Laporan Praktikum Tetes Telinga Kel 7

January 6, 2019 | Author: renynurilahi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Praktikum Tetes Telinga Kel 7...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM OBAT TETES TELINGA KLORAMFENIKOL 5%

Disusun oleh:

Farmasi 3B Kelompok 7 Ana Miryanti Devi Ulfah Nurazizah Fitri Nurafia Ihsan Nurihsan Resti Siti Rohmah Rian Adrianto

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya 2014

I.

DASAR TEORI

Kemajuan ilmu pengaetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan yang semakin pesat, menuntut farmasis untuk selalu mengembangkan pembuatan obat dan formulasi sediaan obat. Peningkatan kualitas obat dan efisiensi dalam pembuatan merupakan hasil yang ingin dicapai dari pengembangan cara pembuatan dan cara formulasi suatu sediaan obat sehingga dapat lebih diterima dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam pengembangan obat tersebut dibuatlah sediaan yang ditunjukkan untuk telinga berdasarkan adanya gangguan pada telinga yakni berupa penyumbatan akibat kotoran telinga, infeksi dan lain-lain. Sediaan telinga kadang-kadang dikenal sebagai sediaan otic atau aural. Sediaan-sediaan yang digunakan pada permukaan luar telinga, hidung, rongga mulut termasuk macam-macam dari sediaan farmasi dalam bentuk larutan, suspensi dan salep yang semuanya dibuat dalam keadaan steril sehingga disebut dengan sediaan steril. Tujuannya untuk memperlihatkan lebih dekat tipe-tipe  bentuk sediaan yang digunakan dengan tempat pemakaiannya dan untuk menentukan dari komponen dalam formulasi (Ansel, 2005). Guttae atau obat tetes merupakan salah satu dari bagian sediaan farmasi yang termasuk ke dalam sediaan steril. Guttae adalah sediaan cair berupa larutan emulsi atau suspensi yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia. Definisi tetes telinga menurut berbagai sumber yaitu: 1. FI III : 10 Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan dan minyak nabati. Zat Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali dinyatakan lain pH 5,0 – 6,0 6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam wadah tertutup rapat.

2. Ansel : 567 Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi,  peradangan atau rasa sakit. 3. DOM King : 153 Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam saluran telinga, yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan-bahan obat tersebut dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan-bahan antibakteri dan fungisida, yang berbentuk larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan, atau mengeringkan telinga  bagian luar. 4. Farmakope Indonesia Edisi IV Larutan tetes telinga atau larutan la rutan otic adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada telinga luar misalnya larutan otic benzokain dan antipirin, larutan otic neomisin dan polimiskin sulfat dan larutan otic hidrokortison. Guttae atau obat tetes terdiri dari guttae atau obat tetes yang digunakan untuk obat luar dilakukan dengan cara meneteskan obat ke dalam makanan atau minuman. Kemudian guttae oris atau tetes mulut, guttae auriculars atau tetes telinga, guttae opthalmicae atau tetes mata dan guttae nasals yaitu tetes hidung. Dari semua obat tetes hanyalah obat tetes telinga yang yang tidak menggunakan menggunakan air sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalan. Agar dapat menempel dengan baik kepada dinding telinga. Guttae auriculars ini sendiri merupakan obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Zat pembawanya biasanya menggunakan gliserol dan  propilenglikol. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan dikatakan bersifat bakteriostatik. Jika terkena cahaya matahari atau cahaya yang lainnya akan merusak sediaan tetes telinga tersebut. Karena guttae auriculars ini merupakan salah satu sediaan obat dalam bidang farmasi, maka seorang farmasis wajib mengetahui bagaimana cara  pembuatannya dan bagaimana pula pula cara pemakaiannya.

Cara penggunaan penggunaan dari dari tetes telinga, yaitu : 1. Cuci tangan 2. Berdiri atau duduk depan cermin 3. Buka tutup botol 4. Periksa ujung penetes dan pastikan tidak pecah atau patah 5. Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun usahakan tetap bers ih 6. Posisikan kepala miring dan pegang daun telinga agar memudahkan memasukkan sediaan tetes telinga 7. Pegang obat tetes telinga dengan ujung penetes di bawah sedekat mungkin dengan lubang telinga tetapi tidak menyentuhnya 8. Perlahan-lahan tekan botol tetes telinga sehingga jumlah tetesan yang diinginkan dapat menetes dengan benar pada lubang telinga 9. Diamkan selama 2-3 menit 10. Bersihkan kelebihan cairan dengan tisu 11. Tutup kembali obat tetes telinga, jangan mengusap atau mencuci ujung penutupnya. Komposisi pada sediaan steril tetes telinga yakni sebagai berikut (Syamsuni, 2006): 1. Zat aktif, misalnya neomisin, klorampenikol, gentamycin sulfat dan lain-lain. 2. Zat tambahn bukan air 3. Pelarut : gliserin, propileglikol, etanol, minyak nabati, dan heksilenglikol 4. Antioksidan : alfa tokoferol, asam ascorbat, Na-Disulfida, Na-Bisulfit 5. Pengawet : Klorbutanol (10,5 %) dan kombinasi paraben 6. Pensuspensi : Span dan Tween Zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes telinga biasanya adalah sebagai  berikut (Ansel, 1989): 1. Untuk melunakkan kotoran telinga, misalnya : minyak mineral encer, minyak nabati, asam peroksida 2. Sebagai antiinfeksi, misalnya : kloramfenikol, neomisin, kolistin fosfat, polimiksin B sulfat, gentamicyn 3. Sebagai aniseptik dan anestesi, misalnya : fenol, AgNO3, lidokain HCl, dan  benzokain 4. Sebagai antiradang, misalnya : hidrokortison dan deksametazone, natrium fosfat 5. Untuk membersihkan telinga, misalnya : spiritus

Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan steril tetes telinga adalah : 1. Uji organoleptis : bau, warna dan rasa 2. Uji kejernihan 3. Uji pH : pH standar untuk tetes telinga adalah 5,5-6,5 Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400) dan rasanya sangat pahit. Rumus molekul kloramfenikol ialah kloramfenikol R= -NO2. a. Farmakodinamik Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti  bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.  b. Farmakokinetik Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam  bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk  pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi  berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai  jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh

kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus. Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak  berubah sehingga s ehingga tidak perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar. c. Penggunaan klinik Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi sebaiknya obat ini digunakan untuk mengobati demam tifoid dan meningitis oleh H.Infuenzae juga pada pneumonia; abses otak; mastoiditis; riketsia; relapsing fever; gangrene; granuloma inguinale; listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia; whipple disease; septicemia; meningitis. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang masih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontraindikasikan  pada pasien neonatus, pasien dengan gangguan faal hati, dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada neonatus, dosis jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari. d. Efek samping 1) REAKSI SALURAN CERNA Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis. 2) REAKSI ALERGI Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada  pengobatan demam Tifoid walaupun walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai. 3) REAKSI NEUROLOGIK Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala. Sediaan. Kloramfenikol terbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis, salep mata 1 %, obat tetes mata 0,5 %, salep kulit 2 % dan obat tetes telinga 1-5 %. Keempat sediaan tersebut dipakai beberapa kali sehari.

II.

Formulasi

1. Preformulasi Preformulasi Zat Aktif Kloramfenikol Pemerian

Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan ; larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau agak asam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.  Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta: Hal 189.

Kelarutan

Sedikit larut dalam air (1:400); mudah larut dalam etanol (1:2,5); mudah larut dalam propilenglikol (1:7 ).  ). (The Pharmaceutical Codex 12 th Edition:787)

Stabilitas 

Panas



Hidrolisis/oksidasi

Tidak tahan terhadap panas dan mudah terdekomposisi. Terdegradasi melalui hidrolisis amida pada pH di  bawah 7. Hidrolisis amida tidak bergantung pada pH pada daerah pH 2-6. (Analytical Profiles of 4:68-69)



Cahaya

Drugs Subtances Vol.

Larutan kloramfenikol dengan pembawa air mengalami degradasi oleh cahaya. Adanya cahaya menyebabkan oksidasi, reduksi, atau kondensasi dari kloramfenikol. (The Pharmaceutical Codex 12 th Edition:787)



 pH

4,5-7,5 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.  Farmakope Indonesia Edisi Edisi IV . Jakarta: Hal 189.

Kesimpulan:

Bentuk zat aktif yang digunakan: Serbuk Bentuk sediaan: Larutan sejati Cara sterilisasi sediaan: Penyaringan membran Kemasan: Botol coklat obat tetes telinga teli nga 15 mL

2. Perhitungan Tonisitas/Osmolaritas Tonisitas/Osmolaritas dan Dapar a. Pada sediaan tetes telinga, keisotonisan tidak mutlak dipersyaratkan. dipersyaratkan.

Selain itu,

larutan pembawa yang digunakan adalah bukan air. Oleh karena itu, tidak ditambahan zat pengisitonis seprti NaCl.  b. Karena larutan pembawa adalah bukan air, maka tidak perlu dilakukan pendaparan. 3. Pendekatan Formula

Untuk 15 mL sediaan  No

Bahan

Jumlah (%)

Fungsi/alasan penambahan bahan

1

Kloramfenikol

5%

Zat Aktif

2

Propilenglikol

Ad 15 mL

Pelarut

4. Preformulasi Preformulasi Eksipient  th Propilenglikol (Hand Book of Pharmaceutical Exipients 5  ed., 2006,hal 592-593). CH3CH(OH0CH2OH); BM 76,09 Pemerian

Merupakan cairan kental, jernih tidak  berwarna, rasa khas, praktis tidak  berbau, dan menyerap air pada udara lembab. (FI IV hal.712)

Kelarutan

Bercampur dengan gliserin, dan air. (Hand Book of  Exipients:625

etanol

(95%),

Pharmaceutical

Stabilitas 

 

Panas

Hidrolisis Cahaya

Pada temperatur tinggi dan dalam keadaan terbuka cenderung menggalami oksidasi menghasilkan  propionaldehid, asam laktat, asam  piruvat, dan asam asetat. Stabil ketika dicampur dengan air. Tidak tahan terhadap cahaya. (Hand Book of Pharmaceutical  Exipients 5 th ed., 2006,hal 592)

Cara sterilisasi : Larutan yang mengandung propilenglikol dapat disterilkan dengan autoclave. (Hand Book of Pharmaceutical Exipients 5  th ed., 2006,hal 592) Kemasan : Disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, sejuk, dan kering. (Hand Book of Pharmaceutical Exipients 5  th ed., 2006,hal593). 2006,hal593).

5. Alasan Penggunaan Bahan a. Penggunaan Bahan Aktif

Kloramfenikol merupakan zat aktif yang digunakan pada pembuatan obat. Dalam sediaan tetes telinga yakni berkhasiat sebagai antibiotik (zat-zat yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme) tetapi dalam  pembuatannya zat ini tidak boleh terlalu banyak karena efeknya sangat fatal yakni terjadi iritasi. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas. Kloramfenikol  berhubungan dengan gangguan darah yang serius sebagai efek yang tidak diinginkan sehingga harus disimpan untuk pengobatan infeksi berat, terutama yang disebabkan hemofilus influenza dan demam tifoid.  b. Penggunaan Bahan Tambahan

Propylenglikol merupakan zat tambahan yang berguna sebagai pelarut dari kloramfenikol, selain sebagai pelarut yang umum dalam pembuatan sediaan tetes telinga. Propylenglikol juga digunakan karena kloramfenikol sukar larut dalam air sehingga digunakan propylenglikol sebagai pelarut.

III.

Persiapan Alat/Wadah/Bahan

a. Alat dan wadah No

Nama Alat

Jumlah

Cara sterilisasi (lengkap)

1

Gelas Kimia 100 ml

1

Oven 170o C,1 jam

2

Kaca Arloji

1

Oven 170o C,1 jam

3

Pipet Tetes

1

Oven 170o C,1 jam

4

Batang Pengaduk

1

Oven 170 o C,1 jam

5

Corong

1

Oven 170 o C,1 jam

6

Spatel

1

Oven 170o C,1 jam

7

Karet Pipet Tetes

1

Alcohol 70%, 24 jam

8

Gelas Ukur 100 ml

1

Autoklaf 121  o C,15 menit

9

Botol Obat Tetes 15 ml

1

Direndam dalam larutan etanol 70%

 b. Bahan No

Nama Bahan

Jumlah

Cara sterilisasi (lengkap)

1

Kloramfenikol

5%

-

2

Propilenglikol

ad 15 mL

-

c. Penimbangan Bahan Jumlah sediaan yang dibuat: 70 mL No

Nama Bahan

1

Kloramfenikol

2

Propilenglikol

Jumlah yang ditimbang (70 mL)

d. Prosedur Pembuatan Prosedur

1. Semua alat dan wadah disterilisasi dengan caranya masing-masing. 2. Kloramfenikol ditimbang di atas kaca arloji steril dan propilenglikol diukur dengan gelas ukur steril. 3. Kloramfenikol yang telah ditimbang dilarutkan di dalam gelas kimia dengan  propilenglikol. Diaduk dengan batang  pengaduk hingga melarut sempurna. 4. Larutan disaring dengan membran 0,45 µm dan membran 0,22 µm. 5. Larutan disaring dengan kertas saring. 6. Masukan sediaan ke dalam wadah obat tetes telinga secara aseptic dengan menggunakan spuit steril yang sudah dibilas dengan larutan sediaan sebanyak 10,7 mL. 7. Pasang tutup wadah yang telah disiapkan.

Nama

Piket Ana

Devi

Fitri Ihsan Resti

Rian

Paraf

IV.

Evaluasi Sediaan NO

Jenis Evaluasi

Prinsip Evaluasi

1

Uji penetapan  pH sediaan (Farmakope  Indonesia ed.IV, 1995,hal 1039) Uji partikulat (Farmakope  Indonesia ed.IV, 1995,hal 1061)

Menggunakan pH meter

2

3

Uji Volume Terpindahkan (Farmakope  Indonesia ed.IV, 1995,hal 1089)

4

Penetapan Kejernihan ( Farmakope  Farmakope  Indonesia ed.IV, 1995,hal 881)

Jumlah Sampel 1 botol

Hasil Pengamatan 7,2

Syarat

Partikel pengotor cairan dihitung dengan system elektronik yang dilengapi sensor cahaya redup tau dilihat dengan latar  belakang hitam Pengukuran jumlah sediaan yang dikemas dalam wadah sediaan dosis ganda. Jika sediaan tersebut dikeluarkan dari wadah aslinya akan memberikan  jumlah yang sesuai sesuai seperti yang tercantum pada etiket.

1 botol

Bebas  partikel asing dan serat halus

Bebas  partikel asing dan serat halus

1 botol

Volume sesuai seperti yang tercantum di etiket 10 mL

Volume rata-rata yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak ada satupun wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan  pada etiket.

Dua tabung reaksi, zat uji dan suspensi larutan padanan dibandingkan setelah 5 menit pembuatan suspensi padanan, dengan latar  belakang cahaya cahaya hitam yang berdifusi tegak lurus kearah  bawah tabung.

1 botol

Jernih

Kejernihan nya sama dengan air atau pelarut yang digunakan.

pH 4-8 (FI  IV hal. 191)

V.

Pembahasan

Pada praktikum ini, kami melakukan percobaan yaitu membuat guttae auriculares atau obat tetes telinga. Sebagaimana telah diketahui definisi guttae auriculares adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Obat tetes telinga ini dibuat menggunakan cairan pembawa  bukan air tetapi menggunakan propilenglikol. Dalam praktikum ini pembawa yang digunakan

adalah

propilenglikol,

karena

pemeriannya

yang

kental

lebih

memungkinkan kontak yang lama antara obat dengan jaringan telinga. Dan juga sebagai zat tambahan karena sifat higroskopiknya memungkinkan menarik kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Bahan  pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah  pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja saat wadah dibuka pada waktu penggunaan atau dikatakan bersifat bakteriostatik. Dalam hal ini kloramfenikol yang menjadi zat aktif yang berfungsi sebagai antibiotik spektrum luas. Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu dilakukan sterilisasi pada semua alat dan bahan yang akan digunakan, tujuannya agar alat dan bahan yang kita gunakan dalam keadaan steril dan bebas dari mikroba yang bersifat patogen. Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, gelas kimia, dan botol (wadah) untuk sediaan. Alat-alat tersebut disterilkan dengan cara sterilisasi A yakni dengan menggunakan uap air bertekanan dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan. Sterilisasi cara A ini dilakukan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC atau pada suhu 115 oC selama 30 menit. Sedangkan bahan yang disterilkan adalah kloramfenikol dengan teknik sterilisasi cara D yakni sterilisasi panas kering atau menggunakan oven dan kloramfenikol ini disterilkan pada suhu 115 oC selama 1 jam. Sebaiknya sebelum dilakukan sterilisasi kloramfenikol ini digerus lalu diayak agar  partikel-partikelnya menjadi lebih kecil dan pada saat dicampurkan dengan pembawa, kloramfenikol ini bisa larut dengan sempurna sehingga bebas dari bahan yang tidak larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi pada telinga pada saat  pemakaian tetes telinga. Kemudian ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu, barulah dilakukan sterilisasi. Setelah dilakukan sterilisasi, bahan ditimbang sebanyak ....... gram lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkam dengan propilenglikol

sambil diaduk hingga klomfenikol larut. Setelah itu dimasukkan dalam wadah botol yang berwarna gelap agar terlindung dari cahaya. Sebelum wadah botol tetes telinga diberi etiket, brosur dan dikemas, terlebih dahulu kita lakukan uji pemeriksaan hasil sediaan atau evaluasi. Pertama yang kita lakukan yaitu uji pH, dimana pH tetes telinga harus sesuai dengan Farmakope Edisi IV yaitu 4-8 dengan menggunakan pH meter. Kedua yaitu uji kejernihan, uji ini  bertujuan agar obat tetes telinga yang kita buat dapat jernih dan bebas dari bahan yang tidak larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi pada telinga  pada saat pemakaian tetes telinga. Ketiga yaitu uji partikulat, uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan tersebut mengandung partikel asing atau tidak. Evaluasi yang terakhir yaitu uji volume terpindahkan, dimana uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah volume sediaan tersebut sama dengan volume waktu pertama  pembuatan atau tidak.

VI.

Kesimpulan

Berdasarkan percobaan dan evaluasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan  bahwa sediaan yang telah dibuat sebanyak 6 botol dengan volume @10,7 mL adalah sesuai dengan syarat yang ditentukan atau sesuai dengan literatur yang seharusnya.

VII.

Daftar Pustaka

Ditjen POM. 1979. Farmakope 1979.  Farmakope Indonesia Edisi Edisi III . Jakarta: Depkes RI. Ditjen POM. 1995. Farmakope 1995.  Farmakope Indonesia Edisi Edisi IV . Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Martindale The Complete Drug Reference 35th edition 2.e-MIMS Australia, 2003 3.AHFS 2007, p.2680-82 4. BNF 54th ed (elect.version). Rowe, Raymond C. 2006. Handbook 2006.  Handbook of Pharmaceutical Pharmaceutical Excipients 5 th ed. London:  ed. London: Pharmaceutical Press.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF