laporan praktikum tebu pdf.pdf
October 5, 2017 | Author: AYU | Category: N/A
Short Description
Download laporan praktikum tebu pdf.pdf...
Description
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik dari usaha sendiri maupun dari usaha kerjasama dengan pabrik gula, atau pabrik gula yang menyewa lahan pertanian penduduk dan sekaligus mengupah tenaganya dalam usaha mengembangkan tanaman tebu bagi keperluan memenuhi bahan baku bagi pabriknya (Kartasapoetra, 1988). Produk utama dari pabrik gula adalah gula putih. Namun ada produk yang merupakan produk samping dari pengolahan tebu menjadi gula. Hasil samping tersebut berupa tetes (molase), pucuk daun tebu, blotong, ampas tebu yang merupakan limbah pabrik. Hasil samping berupa limbah pabrik sering menimbulkan banyak permasalahan sebab menjadi sumber pencemaran lingkungan. Ampas tebu merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat perhatian penting karena bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar. Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Di Indonesia, tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasses) dan air (Hartoyo, 2011). Pemupukan
memegang
peranan
penting
dalam
kegiatan
budidaya.
Pemupukan merupakan tindakan kegiatan budidaya untuk menambah unsur-unsur hara baik hara makro maupun mikro. Pupuk dianggap bermanfaat untuk peningkatan biomassa tanaman, juga dapat meningkatkan kualitas hasil yang diperoleh. Salah satu faktor berpengaruh terhadap produktivitas tebu adalah kandungan unsur N yang menurun dan rendahnya unsur silika di dalam tanah. Tanaman yang kekurangan unsur N akan tumbuh menjadi kerdil, daunnya
bewarna kuning dan mudah gugur, pembungaan terhambat dan pertumbuhan akar terbatas sehingga produksinya rendah. Selain unsur N, unsur Si sangat diperlukan oleh tebu karena dengan adanya penambahan unsur Si pada tebu akan berdampak positif terhadap laju fotosintesis, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta meningkatnya ketersediaan P dalam tanah. Sehingga diperlukan penambahan pupuk N dan silika untuk mendukung pertumbuhan tebu sehingga produksi gula akan tinggi (Yukamgo dan Yuwono, 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui syarat mutu pembuatan gula kristal putih dari tebu sesuai dengan standar SNI.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh kondisi tebu terhadap derajat brix nira 2. Mengetahui pengaruh perlakuan defekasi terhadap derajat brix nira 3. Mengamati warna (kecerahan) gula kristal putih 4. Menentukan besar jenis butir gula kristal putih 5. Menentukan residu belerang oksida pada gula kristal putih dan gula merah tebu
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti, 2008) Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa tanaman tebu berasal dari India, berdasarkan catatancatatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Sub Divisi: Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Glumiflorae Famili : Graminae Genus : Saccharum Spesies Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006). Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5—1,0 meter. Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008). Tanaman tebu memiliki akar setek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer (Miller dan Gilbert, 2006). Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman tebu tumbuh (James, 2004). 2.2 Nira Tebu Nira tebu merupakan cairan hasil perasan yang diperoleh dari penggilingan tebu yang memiliki warna coklat kehijauan. Nira tebu selain mengandung gula, juga mengandung zat-zat lainnya (zat non gula). Perbedaan
kandungan sukrosa dalam batang tebu berlainan karena dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a. cara pemeliharaan b. jenis tebu c. iklim d. umur tebu (Widyastuti, 1999). Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, kemudian air hasil gilingan itu disaring dan air itu yang di namakan nira dan proses penyaringan ini sering dinamakan ekstraksi. Jadi nira adalah air hasil gilingan atau ekstraksi dari tanaman tebu, di dalam nira terdapat banyak sekali zat – zat yang terkandung didalamnya, misalnya daun kering, blendok, pectin serta polisakarida starch, karena biasanya tebu yang digiling didalam pabrik dalam keadaan kotor, kering, tidak dicuci, dan tidak dikuliti terlebih dahulu. Perolehan nira tebu yang mengandung sukosa, diperoleh dari tebu dengan pemerahan dalam unit penggilingan setelah melalui proses dalam unit pencacah tebu. Proses ini dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi berikutnya. Dalam unit penggilingan tebu, nira terperah keluar, yang tersisa adalah ampas (Kultsum, 2009). Nira tebu mengandung senyawa-senyawa kimia baik yang membaur terlarut maupun yang membentuk koloid. Komposisi senyawa kimia di dalam nira tebu berbeda-beda tergantung jenis tebu, lokasi penanaman dan umur tebu saat dipanen (Purnomo, 2003). Dalam persyaratan SII (Standar Industri Indonesia) minuman ringan tidak dinyatakan batas nilai pH, hal ini disebabkan minuman ringan yang diproduksi selama ini bervariasi nilai pH-nya, tergantung dari jenis bahan baku dan rasanya. Biasanya pH produk minuman ringan dari nira yang diperoleh selama delapan minggu tidak berubah, maka masih layak untuk dikonsumsi (Yeanny, 1999). 2.3 Derajat Brix Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol, brix, dan HK (hasil bagi kemurnian). Istilah-istilah ini muncul dalam analisa gula, baik dari nira sampai menjadi gula kristal. Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat yaitu zat padat terlarut dan air. Zat padat yang terlarut ini terdiri dari dua zat lagi yaitu gula dan bukan gula. Baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam
gram) setiap 100 gram larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur yaitu piknometer, hydrometer dan index bias. Nira untuk diolah menjadi gula harus memenuhi persyaratan pH dan brix, yaitu pH 6 7,5 dan kadar brix diatas 17%. Proses pengolahan gula pada umumnya masih dilakukan secara tradisional. Mutu gula yang dihasilkan oleh petani masih rendah. Pengolahan secara tradisional berdampak terhadap berkurangnya kandungan asam amino esensial pada gula aren karena proses pemasakan yang lama (Ho et al., 2008 ; Phaichamnan et al, 2010). 2.4 Metode Pemurnian Pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar atau tercampur. (Petrucci,1996). Cara pemurnian nira yang banyak dilakukan di Indonesia ada 3 macam, yaitu : 1. Cara Defekasi ; cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai pembantu pemurnian. Pemurnian nira dengan cara defekasi dibagi menjadi : a. Defekasi Dingin Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4. Setelah itu baru nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas. b. Defekasi Panas. Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu kapur.
c. Defekasi Bertingkat. Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4. d. Defekasi sachharat Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan, kemudian dicampur. 2. Cara Sulfitasi ; Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira mentah dengan menambahkan susu kapur dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2. Dengan adanya penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi sebagai pengadsorbsi bahan bukan gula. Cara ini adalah lebih baik dari defekasi, karena sudah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian cara ini dipakai kapur dan gas hasil pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian. Beberapa modifikasi dalam proses sulfitasi antara lain : a. Sulfitasi asam Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas SO2 hingga pH 4.0 selanjutnya ditambahkan susu kapur hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali dengan gas SO2 hingga pH 7.2 – 7.4. b. Sulfitasi alkalis Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5 kemudian dinetralkan dengan gas SO2. Pertimbangan penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya kadar P2O5. c. Sulfitasi netral Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5. Pertimbangan melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya kadar P2O5, Fe2O3 dan Al2O3. 3. Cara Karbonatasi ; Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan menambahkan susu kapur berlebihan dan dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk
adalah endapan CaCO3.cara ini adalah yang terbaik hasilnya dibanding dengan dua cara diatas. Tetapi biayanya yang paling mahal. Pada pemurnian ini dipakai sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas asam arang ( CO2 gas hasil pembakaran belerang. Ada dua macam modifikasi dalam proses karbonatasi, yaitu : a. Karbonatasi tunggal Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu reaktor. Nira ditambahkan susu kapur berlebih kemudian dinetralkan menggunakan gas CO2. Alkalinitas dijaga antara pH 9 sampai 10. b. Karbonatasi rangkap Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi tunggal. Tetapi pemberian gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu kapur habis alkalinitas dijaga tetap pada pH 10.5 kemudian nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi (Kuswurj, 2008).
2.5 Gula dan SNI GKP(Gula Kristal Putih) Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Beberapa gula misalnya glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa,dan laktosa mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda misalnya dalam hal rasa manisnya, kelarutan didalam air, daya pembentukan karamel jika dipanaskan dan pembentukan kristalnya (Winarno, 1980). Fungsi-fungsi gula dalam produk antara lain: sebagai bahan penambah rasa dan sebagai bahan perubah warna kulit produk (Subagjo, 2007). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada
karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua (Winarno, 1992). Standar Nasional Indonesia GKP
NO 1.
Parameter Uji
Satuan
Persyaratan GKP 1
GKP 2
Warna 1.1 warna kristal
CT
4,0-7,5
7,6-10,0
1.2 warna larutan (ICUMSA)
IU
81-200
201-300
Mm
0,8-1,2
0,8-1,2
2.
Berat jenis butir
3.
Susut pengeringan (b/b)
%
Maks 0,1
Maks 0,1
4.
O
Polarisasi ( z,20 c)
―Z‖
Min 99,6
Maks 99,5
5.
Abu kondiktiviti (b/b)
%
Maks 0,10
Maks 0,15
6.
Bahan tambahan pangan Mg/kg
Maks. 30
Maks 30
7.1 timbal (Pb)
Mg/kg
Maks. 2
Maks. 2
7.2 tembaga (Cu)
Mg/kg
Maks 2
Maks. 2
7.3 arsen (As)
Mg/kg
Maks 1
Maks 1
O
6.1 belerang oksida (SO2) 7.
Cemaran logam
Sumber : (SNI, 2010) 2.6 Sulfur Dioksida Sulfur dioksida merupakan gas tak terlihat yang berbau sangat tajam dalam konsentrasi yang pekat, mempunyai sifat tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak serta menyerang sistem pernafasan manusia. Konsentrasi gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 . Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah
dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya (Wardhana, 2001).
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
: 1. Hand refactrometer 2. beaker glass 3. alat pemanas 4. pengaduk magnetik 5. kertas lakmus 6. colour reader 7. neraca 8. mesin pengayak 9. ayakan (16, 18, 20, 25 dan 40 mesh) 10. timbangan analitik 11. erlenmeyer 12. biuret mikro 13. magnetic stirer 14. cawang timbang
3.1.2 bahan
: 1.Nira tebu 2. larutan kapur 3. GKP 4. Larutan Iodium 5. larutan standar tio sulfat
6. HCL (5%) 7. larutan kanji (0,2%) 8. aquades 3.2 Skema Kerja dan fungsi perlakuan 3.2.1 Skema Kerja 1. Derajat Brix Nira dengan kulit
Nira tanpa kulit
Reflaktometer
Pengamatan 3x ulangan
2. Defekasi 150 Nira dengan kulit
150 Nira tanpa kulit
Pemanasan
Penambahan kapur
Pemanasan
Pengadukan
Pendinginan
Reflaktometer
Perbandingan
3. Warna GKP
GKP 1
GKP 2
Pengukuran warna (Coloureader)
4. Besar Butir
60 GKP 1
60 GKP 2
Pengayakan
Penimbangan
5. Residu SO2 A. blanko 150 ml Aquades
+ 10 ml indikator amilum dan 10 ml HCL
Titrasi dengan Io
B. Sampel 50 GKP 1
50 GKP 2
+ aquades (150)
+ 10 ml HCL + Indikator 10 ml amilum
Titrasi dengan Io
2.3.2 Fungsi Perlakuan 1. Derajat Brix Pada praktikum kali ini dilakukan lima acara, untuk acara pertama yaitu derajat brix nira. Derajat brix merupakan jumlah zat padat yang terlarut. Hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu hand refractometer, sedangkan bahan yang digunakan yaitu nira dari tebu dengan kulit dan nira tebu tanpa kulit. Pertama nira dengan kulit dan nira tanpa kulit dilakukan pengukuran dengan han refraktrometer,
fungsi
dari
reflaktometer
yaitu
dapat
digunakan untuk
menganalisis kadar sukrosa pada bahan makanan. Refraktometer terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma, penutup kaca prisma, sekrup pemutar skala, grip pegangan, dan lubang teropong (Atago 2000). Satuan skala pembacaan refraktometer yaitu °Brix, yaitu satuan skala yang digunakan untuk pengukuran kandungan padatan terlarut (Purwono 2002). Skala °Brix dari refraktometer sama dengan berat gram sukrosa dari 100 g larutan sukrosa. Jika yang diamati adalah daging buah, skala ini menunjukkan berat gram sukrosa dari 100 g daging buah. Selanjutnya pengukuran dilakukan tiga kali pengulang dan setelah itu diamati perbedaannnya. 2. Defekasi Acara kedua yaitu defekasi pada derajat brix nira, defekasi merupakan suatu kegiatan pemurnian nira dengan menggunakan kapur. Hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu beaker glass, alat pemanas, pegaduk magnetik, kertas lakmus, hand refractrometer. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu nira dengan kulitnya, nira tanpa kulit dan larutan kapur. Pertama ambil 150 nira dengan kulit dan nira tanpa kulit, setelah itu dilakukan pemanasan dan dilakukan penambahan kapur fungsi dari penambahan kapur ini yaitu untuk memurnikan nira, dan dilakukan pemanasan kembali dengan diaduk fungsi dari pengadukan yaitu menghomogenkan larutan. Setelah pemanasan selesai didinginkan sebentar,
kemudian direflaktometer, fungsi dari reflaktometer yaitu dapat digunakan untuk menganalisis kadar sukrosa pada bahan makanan. Refraktometer terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma, penutup kaca prisma, sekrup pemutar skala, grip pegangan, dan lubang teropong (Atago 2000). Dan selnjutnya dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah didefekasi. 3. Warna GKP Acara yang ketiga yaitu pengukuran warna. Pengukuran warna dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara gula kristal putih denngan kualitas 1 dan gula kristal putih dengan kualitas 2. Hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan. alat yang digunakan yaitu coloureader, sedangkan bahan yang digunakan yaitu gula kristal putih kualitas 1 dan gula kristal putih kualitas 2. Pertama ambil sampel gula dengan perbedaan kualitas ukur dengan menggunakan coloureader, fungsi dari pengukuran menggunakan coloureader yaitu warna dapat diukur secara sistematis (de Man,1999). 4. Besar Butir Acara yang keempat yaitu pengukuran besar butir dari gula kristal putih. Pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran butir dari masing-masing gula kristal putih. Sama seperti acara yang lain hal pertama yang dilkukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum. Alat yang digunakan yaitu neraca, mesin pengayak, dan ayakan 16, 18, 20, 25 dan 40 mesh sedangkan bahan yang digunakan yaitu gula kristal putih dengan perbedaan ukuran. Pertama siapkan masing-masing 60 gram gula kristal putih dengan perbadaan ukuran dan lakukan pengayakan menggunakan ayakan dengan perbedaan mesh, fungsi dari ayakan ini yaitu untuk memperoleh kristal gula dengan ukuran terkecil. Standar nasional indonesia (2010), menyatakan bahwa standar besar jenis butir yaitu antara 0,8-1,2. 5. Residu SO2 A. Blanko
Acara penentuan residu belerang oksida dibagi menjadi dua yaitu titrasi blanko dan titrasi sampel. Untuk titrasi blanko bahan yang digunakan yaitu aquadest, indikator, dan HCL. Pertama ambil 150 ml aquadest, lakukan penambahan 10 ml indikator amilum dan 10 l HCL. Setelah itu titrasi menggunkan larutan Iodin sampai berubah warna, fungsi dari tirasi iodin ini yaitu untuk mendeteksi adanya residu belerang pada gula kristal putih. B. Sampel Titrasi sampel ini dilakukan sama seperti dengan titrasi blanko, hanya saja di titrasi sampel ini menngunakan sampel berupa gula kristal putih. Bahan yang digunakan yaitu aquades, HCL, dan indikator amilum. Pertama larutkan gula kristal putih dalam 10 ml aquadest aduk dengan spatula sampai homogen. Setelah itu lakukan penamabahan 10 ml HCL dan 10 ml amilum. Titrasi dengan iodin sampai berubah warna, fungsi dari tirasai iodin ini yaitu untuk mendeteksi adanya residu belerang pada gula kristal putih.
BAB 4 DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 4.1 Data Pengamatan 4.1.1 Derajad Brix Nira dan Defekasi Nira Nira tebu bersama kulitnya
Derajad Brix 1. 17,6
Nira tebu yang dikupas kulitnya
Derajad Brix setelah defekasi 1. 18,0
2. 17,6 3. 17,4 1. 18,2
2. 18,0 3. 18,0 1. 12,2
2. 18,3 3. 18,2
2. 12,4 3. 12,6
4.1.2 Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih Gula kristal putih
Nilai L -5,7 -5,6 -6,5 -12,8 -12,2 -11,1
A
B
4.1.3 Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih Gula Kristal Putih GKP 1
Berat (gram) Fraksi 1 : 5,32 Fraksi 2 : 13,78 Fraksi 3 : 0 Fraksi 4 : 8,34 Fraksi 5 : 23,3 Fraksi 6 : 7,89
BJB GKP 2
Fraksi 1 : 9,08 Fraksi 2 : 14,89
Fraksi 3 : 0,07 Fraksi 4 : 7,75 Fraksi 5 : 21,98 Fraksi 6 : 5,8 BJB
4.1.4 Residu Belerang Oksida (SO2) Berat Contoh= 50 gram Gula GKP 1 (GULAKU) GKP 2 ( GULA LOKAL)
Larutan iod (SO2/ml) 0,162 0,162
Titran (ml) contoh 3,2 6,9
Titran (ml) Blanko 1,9 1,9
4.2 Data perhitungan 4.2.1 Derajad Brix Nira dan Defekasi Pada acara derajad Brix Nira dan Defekasi tidak dilakukan perhitungan. 4.2.2 Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih Gula kristal putih 1. 2. 3. 1. 2. 3.
A
B
Nilai L 94,35 + (-5,7) = 88,65 94,35 + (-5,6) = 88,75 94,35 + (-6,5) = 87,85 94,35 + (-12,8) = 81,55 94,35 + (-12,2) = 82,15 94,35 + (-11,1) = 83,25
4.2.3 Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih Gula Kristal Putih GKP 1
Berat (gram)
BJB
Fraksi 1 : 5,32
Fraksi 1 : 64,424
Fraksi 2 : 13,78
Fraksi 2 : 200,953
Fraksi 3 : 0
Fraksi 3 : 0
Fraksi 4 : 8,34
Fraksi 4 : 171,408
Fraksi 5 : 23,3
Fraksi 5 : 757,061
Fraksi 6 : 7,89
Fraksi 6 : 645,949
BJB
0,54 mm
GKP 2
Fraksi 1 : 9,08
Fraksi 1 : 108,22
Fraksi 2 : 14,89
Fraksi 2 : 213,714
Fraksi 3 : 0,07
Fraksi 3 : 1,175
Fraksi 4 : 7,75
Fraksi 4 : 156,769
Fraksi 5 : 21,98
Fraksi 5 : 702,902
Fraksi 6 : 5,8
Fraksi 6 : 467,349
BJB
0,6 mm
4.2.4 Residu Belerang Oksida (SO2) Berat Contoh= 50 gram Gula GKP 1 (GULAKU) GKP 2 ( GULA LOKAL)
Larutan Iod (SO2/ml) 0,162
Titran (ml) contoh 3,2
Titran (ml) Blanko 1,9
Kadar SO2(ppm) 5,2
0,162
6,9
1,9
19,95
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Derajat brix nira dan defekasi Praktikum tebu dilakukan beberapa acara, untuk acara yang pertama yaitu derajat brix nira dan defekasi. Derajat brix nira yaitu zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (gram per 100 gram larutan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti gula (sukrosa,glukosa, fruktosa, dan lainlain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium, kalsium, dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan dihitung setara dengan sukrosa (Risvan, 2009). Pengukuran derajat brix dilakukan dengan refractometer Refractometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar
/ konsentrasi
bahan terlarut misalnya: Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari refractometer sesuai dengan namanya yaitudengan memanfaatkan refraksicahaya. Refractometer ditemukan oleh Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20 (Raharjo, 2010). Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan dua sampel yang berbeda yaitu nira tebu bersama kulitnya dan nira tebu tanpa kulit, dan data yang diperoleh yaitu sebagai berikut : 1. Nira tebu bersama kulit, untuk ulangan pertama sebesar 17,6 , ulangan kedua sebesar 17,6 , dan ulangan tiga sebesar 17,4. Sedangkan untuk nira tebu dengan pengupasan kulit, data ulangan pertama sebesar 18,2 , ulangan kedua sebesar 18,3 dan ulangan terakhir yaitu sebesar 18,2. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa nira dengan pengupasan kulit mengandung banyak sukrosa terlarut diketahui dari besar angka yang diperoleh saat pengukuran menggunakan hand refractometer karena semakin tinggi derajat brix nira maka semakin manis larutan tersebut. Sedangkan untuk derajat brix nira bersama kulitnya
banyak mengandung
komponen bahan lain yang ikut terlarut, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa nira hasil gilingan atau ekstraksi dari tanaman tebu didalam nira terdapat banyak sekali zat-zat yang terkandung didalamnya, misalnya daun kering, blendok, pektin serta polisakarida starch (wijayanti, 2008).
Sedangkan
untuk
perolehan
data
derajat
brix
setelah
defekasi,
menunjukkan data yang cukup signifikan perbedaannya, pasalnya data yang diperoleh saat ulangan pertama, kedua dan ketiga nira bersama kulit sebesar 18,00 ketiga data tersebut sama. Sedangkan untuk kadar derajat nira dengan pengupasan kulit setelah didefekasi, menunjukkan data dengan perbedaan koma yang tidak jauh yaitu untuk ulangan pertama sebesar 12,2 , ulangan 2 sebesar 12,4 , ulangan 3 sebesar 12,6. Dari data tersebut nira tebu bersama kulitnya dengan nira tebu tanpa kulit pengukuran angka terbesar terdapat pada nira tebu bersama kulitnya, hal ini disebabkan oleh besarnya zat terlarut dalam nira tersebut dan disebabkan oleh penggumpalan kapur yang tidak terlarut sempurna pada saat defekasi. Sedangkan nira tebu setelah defekasi yang dikupas nilainya lebih kecil hal ini disebabkan oleh hilangnya komponen zat non sukrosa. Pencampuran kapur pada nira bertujuan untuk menaikan pH dan membentuk inti endapan yang nantinya akan membuat nira menjadi murni tanpa kotoran lagi. cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. 5.2 Warna (Kecerahann) gula kristal putih Acara kedua yaitu pengukuran warna dari gula kristal putih, pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan colureader. Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap (Maryanto, dkk, 2004) . Percobaan menggunakan dua sampel yang berbeda yaitu gula kwalitas 1 (gulaku) dan gula kwalitas 2 (gula lokal). Data yang diperoleh untuk gula kwalitas 1 (gulaku) yaitu untuk ulangan 1 sebesar 88,65 , untuk ulangan 2 sebesar 88,75 , dan ulangan 3 sebesar 87,85. Sedangkan untuk gula kwalitas 2 (gula lokal) yaitu untuk ulangan 1 sebesar 81,55 , ulangan 2 sebesar 82,15 dan ulangan 3 sebesar 83,25. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa gula dengan kwalitas 1 (gulaku) menghasilkan kecerahan warna dengan nilai L yang mendekati 100, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel, semakin cerah sampel yang diukur maka nilai L mendekati 100
(Hutching, 1999). Sedangkan untuk gula dengan kwalitas 2 (gula lokal) warna L tidak berbeda jauh dengan gula kwalitas 1 (gulaku) tetapi kecerahan sampel tetap lebih tinggi gula kwalitas 1 (gulaku). Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa gula berwarna putih cerah lebih bagus kwalitasnya dibandingkan dengan gula kwalitas lokal, gula kwalitas lokal lebih berwarna kecoklatan karena pada saat pemurnian molase terbawa oleh kristal gula atau disebabkan oleh kotoran-kotoran (tanah, lilin, lemak) terlarut tersuspensi yang terbawa pada proses penggilingan. 5.3 Besar Butir Gula Kristal Putih Pada analisis besar butir gula kristal putih digunakan dua sampel yang berbeda yaitu gula dengan kwalitas 1 (gulaku) dan gula kwalitas 2 (gula lokal). Berat jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam mm. Tingkat keseragaman kristal gula yang tinggi mengindikasikan bahwa kualitas kristal gula semakin baik. Persyaratan yang ditetapkan oleh SNI untuk besar jenis butir gula adalah 0,8 – 1,2 (SNI, 2010). Dari data pengamatan yang diperoleh menunjukkan bahwa gula dengan kwalitas 1 sebesar 0,54 mm sedangkan untuk gula dengan kwalitas 2 sebesar 0,6 mm. Data tersebut menunjukkan bahwa gula dengan kwalitas 1 lebih kecil dibangdingkan dengan gula kwalitas 2. Kedua gula tersebut belum memenuhi standar SNI yaitu sebesar 0,8-1,2. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, karena terbentuknya kristal dari nira dipengaruhi oleh sifat komponen nira, khususnya sifat kelarutan bahan, karena yang akan dibuat adalah kristal sukrosa, maka yang utama berpengaruh adalah sifat sukrosa yang digunakan sebagai pengendali didalam proses kristalisasi. Hal-hal yang perlu dikuasai untuk mengendalikan proses yaitu : 1. Sifat kelarutan sukrosa, 2. Mekanisme kristalisasi, dan 3. Sifat komponen non sukrosa dalam nira dihubungkan dengan proses kristalisasi yang akan terjadi. Sifat kelarutan sukrosa didalam air diteliti oleh HERZFELD yang menemukan bahwa kelarutan gula dalam air dipengaruhi suhu dan komponen lain yang terlarut bersama gula, sehingga mempengaruhi bentuk kristal dari gula tersebut.
5.4 Residu Belerang Oksida (SO2) Percobaan yang keempat yaitu penentuan residu belerang oksida (SO2). Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar belerang oksida pada gula kristal putih. Dari percobaan ini digunakan dua sampel yang berbeda yaitu gula dengan kwalitas 1 (gulaku) dan gula dengan kwalitas 2 (gula lokal). Penentuan residu belerang oksida ini berkaitan dengan proses sulfitasi. Sulfitasi adalah penambahan sulfit pada proses pengolahan dengan tujuan memperbaiki warna. Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan, kelebihan kapur ini dinetralkan kembali dengan gas sulfit. Penambahan gas SO2 menyebabkan SO2 bergabung dengan CaO membentuk CaSO3 yang mengendap. SO2 memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam dapat mereduksi ion ferri sehingga menurunkan efek dioksidasi. Belerang murni berupa padatan berwarna kuning pucat. Belerang digunakan sebagai bahan pembantu pembuatan gas SO2 dan berfungsi sebagai : 1. Menetralkan kelebihan susu kapur dalam proses sulfitasi, 2. Memutihkan gula pada stasiun pemurnian, 3. Memucatkan nira pada proses sulfitasi. Dari data percobaan diperoleh kadar SO2 untuk gula dengan kwalitas 1 (gulaku) sebesar 5,2 sedangkan untuk gula dengan kwalitas 2 (gula lokal) sebesar 19,95. Residu belerang dioksida ini merupakan endapan yang tersisa akibat sulfitasi, terlihat dari data tersebut bahwa gula dengan kwalitas 1 (gulaku) memiliki residu SO2 lebih kecil daripada gula dengan kwalitas 2 (gula lokal). Hal ini dapat terlihat dari gula yang dihasilkan, bahwa gula dengan kwalitas 1 (gulaku) memiliki warna lebih putih dibandingkan dengan gula kwalitas 2 (gula lokal). Hal ini disebabkan bahwa semakin banyak penambahan kapur maka akan semakin putih pula gula tersebut, karena belerang berfungsi memutihkan gula dan memucatkan nira pada saat proses sulfitasi (Hana, 2013). Kadar SO2 pada suatu produk makanan menjadi kendala untuk konsumsi, karena industri menuntut makanan dan minuman yang mereka prosukdi bebas dari kandungan SO2. Kadar SO2 yang diperkenankan di Indonesia maksimal 30 ppm
BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari laporan praktikum ini yaitu sebagai berikut : 1. Proses defekasi sangat mempengaruhi derajat brix berkaitan dengan zat padat yang terlarut. Defekasi merupakan pemurnian dengan cara sederhana yang banyak digunakan oleh pabrik. 2. Kecerahan gula kristal putih (gulaku) lebih baik dibandingan dengan gula kristal putih (gula lokal),. 3. Besar butir gula kristal putih belum memenuhi kriteria standar nasional indonesia yaitu 0,8-1,2 sedangkan gulaku dan gula lokal sebesar 0,54 dan 0,6. 4. Kandungan belerang pada gula kristal putih disebabkan oleh endapan yang tersisa pada saat proses sulfitasi.
6.2 Saran Adapun saran dari praktikum yang telah dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Sebaiknya baik praktikan maupun asisten dapat memahami praktikum yang akan dilakukan. 2. Dari pembuatan laporan ini, perlu adanya revisi dari co asisten.
DAFTAR PUSTAKA Agato, 2000. Refraktometer. Yogyakarta : graha ilmu B. Y. dan J. N. Sinulingga, 2006. Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Gula Sei Semayang PTPN II Sumatera Utara. Medan : Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Badan Standarisasi Nasional. 2010. Gula kristal-bagian 3 : putih. Jakasrta : badan standarisasi nassional De Man, J.M. 1999. Principles of Food Chemistry. 3rd Edition. Maryland : An Aspen Publisher. Hana, 2013. Ketetapan SO2 pada bahan makanan dan minuman. Yogyakarta. Penerbit Andi. Ho, C. W. Aida, W. M. Maskat M. Y. Osman, H. 2008. Effect of thermal processing of palm sap on physico-Chemical composition of traditional palm sugar. Pakistan Journal of Biological Sciences. Hutching, J.B. 1999. Food colour and Appereance. Marylan: Aspen Publisher.Inc James, G. 2004. Sugarcane Second Edition. Inggris : Blackwell Publishing Company. Kartasapoetra, A, G. 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Jakarta : Bina Aksara. Kultsum, U., 2009. Pengaruh Variasi Nira Tebu (Saccharum officinarum) dari beberapa Varietas Tebu dengan Penambahan Sumber Nitrogen (N) dari Tepung Kedelai Hitam (Glycine soja) sebagai Substrat terhadap Efisiensi Fermentasi Etanol. Skripsi. Malang : Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Kuswurj, R., 2009. Sugar Technology and Research: Kualitas Mutu Gula Kristal Putih. Surabaya : Institut Teknologi Surabaya
Maryanto, dkk. 2004. Petunjuk PraktikumTeknologi Pertanian. Jember : FTP UNEJ Miller, J.D, dan R.A. Gilbert. 2006.
A Brief View. Agronomy Departement,
Florida Cooperative Extension Service. Intitute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. 6 hlm Petrucci. 1996. Kimia Dasar. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Phaichamnan, M. Posri, W. dan Meenune, M. 2010. Quality profile of palm sugar concentrate produced in Songkhla province, Thailand. International Food Research Journal . Purnomo, 2003. Penentuan Rendemen Gula Tebu Secara Cepat. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Purwono, M. 2002. Derajat Brix. Jakarta : penebar swadaya Raharjo, M. 2010. Refractometer. Jakarta : gramedia Risvan, K. 2009. Penentuan Kadar Gula Reduksi Nira Tebu. semarang. Permata indah Subagjo, A., 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta : Graha Ilmu. Tjokroadikoesoemo, P. S. dan A. S. Baktir,. 2005. Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya :Yayasan
Pembangunan
Indonesia
Sekolah
Tinggi
Teknologi
IndustriTarigan, Wardana, A. 2001. Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta :Penerbit Andi. Widyastuti. 1999. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah, dan Pasang surut. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wijayanti, W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia. Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : Gramedia. Yeanny, M.S., 1999. Pemanfaatan Nira Kelapa Segar Untuk Pembuatan Minuman Ringan. Medan : FMIPA-USU. Yukamgo, E, dan N. W. Yuwono. 2007. Peran Silikon Sebagai Unsur Bermanfaat Pada Tanaman Tebu. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.Vol. 7 : 2 (103116) (2007).
Lampiran Perhitungan A. Warna kecerahan gula kristal putih Gkp 1 (gulaku) 1.
94,35 + (-5,7) = 88,65
2.
94,35 + (-5,6) = 88,75
3.
94,35 + (-6,5) = 87,85
Gkp 1 (gula lokal) 1.
94,35 + (-12,8) = 81,55
2.
94,35 + (-12,2) = 82,15
3.
94,35 + (-11,1) = 83,25
B. Besar Butir gula kristal putih 1. Jumlah GKP 1 = 5.92 + 13.78 + 0 + 8.34 + 23.3 + 7.89 = 58.63 BJB GKP 1 Fraksi 1= 5.32 x 100 x 7.1 = 64.424 58.63 BJB GKP1 fraksi 2 = 13.78 x 100 x 8.55 = 200.953 58.63 BJB GKP 1 fraksi 3 = 0 x 100 x 10 = 0 58.63 BJB GKP 1 fraksi 4 = 8.34 x 100 x 12.05 = 171.408 58.63 BJB GKP 1 fraksi 5 = 23.3 x 100 x 19.05 = 757.061 58.63
BJB GKP 1 fraksi 6 = 7.89 x 100 x 48 = 645.949 58.63 Jumlah BJB GKP 1 = 64.424 + 200.953 + 0 + 171.408 + 757.061 + 645.949 =1839.795 BJB GKP 1 = (100/1839.795) = 0.54 2. Jumlah GKP 2 = 9.08 + 14.89 + 0.07 + 7.75+ 21.98 + 5.8 = 59.57 BJB GKP 2 fraksi 1 = 9.08 x 100 x 7.1 = 108.22 59.57 BJB GKP 2 fraksi 2 = 14.89 x 100 x 8.55 = 213.714 59.57 BJB GKP 2 fraksi 3 = 0.07 x 100 x 10 = 1.175 59.57 BJB GKP 2 fraksi 4 = 7.75 x 100 x 12.05 = 156.769 59.57 BJB GKP 2 fraksi 5 = 21.98 x 100 x 19.05 = 702.902 59.57 BJB GKP fraksi 6 = 5.8 x 100 x 48 = 467.349 59.57 Jumlah BJB GKP 2 = 108.22 + 213.714 + 1.175 + 156.769 + 702.902 + 467.349 =1650.129 BJB GKP 2 = (100/1650.129) = 0.6 C. Residu So2 Diketahui: 1 ml Iod setara dengan = 0,162 SO2/ml Berat Contoh= 50 gram KADAR SO2 (ppm) = (t-v) x 0,162 x 1000 µg/g SO2
Berat contoh (g) GKP 1
= (3,2-1,9) x 0,162 x 1000 50 = 4,2 ppm
GKP 1
= (6,9-1,9) x 0,162 x 1000 50 = 16,2 ppm
DOKUMENTASI Derajat Brix dan Defekasi
Pengukuran
Nira
drajat brix
Refractometer
Defekasi Pengukuran drajat brix
Warna Gula Kristal Putih
Sampel
Penimbangan
Pengukuran Colour Reader
View more...
Comments