Laporan Praktikum Vitamin b1
August 21, 2017 | Author: Cahya Swandhika Negara | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Praktikum Vitamin b1...
Description
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS OBAT, KOSMETIK, DAN MAKANAN PENETAPAN KADAR VITAMIN B1 DALAM TABLET NEURALGIN
I.
Tujuan Menetapkan kadar vitamin B1 dalam tablet Neuralgin dengan metode spektrofotometri UV.
II.
Dasar Teori Thiamin atau vitamin B1 merupakan kristal putih dengan bau yang spesifik. Bersifat higroskopis dan bentuk anhidratnya dapat menyerap 4 % air. Meleleh dan mengalami dekomposisi pada 248ºC. Struktur Vitamin B-1 (Thiamin HCl)
HOH2CH2C
H 2N
S
CH3
N
Cl-. HCl N H3 C
N C H2
Pemerian : kristal putih dengan bau yang spesifik. Bersifat higroskopis dan bentuk anhidratnya dapat menyerap 4 % air. Meleh dan mengalami dekomposisi pada 248ºC. Kelarutan : 1 gram larut dalam 1 mL air, 18 mL gliserol, 100 mL alkohol 95 %, dan 315 mL alkohol absolut. Praktis tidak larut dalam eter, benzena, heksan, kloroform (Anonim, 1995). Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah satu jenis vitamin yang memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu mengkonversi karbohidrat menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Di samping itu, vitamin B1 juga membantu proses metabolisme protein dan lemak. Bila terjadi defisiensi vitamin B1, kulit akan mengalami berbagai gangguan, seperti kulit kering dan bersisik. Tubuh juga dapat mengalami beri-beri, gangguan saluran pencernaan, jantung, dan sistem saraf. Untuk mencegah hal tersebut, kita perlu banyak mengonsumsi banyak gandum, nasi, daging, susu, telur,
dan tanaman kacang-kacangan. Bahan makanan inilah yang telah terbukti banyak mengandung vitamin B1 (anonim, 2012). Thiamin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan berbagai metode yang pemilihannya tergantung pada bentuk sediaan dan effektrifitasnya. Metode yang sering digunakan ada 6 metode yaitu:
a) Metode fluorometri dari tiokrom Tiamin yang ditambah dengan kalium heksasianoferat (III) akan teroksidasi menghasilkan tiokrom yaitu suatu senyawa yang berfluoresensi biru. Kadar tiamin akan sebanding dengan intesitas fluoresensi yang dapat diukur dengan fluorometer b) Metode kolorimetri Dasar metode ini adalah reaksi antara tiamin yang telah didiazotasi dengan 6aminotimol yang akan memperpanjang kromofor sehingga menimbulkan warna. Intensitas warna ini diukur dengan melihat serapannya pada λ tertentu. Intensitas serapan ini akan sebanding dengan kadar tiamin. c) Metode asidi alkalimetri Hidroklorida pada tiamin HCl dapat dititrasi dengan NaOH 0,1N dengan menggunakan indikator brom timol biru. d) Metode titrasi bebas air Tiamin HCl dalam asam asetat glasial dapat dtitrasi dengan asam perklorat jika sebelumnya ditambahkan Hg asetat berlebihan. Kedua atom nitrogen tertitrasi maka berat ekivalennya setara dengan setengah Bmnya. e) Metode argentometri Klorida pada tiamin HCl dapat ditetapkan secara argentometri. Dengan penambahan AgNO3 maka ion klorida akan mengendap sebagai AgCl2. Jumlah AgNO3 akan setara dengan jumlah CL- dengan demikian setara juga dengan jumlah tiamin HCl. f) Metode gravimetri Tiamin dalam tablet dan dalam injeksi dapat ditetapkan secara gravimetri dengan mengendapkan larutan tiamin dengan asam silikowolframat (Sudjadi, dan Rohman,2004; Hashmi, 1979).
III.
Kandungan Sampel Tiap tablet Neuralgin mengandung: 1. Methampyrone 500mg 2. Thiamine HCl 50 mg 3. Pyridoxine HCl 50 mg 4. Cyanocobalamin 5. Trimethylxanthine
IV.
Pemerian Sampel Tablet Warna : Putih dengan bintik merah jambu Bentuk : Lonjong Rasa : Pahit Tablet NEURALGIN RX diproduksi oleh KALBE, Reg. No. DKL 851160380941 ED: 12/2012, HET: Rp5300,00 V. Metode Penetapan Spektrofotometri UV VI. Cara Kerja a. Pembuatan Larutan Stok Vitamin B1 500µg/ml Ditimbang 25 mg Vitamin B1, dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 50 ml sampai tanda tera b. Pembuatan Larutan Bromo Thymol Biru 0,05% Ditimbang 50 mg, dilarutkan dengan etanol 95% dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera Disonifikasi dengan sonikator Apabila masih ada partikel yang belum terlarut, disaring dengan kertas saring c. Pemilihan panjang gelombang serapan maksimum Dipipet 4 ml dari larutan induk, dimasukkan dalam labu takar 25 ml Ditambahkan 2 ml dapar amonia, ditambah 3,3 ml Bromo Thymol Blue 0,05% Ditambah aquadest sampai tanda tera Ditentukan λmax dengan scanning pada daerah 400-800nm d. Pembuatan kurva baku Dipipet larutan induk sebanyak 2; 2,5 ; 3; 3,5 ; 4 ml, masing-masing dimasukkan dalam labu takar 25 ml
Ditambahkan 1,2 ml dapar amonia Ditambahkan 2,7 ml BTB 0,05% Diencerkan dengan aquadest sampai tanda tera Dibaca absorbansi pada λ max hasil scanning Dibuat kurva baku e. Penyiapan sampel Ditimbang 10 tablet Neuralgin, ditimbang satu-persatu Digerus sampai halus 10 tablet Neuralgin, ditimbang 1500 mg serbuk Neuralgin Dilarutkan dengan NaOH 0,1 N 20 ml dalam labu Erlenmeyer Disari dengan kloroform 3 kali @ 10 ml Diambil sari kloroform, diuapkan sampai kering Dilarutkan dengan HCl 0,1 N dalam labu takar 50 ml sampai tanda tera
f. Pengukuran kadar sampel Dipipet 5 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml Ditambahkan 1,5 ml dapar ammonia dan 3 ml BTB 0,05% Ditambahkan aquadest hingga tanda tera Diukur absorbansi pada λ max hasil scanning Diplotkan pada kurva baku
VII.
Data Percobaan A. Penimbangan 20 tablet Neuralgin Bobot kertas timbang = 0, 3055 g No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Bobot Tablet (gram) 0.6473 0.645 0.6477 0.6543 0.6475 0.6364 0.6636 0.659 0.6517 0.6583 0.6534 0.646 0.6545 0.649 0.6513 0.6569 0.6562 0.6534 0.6581 0.6517
Kadar purata tablet = 13,0413: 20 = 0,652 gram B. Penimbangan Brom Thymol Blue Bobot kertas timbang = 0,2951 g Bobot bromo thymol blue = 0,0505 g C. Penimbangan pembuatan NaOH 0,1 N Bobot kertas timbang = 0,2651 g Bobot kertas timbang + NaOH = 1,2675 g Bobot NaOH = 1,0024 g D. Pembuatan dapar amonia pH 7,6 Larutkan 67,5 g amonium klorida dalam 570 ml amonia pekat P dan encerkan dengan aquadest ad 1000 ml Amonium klorida = = 3,375 g
Amonium pekat = 28,5 ml E. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N M1.V1.n = M2.V2.n n = valensi = 1 N1.V1 12,06 N. V1
= =
N2.V2 0,1 N. 25 ml
= 0,207 ml F. Pembuatan Larutan Baku Vitamin B1 Bobot kertas timbang = 0,2609 g Bobot kertas timbang + Vitamin B1 = 0,3612 g Bobot Vitamin B1 = 0,1010 g Bobot kertas timbang + sisa = 0,2610 g Bobot Vitamin B1 yang dilarutkan = 0,1002 g G. Penimbangan Sampel Bobot kertas timbang = 0,2681 g Bobot kertas timbang + sampel = 1,7682 g Bobot sampel = 1,5001 g H. Data Absorbansi Kurva Baku Kadar (mg%) 1 1,25 1,5 1,75 2 2,25
Absorbansi 0,388 0,422 0,440 0,599 0,648 1,043
I. Data Absorbansi Sampel Faktor Pengenceran = Replikasi ke1 2 3
= 100 Absorbansi 0,542 0,580 0,587
Faktor Pengenceran 100x 100x 100x
VIII.
Penetapan Kadar Vitamin B1 Persamaan kurva baku: A = -0,1737 B = 0,4699 r = 0,8970 Persamaan kurva baku: y = 0,4699x – 0,1737 Perhitungan kadar Vitamin B1 dalam sampel: Replikasi 1 x =
mg%
x=
mg%
x = 152,3090 mg% Replikasi 2 x =
mg%
x=
mg%
x = 160,3958 mg% Replikasi 3 x =
mg%
x=
mg%
x = 161,8855 mg% Kadar Vitamin B1 dalam sampel rata-rata = 158,1968 mg% Jadi banyaknya vitamin B1 dalam sampel: Berat sampel (mg)=
x berat purata 20
tablet =
x 0,652 gram
= 1,719 gram
Parameter perhitungan kadar vit B1 : SD = 5,1531 CV= SD/purata kadar x 100%= 5,1531/158,1968 x 100%= 3,2573%
Recovery = =
X 100% X 100%
= 3438 % SE = 2,9751
l.e.
= ± t 2,9751 = ± 4,03 2,9751 = ± 11,9896
Rentang kadar Rentang bobot vit B1
= 146,2072 mg% ≤ x ≤ 170,1864 mg% = 1,589 gram ≤ x ≤ 1,849 garam
VII. PEMBAHASAN Dalam praktikum
ini, dilakukan penetapan kadar thiamin dalam sampel tablet
Neuralgin . Penetapan kadar vitamin B1 tunggal tanpa campuran dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yaitu : 1. Metode Titrasi Bebas Air Prinsip : melibatkan titrasi langsung terhadap garam thiamin dengan
asam
perklorat berdasarkan sifat basa lemah dari thiamin pada asam asetat glasial. 2. Metode Kolorimetri Prinsip : reaksi antara thiamin dengan 6 – aminotimol yang telah didiazotasi sehingga menghasilkan warna kuning yang intens. Warna kuning yang terjadi disebabkan adanya perpanjangan kromofor dari 6- aminothymol . Absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada daerah visible ( λ = 400 – 800 nm ). 3. Metode asidi – alkalimetri Prinsip : hidroklorida pada thiamin HCl dititrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N dengan menggunakan indikator biru brom timol. 4. Metode Gravimetri Prinsip : terjadinya reaksi antara larutan asam silikowolframat [ H4(W12SiO40) ] dengan thiamin membentuk endapan yang tidak larut, kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk penetapan kadar vitamin B1 secara gravimetric. 5. Metode Spektrofluorometri Prinsip : terjadinya reaksi oksidasi thiamin oleh K3Fe(CN)6 dalam larutan alkali menjadi thiokrom yang mempunyai struktur rigid dan kaku serta berfluoresensi biru. 6. Metode Spektrofotometri UV Prinsip : Thiamin HCl memberikan serapan pada daerah UV yang tergantung pH larutan. pH yang digunakan adalah pH 2 atau 7.
7. Metode argentometri Prinsip : berdasarkan metode Volhard yang suasananya harus asam sebab jika dalam suasana basa maka akan terjadi reaksi antara perak nitrat dengan basa membentuk Ag (OH) yang pada tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O akibatnya perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga bereaksi dengan basa. Dari berbagai metode tersebut, metode terbaik dan yang paling spesifik untuk menetapkan kadar vitamin B1 adalah metode spektrofluorometri karena thiamin hidroklorida diubah menjadi senyawa yang rigid dan kaku sehingga bisa ditetapkan berdasarkan fluoresensi yang terjadi. Energi yang diperlukan untuk berfluoresensi lebih kecil dibanding energi untuk absorpsi sehingga pengukuran dilakukan pada λ yang lebih panjang. Metode ini memberikan sensitivitas yang tinggi karena absorban yang dihasilkan lebih besar. Selain itu, metode ini juga lebih selektif karena hanya senyawa yang memiliki kromofor, auksorom, rigid dan kaku struktur inilah yang dapat terdeteksi. Namun demikian, pada praktikum ini tidak dapat digunakan spektrofluorometri karena tidak tersedianya alat tersebut di laboratorium analisis farmasi atau analisis obat kosmetik dan makanan. Pada praktikum kali ini, setelah dilakukan pencarian di sejumlah pustaka, diputuskan untuk menggunakan metode spektofotometri UV karena penetapan kadar dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Selain hal di atas,
yang menjadi dasar pemilihan metode
spektrofotometri UV ialah struktur kimia Thiamin HCl yang memiliki ikatan rangkap konjugasi yang cukup untuk menyerap radiasi pada λ di daerah sinar UV (200-380 nm), di samping itu thiamin HCl memiliki gugus auksokrom yang dapat meningkatkan intensitas serapan .
auksokrom HOH2CH2C
H 2N
S
CH3
N
Cl-.HCl N H3 C
N C H2
kromofor
Prinsip dasar penetapan thiamin HCl dengan spektrofotometri UV ialah pada daerah UV, thiamin HCl memberikan serapan tergantung pH. Pada pH 7 ada dua panjang gelombang yang dapat digunakan, yaitu pada λ 232-233 nm, diperoleh E =345; pada
λ 266 nm,
diperoleh E = 425. Untuk membuat pH 7, digunakan buffer fosfat. Sedangkan pada pH 2,
panjang gelombang yang dapat digunakan ialah pada λ max 246 nm, diperoleh E = 425. Meskipun bisa mendeteksi secara spesifik, analisis kuantitatif dengan spektrofotometer uv harus didahului dengan pemisahan analit dari campuran yang dapat mengganggu dalam pengukuran absorbansi. Pemisahan tersebut harus dilakukan karena analit bukan berupa zat tunggal namun berada bersama dengan senyawa-senyawa lain yaitu antalgin dan trimetilxantin/kafein. Pemisahan praanalisis dilakukan dengan cara ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut organik kloroform. Sebelum dilakukan ekstraksi pertama kali, serbuk sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kemudian dilarutkan dengan NaOH 0,1 N sebanyak 20 ml dan digojog homogen. Setelah penambahan NaOH didapatkan larutan berwarna kuning. Tujuan penambahan NaOH tersebut adalah untuk mengubah thiamin HCl menjadi basa bebasnya yaitu thiamin dengan melepaskan molekul HCl. Langkah selanjutnya adalah melakukan ekstraksi dengan kloroform sebanyak 10 ml dan dilakukan sebanyak 3 kali. Digunakan kloroform sebagai penyari dengan alasan dapat menarik thiamin dan kafein yang mana keduanya larut dalam kloroform karena bersifat nonpolar dan berada dalam bentuk molekulnya. Adapun antalgin, akan terpartisi ke fase air yaitu larutan NaOH. Fase kloroform ditampung kemudian diuapkan dalam lemari asam dengan cara menaruh fase kloroform di cawan porselen yang diletakkan di atas Beaker yang telah diisi dengan air mendidih. Setelah kloroform menguap seluruhnya, didapatkan massa berwarna kehijauan seperti pasta. Residu tersebut selanjutnya ditimbang kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N. Tujuan penambahan HCl ini adalah untuk mengembalikan thiamin menjadi bentuk garamnya yaitu thiamin HCl yang larut air dan dapat terpisah dengan kafein yang tidak larut dalam air. Untuk keperluan pembuatan kurva baku, dibuat stok larutan thiamin HCl dengan kadar 500 µg/ml pH 2. Kemudian larutan diencerkan untuk mendapatkan seri kadar tertentu dengan pH yang tetap untuk dilakukan scanning lambda maksimal menggunakan spektrofotometer. Lambda maksimal inilah yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan thiamin yang sudah dibuat. Pengukuran pada lambda ini dilakukan karena beberapa hal, antara lain: 1. Pada panjang gelombang (lambda) maksimal, kepekaannya juga maksimal, artinya perubahan kecil absorbansi untuk tiap satuan kadar adalah yang paling besar.
2. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. 3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika panjang gelombang maksimal.
Scanning dan pengukuran absorbansi larutan dilakukan pada pH 2 karena pada pH ini senyawa ini berada dalam kondisi paling stabil, jika pH larutan dinaikkan menjadi basa, akan terjadi hidrolisis thiamin HCl. Scanning dilakukan pada rentang 200-300 nm karena thiamin menyerap sinar pada panjang gelombang UV. Lambda maksimal yang diperoleh adalah 242 nm, dan digunakan untuk mengukur absorbansi larutan. Absorbansi yang diukur harus masuk range 0,2 – 0,8 karena dalam range ini, kesalahan relatif yang terjadi minimal.
Absorbansi pada range 0,2 – 0,8 ini diperoleh dari kadar larutan yang dapat diprediksi dari nilai
yang merupakanabsorbansi suatu senyawa yang diukur pada konsentrasi 1%
b/v (1g/100 ml) dengan tebal kuvet 1 cm dan dengan pelarut tertentu. Nilai E ini karakteristik pada setiap senyawa. Misal jika suatu larutan 1% mempunyai harga E 844, maka untuk memperoleh absorbansi antara 0,2 – 0,8 dapat dilakukan dengan mengencerkan larutan 2000
kali (konsentrasinya menjadi 0,5 mg/100 ml) sehingga akan memberikan absorbansi sekitar 0,422 (Gandjar, dan Rohman, 2007).. Langkah berikutnya ialah membuat seri kadar larutan thiamin standar, yaitu konsentrasi
1,00 mg/100mL; 1,25 mg/100mL; 1,5 mg/100mL; 1,75 mg/100mL; 2,00
mg/100mL; dan 2,25 mg/100ml dengan cara mengencerkan larutan thiamin standar 500µg/ml.Larutan yang digunakan untuk mengencerkan thiamin ialah aquades, karena thiamin HCl mudah larut dalam aquades (1 gram larut dalam 1 ml air). Pada langkah selanjutnya, diambil 5 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan ditambah aquadest hingga tanda tera. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi pada λ 242 nm yang merupakan λmaks yang diperoleh dari hasil scanning. Dari hasil pengukuran absorbansi diperoleh kadar rata-rata sampel thiamin dalam sediaan tablet 158,1968 mg/100mL. Pada etiket tertulis kadar thiamin HCl 50 mg, sedangkan dari percobaan diperoleh kadar rata-rata thiamin HCl dalam tablet 1,719 gram maka dapat disimpulkan bahwa dengan metode spektofotometri UV bobot tiamin yang dihasilkan lebih dari 50 mg dari jumlah yang diteliti. Kesalahan ini mungkin disebabkan karena dalam waktu melakaukan ekstraksi ada sedikit analit yang ikut larut dan terbaca dalam spektrofotometer UV pada λ 242 nm seperti kafein dan metampiron,.analit tersebut sebagai faktor pengganggu dan mengecaukan hasil analisis karena selain memiliki serapan pada λ 242 nm, tetapi juga memiliki prosentasi bobot dalam tablet yang lebih tnggi dari tiamin, khususnya metampiron yang bobotnya mencapai 500 mg per tablet. Perolehan kembali (recovery) yang didapat adalah 34338 %. Nilai ini menunjukkan akurasi dari metode yang digunakan. Karena menghasilkan harga recovery yang sangat besar, maka metode ini tidak memiliki akurasi yang baik. CV atau kesalahan acaknya sebesar 3,2573%. Nilai ini menunjukkan presisi dari suatu metode. Metode yang baik memiliki CV < 5 %, maka dapat disimpulkan bahwa metode spektofotometri UV yang digunakan memiliki presisi yang baik. Hasil ini menunjukkan bahwa metode spektrofotometri UV pada percobaan tidak tepat dan teliti untuk penetapan kadar Thiamin HCl ® dalam sediaan tablet.
Kesimpulan 1. Penetapan kadar tiamin dapat ditetapkan dengan sepktrofometer UV, tetapi hasilnya kurang akurat, karena kadar tiamin yang dihasilkan 158,1968 mg% atau bobot percobaannya 1,719 gram sedangkan dalam kemasanya mengandung tiamin HCl sebanyak 50 mg. 2. CV atau kesalahan acaknya sebesar 3,2573% sehingga disimpulkan bahwa metode spektofotometri UV yang digunakan memiliki presisi yang baik. 3. Metode yang paling sensitive untuk mendeteksi kadar tiamin HCl dalam sediaan adalah metode spektrofluometri dibanding dengan spektrofotometer uv 4. Rentang kadar dan bobot hasil praktikum adalah Rentang kadar = 146,2072 mg% ≤ x ≤ 170,1864 mg% dan Rentang bobot vit B1 = 1,589 gram ≤ x ≤ 1,849 garam. Daftar Pustaka Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Anonim, 2012, wikipedia. com diakses tanggal 25 mei 2012 jam 1.32 Cunnif, Patricia, 1995, Official Methods of Analysis of AOAC International, 16th Edition, Volume II, AOAC International, USA Day, R.A, Underwood, A.L., 1996, Analisis Kimia Kualitatif, Edisi 5, Penerbit Erlangga, Surabaya Fatah, A.M., 1982, Volumetri dan Gravimetri, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Gandjar Ibnu Gholib, dan Rohman Abdul, 2007, Kimia Farmasi Dasar, Pustaka Pelajar, Jogjakarta Hashmi, M., Haque, 1973, Assay of Vitamin in Pharmaceutical Preparation, John Wiley and Sons, New York. Moffat, A.C., 1986, Clarke’s Isolation and Identification of Drugs, The Pharmaceutical Press, London Sudjadi,dkk. 2004, Analisa Obat dan Makanan, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
View more...
Comments