji
kecenderungan perkawinan, juga menentukan hubungan kekerabatan Drosophila sp tangkapan lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan dengan menggunakan nilai indeks isolasinya.
G.
Definisi Operasional
1. Indeks isolasi adalah alat (rumusan) yang digunakan untuk mengukur adanya kecenderungan perkawinan yang terjadi pada organisme yang dapat diperoleh dari perbandingan antara selisih presentase perkawinan homogami dan heterogami dengan jumlah presentase perkawinan homogami dan heterogami (Bock, 1982 dalam Munawaroh, 1996) 2. Male-Choice adalah perkawinan individu jantan bebas memilih individu betina yang akan dikawini (Bock, 1978 dalam Munawaroh, 1996). 3. Isolasi seksual, merupakan suatu hasil dari lemahnya atau tidak adanya daya tarik seksual antara jantan dan betina dari spesies yang berbeda. 4. Perkawinan homogami adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang sama dalam satu spesies (Munawaroh, 1996). 5. Perkawinan heterogami, adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang berbeda dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).
4
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Sistematika Drosophila merupakan salah satu marga dalam suku Drosophilidae.
Drosophila mempunyai marga yang jumlahnya paling besar jika dibandingkan dengan marga yang lain dalam suku yang sama. Menurut Storer dan Usinger (1975) dalam Munawaroh (1996), sistematika Drosophila adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthopoda
Kelas
: Insecta
Bangsa
: Pterygota
Anak bangsa : Cyclorrohapha Suku
: Drosophilidae
Marga
: Drosophila
Anak marga
: Sophophora
Jenis
: Drosophila sp.
B. Ciri-ciri Umum Drosophila Menurut Shorrock (1972) dalam Laili (2009) menyebutkan beberapa aspek yang digunakan untuk proses identifikasi. 1.
Kepala a. Perbandingan antara bagian pipi terlebar dengan diameter mata terbesar. b. Perbandingan antara lebar kepala bagian dorsal, dengan panjang kepala bagian dorsal. c. Bulu mata arista, ocellar, oral, orbital dan bulu vertikal. d. Carina terletak diantara antena.
6
Gambar 2.1. Aspek Morfologi Kepala Drosophila (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
Keterangan: AR : Arista IV : Inner Vetrikal Bristle 01 : Proclinate orbital bristle 02 : Anterior proclinate orbital bristle 03 : Posterior proclinate orbital bristle OC: Ocellar bristle OV: Ocellar Vertical bristle V1 : Oral bristle 1 V2 : Oral bristle 2
2. Dada a. Jumlah deret bulu acrostical terletak didepan, antara deret dorscentral b. Sterno-index, yaitu perbandingan antara panjang bristle SP1 sampai SP3. c. Bulu prescutellar, scutellar, propleural, humeral, presutunal, notupleural dan bulu suplaalar.
7
Gambar 2.2. Aspek Morfologi dada. (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
Gambar 2.3. Aspek Morfologi Dada Tampak Dorsal. (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
3. Sayap Aspek yang sering diperhatikan adalah indeks costal (c-index). a/b : indeks vena keempat (4V-index), c/d; e/f; M-index, e/d; g/(g+h).
Gambar 2.4. Aspek Sayap Drosophila. (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
8
4. Ukuran tubuh Panjang tubuh ditentukan berdasarkan jumlah dari panjang kepala, panjang thoraks, dan panjang abdomen. Menurut Shorrock (1972) dalam Laili (2009), dijelaskan juga gambar-gambar tubuh Drosophila yang digunakan dalam proses identifikasi yaitu: A
B
Gambar 2.5. A. Kepala (Tampak Anterior). Gambar B. Kepala (Tampak Dorsal). (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
Gambar 2.6. Dada Tampak Dorsal. (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
9
Gambar 2.7. Dada Tampak Lateral (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
Gambar 2.8. Haltere. a. Tampak Ventral
.
b. Tampak Dorsal.
(Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
Gambar 2.9. Bagian Kaki a. b.
Gambar Kaki Drosophila Betina.
Gambar Kaki Drosophila Jantan yang Menandakan Sisir kelamin pada Metatarsusnya. (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
10
Gambar 2.10. Ujung Abdomen a. Jantan, b. Betina (Shorrock, 1972 dalam Laili, 2009)
C. Penyebaran Drosophila Secara Umum Drosophilla memiliki sifat yang kosmopolit yang berarti memili persebaran merata secara geografis tetapi penyebaran ini tidak tetap, selalu berubah dari waktu ke waktu. Ketidaktetapan pola penyebaran itu disebabkan oleh faktor alam yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Suhu, cahaya, kelembapan merupakan beberapa contoh dari faktor alam yang mempengaruhi pola penyebaran Drosophilla. Shorrock (1972) dalam Munawaroh (1996), menggolongkan pola penyebaran Drosophila di alam menjadi 2 jenis. 1. Penyebaran in space (penyebaran dalam ruang), membedakan pola penyebaran Drosophila yang didasarkan pada lokasi atau daerah yang diakibatkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di suatu daerah, seperti keberadaan jenis makhluk hidup tertentu yang tidak ditemukan didaerah lain. 2. Penyebaran in time (penyebaran dalam waktu) membedakan pola penyebaran jenis-jenis Drosophila yang didasarkan pada waktu, baik harian maupun musiman, sehingga ada perbedaan suhu, kelembapan, serta intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu, baik satu dari maupun satu musim.
11
D. Mekanisme Isolasi Mekanisme isolasi menurut Futuyama (1981) dalam Hamid (2009) adalah karakteristik biologi yang menyebabkan spesies simpatrik. Isolasi dapat berupa isolasi tingkah laku mekanis, lingkungan, dan fisiologis yang dapat menghalangi dua individu dari dua spesies yang berbeda untuk menghasilkan keturunan yang normal (Hadisubroto, 1989 dalam Basuki, 1997). Hadisubroto, 1989 dalam Munawaroh 1996 menjelaskan bermacammacam mekanisme isolasi. a.
Mekanisme Prazigotik : fertilisasi dan pembentukan gamet terhalang 1. Habitat. Populasi tinggal di daerah yang sama tetapi menempati habitat yang berbeda. 2. Musiman atau sementara. Populasi hidup pada daerah yang sama namun kematangan seksual terjadi pada waktu yang berbeda 3. Ethologi. Populasi dipisahkan oleh tingkah laku yang berbeda dan tidak sejalan sebelum kawin. Isolasi ethiologi disebut juga dengan isolasi seksual atau isolasi fisiologi 4. Mekanis. Tidak terjadi fertilisasi silang atau dibatasi oleh perbedaan struktur alat reproduksi
b.
Mekanisme poszigotik : terjadi fertilisasi dan zigot, tetapi dihasilkan keturunan yang lemah dan steril. Hal ini dikarenakan sebab-sebab tertentu, antara lain: 1. Keturunan lemah 2. Perkembangan hibrid yang steril, karena gonadnya berkembang abnormal 3. Sterilisasi hibrid akibat segresi. Hibrid steril karena distribusi yang abnormal dari keseluruhan kromosom, segmen kromosom atau kombinasi gen pada gamet. F2 yang rusak. Hibrida F1 normal dan fertil, namun F2 terdiri dari individu-individu yang lemah atau steril.
E. Isolasi Reproduksi
12
Reproduksi merupakan fungsi utama dan tidak dapat dipisahkan dari semua kehidupan makhluk hidup yang dicapai melalui berbagai macam cara salah satunya adalah dengan pertemuan antara gamet jantan dan gamet betina (fertilisasi) pada mahkluk hidup yang berkembangbiak secara seksual, pertukaran gen dapat dikurangi atau dicegah dengan mekanisme isolasi reproduksi (Dobzbanzsky, dkk. 1977 dalam Basuki 1997). Suatu mekanisme isolasi reproduksi adalah segala sesuatu yang secara genetic dikondisikan mencegah atau menghalangi perubahan gen antara populasi yang melibatkan perubahan yang berupa perubahan lingkungannya, tingkah laku mekani dan fisiologinya yang dapat mencegah dua spesies membentuk keturunan yang mampu bertahan hidup (Tamarin, 1991 dalam Basuki 1997). Isolasi seksual tidak hanya ditemukan pada jenis yang sudah jelas berbeda dalam definitif (semarga dan bukan semarga). Dewasa ini sudah diketahui bahwa isolasi seksual juga dapat ditemukan pada kelompok X (strain) yang tergolong satu jenis dan keadaan semacam ini dijumpai dilingkungan Drosophila (Corebima, 1992 dalam Munawaroh, 1996). Dilingkungan hewan, isolasi seksual itu antara lain berupa perbedaan tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan bunyi atau suara, perbedaan pola warna. Salah satu mekanisme yang paling penting dalam mencegah perkawinan antar spesies (interbreeding) adalah isolasi tingkah laku. Individu jantan dari hampir setiap hewan menunjukkan tingkah laku kawin yang merangsang individu betina dari spesiesnya sendiri. Jadi isolasi reproduksi meliputi dasar dari produksi dan penerimaan tanda-tanda atau stimulus oleh pasangan tertentunya. Jika tanda atau stimulus tersebut tidak sempurna atau tidak sesuasi, individu betina tidak akan respond an perkawinan tidak akan terjadi. (Mc. Gath dan Kelly, 1975 dalam Munawaroh, 1996).
F. Pemilihan pada Peristiwa Perkawinan (Mate-Choice) Pemilihan pada peristiwa kawin (male-choice) merupakan suatu fenomena yang ditemukan pada banyak spesies hewan. Pemilihan pada peristiwa kawin didefinisikan oleh Marcus (1992) dalam Basuki (1997) sebagai semua pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu yang menunjukkan bahwa mereka
13
lebih menyukai kawin dengan pasangan kawin tertentunya daripada dengan yang lain. Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu strain dikawinkan dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang sama (betina homogami) yang lainnya dari strain yang berbeda (betina heterogami) dalam jangka waktu 24 jam (Bock, 1978). Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan oleh individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual spesies yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang erat dari jenis seks yang berbeda. (Marcus, 1992 dalam Basuki 1997).
G. Indeks Isolasi Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur atau perhitungan untuk mengetahui keberadaan makhluk hidup. Disamping ini indeks isolasi merupakan suatu system tertutup secara genetis. Nilai indeks isolasi menurut Erhrman dan Parson (1981) dalam Basuki (1997) menunjukkan perkiraan tentang kekuatan seleksi seksual dan isolasi seksual yang didapat dari perbandingan bagian atau proporsi dari perkawinan homogami dan heterogami. Pada keaadaan kawin yang acak, proporsi perkawinan homogami dan heterogami diharapkan sama. Indeks isolasi untuk masing-masing individu spesies diuji dengan metode male-choice yang mana perhitungannya memungkinkan indeks isolasi tersebut dirumuskan sebagai berikut;
(Stalker dalam Bock (1978) dalam Basuki (1997)) Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu strain dikawinkan dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang sama (betina homogami) yang lainnya dari strain yang berbeda (betina heterogami) dalam jangka waktu 24 jam (Bock, 1978). Nilai yang diperoleh dari indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai +1. Bila nilai dari indeks isolasi negatif, maka artinya adalah kecenderungan
14
pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika indeks isolasi 0 maka diantara strain tadi tidak ada isolasi, sedangkan jika indeks isolasi bernilai positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami (Bock, 1978 dalam Munawaroh 1996). Semakin kecil nilai indeks isolasi berarti semakin maju dalam isolasi reproduksi (dalam hal ini isolasi seksual) karena semakin terbuka untuk kawin dengan strain lain. Dengan demikian bisa dikatakan kekerabatannya lebih atau semakin dekat. Sebaliknya semakin besar indeks isolasinya semakin tertutup dengan strain lain. Dengan demikian bisa dikatakan kekerabatannya lebih atau semakin jauh. maka semakin terbuka terhadap strain yang lain (heterogami) atau kekerabatan antar strain yang semakin dekat, sebaliknya semakin besar indeks isolasi maka semakin tertutup terhadap strain yang lain (kekerabatan antar strain yang semakin jauh) (Bock, 1978 dalam Basuki 1997). Jadi dari sini dapat dirumuskan kekerabatan dari suatu spesies.
15
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Drosophila memiliki sifat yang kosmopolit
Menyebabkan terjadi perkawinan antara beberapa populasi dalam suatu spesies
Memungkinkan adanya kecenderungan kawin
I=
Bernilai negatif ( -1β€ x < 0) ο Cenderung Heterogami
%ππππππ€ππππ βπππππππ β %ππππππ€ππππ βππ‘πππππππ %ππππππ€ππππ βπππππππ + %ππππππ€ππππ βππ‘ππππππ
Bernilai 0 ο tidak terjadi isolasi
Bernilai postif ( 0 < x β€ 1) ο Cenderung Heterogami
Persilangan dengan metode male- choice, Perhitungan indeks isolasi
Adanya hubungan kekerabatan ditinjau dari kecenderungan perkawinan Drosophila tangkapan lokal Jember, Probolinggo dan Lamongan
16
B. Hipotesis 1. Ha :ada kecenderungan kawin antara Drosophila sp tangkapan lokal Jember. Probolinggo, dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi Ho : tidak ada kecenderungan kawin antara Drosophila sp tangkapan lokal Jember. Probolinggo, dan Lamongan berdasarkan indeks isolasi
17
BAB IV METODE PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang kami buat bersifat eksperimental. Data yang
diambil dari persilangan antara Drosophila tangkapan lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan dengan metode male-choice, yaitu pembebasan jantan untuk memilih individu betina yang akan dikawini. Perlakuan untuk masing-masing dilakukan dengan 3 kali ulangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan anava tunggal.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang laboratorium genetika (310) gedung
biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September β Desember 2013.
C.
Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : daerah tangkapan Drosophila 2. Variabel terikat : indeks isolasi
D.
Populasi dan Sampel Populasi dan sampel pada proyek ini adalah: 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal dari lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal dari probolinggo (Desa tamansari Kecamatan dringgu), jember (Desa kencong kecamatan kencong) dan lamongan Kecamatan sukodadi).
18
(Desa kadung rembuk,
E.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; botol selai, selang
ampul, botol balsam, spidol, cotton bud, blender, kompor, kuas gambar, panci, pengaduk, pisau, timbangan dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal dari lokal Kandangan, Banyuwangi, dan Ponorogo, pisang rajamala, tape singkong, gula merah, air, yeast, kloroform, kertas pupasi, kantong plastik, spon, selang.
F.
Prosedur Kerja 1. Penangkapan Drosophila a.
Menentukan daerah penangkapan Drosophila tangkapan yaitu daerah Probolinggo, Jember dan Lamongan.
b.
Memasukkan potongan buah pisang ke dalam beberapa botol selai
c.
Meletakkan toples pada tempat yang ditentukan sampai terdapat Drosophila tangkapan, kemudian menutup botol tersebut dengan spon
2. Pembuatan medium a. Menimbang bahan pisang Rajamala, tape singkong dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1 b. Menghaluskan
ketiga
bahan
dengan
blender,
kemudian
menuangkannya ke dalam panci c. Menambahkannya dengan air secukupnya d. Memasaknya selama 45 menit sambil diaduk (usahakan tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental), kemudian didinginkan e. Memasukkan medium yang telah masak ke dalam botol persilangan sebanyak seperlima bagian dari tinggi botol persilangan f. Memberikan yeast secukupnya dan meletakkan kertas pupasi ke dalam botol tersebut g. Menutup botol tersebut dengan spon yang telah dipotong sesuai ukuran 3. Pemurnian dan Persiapan Stok
19
a. Mengamati ciri-ciri Drosophila yang telah ditangkap dari masingmasing daerah dengan menggunakan mikroskop stereo dengan cara dimasukkan dalam plastik b. Membiarkan Drosophila tangkapan dari ketiga daerah tersebut ke dalam botol medium pemurnian hingga terdapat pupa c. Memindahkan pupa yang telah menghitam ke dalam selang ampul dan mengampul sebanyak-banyaknya d. Melakukan identifikasi terhadap lalat yang telah menetas dan menyilangkan dalam satu daerah dari hasil ampul tersebut berdasarkan persamaan ciri, dalam satu botol terdapat satu pasang serta melakukan banyak ulangan e. Membiakkan banyak pasang Drosophila dengan ciri yang sama masing-masing daerah f. Melakukan pemurnian sampai dengan F3, keturunan F3 dianggap sebagai stok 4. Persilangan a. Mengidentifikasi Drosophila tangkapan jantan dan betina, kemudian mewarnai Drosophila tangkapan betina pada masing-masing daerah dengan warna yang berbeda dengan menggunakan spidol. b. Menyilangkan Drosophila tangkapan dengan tipe persilangan yaitu dengan mengawinkan 5 individu jantan dengan 5 individu betina dari salah satu daerah dan 5 individu betina dari daerah lain sperti dibawah ini 1. β5Lm >< β5Lm >< β5Jb 2. β5Lm >< β5Lm>< β5Pr 3. β5Lm >< β5Jb>< β5Pr 4. β5Jb >< β5Jb >< β5Pr 5. β5Jb >< β5Jb >< β5Lm 6. β5Jb>< β5Pr>< β5Lm 7. β5Pr >< β5Pr >< β5Lm 8. β5 Pr>< β5Pr >< β5Jb 9. β5Pr>< β5Lm>< β5Jb c. Dua hari setelah persilangan, individu jantan dilepas, kemudian masing-masing individu betina dipindahkan dalam botol balsam yang
20
telah berisi medium pisang (masing-masing botol diisi satu individu betina Drosophila tangkapan). d. Mengamati ada tidaknya larva selama 7 hari dalam botol balsem, kemudian mencatatnya dalam tabel data pengamatan.
G.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan cara melakukan pengamatan ada atau tidaknya larva secara langsung terhadap Drosophila tangkapan betina yang telah dibuahi oleh pejantan pada masing-masing persilangan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel pengamatan seperti berikut: Tabel 4.1 Rekapan Data Hasil Pengamatan Tipe Persilangan
β
1
5Lm
2
5Lm
3
5Lm
4
5Jb
5
5Jb
6
5Jb
7
5Pr
8
5Pr
9
5Pr
β
1
Ulangan 2
5Lm 5Jb Lm 5Pr 5Jb 5Pr 5Jb 5Pr 5Jb 5Lm 5Jb 5Lm 5Pr 5Lm 5Pr 5Jb 5Lm 5Jb
1. Menghitung persentase perkawinan heterogami dan homogami % perkawinan homogami = β β
21
3
% perkawinan heterogami = β β
1. Menghitung indeks isolasi.
2. Hasil perhitungan indeks isolasi ditransformasikan dalam transformasi dan selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan Anava tunggal RAK. 3. Analisis Varian Tunggal Adapun langkah-langkah dalam teknik Analisis Data RAK menurut Sulisetijono (2006) adalah sebagai berikut: a. Menghitung JK Total = β b. Menghitung JK Perlakuan = c. Menghitung JK ulangan =
β
-FK β
β β
d. Menghitung JK Galat= JK Total β JK Perlakuan β JK ulangan e. Memasukkan data pada tabel Ringkasan Anava f. Membandingkan nilai F Hitung dengan nilai F Tabel pada taraf 0,01 dan 0,05 g. Menarik kesimpulan -
Jika Fhit > F tabel, maka Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima
-
Jika Fhit < F tabel, maka Ho terima dan hipotesis penelitian ditolak
22
BAB V DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data Pengamatan Ciri Morfologi Dari hasil pengamatan minimal 50 ciri maka didapatkan jenis lalat dari ketiga daerah yaitu Jember, Probolinggo dan Lamongan adalah jenis D. annanasse . Dari lalat setiap daerah hanya ditemukan perbedaan dalam aspek jumlah sex comb Tabel 5.1. gambar pengamatan morfologi No
ASAL DAERAH
1
Probolinggo
2
Jember
GAMBAR
23
3
Lamongan
B. Data Pengamatan Ada Tidaknya Larva Dari data pengamatan yang kami lakukan tentang ada Tidaknya Larva pada Tiap Persilangan dari daerah Lamongan, Jember, dan Probolinggo : Tabel 5.2 Ada atau Tidaknya Larva pada Tiap Persilangan
Tipe persilangan
β
1
5Lm
2 3 4 5 6 7 8 9
β
5Lm 5Jb 5Lm 5Lm 5Pr 5Jb 5Lm 5Pr 5Jb 5Jb 5Pr 5Jb 5Jb 5Lm 5Pr 5Jb 5Lm 5Pr 5Pr 5Lm 5Pr 5Pr 5Jb 5Lm 5Pr 5Jb
1 + + + + + + + + + + + + + +
2 + + + + + + + + + + + + + + + + -
I 3 + + + + + + + + + + + + +
Keterangan : (+)
: Ada larva
24
ULANGAN II III 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 - + + - + + - + + + - + + - + + + + - + + + + + + + - + + + - + - - + + + + + - + + + + +
(-)
: Tidak ada Larva
(Ka)
: Drosophila tangkapan dari Probolinggo
(Ba)
: Drosophila tangkapan dari Jember
Tabel 5.3. Jumlah botol balsem yang terdapat larva pada tiap persilangan
Tipe Persilangan
β
1
5Lm
2
5Lm
4
5Jb
5
5Jb
7
5Pr
8
5Pr
Ulangan
β 5Lm 5Jb Lm 5Pr 5Jb 5Pr 5Jb
1 4 2 4 3 5 4 2
2 1 1 1 -
5Lm 5Pr
5 4
-
5Lm 5Pr 5Jb
2 3 4
2 2
keterangan : Lm = Lalat tangkapan dari daerah Lamongan Jb = Lalat tangkapan dari daerah Jember Pr = Lalat tangkapan dari daerah Probolinggo
1. 2. 3. 4. 5. 6.
β5Lm >< β5Lm >< β5Jb β5Lm >< β5Lm>< β5Pr β5Jb >< β5Jb >< β5Pr β5Jb >< β5Jb >< β5Lm β5Pr >< β5Pr >< β5Lm β5 Pr>< β5Pr >< β5Jb
Perhitungan ini menggunakan rumus sebagai berikut : % Perkawinan Homogami = %Perkawinan Heterogami =
β
β
X 100%
β
X 100%
β
Ulangan 1: 1 β5Lm >< β5Lm >< β5Jb % Perkawinan Homogami =
% 25
%
3
%
%Perkawinan Heterogami = 2
β5Lm >< β5Lm>< β5Pr % Perkawinan Homogami =
% %
%Perkawinan Heterogami = 3
4
5
6
β5Jb >< β5Jb >< β5Pr % Perkawinan Homogami =
%
% %
%
%
%Perkawinan Heterogami =
%
%
β5Jb >< β5Jb >< β5Lm % Perkawinan Homogami =
%
%
%Perkawinan Heterogami =
%
β5Pr >< β5Pr >< β5Lm % Perkawinan Homogami =
%
%
%Perkawinan Heterogami =
%
%
β5 Pr>< β5Pr >< β5Jb % Perkawinan Homogami =
% %
%Perkawinan Heterogami =
%
% %
Tabel 5.4. Persentase Perkawinan Homogami dan Heterogami
Tipe Persilangan
β
1
5Lm
2
5Lm
3
5Jb
4
5Jb
5
5Pr
6
5Pr
Presentase tiap Ulangan (%)
β 5Lm 5Jb Lm 5Pr 5Jb
1 80 40 80 60 100
5Pr 5Jb 5Lm 5Pr
80 60 100 80
5Lm 5Pr
40 60
26
2
3
80 5Jb Dari hasil perhitungan tersebut antara perkawinan homogami dan heterogami dimasukkan ke rumus Indeks Isolasi dengan rumus sebagai berikut:
Tabel 5.5. Indeks Isolasi pada Persilangan Drosophila tangkapan lokal Probolinggo, Jember dan Lamongan
Tipe Persilangan β5Lm >< β5Lm >< β5Jb β5Lm >< β5Lm>< β5Pr β5Jb >< β5Jb >< β5Pr β5Jb >< β5Jb >< β5Lm β5Pr >< β5Pr >< β5Lm β5 Pr>< β5Pr >< β5Jb
Indeks Isolasi pada Ulangan 1 0,03 0,14 0,11 -0,25 0,33 -0,14
Karena data pengamatan kami belum lengkap sehingga belum bisa dilakukan analisis statistik, maka untuk membuat kesimpulan sementara kami menggunakan nilai indeks isolasi dari masing-masing daerah seperti yang telah dicantumkan di atas.
C. Analisis Deskriptif Setelah melakukan perhitungan persentase pada setiap persilangan, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan angka persen tadi ke dalam perhitungan Indeks isolasi perkawinan dan ditulis pada tabel data. Pada data yang indeks isolasi yang telah dihitung, menunjukkan nilai paling rendah adalah pada persilangan β5Jb >< β5Jb >< β5Lm dengan nilai indeks isolasi sebesar -0,25 . selanjutnya nilai indeks isolasi terbesar adalah pada persilangan β5Pr >< β5Pr >< β5Lm dengan nilai sebesar 0,33. Untuk masing- masing persilangan memiliki nilai indeksi isolasi 0,03 pada persilangan β5Lm >< β5Lm >< β5Jb. Kemudian pada persilangan β5Lm >< β5Lm>< β5Pr menunjukkan nilai indeks isolasi
27
sebesar 0,14 dan pada persilangan β5Jb >< β5Jb >< β5Pr adalah sebesar 0,11. Untuk persilangan β5 Pr>< β5Pr >< β5Jb menunjukkan nilai sebesar -0,14. Nilai indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai dengan 1. Pada nilai indeks isolasi perkawinan menunjukkan lebih banyak indeks yang bernilai positif yakni sejumlah 4 tipe persilangan dan indeks yang berjumlah negatif hanya berjumlah 2 tipe persilangan.
28
BAB VI PEMBAHASAN
A. Kecenderungan kawin
antara Drosophila sp. tangkapan lokal Jember,
Probolinggo dan Lamongan berdasarkan perhitungan indeks isolasi Pada analisis data yang telah telah dilakukkan dapat diketahui nilai indeks isolasi dari masing-masing persilangan. Nilai indeks isolasi paling rendah adalah pada persilangan β5Jb >< β5Jb >< β5Lm dengan nilai indeks isolasi sebesar 0,25 . selanjutnya nilai indeks isolasi terbesar adalah pada persilangan β5Pr >< β5Pr >< β5Lm dengan nilai sebesar 0,33. Untuk masing- masing persilangan memiliki nilai indeksi isolasi 0,03 pada persilangan β5Lm >< β5Lm >< β5Jb. Kemudian pada persilangan β5Lm >< β5Lm>< β5Pr menunjukkan nilai indeks isolasi sebesar 0,14 dan pada persilangan β5Jb >< β5Jb >< β5Pr adalah sebesar 0,11. Untuk persilangan β5 Pr>< β5Pr >< β5Jb menunjukkan nilai sebesar 0,14. Untuk
mengetahui
kecenderungan
perkawinan
tersebut
teknik
perhitungan analisis data yang digunakan adalah perhitungan indeks isolasi. Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur/ perhitungan untuk mengetahui kekerabatan makhluk hidup. Menurut Bock (1978) dalam Munawaroh (1996). Nilai indeks isolasi berkisar antara -1 sampai +1. Bila nilai indeks isolasi negatif maka artinya ada kecenderungan pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika nilai indeks isolasinya 0, maka artinya diantara strain tidak terjadi isolasi. Sedangkan jika nilai indeks isolasi positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami. Pada data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai indeks isolasi yang paling banyak pada semua persilangan adalah bernilai positif yakni 4 tipe persilangan. Sedangkan untuk nilai indeks isolasi yang bernilai negatif pada semua persilangan adalah sejumlah 2 tipe persilangan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami (betina dari daerah yang sama). Pada ketiga daerah antara lain yakni Jember, Probolinggo dan Lamongan memiliki batas geografis yang menjadi salah satu penyebab isolasi. Pada daerah
29
Jember terdapat 5 pegunungan yang berjajar disebelah utara yang membatasinya dengan Probolinggo. Untuk daerah Probolinggo, disebelah barat dibatasi oleh pegunungan dan sebelah utaranya adalah Selat Madura. Sehingga daerah ketiga daerah tersebut benar-benar terdapat batas geografis yang menjadi penghalang. Adanya penghalang berupa rintangan alam ini juga menyebabkan Drosophila terisolasi dari populasi-populasi yang lain. Masing-masing populasi yang terisolasi akan melakukan adaptasi pada setiap lingkungannya yang berbeda. Sehingga dapat ditunjukkan pula penyebab bahwa Drosophila jantan cenderung melakukan perkawin dengan betina homogami. Hal ini juga disebabkan masing-masing populasi melakukan adaptasi tingkah laku dan feromon yang dihasilkan juga berbeda setiap populasi yang teradaptasi. Pemilihan jantan pada individu betina disebabkan faktor feromon yang dihasilkan. Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan oleh individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual spesies yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang erat dari jenis seks yang berbeda (Marcus, 1992 dalam Basuki 1997). Jadi dimungkinkan juga kecenderungan perkawinan homogami ini dipengaruhi juga oleh perbedaan feromon yang dikeluarkan, sehingga hanya dapat mengenali feromon dari spesies yang sama saja meskipun Drosophila ketiga kota ini mempunyai kesamaan ciri serta terdapat perbedaan tingkah laku yang berbeda pada setiap populasi. Tetapi apabila tidak terdapat rintangan alam yang menjadi penghalang, maka distribusi atau pola penyebaran dari Drosophila akan lebih mudah terjadi. Sehingga dapat terjadi perkawinan dengan betina yang berasal dari daerah yang lain. Hal ini dapat terjadi karena kondisi geografis yang sama sehingga Drosophila cenderung melakukan adaptasi yang sama, seperti adaptasi tingkah laku kawin maupun feromon yang dihasilkan. Drosophila akan mampu melakukan perkawinan heterogami maupun homogami sehingga tidak terjadi isolasi seksual pada tiap-tipa populasi Drosophila.
30
B. Hubungan Kekerabatan antara Drosophila sp. tangkapan lokal Jember, Probolinggo dan Lamongan berdasarkan perhitungan indeks isolasi Selain digunakan untuk mengetahui suatu kecenderungan kawin, Indeks isolasi juga dapat digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks isolasi pada
persilangan yang telah dilakukan
menunjukan nilai indeks isolasi yang berbeda-beda setiap tipe persilangan . Pada data nilai indeks dapat diketahui bahwa indeks isolasi terkecil yakni senilai -0,25 pada persilangan β5Jb >< β5Jb >< β5Lm. Hal ini menunjukkan hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara Drosophila sp daerah Jember dengan Drosophila sp tangkapan dari Lamongan. Selanjutnya tipe persilangan yang memiliki indeks isolasi terbesar adalah pada persilangan β5Pr >< β5Pr >< β5Lm sebesar 0,33 menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang jauh antara Drosophila sp daerah Probolinggo dengan Drosophila sp tangkapan dari Lamongan. Hal ini sesuai pernyataan bahwa semakin kecil nilai indeks isolasi berarti semakin maju dalam isolasi reproduksi (dalam hal ini isolasi seksual) karena semakin terbuka untuk kawin dengan strain lain. Dengan demikian bisa dikatakan kekerabatannya lebih atau semakin dekat. Sebaliknya semakin besar indeks isolasi maka semakin tertutup terhadap strain yang lain (kekerabatan antar strain yang semakin jauh) (Bock, 1978 dalam Basuki 1997). Akan tetapi, secara umum Drosophila ketiga daerah dapat dikatakan berkerabatan jauh, karena nilai indeks isolasi paling banyak bernilai positif, artinya individu jantan lebih memilih betina homogami. Kecenderungan pemilihan kawin individu jantan yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan beberapa hal, misalnya pengenalan terhadap feromon seks yang muncul serta tingkah laku kawin. Borror dkk, 1992 menyatakan bahwa individu-individu jantan hanya merespon terhadap zat kimiawi yang cocok dari isomer-isomer yang tepat dalam konsentrasi relatif bagi penarik kelamin dari jenis mereka. Feromon yang dihasilkan serta tingkah laku kawin pada setiap organisme tersebut diatur oleh gen-gen.
31
Drosophilla dengan strain-strain yang sama akan memiliki lebih banyak persamaan sifat-sifat feromon serta tingkah laku kawin yang diekspresikan oleh gen-gen yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan kekerabatan antara Drosophila tersebut sangat dekat sehingga tidak terjadi kecenderungan heterogami. Begitu juga apabila strain-strain tersebut berbeda maka akan memiliki banyak perbedaan sifat-sifat seperti tingkah laku kawin dan feromon yang dihasilkan. Sehingga menunjukkan kekerabatan yang jauh dan cenderung melakukan perkawinan homogami. .
32
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Sementara 1. Terdapat kecenderungan individu jantan Drosophila sp
tangkapan lokal
Probolinggo, Jember, Lamongan memilih betina homogami, karena dari perhitungan indeks isolasi dari persilangan yang dilakukan lebih banyak yang menunjukkan nilai yang positif (0 < x β€ 1). 2. Berdasarkan nilai indeks isolasi dari semua persilangan menunjukkan bahwa kekerabatan yang paling dekat adalah Drosophila sp daerah Jember dengan Drosophila sp tangkapan dari Lamongan dan kekerabatan yang paling jauh adalah Drosophila sp daerah Probolinggo dengan Drosophila sp tangkapan dari Lamongan. Akan tetapi, secara umum Drosophila sp ketiga daerah dapat dikatakan berkerabatan jauh, karena nilai indeks isolasi paling banyak bernilai positif, artinya individu jantan lebih memilih betina homogami.
C. Saran 1. Kesabaran sangat dibutuhkan dalam kinerja, termasuk pada pengamatan morfologi, pemurnian dan perlakuan isolasi seksual. 2. Penandaan betina Drosophila tangkapan yang baik dan benar sangat penting untuk kevalidan data dan mempertahankan individu hidup tanpa menyakitinya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. Menlo Park California B. N. Singh and Sujata Chatterjee. 1985. A Study Of Sexual Isolation Among Natural Populations Of Drosophila ananassae. Brazil : Rev. Brazil Genetics Journal VIII 3 457-458. Basuki, Supriyana. 1997. Indeks Isolasi D. annanasse Lokal Pare dan Drosophi;a annanasse Pulau Madura. Malang: FMIPA-IKIP Malang (Skripsi tidak diterbitkan). Bock, Ian R. 1976. Drosophilidae of Australia I. Drosophila (Insecta: Diptera). Melbourne: CSIRO Borror, Donals J, dkk. 1991. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University press. Cothron. 1993. Student and Research. America : Hunt Publishing Company. Herskowits. Irwin. J. 1965. Genetic (2nd ). Little Brown and Company Inc. Junaidi, A.J. 1998. Pengaruh Kondisi Gelap dan Terang Terhadap Kesuksesan Kawin Drosophila melanogaster Strain Normal (N), Eye Missing (eym) dan White (W). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM. Kimbal, John W. 1992. Biologi edisi kelima. Jakarta : Erlangga. Markow, Therese A. And Patrick M. OβGrady. 2006. Drosophila. Chennai: Charon Tec Pvt. L.td. Munawaroh. 1996. Indeks Isolasi Pada D. annanasse Lokal dari Berbagai Ketinggian Tempat. Malang: FMIPA-IKIP Malang. Warsini. 1996. Identifikasi Jenis-jenis Drosophila di Kawasan Teluk Semut Pulau Sempu Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : IKIP Malang.
34
View more...
Comments