Laporan Praktikum Skrining Farmakologi
May 6, 2018 | Author: Niisa Aniisa S | Category: N/A
Short Description
skrining farmakologi adalah...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI SKRINING FARMAKOLOGI
“
”
03 Januari 2014
Disusun Oleh : Kelompok 3
Anisa
( 0661 11 136 )
Ahmad Apriyunas
( 0661 11 144 )
Ardian Hadi S
( 0661 11 163 )
Dosen Pembimbing :
Drh. Mien Rachminiwati, Ph.D
Ir.E. Mulyati Effendi, MS
Yulianti., S.Farm.
LABORATORIUM FARMASI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2013
LEMBAR PENGESAHAN “
”
SKRINING FARMAKOLOGI
ANISA 0661 11 136
AHMAD APRYUNAS 0661 11 144
ARDIAN HADI S 0661 11 163
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Masih banyak zat atau senyawa obat baru baik yang beasal dari tanaman maupun bukan tanaman yang belum diketahui khasiatnya atau efek obatnya. Efek obat tersebut dapat bersifat menyembuhkan atau berupa efek samping / efek yang merugikan. Untuk mengetahui senyawa obat baru dapat dilakukan skrining farmakologi yaitu dengan melakukan uji – uji tertentu pada senyawa obat baru tersebut. Uji yang digunakan dalam skrining farmakologi diantaranya adalah uji panggung, uji refleks, uji katalepsi, uji postur, uji gelantung, uji haffner. Evaluasi skrining yang dilakukan merupakan evaluasi skrining buta yang dilihat dari
aktivitas
motorik
hewan
coba
yaitu
psikohanaleptik
dan
psikoleptik.
Psikohanaleptik dapat dilihat dari katalepsi dan ptosis, jika uji gelantung bersifat positif ( pemulihan posisi ) maka senyawa tersebut bersifat neuroleptik sedangkan jika uji gelantung bersifat negative maka senyawa bersifat hipnotik. Psikoleptik berarti senyawa obat tersebut bersifat hipotemi ( sikap tubuh normal ).
I.2.
Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui atau mencari obat baru yang belum diketahui khasiatnya. 2. Pada praktikum ini akan dilakukan skrining buta terhadap suatu sediaan obat. Diharapkan mahasiswa terlatih mengenali gejala – gejala yang mempunyai efek farmakologis dari suatu sediaan obat.
1.3.
Hipotesis
Antara Zat A dan Zat B ada yang bersifat neuroleptik dan juga yang bersifat hipnotik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pencarian senyawa obat baru pada prinsipnya dapat dilakukan berdasarkan skrining atu penapsian dengan berorientasi pada efek farmakologis tertentu seperti pencarian obat antidiabetes, antikanker, analgesic dan sebagainya. Pada skrining yang terorientasi seringkali efek – efek farmakologis lainnya mungkin juga lebih potensial dibandingkan dengan efek yang dicari terabaikan. Untuk menghindari hal tersebut di atas pencarian efek farmakologis terhadap suatu sediaan yang sama sekali baru dapat dilakukan dengan melakukan skrining buta. Pada aktivitas skrining ini efek yang terlihat semuanya diamati sehingga dapat melakukan pemiliham terhadap suatu sediaan yang mempunyai atau tidak mempunyai efek farmakologis atau toksik. Selain itu hasilnya dapat memberikan arahan untuk penelitian selanjutnya. Bagan evaluasi skrining buta
:
Efek farmakologi
kelas farmakologi Psikohanaleptik
Aktivitas Motorik
Gelantung ( + ) Pemulihan posisi
Neuroleptik
Gelantung ( - ) Pemulihan posisi
Hipnotik
Kotalepsi Ptosis
Psikoleptik
Hipotermi ( sikap tubuh normal )
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif
lain, contohnya: kloralhidrat,
etklorvinol, glutetimid,
metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995). Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:
a. depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida b. tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturate c. sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturate d. “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudag melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002). Skrining farmakologi: terjadi pengurangan jumlah jengukan, pengurangan aktivitas motorik, hilangnya refleks pineal, refleks fleksi dan daya pulih posisi tubuh, adanya ptosis, lakrimasi, dan pengurangan bobot badan selama 2 hari setelah pemberian dekok. Kematian terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemberian dekok dosis 4000 dan 8000 mg/kg b.b. Efek terhadap tekanan darah normal: dekok menurunkan tekanan darah normal. Intensitas dan lamanya efek meningkat dengan bertambahnya dosis, dengan efek maksimum pada dosis 100mg/kg b.b Interaksi dengan obat lain: -
Dekok mempotensiasi efek penurunan tekanan darah asetil kolin dan isoproterenol
-
Atropin memperkecil efek penurunan tekanan darah dekok
-
Propanolol memperbesar efek penurunan tekanan darah dekok
-
Pemberian yohimbin sebelum dekok dan adrenalin ses udahnya memperkecil penurunan tekanan darah dekok
-
Tiramin memperbesar intensitas penurunan tekanan darah dekok.
-
Lama efek pada setiap interaksi tidak berbeda dari lamanya efek oleh dekok itu sendiri. Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang menyebabkan
pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat psykoaktif. Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh dari ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein dari kopi dan kokain dari tanaman koka. Morfin
dan kodein diperoleh dari tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin dan kodein. Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis (canabis sativum) sedangkan hashis dan minyak hash berasal dari resin tanaman tersebut, begit u juga ganja. Alkohol adalah suatu produk yang berasal dari bahan alami juga yang diproses melalui mekanisme fermentasi, itu terjadi bila buah, biji-bijian atau sayuran dibuat kompos. Jamur seperti mushroom dan beberapa jenis tanaman kaktus dapat diproses menjadi obat yang bersifat halusinogenik. Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi umum obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang bersifat adiktif maupun yang non-adiktif. 1. Obat depresansia SSP
Obat yang termasuk golongan ini adalah obat yang berefek menghambat aktifitas SSP secara spesifik maupun umum. Yang termasuk menghambat SSP secara umum adalah obat dalam kelompok anastesi umum, dalam bab ini hal tersebut tidak dibahas. Yang dibahasadalah: a. Golongan obat sedative-hipnotik
Yang termasuk dalam golongan ini ialah obat yang yang menyebabkan depresi ringan (sedative) sampai terjadi efek tidur (hipnotika). Pada efek sedative penderita akan menjadi lebih tenang karena kepekaan kortek serebri berkurang. Disamping itu kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan reaksi spontan menurun. Kondisi tersebut secara klinis gejalanya menunjukkan kelesuan dan rasa kantuk. Yang termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah: 1. Ethanol (alcohol) 2. Barbiturate: i)
longakting: Fenobarbital
ii)
short acting: seconal
3. Benzodiazepam 4.
Methaqualon
b. Golongan analgesic
Yang termasuk golongan obat analgesic adalah obat yang berefek pada penghilangan rasa nyeri (analgesic opioid) dan obat anti piretik serta obat anti inflamasi non-steroid. Sedangkan yang dibahas dalam bab ini adalah obat
analgesic opioid karena kelompok obat tersebut dapat menimbulkan adiksi (ketagihan), misalnya: 1. Morphine 2.
Codein
3. Pentazocine 4. Naloxone
2. Obat stimulansia SSP Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua mekanisme yaitu: Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan synopsis. Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi yang menuju atau meninggalkan otak. Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang merasa tidak dapat tidur, selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan gangguan tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic, sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat menghambat kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat menyulitkan penggunaan obat tersebut. i) Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah: a) Cafein dalam kopi, teh dan minuman kokakola b) Ephedrin yang digunakan untuk pengobatan bronchitis dan asthma c) Nikotin dalam tembakau, selain bagi perokok berat yang digunakan untuk relaks/istirahat ii) Obat yang bersifat stimulansia kuat: a) Amphetamine, termasuk amphetamine yang illegal seperti “Shabu” b) Kokaine atau coke atau crack c) Ecstasy d) Tablet diet seperti Duromine dsb. Obat-obat tersebut yang termasuk dalam kelompok ii) adalah obat yang termasuk golongan obat terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi orang yang bersifat dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan.
Obat halusinogenik berpengaruh terhadap persepsi bagi penggunanya. Orang yang mengkonsumsi obat tersebut akan menjadi orang yang sering berhalusinasi, misalnya mereka mendengar atau merasakan sesuatu yang ternyata tidak ada. Pengaruh obat halusinogenik ini sangat bervariasi, sehingga sulit diramalkan bagaimana atau kapan mereka mulai berhalusinasi. Pengaruh lain dari obat halusinogenik ini ialah pupil dilatasi, aktifitas meningkat, banyak bicara atau tertawa, emosionil, psykologik euphoria, berkeringat, panic, paranoid, kehilangan kesadaran terhadap realitas, iraional, kejang lambung dan rasa mual. Yang termasuk obat halusinogenik ialah: 1. Datura 2. Ketamine atau”K” 3. LSD (“Lysergik acid diethylamide”) 4. Muscakine (peyote cactus) 5. CP(Phencyclidine) Canabis dan ecstasy juga termasuk golongan halusinogenik 3. Golongan Marijuna, Hashis dan Canabis
Golongangan obat ini ialah obat yang tyermasuk dalam obat terlarang (narkoba), narkotik dan obat terlarang. Obat yang termasuk dalam golongan ini menyebabkan efek ketagihan atau adiktif/addict. Karena efeknya yang menyebabkan ketagihan, maka golongan obat terlarang tersebut banyak diselundupkan ke Indonesia baik melalui bandara, pelabuhan ataupun melalui angkutan darat. Dari rtahun ke tahun pengguna obat terlarang tersebut terus meningkat di Indonesia sehingga banyak kasus kejahatan yang dihubungkan dengan obat terlarang tersebut meningkat baik dalam jumlah dan kualitasnya.
BAB III METODOLOGI KERJA
III.1. Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan :
Bahan yang digunakan :
-
Pensil
-
Mencit
-
Suntikan
-
Zat A
-
Timbangan
-
Zat B
-
Toples
-
III.2. Cara Kerja
-
Diambil 2 ekor mencit
-
Di amati frekuensi jantung, laju nafas, nyeri, tonus, kesadaran, gejala lain( urinasi, defekasi, salvias, kejang)
-
Mencit pertama disuntikan zat A secara intraperitoneal ( i.p ) dengan dosis bertingkat 0,1 cc; 0,2 cc; 0,4 cc; 0,6 cc; 0,8 cc….
-
Mencit
lainnya disuntikan zat B secara intraperitoneal ( i.p ) dengan dosis
bertingkat 0,1 cc; 0,2 cc; 0,4 cc; 0,6 cc; 0,8 cc…
-
Setiap penambahan dosis zat A dan dosis zat B secara bertingkat dilakuklan uji – uji sebagai berikut : a. Uji panggung Di perhatikan aktivitas dari mencit tersebut b. Uji katalepsi Kaki mencit diletakan pada batang pensil yang diletakan dari atas ke bawa h. c. Refleks postur Diletakan mencit pada punggungnya kemudian dilihat kemampuan kembali ke posisi normalnya. d. Uji gelantung Digantungkan mencit pada batang pensil yang diletakan dibentangkan di udara yang kita pegang pinsilnya.
Berhasil naik : righting ability positif
Tidak mampu menggelantung dan jatuh
: gfif refleks negative
e. Uji haffner Dijepit pangkal ekor tikus dengan pinset. Jika mencit berpaling : respon positif.
-
Setiap penambahan dosis zat A dan dosis zat B secara bertingkat dilakukan pengamatan seperti pada point pertama
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan Pengamatan
Normal
0,1 ml
0,2 ml
0,4 ml
0,8 ml
1,6 ml
Laju respirasi
150 x/menit
146x/menit
112x/menit
92x/menit
94x/menit
92x/menit
Frekuensi jantung
136x/menit
130x/menit
100x/menit
92x/menit
92x/menit
90x/menit
Rasa nyeri
++++
++++
+++
+++
+++
++
Kesadaran
++++
++++
+++
+++
++
++
Uji panggung : -
Aktivitas motorik
8 kali
5 kali
4 kali
3 kali
3 kali
2 kali
-
Fenomena straub
+
+
-
-
+
+
-
piloereksi
-
-
+
+
-
-
-
ptosis
-
-
-
-
+
+
Uji refleks : -
refleks pineal
+
+
+
+
+
+
-
refleks kornea
+
+
+
+
+
+
-
refleks ipsirateral
+
+
+
+
+
+
Uji katalepsi
+
+
+
+
-
-
Refleks postur
+
+
+
+
+
-
Uji gelantung
+
+
+
-
-
-
Uji haffner
+
+
+
+
+
+
Efek lain : -
Lakrimasi
-
-
-
-
-
-
-
Midriasis
-
-
-
-
-
-
-
Mortalitas
-
-
-
-
-
-
-
Urinasi
-
-
-
++
+
-
-
Defekasi
-
++
+
-
++
-
-
Salivasi
++
++++
+++
++++
++++
++++
IV.2. Pembahasan
Praktikum ini tentang skrining farmakologi, yang akan dilakukan skrining buta terhadap suatu sediaan obat. Diharapkan mahasiswa terlatih mengenali gejala – gejala
yang mempunyai efek farmakologis dari suatu sediaan obat. Untuk mengetahui atau mencari obat baru yang belum diketahui khasiatnya. Pada praktikum ini rute pemberian obat dilakukan secara subkutan. Sebelum dilakukan penyuntikan zat, mencit diperiksa dulu keadaan biologisnya dalam keadaan normal termasuk uji yang akan dilakukan. Pada kelompok kami zat yang disuntikan yaitu zat B yang belum diketahui senyawa obat apa. Pemberian obat dilakukan secara dosis bertahap. Pengujian paling utama yang diakukan terhadap mencit diantaranya uji panggung, uji refleks, uji katalepsi, uji postur, uji gelantung, uji haffner. Uji panggung meliputi 3 pengujian yaitu aktivitas motorik, aktivitas motorik ini merupakan banyaknya pergerakan yang dilakukan selama 1 menit, selanjutnya yaitu piloereksi yaitu fenomena ketika bulu berdiri. Fenomena straub yaitu pengamatan terhadap ekor mencit, apabila ekornya ketika lagi jalan keatas maka fenomena iini dikatakan positif. Untuk uji berikutnya yaitu uji refleks, uji refleks dilakukan dengan 3 cara yaitu refleks pineal, refleks kornea, refleks ipsirateral. Ref leks pineal ini merupakan gerakan secara tidak disadari ketika ada rangsangan, sedangkan ipsilateral gerakan yang dilakukan di daerah yang diberi rangsangan. Uji haffner merupaka uji yang dilakukan untuk mengetahui rasa nyeri yang dilakukan secara mekanik. Penyuntikan pertama dilakukan dengan dosis 0,1 ml, setelah dilakukan pengamatan terjadi penurunan terhadap laju respirasi, frekuensi jantung, dan aktifitas motoriknya. Penurunan untuk laju respirasi dan frekuensi jantung tidak terlalu jauh dari normal. Pada penyuntikan ke-4 sudah bisa disimpulkan zat apa yang kami peroleh, tetapi untuk memperkuat kesimpulan tersebut kami melakukan penyuntikan dengan menggunakan dosis 1,6 ml. Dilihat dari gejalanya yaitu denyut jantung dan respirasi yang menurun serta dari aktivitas motorik yang semakin menurun. Pada uji haffner dan straub menunjukan hasil yang positif, diihat dari bagan evaluasi skrining buta, apabila uji haffner dan straub menunjukan hasil positif berarti obat tersebut termasuk kedalam golongan analgetik. Dan berdasarkan uji katalepsi yang dilakukan dengan cara meletakan kaki tikus pada batang pensil, hasil untuk dosis terakhir ini yaitu negatif karena tikus tidak bisa naik keatas. Uji katalepsi ini berhubungan dengan uji postur ( tonus otot ), tonus otot melemah (-) sehingga tikus tidak kuat lagi untuk memegang batang pensil, hal ini disebabkan karena reaksi obat. Dilihat dari hasil uji katalepsi yang negatif, zat B tersebut termasuk kedalam obat hipnotik, ini berarti obat tersebut memberikan efek hipnotis sehingga membuat aktivitas motorik, tonus otot mencit menurun.
Zat B yang kelompok kami peroleh termasuk kedalam obat depresansia, dimana obat yang termasuk golongan ini adalah obat yang berefek menghambat aktifitas SSP secara spesifik maupun umum. Salah satu obat depresansia yaitu golongan hipnotik, Yang termasuk dalam golongan ini ialah obat yang yang menyebabkan depresi ringan (sedative) sampai terjadi efek tidur (hipnotika). Pada efek sedative penderita akan menjadi lebih tenang karena kepekaan kortek serebri berkurang. Disamping itu kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan
reaksi
spontan
menurun.
Kondisi
tersebut
secara
klinis
gejalanya
menunjukkan kelesuan dan rasa kantuk. Sedangkan untuk zat A yang dilakukan oleh kelompok lain mengakibatkan kematian pada mencit, gejala yang paling khas yaitu kejang – kejang maka diperkirakan senyawa obat ini adalah strignin karena ditunjukkan dari kejangkejang tersebut. Selain strignin yaitu pentotal dan kafein contoh senyawa obat yang bisa meningkatkan denyut jantung, agresif, seperti gelisah atau paranoid. Obat tersebut termasuk kedalam obat stimulansia SSP. Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua mekanisme yaitu: -Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan synopsis.Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi yang menuju atau meninggalkan otak.
BAB V KESIMPULAN
Pada praktikum kalii ini dapat disimpulka bahwa setelah melakukan percobaan ini dan melihat gejala-gejala yang ada dapat disimpulkan bahwa obat zat B yaitu golongan depresansia sebagai contoh urethan sedangkan untuk zat A yaitu golangan stimulansia sebagai contoh strignin.
DAFTAR PUSTAKA
Tim departemen Farmakologi FKUI.2007. Farmakologi dan Terapi. FKUI:Jakarta. Katzung, Bertram g. 1986. Farmakologi dasar dan klinik . Salemba Medika:Jakarta. Anonim.1995. Farmakope Indonesia edisi IV . Depkes RI:Jakarta. Agung, E. N. 2012. Prinsip Aksi dan Nasib Obat Dalam Tubuh. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Darmono, Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakologi Eksperimental. Jakarta. UI-Press.
View more...
Comments