Laporan Praktikum Uji Puntir

October 23, 2017 | Author: suselo_suluhito | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Praktikum Uji Puntir...

Description

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul C Uji Puntir Oleh :

Kelompok

:9

Anggota (NIM)

: Jonathan RMS

(13108057)

Isra Hadi

(13108059)

Alfian Sulthoni

(13108061)

Andi Mochammad AIM

(13108067)

Edo Prawiratama

(13108074)

Tony Kosasih

(13108094)

Suselo Suluhito

(13108095)

Tanggal Praktikum

: 4 Mei 2010

Nama Asisten (NIM)

: Annisa Paramastuti

Tanggal Pengesahan

: 6 Mei 2010

(13707023)

Laboratorium Metalurgi Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tegangan geser terjadi secara parallel pada bidang material, berbeda dengan tegangan normal yang tegak lurus dengan bidang. Kondisi tegangan geser dapat terjadi dengan melakukan geseran secara langsung(direct shear) dan tegangan punter (torsional Stress). Fenomena geseran secara langsung dapat dilihat pada saat kita menancapkan paku ke balok kayu. Pada setiap permukaan di paku dan kayu yang pbersinggung langsung dengan paku akan mengalami geseran secara langsung. Sedangkan fenomena tegangan puntiran, dapat terjadi apabila suatu specimen mengalami momen torsi. Dengan adanya tegangan geser, maka respon yang diterima oleh material pun berbeda. Tujuan Praktikum Tujuan dari uji puntir adalah: 1. Mengetahui standard an prosedur Uji Puntir 2. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material 3. Mampu menghitung besaran-besaran sifat mekanik material dari Uji Puntir 4. Memahami mekanisme terbentuknya patahan material oleh tegangan geser

BAB II Teori Dasar

Pengujian puntir menggunakan alat uji puntir (dalam percobaan, mesin uji yang digunakan adalah Tarno Grocki) yang dihubungkan ke komputer. Mesin uji ini terdiri dari beberapa bagian, yang pertama adalah twisting-head, yang berfungsi untuk mencengkram ujung spesimen dan memberi momen torsi kepada spesimen tersebut. Yang kedua adalah weighting-head. Fungsi dari weighting-head ini adalah mencengkram ujung spesimen yang lain, dan mengukur momen torsi. Deformasi yang terjadi pada spesimen terukur pada sebuah alat yang bernama troptometer. Spesimen yang digunakan dalam uji puntir adalah Baja ST37. Rumus yang berlaku di uji Puntir adalah : Tegangan geser



Regangan geser

T.r J



 ..r L

Untuk momen inersia polar (J), rumusnya adalah :

J

 .D 4 32

Dari data yang didapat dari percobaan, yaitu momen torsi dan jumlah putaran hingga spesimen patah, diolah dalam beberapa tahap hingga kita dapatkan data momen torsi terhadap sudut puntir. Kedua data ini kita plot dalam kurva, sehingga akan terbentuk kurva sebagai berikut : Disamping ini adalah kurva momen puntir terhadap sudut puntir. Rumus tegangan geser diatas, dapat diterapkan untuk mencari tegangan geser pada daerah elastis. Untuk daerah plastis, rumus ini tidak berlaku, karena hubungan momen puntir dengan sudut puntir sudah tidak linear lagi. Untuk dapat mengetahui tegangan geser pada daerah plastis, salah satu cara yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus :

a 

1 ( BC  3CD ) 2. .a 3

   '.r

dimana

'

 L

Agar lebih jelas, penggunaan rumus ini diterapkan dalam kurva momen puntir vs sudut puntir per satuan panjang.

Sifat-sifat mekanik dari uji puntir Sifat mekanik adalah respon material terhadap pembebanan yang dilakukan pada material tersebut. Pada uji puntir, akan didapat sifat-sifat mekanik antara lain Modulus Elastisitas Geser, Modulus of Rupture, dan Kekuatan Luluh Puntir (Torsional Yield Strength). Modulus Elastisitas Geser (G) Modulus Elastisitas Geser menunjukkan ukuran kekakuan dari suatu material pada daerah elastisnya. Dalam pengujian puntir, harga Modulus Elastisitas Geser (G) didapatkan melalui perbandinga tegangan geser (τ) dengan regangan geser (γ) yang terjadi pada daerah elastisnya.

 T .L   J .

G Keterangan : G

: Modulus Elastisitas Geser

T

: Momen torsi

τ

: Tegangan geser

L

: Panjang spesimen

γ

: Regangan geser

J

: Momen inersia polar

θ

: Sudut puntir

Modulus of Rupture Yang dimaksud dengan Modulus of Rupture adalah tegangan geser maksimum akibat beban puntir maksimum saat terjadi patah pada material. Persamaannya adalah :

u  Keterangan : τu

: Modulus of Rupture

3.M max 2. .a 3

Mmax : Momen torsi maksimum a

: Jari-jari penampang spesimen

Kekuatan Luluh Puntir (Torsional Yield Strength) Yang dimaksud dengan Kekuatan Luluh Puntir adalah batas tegangan geser sebelum material mengalami deformasi plastis. Untuk mencari kekuatan lulu ini, dapat digunakan metode yang dilakukan juga pada pencarian kekuatan luluh uji tarik, yaitu metode offset, dengan ketentuan 0.004 rad dalam grafik momen puntir terhadap sudut puntir.

Kriteria Tresca dan Von Mises Kriteria Tresca dan Von Mises dapat digunakan untuk mengetahui faktor keamanan (safety factor) suatu material agar kegagalan dapat diminimalisir pada saat perancangannya. Kriteria Tresca Luluh pada spesimen terjadi saat tegangan geser maksimum mencapai nilai tegangan geser pada uji tarik uniaksial

  2.

dan



 2

Kriteria Von Mises Spesimen mengalami luluh apabila invariant kedua pada deviator tegangan melampaui harga kritis tertentu.

  3.

dan



 3

Standar pengujian ini menggunakan ASTM E 143. Prosedur percobaan ini adalah: 1. Ukur dimensi dari spesimen 2. Ukur harga kekerasan awal 3. Pilih beban momen puntir skala penuh pada mesin uji puntir. 4. Tentukan kecepatan puntiran dan kecepatan kertas

5. Letakkan spesimen pada mesin uji puntir dan pastikan spesimen terpasang dengan kuat 6. Beri tanda pada spesimen dengan tinta atau tip-ex 7. Jalankan mesin uji puntir, 8. Perhatikan perubahan yang terjadi pada pena dan kertas perekam data 9. Saat spesimen patah, lepaskan spesimen dari mesin uji puntir 10. Ukur diameter di tempat patahan dan daerah deformasi plastis

Besaran-besaran mekanik yang didapat dari pengujian ini adalah: 1. Modulus elastisitas geser Modulus elastisitas geser merupakan ketahanan atau kekakuan spesimen terhadap beban oleh momen puntir. Nilai modulus elastisitas geser merupakan perbandingan nilai tegangan geser terhadap regangan gesernya. 2. Modulus of rupture(Ultimate Torsional Shearing Strenght) Kekuatan tegangan geser maksimum yang menyebakan spesimen patah 3. Konstanta strain hardening Konstanta strain hardening digunakan untuk mengetahui pertambahan kekerasan spesimen pada pengujian puntir 4. Kekuatan luluh geser/torsion yield strength Kekuatan luluh geser merupakan tegangan geser maksimum pada daerah elastis agar spesimen dapat kembali ke bentuk semula ketika tegangan geser dihilangkan

Uji tarik dan uji puntir mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pengujiannya. Kelebihan uji puntir adalah sebagai berikut: 1. Tidak mengalami fenomena necking 2. Nilai koefisien n dan K untuk strain hardening lebih akurat karena mempunyai deformasi plastis yang lebih panjang 3. Patahan yang terjadi akibat tegangan geser murni 4. Hasil pengukuran mengenai plastisitas lebih banyak dan mendasar

Sedangkan kekurangan uji puntir adalah sebagai berikut: 1. Pengolah data lebih rumit dan memakan waktu yang lama 2. Jika spesimen yang digunakan adalah benda pejal, maka nilai tegangan geser yang terjadi tidak merata pada permukaan hingga bagian dalam spesimen

Pada uji tarik, mempunyai kelebihan sebagai berikut: 1. Pengolahan data tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama 2. Lebih mudah mengetahui pengaruh tegangan normal terhadap regangan pada spesimen

Sedangkan kekurangan uji tarik adalah sebagai berikut: 1. Mengalami necking 2. Hasil pengukuran mengenai plastisitas kurang akurat 3. Daerah deformasi plastis lebih kecil

Setelah dilakukan pengambilan data dari uji puntir, makan dilakukan pengolahan data dengan data-data sepagai berikut: 1. Membuat kurva M terhadap N =2

2. Membuat kurva M terhadap θ, dengan persamaan

3. Membuat kurva M terhadap θ’, dengan persamaan ′ =

4. Membuat kurva τ terhadap γ, dengan persamaan sebagai berikut: Pada daerah elastis, digunakan persamaan: τ

=

16

Kemudian pada daerah plastis, digunakan persamaan: τ

+3 2

=

Untuk mendapatkan nilai digunakan persamaan: =

5. Membuat kurva σ terhadap ε dengan persamaan sebagai berikut: Untuk Tresca digunakan persamaan:

  2.

dan



 2

Sedangkan untuk Von Misses digunakan persamaan:

  3.

dan



 3

6. Membuat kurva ln σ terhadap ln ε, kemudian cari nilai K dan n.

Setelah terjadi yielding pada pengujian, maka spesimen akan mengalami deformasi plastis yang ditandai dengan adanya tegangan luluh (torsion yield strength). Ada 2 kriteria luluh pada material ulet. Yaitu kriteria luluh Von Mises dan kriteria luluh Tresca. Yang dimaksud dengan kriteria luluh Von Mises adalah bahwa material akan luluh ketika energi distorsi sampai ke titik kritisnya. Kemudian ada juga kriteria luluh Tresca yang menjelaskan bahwa material akan luluh ketika tegangan geser maksimum mencapai nilai tegangan geser pada uji tarik. Kemudian untuk aplikasi, Von Mises lebih digunakan untuk engineering design sedangkan Tresca lebih digunakan untuk Metal Forming.

BAB III DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

DATA UJI PUNTIR

Material

: ST37

Panjang awal spesimen

: 60 mm

Diameter spesimen

: 6.65 mm

Kecepatan puntir mesin

: 16 rpm

Kekerasan awal (rata-rata)

: 37.5 HRA

Diameter spesimen di tempat yang terdeformasi : 6.6 mm Diameter spesimen di tempat yang patah

: 6.5 mm

Panjang akhir

: 60.3 mm

Kekerasan setelah pengujian (rata-rata)

: 51.17 HRA

Mesin uji

: Tarno-Grocki

Tanggal pengujian

: 4 Mei 2010

Asisten

: Annisa

Dari mesin uji, data yang pertama kali diperoleh adalah kurva momen torsi (Mt) dan jumlah putaran (n). Grafik yang diperoleh diperbaiki sehingga diperoleh grafik dengan data-data sebagai berikut (di halaman berikutnya) :

n (jumlah putaran)

Mt (N x m)

0

3.226395703

0.392

276.3683344

0.792

342.9422555

1.184

388.0331027

1.576

432.1009465

1.976

465.387907

2.368

489.5465285

2.768

507.7245141

3.16

521.1809449

3.56

533.3782945

4

543.9231

4.392

553.99575

4.784

562.1797781

5.184

568.8686473

5.576

574.0623574

5.976

576.5805199

6.368

580.2790711

6.768

584.5284703

7.16

588.6204844

7.6

594.4437352

7.992

596.8832051

8.392

599.1652898

8.784

598.0635938

Grafik Momen Torsi - Jumlah Putaran 700 600 500 Mt (N x m)

400 300 200 100 0 0

2

4

6

8

10

n (jumlah putaran)

Data ini kemudian diubah ke dalam data momen torsi dan sudu puntir. Sudut puntir dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

  2. .n

 = sudut puntir (rad) n = jumlah putaran Mt (N x m)

θ (rad) 0 2.46176 4.97376 7.43552 9.89728 12.40928 14.87104 17.38304 19.8448 22.3568 25.12 27.58176 30.04352 32.55552 35.01728 37.52928 39.99104 42.50304 44.9648 47.728 50.18976 52.70176 55.16352

3.226395703 276.3683344 342.9422555 388.0331027 432.1009465 465.387907 489.5465285 507.7245141 521.1809449 533.3782945 543.9231 553.99575 562.1797781 568.8686473 574.0623574 576.5805199 580.2790711 584.5284703 588.6204844 594.4437352 596.8832051 599.1652898 598.0635938

Untuk grafik ada di halaman selanjutnya.

Grafik Momen Torsi - Sudut Puntir 700 600 500 Mt (N x m)

400 300 200 100 0 0

10

20

30 θ (rad)

40

50

60

Dari data dan grafik ini kita olah kembali menjadi data momen torsi dan sudut puntir per satuan panjang. Sudut puntir per satuan panjang diperoleh dari rumus berikut :

 '

 L

θ’ = sudut puntir per satuan panjang spesimen (rad/m) θ = sudut puntir (rad) L = panjang spesimen (m) Mt (N x m) 3.226395703 276.3683344 342.9422555 388.0331027 432.1009465 465.387907 489.5465285 507.7245141 521.1809449 533.3782945 543.9231 553.99575 562.1797781 568.8686473 574.0623574 576.5805199 580.2790711 584.5284703 588.6204844 594.4437352 596.8832051 599.1652898 598.0635938

θ' (rad / m) 0 41.02933333 82.896 123.9253333 164.9546667 206.8213333 247.8506667 289.7173333 330.7466667 372.6133333 418.6666667 459.696 500.7253333 542.592 583.6213333 625.488 666.5173333 708.384 749.4133333 795.4666667 836.496 878.3626667 919.392

Grafik Momen Torsi Sudut per Satuan Panjang 700 600 500 Mt (N x m)

400 300 200 100 0 0

200

400

600

800

1000

θ' (rad / m)

Pengolahan data selanjutnya adalah mengubah data dari grafik diatas menjadi data tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya. Dari grafik diperoleh data berikut : Mtyield = 270.572 Nm θ'yield = 38.095 rad/m Pada daerah elastis, tegangan sebenarnya dapat dicari dengan rumus berikut :



Mt.r J

MT = momen puntir (Nm), r = jari – jari penampang (m), J = Momen Inersia Polar (m4) Pada daerah plastis, tegangan sebenarnya dapat dicari dengan rumus berikut :

 τ

1 (3CD  BC ) 2 a 3

= tegangan geser (N/m2) a

= jari-jari (m)

Sementara regangan sebenarnya dapat dicari dengan rumus berikut :



 ..r L

L = panjang spesimen (m)

Ѳ = sudut puntir (rad) r = jari-jari Dengan pengolahan secara grafis(grafik terlampir), diperoleh data dan grafik sebagai berikut: 1. Untuk daerah elastis gamma 0 0.126665875

tao elastis (MPa) 55.90401879 4688.222885

Angka yang dicetak hijau adalah tegangan geser luluh spesimen.

Modulus elastisitas geser dapat diperoleh dengan rumus berikut : G = Δtao / Δgamma Sehingga nilai G = (4688.222885 – 55.904019) / (0.126665875 – 0) = 36571.17 MPa . Kurva ada di halaman berikutnya.

Grafik Tegangan Geser Regangan Geser (daerah elastis) 5000 4000 tao (MPa)

3000 2000 1000 0 0

0.05

0.1 gamma

0.15

2. Untuk daerah plastis γ 0.4694235 0.910421575 1.306256175 1.6941673 2.07416825 2.47000285 2.86583745

τ plastis (MPa) 6293.429634 7159.731689 7541.923772 7796.718494 7898.636383 8076.992688 8153.431105

Angka yang dicetak hijau adalah tegangan geser maksimum (kekuatan geser maksimum) spesimen. Gambar ada di halaman berikutnya.

Grafik Tegangan Geser Regangan Geser (daerah plastis) 9000 8000 7000 6000 5000 tao (MPa) 4000 3000 2000 1000 0 0

1

2

3

4

gamma

Data dan grafik tegangan dan regangan geser diatas kemudian kita ubah ke data tegangan dan regangan normal. Dalam hal ini, digunakan 2 metode untuk memperoleh data tegangan dan regangan normal yaitu metode Tresca dan metode von Misses.

Untuk kriteria Tresca digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

  2. 

 2

σ (MPa) 12586.85927 14319.46338 15083.84754 15593.43699 15797.27277 16153.98538 16306.86221

e 0.23471175 0.455210788 0.653128088 0.84708365 1.037084125 1.235001425 1.432918725

Untuk metode von Misses digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

  3.

 σ (MPa) 10900.53988 12401.01905 13062.99516 13504.31256 13680.83953 13989.76171 14122.15693

 3 e 0.271021784 0.525632141 0.754167354 0.978127947 1.197521597 1.42605681 1.654592023

Grafik sigma - epsilon 18000 16000 14000 12000 sigma (MPa)

10000 8000 6000 4000 2000 0 0

0.5

1

1.5

2

epsilon

Cetak biru : grafik dengan kriteria Tresca Cetak merah : grafik dengan metode von Misses

Data diatas kemudian diubah ke data log sigma dan log epsilon, lalu dipetakan ke dalam grafik sebagai berikut : Untuk kriteria Tresca log sigma 4.099917376 4.155926743 4.178512134 4.19294185 4.198582117 4.208279685 4.212370402

log epsilon -0.629465168 -0.341787455 -0.185001639 -0.072073701 0.015813986 0.091667459 0.156221558

Untuk metode von Misses log sigma 4.037448008 4.093457375 4.116042766 4.130472481 4.136112749 4.145810317 4.149901033

log epsilon -0.5669958 -0.279318086 -0.122532271 -0.009604332 0.078283355 0.154136827 0.218690926

Grafik log sigma - log epsilon 4.25 y = 0.1416x + 4.1976 4.2 y = 0.1416x 4.15 + 4.1263 log sigma 4.1 4.05 4 -0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

log epsilon

Untuk mencari nilai konstanta kekuatan (K) dan koefisien pengerasan regangan (n), digunakan persamaan berikut : sigma

=

log sigma =

K x epsilonn log K + n x log epsilon

Dari grafik dan data diatas dan dengan regersi linear, diperoleh nilai log K dan n sebagai berikut :

Untuk kriteria Tresca log K = 4.1976 K = 15739.83 MPa n = 0.141

Untuk metode von Misses log K = 4.1263 K = 13365.96 MPa n = 0.141

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN Pada pengujian puntir, idealnya dimensi specimen sebelum dan setelah pengujian tidak mengalami perubahan dimensi. Namun setelah dilakukan pengujian punter pada specimen baja ST 37, ternyata dimensi specimen setelah pengujian berbeda dengan dimensi sebelum pengujian. Dimensi panjang specimen sebelum pengujian adalah sebesar 60 mm, sedangkan diameternya adalah 6.65 mm. Namun, dimensi specimen setelah pengujian berubah menjadi 60.3 mm untuk panjangnya dan 6.6 mm untuk diameternya. Hal ini disebabkan oleh pemasangan specimen pada alat uji yang kurang pas dan alat uji yang belum dikalibrasi sehingga menyebakan dimensi specimen sedikit berubah dari kondisi awalnya. Nilai kekerasan pada specimen meningkat setelah dilakukan pengujian puntir. Hal ini terlihat dari nilai kekerasan awal specimen sebesar 37.5 HRa dan nilai kekerasan akhir sebesar 51.17 HRa. Meningkatnya nilai kekerasan ini disebabkan oleh strain hardening ketika specimen mengalami deformasi plastis. Dari hasil pengolahan data diatas, kita mendapatkan bahwa nilai koefisien strain hardening (n) sebesar 0.141. Sedangkan pada literature, nilai n adalah bekisar 0.15 – 0.4. nilai n yang didapatkan pada percobaan sedikit dibawah rentang yang diberikan pada literature. Hal ini disebakan pengambilan data yang sedikit menyebabkan regresi linear yang dilakukan kurang akurat sehingga nilai n sedikit dibawah literatur. Koefisien kekerasan yang didapat pada percobaan menurut kriteria Tresca sebesar 15739.83 MPa, sedangkan menurut criteria Von Mises sebesar 13365.96 MPa. Menurut literature, nilai K bekisar 500 – 1200 MPa. Perbedaan yang sangat jauh ini juga disebakan pengambilan data yang sedikit menyebabkan regresi linier yang dilakukan kurang akurat sehingga nilai K pada percobaan jauh lebih besar dari nilai K literature. Pada kurva tegangan geser terhadap regangan geser didapatkan Modulus Elastisitas Geser (G) sebesar 36,571 GPa. Sedangkan pada literature nilai G seharusnya 79.3 GPa. Perbedaan nilai G pada percobaan dengan literature disebabkan oleh pemasangan specimen yang kurang pas dan alat uji yang belum dikalibrasi sehingga data yang didapatkan tidak terlalu akurat dan tidak sesuai dengan literature. Kekuatan luluh yang didapatkan dari grafik kurva Momen puntir terhadap sudut puntir per satuan panjang adalah sebesar 270.572 Nm. Nilai kekuatan luluh tersebut didapat dari grafik sehingga ada kemungkinan nilai kekuatan luluhnya berbeda dengan metode offset. Modulus of Rupture pada percobaan kali ini didapatkan nilai sebesar 8153,43 MPa. Nilai tersebut diambil dari nilai tegangan geser maksimum yang dapat dicapai specimen ketika specimen tersebut patah. Nilai yang didapatkan cukup besar sehingga dapat menunjukkan specimen yang dipakai specimen ulet. Bentuk patahan yang terjadi adalah patah ulet karena patahan yang terjadi membentuk sudut 90o terhadap bidang patah. Hal ini menunjukan bahwa Baja ST 37 yang dipakai sebagai specimen adalah material ulet.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN 1. Specimen standar untuk uji puntir adalah ASTM E 143 2. Specimen mengalami perubahan dimensi setelah dilakukan uji puntir yang diakibatkan oleh pemasangan specimen yang kurang tepat dan alat uji yang belum dikalibrasi. 3. Nilai kekerasan specimen meningkat setelah dilakukan uji puntir. Hal ini specimen mengalami strain hardening dari niali kekerasan sebesar 37.5 HRa menjadi 51.17 HRa 4. Koefisien strain hardening (n) yang didapat sbesar 0.141. 5. Konstata kekerasan yang didapat adalah sebesar 15739.83 MPa untuk criteria Tresca dan 13365.96 MPa untuk criteria Von Misses. 6. Nilai Modulus elastisitas Geser (G) yang didapat adalah sebesar 36,571 GPa 7. Kekuatan luluh yang didapat dari grafik momen puntir adalah sebesar 270.572 Nm 8. Modulus of Ruoture pada specimen adalah sebesar 8153,43 MPa 9. Patahan yang dialami adlaah patah ulet karena membentuk sudut 90o terhadap bidang patahan SARAN Sebaiknya waktu dilakukan pengujian, data yang diambil lebih banyak agar besaran-besaran mekanik yang didapat mendekati literature.

TUGAS SETELAH PRAKTIKUM

1. Momen Torsi terhadap θ

Grafik Momen Torsi - Sudut Puntir 700 600 500 Mt (N x m)

400 300 200 100 0 0

10

20

30

40

50

60

θ (rad)

Momen Torsi terhadap θ’

Grafik Momen Torsi Sudut per Satuan Panjang 700 600 500 Mt (N x m)

400 300 200 100 0 0

200

400

600

θ' (rad / m)

Data Tegangan geser dan regangan geser Untuk daerah elastis gamma 0 0.126665875

tao elastis (MPa) 55.90401879 4688.222885

800

1000

Untuk daerah plastis γ 0.4694235 0.910421575 1.306256175 1.6941673 2.07416825 2.47000285 2.86583745

τ plastis (MPa) 6293.429634 7159.731689 7541.923772 7796.718494 7898.636383 8076.992688 8153.431105

Kurva tegangan dan regangan dengan criteria Tresca dan Von Mises

Grafik σ- ε 18000 16000 14000 12000 σ(MPa)

10000 8000 6000 4000 2000 0 0

0.5

1

1.5

2

ε

Cetak biru : grafik dengan kriteria Tresca Cetak merah : grafik dengan metode von Misses 2.

Perhitungannya G = Δτ / Δγ Sehingga nilai G = (4688.222885 – 55.904019) / (0.126665875 – 0) = 36571.17 MPa . kekuatan geser maksimum diambil dari nilai tegangan geser maksimum yang dikenai ke specimen yaitu sebesar 8153.431105 MPa

untuk nilai n dan K untuk masing-masing criteria adalah sebagai berikut:

Untuk kriteria Tresca log K = 4.1976 K = 15739.83 MPa n = 0.141

Untuk metode von Misses log K = 4.1263 K = 13365.96 MPa n = 0.141

3. Keuntungan uji puntir dibandingkan dengan uji tarik : a. Hasil pengukuran yang diberikan mengenai plastisitas lebih mendasar, perhitungan juga lebih mendasar dibandingkan uji tarik b. Langsung memberikan grafik tegangan geser terhadap regangan geser c. Tidak terjadi pengecilan lokal penampang karena timbulmya necking (pada uji tarik) ataupun barreling (pada uji tekan) d. Laju regangan yang diperoleh konstan dan besar Kerugian uji puntir dibandingkan dengan uji tarik : a. Pengolahan data menjadi kurva tegangan – regangan geser membutuhkan usaha dan waktu yang lama b. Jika spesimen yang digunakan adalah benda pejal, persebaran tegangan geser pada permukaan dan bagian dalam tidak sama. 4. Spesimen uji puntir kali ini mengalami patahan ulet karena membentuk sudut 90 odari bidang. Hal ini disebakan pada material ulet tegangan geser berubah menjadi tegangan tarik dan tegangan tekan sehingga bentuknya tegak lurus dan sedikit saja mengalami tegangan geser. Pada material ulet, patahan tegak lurus membentuk sudut 90o sedangkan pada material getas membentuk sudut 45o.

TUGAS TAMBAHAN 1. Pada ASTM E 143, diberikan standar spesimen yang harus dipakai ketika melakukan pengujian puntir. Dimensi spesimen tidak diberikan secara spesifik dan hanya diberikan ukuran-ukuran proporsional diameter dengan panajang spesimen saja. Selain itu, pada ASTM ini diberikan juga persamaan-persamaan yang harus dipakai ketika melakukan analisa uji puntir. Prosedur-prosedur pengujian juga dijelaskan pada ASTM E 143 ini serta faktor-faktor yang mempengaruhi besaran-besaran mekanik yang didapat ketika melakukan uji puntir.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF