Laporan Praktikum Proses Unit Operasi Teknik I: Fluidisasi

July 10, 2017 | Author: Rizqi Pandu Sudarmawan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Laporan Praktikum Proses Unit Operasi Teknik I: Fluidisasi descargar musica gratis...

Description

Laporan Praktikum Proses Unit Operasi Teknik I Fluidisasi Oleh Kelompok 21 Teknik Kimia Ranti Fabrianne (11) Rizqi Pandu Sudarmawan (0906557045) Stella Lydia (11) Yan Aulia Ardiasnyah (12)

Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia Jurusan Teknik Kimia Depok 2013

Fluidisasi 2013 DAFTAR ISI

Bab 1. Pendahuluan……………………………………………………………………………… Bab 2. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………………… Bab 3. Alat & Prosedur Percobaan………………………………………………………………… Bab 4. Data Perhitungan & Grafik……………………………………………………………… Bab 5. Analisa & Kesimpulan…………………………………………………………………… Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………

1

Fluidisasi 2013 BAB I 1.1

Pendahuluan Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatan (bed) dalam suatu

reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya alir fluida ke dalamnya baik berupa liquid maupun gas. Fluidisasi akan dapat terjadi apabila gaya dorong fluida lebih besar dari gaya berat unggun. Sementara itu fluidisasi minimum terjadi apabila gaya dorong atau gaya seret fluida sama dengan gaya berat unggun. Fluidisasi berhubungan dengan proses industri kimia yang cukup vital, misalnya dalam proses katalisasi maupun dalam proses pemurnian gas. Dan biasanya aplikasinya adalah untuk proses yang menggunakan fixed bed, fluidized bed sampai proses transport. Proses fluidisasi ini memiliki beberapa hal penting yang patut diperhatikan, seperti jenis dan tipe fluidisasi dan aplikasinya dalam industri serta spesivikasi dan cara kerja alatnya. Aplikasi fluidisasi dalam proses industri sangat banyak dan dimulai pada tahun 1926 untuk Gasifier Winkler berskala besar. Diikuti oleh Fluidized-bed Catalytic Cracking (FCC) crude oil menjadi bensin pada tahun 1942. Aplikasi tersebut semakin berkembang dan pada tahun 1990 dapat diklasifikasikan menjadi proses-proses kimia katalitik (seperti FCC dan sintesis Fischer-Tropsch), proses-proses kimia nonkatalitik (seperti thermal cracking dan gasifikasi batubara), dan proses-proses fisik (seperti pengeringan dan absorpsi). Sementara fluidisasi kontinyu banyak dimanfaatkan untuk memindahkan padatan dari satu tempat ke tempat lain dalam sebuah pabrik pengolahan. Salah satu alasan unggun terfluidisasi memiliki aplikasi yang luas adalah karakteristik transfer panasnya yang sangat baik. Hal ini didukung kuat oleh berubahnya sifat dari unggun tersebut menjadi seperti fluida sehingga transfer panas yang terjadi adalah transfer panas konveksi. Dengan demikian partikel yang memasuki unggun terfluidisasi segera mencapai temperatur unggun dan partikel dalam unggun bersifat isothermal pada semua situasi. Gas yang memasuki unggun juga akan segera mencapai temperatur unggun. Hampir tidak adanya variasi temperatur dalam unggun yang terfluidisasi dikarenakan pencampuran merata dan area kontak yang luas antara gas dan partikel. Jadi kita sebagai mahasiswa departemen teknik kimia merasa perlu untuk mempelajari fluidisasi dan aspek aplikasinya dalam industri. Karena pada proses yang berhubungan dengan

1

Fluidisasi 2013 katalisasi ataupun hal yang erat kaitanya dengan perlakuan gas-solid, liquid-solid, fluidisasi berperan penting dalam proses tersebut.

1.2

Tujuan Percobaan Percobaan ini dilakukan dengan tujuan sbb.: 1.

Mengamati perilaku partikel unggun (bed) yang mengalami fluidisasi.

2.

Menyelidiki hubungan antara ketinggian unggun dengan laju alir atau kecepatan superfisial.

3.

Menyelidiki hubungan antara kecepatan superfisial dengan proses fluidisasi dan perpindahan panas.

4.

Menyelidiki hubungan antara proses perpindahan panas dan posisi heater.

5.

Menyelidiki pengaruh kecepatan superfisial terhadap temperatur di dalam unggun dan temperatur di atas unggun.

6.

Menganalisa representasi hubungan antara bilangan Reynold dan bilangan Nusselt terhadap kecepatan superfisial dan proses perpindahan panas yang terjadi.

1.3

Prinsip Kerja Mengalirkan fluida udara terkompresi pada bed dengan laju alir, suhu, dan posisi heater yang divariasikan untuk melihat pengaruhnya pada peristiwa fluidisasi dan perpindahan panas yang terjadi.

1

Fluidisasi 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Konsep Fluidisasi Apabila terdapat suatu aliran fluida baik cair maupun gas yang melewati partikel unggun

yang berada dalam suatu tabung, maka aliran tersebut akan memberikan suatu gaya dorong atau gaya seret (drag force) pada partikel, sehingga partikel tersebut akan terangkat dan menyebabkan hambatan terhadap aliran udara semakin mengecil sehingga menimbulkan kehilangan tekanan (pressure drop) sepanjang partikel unggun, dimana peristiwa ini biasa disebut dengan peristiwa fluidisasi. Ketinggian unggun akan berubah seiring dengan perubahan laju alir udara. Semakin besaar laju alir udara, maka akan semakin besar ketinggian unggun. Pada laju alir udara yang rendah, perubahan ketinggian unggun tidak begitu berarti bahan akan cenderung konstan walaupun laju alir udara bertambah. Konsep dasar dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi dapat diilustrasikan dengan fenomena yang terjadi jika adanya perubahan laju alir gas seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Fenomena fluidisasi dengan variasi laju alir gas

1

Fluidisasi 2013 Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat juga dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini.

Fenomena di atas dapat dijelaskan melalui persamaan Bernoulli dengan aliran laminer sebagai berikut, yaitu: F

150Vs  (1   )2 x ( D p ) 2  3

dan PgzF

Pada gambar di atas terlihat bahwa perbedaan tekanan sepanjang unggun secara linear berbanding lurus dengan laju alir volumetrik selama fluidisasi belum tercapai. Jika padatan berupa partikel seperti pasir, ketahanan partikel tersebut terhadap aliran fluida akan menurun dengan meningkatnya porositas partikel tersebut. Pengukuran P pada sepanjang unggun dapat dinyatakan dengan persamaan sbb.

 P 

150Vs  (1   ) 2 x (D p ) 2  3

Maka bila Vs meningkat, meningkat dan P dijaga agar konstan. Dalam hal ini x juga akan meningkat, akan tetapi pengaruh dari kenaikan x ini lebih kecil dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan Adapun hubungan x, P dan kecepatan aliran fluida dapat dilihat pada gambar 3.

1

Fluidisasi 2013 Untuk kecepatan yang kurang dari kecepatan fluidisasi minimum (Umf) maka unggun akan berprilaku sebagai packed bed. Namun, jika kecepatan aliran fluida dinaikkan melebihi Umf, maka tidak hanya unggun yang terangkat, tetapi partikel akan bergerak dan akan saling berbenturan satu sama lain dan akhirnya keseluruhan massa partikel akan menjadi fluida.

Gambar 3. Transisi dari packed bed ke fluidized bed

2.2.

Jenis-jenis Fluidisasi

2.2.1. Fluidisasi Partikulat Adalah suatu proses fluidisasi di mana partikel-partikel bergerak menjauh satu sama lain dan gerekannya bertambah hebat dengan bertambahnya kecepatan. Tetapi, densitas hamparan rata-rata pada suatu kecepatan tertentu adalah sama di segala arah hamparan. Ciri dari proses ini adalah adanya ekspansi hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan yang cukup tinggi. Seiring dengan bertambahnya kecepatan fluida dan penurunan tekanan, maka unggun akan terekspansi dan pergerakan partikel semakin cepat. Jalan bebas rata-rata suatu partikel di antara tumbukan-tumbukan dengan partikel lainnya akan bertambah besar dengan meningkatnya kecepatan fluida. Akibatnya porositas unggun akan meningkat.

1

Fluidisasi 2013 2.2.2. Fluidisasi Agregat/ Fluidisasi Gelembung Hamparan zat padat yang terfluidisasi dalam udara biasanya menunjukkan peristiwa yang dikenal dengan fludisasi agregat atau gelembung. Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan gas di atas kecepatan fluidisasi minimum. Pada kondisi ini unggunakan mengalami bubbling dan ronggarongga seperti gelembunguap akan membangkitkan sirkulasi partikel unggun. Dalam fluidisasi gelembung pengembangan volume hamparan terutama disebabkan oleh volume yang dipakai oleh gelembung gas karena fasa rapat pada umumnya tidak berekspansi dengan peingkatan aliran. Akan tetapi jika kecepatan ditambah maka hamparan akan mengembang secara seragam sehingga akhirnya gelembung mulai terbentuk. Dan jika kecepatan ditingkatkan lagi sampai melewati titik gelembung, hamparan itu akan berangsur-angsur mengempis kembali, tetapi akan mengembung lagi. Dalam fluidisasi agregat fluida akan membuat gelembung pada padatan unggun dalam tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida akan meningkat melalui unggun dan pecah pada permukaan unggun dan akan terjadi splashing di mana partikel unggun akan bergerak atas. Seiring dengan meningkatnya kecepatan fluida, perilaku gelembung akan bertambah besar. Kriteria untuk fluidisasi partikulat dan agregat dapat ditentukan dengan bilngan Froude : v2/(gDp) yang dipakai untuk menentukan apakah suatu sistem akan terfluidisasi partikulat atau terfluidisasi agregat.

2.2.3. Fluidisasi Kontinu Bila kecepatan fluida melalui hamparan zat padat cukup besar, maka semua partikel dalam hamparan itu akan terbawa ikut oleh fluida hingga memberikan suatu fluidisasi kontinu. Prinsip fluidisasi ini terutama diterapkan dalam pengangkutan zat padat dari suatu titik ke titik lain dalam suatu pabrik pengolahan di samping ada beberapa reaktor gas zat padat lama yang bekerja dengan prinsip ini. Contohnya adalah dalam tranportasi lumpur dan tranportasi pneumatic.

1

Fluidisasi 2013 2.3

Sifat dan Karakteristik Partikel Unggun a. Ukuran partikel Padatan dalam unggun yang terfluidisasi tak pernah sama dalam ukuran dan mengacu pada distribusi ukuran partikel tersebut. Untuk menghitung ukuran partikel rata-rata dengan menggunakan diameter rata-rata permukaan (dsv).

d sv 

1 x di pi

di mana; dp = diameter partikel rata-rata yang secara umum digunakan untuk desain dsv = diameter dari suatu bidang b. Densitas padatan Padatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan densitasnya yaitu bulk, skeletel, dan particle. Densitas bulk merupakan pengukuran berat dari keseluruhan partikel dibagi dengan volume partikel. Pengukuran ini menyertakan faktor kekosongan dalam pori-pori partikel. Skeletel adalah densitas suatu padatan jika porositasnya nol. Adapun densitas partikel adalah berat dari suatu partikel dibagi dengan volumenya dengan menyertakan pori-pori. Jika tidak ada nilai untuk densitas partikel, maka pendekatan untuk densitas partikel dapat diperoleh dengan membagi dua densitas bulk. c. Sphericity Sphericity merupakan faktor bentuk yang dinyatakan sebagai rasio dari area permukaan volume partikel bulat yang sama dengan partikel itu dibagi dengan area permukaan partikel.

 

d sv dv

Material yang melingkar seperti katalis dan pasir bulat memiliki nilai sphericity sebesar 0.9 atau lebih.

1

Fluidisasi 2013 d. Kecepatan terminal Kecepatan terminal suatu partikel (Ut) merupakan kecepatan gas yang dibutuhkan untuk mengatur partikel tunggal yang tersuspensi dalam aliran gas. Kecepatan terminal suatu partikel dinyatakan dalam persamaan:  4 gd p (  p   g )  Ut    3 g C d  

1/ 2

Dalam aliran laminer dan mengikuti Hukum Stokes:

24 Re p

Cd  Re p 

d pU g



Jadi, kecepatan terminal untuk partikel tunggal berbentuk bulat adalah Ut 

g (  p   g )d p

2

18

untuk Rep < 0.4

Dan untuk partikel besar dengan Cd = 0.43  3,1(  p   g ) gd p  Ut    g  

1/ 2

untuk Rep > 500

Persamaan ini mengindikasikan bahwa untuk partikel yang berukuran kecil viskositas merupakan faktor dominan setiap gas dan untuk partikel berukuran besar densitas merupakan faktor yang terpenting. Kedua persamaan di atas mengabaikan gaya antar partikel. Secara umum kecepatan selip (Uselip) atau kecepatan efektif terminal untuk partikel dalam suspensi (U*t) adalah: Uselip = U*t = Ut . f() Kekosongan f() dari unggun yang terfluidisasi adalah fraksi mol yang terjadi oleh gas. Fungsi t dapat dinyatakan dengan pendekatan Kozeny-Charman berikut. f() = 0.1 2/(1-



Pendekatan lain yang digunakan untuk sistem banyak fasa yaitu korelasi

Richardson-Zaki untuk partikel tunggal dalam suspensi, yaitu: U/Ut =n n merupakan fungsi dari dp/D dan bilangan Re yang divariasikan.

1

Fluidisasi 2013 e. Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf) Adalah kecepatan superficial terendah yang dibutuhkan untuk terjadinya fluidisasi. Umf dapat ditentukan melalui plot Zenz dengan mengasumsikan faktor kekosongan pada fluidisasi minimum 0.5. Selain itu, Umf juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan Umf = [(1135.7+0.0408Ar)0.5-33.71]/(gdp) Di mana bilangan Archimides (Ar) adalah : Ar = gdp3(pgg/2 Untuk memprediksi Umf, Ergun menurunkan suatu korelasi dengan cara menyamakan pressure drop pada saat Umf dengan berat unggun persatuan luas dan diperoleh persamaan sebagai berikut.

Suku pertama persamaan Ergun dominan untuk aliran laminer sedangkan suku kedua dominan pada aliran turbulen. Pengukuran Umf dapat diperoleh dari grafik P vs Umf, yaitu sesuai titik potong atau antara bagian kurva yang datar seperti yang digambarkan pada gambar 3. f. Batas partikel Partikel diklasifikasikan berdasarkan bagaimana partikel tersebut terfluidisasi dalam udara pada kondisi tertentu. Partikel tersebut dapat diklasifikasikan menjadi: 

Partikel halus



Partikel kasar



Kohesif, partikel yang sangat halus



Unggun yang bergerak

g. Gaya antar partikel Gaya antar partikel sering kali diabaikan dalam fluidisasi meskipun dalam banyak kasus gaya ini lebih kuat dibandingkan hydrodinamic yang digunakan dalam banyak korelasi. Gaya antar partikel yang berhubungan atau berkaitan dengan unggun yang terfluidisasi, misalnya van der waals, elektrostatik, dan kapilaritas.

1

Fluidisasi 2013 h. Daerah batas fluidisasi (fluidization regimes) Pada kecepatan gas rendah, suatu padatan dalam tabung unggun akan berada pada kondisi konstan seiring dengan bertambahnya kecepatan gas, gaya seret, dan gaya buoyant mengalahkan berat partikel serta gaya antar partikel tersebut. Pada fluidisasi minimum partikel memperlihatkan pergerakan yang minimal dan secara langsung unggun akan sedikit terangkat. i. Penurunan tekanan Penurunan tekanan yang terjadi pada campuran dua fasa dinyatakan dalam beragam bentuk, seperti static head, akselerasi dan kehilangan friksi untuk gas dan padatan. Untuk aplikasi fluidisasi unggun di luar kondisi ketika akselerasi penurunan tekanan dapat diterima, penurunan tekanan akan dihasilkan dari static head padatan. Untuk itu, berat suatu partikel unggun jika dibagi dengan tinggi padatan akan menghasilkan densitas sesungguhnya dari unggun yang terfluidisasi. Formulanya dirumuskan sebagai berikut :

PLpggc  2.4

Perilaku Gelembung pada Ketinggian unggun a. Perilaku Gelembung Gelembung yang lebih besar cenderung naik lebih cepat dibanding gelembung yang kecil sehingga antar gelembung akan terjadi tumbukan dan bergabung (coalescence) dan gelembung semakin bertambah besar. Dinding tabung juga mempengaruhi gerekan gelembung sehingga gelembung cenderung bergerak ke arah dalam unggun. Gelembung terjadi dalam kebanyakan unggun yang terfluidisasi dan peranannya sangat penting karena akibat laju dari perubahan massa atau energi di antara gas dan padatan dalam unggun. Gelembung terbentuk dalam unggun yang terfluidisasi dari ketidakstabilan sistem 2 fasa. Pengontrolan ukuran gelembung dapat diperoleh dengan mengontrol distribusi ukuran partikel atau dengan meningkatkan kecepatan gas. Mengacu pada teori gelembung dua fasa dan fluidisasi, semua gas yang dibutuhkan untuk fluidisasi minimum melewati unggun dalam proses pembentukan gelembung. Gelembung meningkat melalui unggun dalam 2 kondisi yang berbeda. Gelembung yang meningkat secara padat dapat terjadi pada kecepatan gas kurang dari

1

Fluidisasi 2013 Umf dan hal ini memberikan kesempatan untuk gas melewati partikel unggun dan sirkuit pendek melalui gelembung menuju ke permukaan unggun. Kecepatan suatu gelembung yang bertambah besar melalui fluida unggun dinyatakan dalam rumus: Uhr = 0.71(gDb)0.5 Jika terjadi slugging, berlaku persamaan Uhr = Uslug = 0.35(gD)0.5 Jadi kecepatan aktual peningkatan gelembung dalam unggun yang terfluidisasi dinyatakan dengan rumus: Ub = (U-Umf)+Ubr b. Ketinggian unggun Tinggi unggun dapat diplot terhadap kecepatan superficial. Untuk kecepatan superficial tinggi permukaan berfluktuasi karena pecahnya gelembung di permukaan sehingga ketinggian unggun hanya dapat diukur dengan perkiraan. 2.5

Campuran Gas dan Padatan dalam Unggun yang Terfluidisasi a. Pola aliran gas Keberadaan dan pergerakan dari gelembung gas unggun yang terfluidisasi menghasilkan pengaruh pada pola aliran gas. Penelitian telah dilakukan pada aliran gas ini. Namun hasilnya kurang memuaskan dan secara khusus tergantung dari alat yang digunakan. b. Pola aliran padatan Pergerakan dari partikel padatan dalam gas unggun yang terfluidisasi tekah dipelajari dengan menggunakan bermacam-macam teknik. Jadi secara umum ditemukan bahwa bila suhu pencampuran tinggi, maka padatan unggun akan tercampur secara menyeluruh.

2.6.

Sifat-sifat Perpindahan Massa Dalam Unggun yang Terfluidisasi Perpindahan massa dalam unggun yang terfluidisasi dapat terjadi dengan beragam cara. Perpindahan massa unggun ke permukaan sangat penting dalam aplikasi pelapisan. Perpindahan dari permukaan padatan ke fasa gas sangat penting dalam proses pengeringan, sublmasi dan desorbsi. Perpindahan massa dapat menjadi suatu pembatas

1

Fluidisasi 2013 dalam sistem reaksi kimia. Karena pertikel-partikel saling berdekatan dari gas yang mengelilingi partikle tersebut, maka koefisien perpindahan massa selalu lebih kecil dari suatu pertikel tunggal yang bergerak dalam udara bebas. 2.7

Sifat-sifat Perpindahan Panas Unggun Terfluidisasi Unggun yang terfluidisasi oleh gelembung-gelembung tercampur dengan santgat baik karena pertikel-partikel unggun tersirkulasi oleh gelmbung udara yang naik. Akibatnya suhu unggu sangat seragam, walaupun terdapat reaksi yang sangat eksoterm. Jika luas permukaan tranfer panas antara gas dan unggun cukup tinggi sehingga gas dan pertikel cepat mencapai suhu yang sama. Laju transfer panas yang tinggi muga dapat diperoleh antara permukaan panas yang tercelup di dalam unggun dengan unggunnya itu sendiri. Tiga mekanisme yang menyumbangkan transfer panas antara unggun terfluidisasi dan permukaan adalah : a.

Untuk partikel unggun dengan diameter < 500 dan densitas < 4000 kg/m3 (kecuali paertikel halus yang sangat kohesif), mekanisme utama adalah adanya sirkulasi antara bulk unggun dan partikel yang berdekatan denghan permukaan panas (Particle Convective Mechanism). Partikel mampu mentransfer banyak panas karena mempunyai kapasitas panas pada saat awal partikel berdekatan dengan permukaan panas, terdapat gradien suhu lokal yang besar yaitu adanya perbedaan suhu yang besar antara bulk unggun dengan permukaan sehingga laju perpindahan panas sangat besar. Tapi, semakin lama suhu unggun semakin mendekati suhu permukaan. Jadi untuk selang waktu tertentu laju transfer panas semakin tinggi jika pertikel bersinggungan dengan permuikaan panas dalam recident time yang singkat yang dapat diperoleh dengan mengatur kondisi operasi. Tetapi harus diingat bahwa

recident time yang ekstrim kecil untuk

memeroleh koefisien perpindahan panas yang paling tinggi dibatasi oleh konduktivitas panas gas dan jarak jalur transfer panas terpendek di mana panas mengalir secara konduksi antara partikel unggun dan permukaan panas. b. Untuk unggun dalam ukuran atau densitas yang lebih besar, kecepatan interstisial adalah turbulen yang berarti bahwa transfer panas konveksi melalui gas menjadi penting. Jika transfer panas mode ini menjadi dominan maka transfer panas akan

1

Fluidisasi 2013 naik dengan naiknya diameter partikel (karena makin besar partikel maka makin besar turbulensi kecepatan interstisial). c.

Untuk suhu yang lebih tinggi akan terdapat perbedaan suhu yang sangat besar antara unggun dan permukaan panas sehingga transfer panas secara radiasi menjadi penting. Perpindahan kalor ke permukaan dalam sistem padat-gas koefisien perpindahan panas ke permukaannya sangat tergantung pada kualitas fluidisasi yang terjadi (Coulson, 1968:215). Untuk menghitung koefisien perpindahan panas tersebut dapat digunakan persamaan Dow dan Jacob berikut. hdt d   0,55   t  k  L

Di mana:

0,65

d   t   d 

0,17

 (1  e)  s C s   e C p 

   

0,25

h = koefisien perpindahan panas k = konduktivitas termal gas D = diameter partikel Dt = diameter tube L = panjang unggun = kekosongan unggun sdensitas padatan





densitas gas Cs = kapasitas panas padatan Cp = kapasitas panas gas pada tekanan konstan viskositas gas Uc = kecepatan superficial dalam tube kosong

1

U d     c t    

Fluidisasi 2013 BAB III ALAT&PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Komponen Alat Pada Percobaan Fluidisasi  Bed Chamber Pada percobaan fluidisasi ini, partikel unggun (bed) yang digunakan adalah alumina yang diletakkan di dalam tabung vertikal yang terbuat dari kaca dengan ukuran diameter 105 mm dan tinggi 220 mm. Tabung tersebut juga dilengkapi dengan alat semacam mistar yang terletak pada bagian dindingnya yang berfungsi untuk mengukur ketinggian bed pada saat terjadi fluidisasi. Pada bagian bawah tabung tersebut, terdapat ruang distribusi (distribution chamber) dan penyuplai udara (air distributor) yang berfungsi untuk menahan partikel unggun pada saat tidak terjadi fluidisasi. Bagian ini sudah dirancang sedemikian rupa sehingga udara yang mengalir melewati bed akan sama di setiap tempat tanpa menyebabkan penurunan tekanan berlebihan. Sedangkan bagian atas tabung terdiri atas penyaring udara, sehingga bed tidak akan terbawa keluar oleh udara ketika terjadi fluidisasi.  Cylinder mounting Bagian ini terdiri dari elemen pemanas (heater), termokopel, dan pengukur tekanan. Ketiga alat tersebut dapat digerakan secara vertikal untuk disesuaikan dengan ketinggian bed di dalam bed chamber.  Heater Heater yang dipergunakan pada percobaan ini berbentuk silinder dengan luas permukaan sekitar 16 cm2.  Variable transformer Variabel transformer merupakan alat untuk mengontrol laju perpindahan panas dari heater. Voltase dan juga kuat arus dari heater tersebut kemudian akan ditampilkan pada panel display. Pada permkaan heater, terdapat dua buah termokopel yang berfungsi untuk mengukur temperatur permukaan heater dan yang satunya lagi berfungsi untuk melindungi dari nilai setting yang berlebih. Temperatur dari permukaan heater, bed, serta udara masuk yang mengalir akan ditampilkan pada panel display lainnya. Pada bagian lain terdapat dua

1

Fluidisasi 2013 buah manometer yang berisi fluida untuk mengukur penurunan tekanan udara yang mengalir sebelum dan sesudah melewati bed chamber.  Bed Partikel unggun (bed) yang digunakan dalam percobaan ini adalah alumina dengan datadata sebagai berikut :

Pada dasarnya, jenis bed yang digunakan dapat diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan. Namun, karena keterbatasan ( misalnya harus melepas beberapa komponen alat), maka dalam percobaan ini variasi bed tidak dilakukan.

Gambar 4. Fluidization and Heat Transfer Unit Operation

1

Fluidisasi 2013 3.2. Prosedur Percobaan 3.2.1.Percobaan 1 Decreasing flow rate 1. Mengatur laju alir udara (Q = 1.7 L/s) dengan mengatur knop aliran udara. 2. Mencatat ketinggian bed (Hb) yang terfluidisasi. 3. Mencatat tekanan dengan membaca manometer. 4. Melakukan langkah-langkah di atas untuk variasi laju alir udara 1.6 L/s ; 1.4 L/s ; 1.2 L/s ; 1.0 L/s ; 0.8 L/s ; 0. 6 L/s ; 0.4L/s; dan 0. 2 L/s.

Increasing flow rate 1. Mengatur laju alir udara (Q = 0.2 L/s) dengan mengatur knop aliran udara. 2. Mencatat ketinggian bed (Hb) yang terfluidisasi. 3. Mencatat tekanan dengan membaca manometer. 4. Melakukan langkah-langkah di atas untuk variasi laju alir udara 0.4 L/s ; 0.6 L/s ; 0.8 L/s ; 1.0 L/s ; 1.2 L/s ; 1. 4 L/s ; 1.6 L/s; dan 1. 7 L/s.

3.2.2. Percobaan 2 1. Menset suhu heater (T1) pada suhu 70oC. 2. Menset posisi heater dan probe di dalam unggun. 3. Menset laju alir udara pada 0.6 L/s. 4. Mencatat ketinggian bed (Hb) yang terfluidisasi. 5. Mencatat temperatur thermocouple (T2) dan temperatur udara di atas unggun (T3). 6. Mencatat tekanan yang terukur pada manoometer. 7. Menset laju alir udara pada 1.0 L/s. 8. Menunggu temperatur heater (T1) kembali pada set suhu awal (70oC). 9. Mencatat ketinggian bed (Hb) yang terfluidisasi. 10. Mencatat temperatur thermocouple (T2) dan temperatur udara di atas unggun (T3). 11. Melakukan langkah – langkah di atas untuk laju alir udara 1.4 L/s. 12. Mengulangi percobaan untuk set suhu heater (T1) pada 100oC dan 130oC. 13. Mengulangi percobaan untuk variasi posisi heater di dalam unggun, probe di luar unggun; heater di luar unggun, probe di dalam unggun; dan heater & probe di luar unggun.

1

Fluidisasi 2013 BAB IV DATA PERHITUNGAN & GRAFIK

1

Fluidisasi 2013 BAB V ANALISA & KESIMPULAN

5.1. Analisa Percobaan Pada percobaan ini, kami menggunakan Al2O3 sebagai bed (partikel unggun) dan udara sebagai fluidanya. Pada keadaan diam (tidak dialiri udara), partikel bed diam, rapat dan memiliki gaya tarik yang besar antar partikelnya. Saat partikel bed tersebut dialiri udara, partikel bed tersebut bergerak membentuk gelombang seperti unggun. Aliran udara tersebut menimbulkan gaya seret (drag force) yang besar antara partikel bed sehingga gaya antar partikel tersebut menghilang dan menyebabkan partikel bed bergerak-gerak. Pada suatu fluida, biasanya jika dialiri udara maka akan membentuk gelembung-gelembung udara yang tersebar merata pada fuida tersebut. Akan tetapi, ketika partikel bed (unggun) dialiri udara, gelembung hanya terjadi pada bagian atas unggun. Hal ini terjadi karena partikel bed memiliki ukuran yang berbeda-beda, dimana partikel dengan ukuran yang lebih kecil memiliki kecenderungan untuk terseret oleh aliran udara dan membentuk gelembung. Semakin besar aliran udara maka gelembung yang terbentuk akan semakin besar karena semakin banyak udara yang menyeret partikel bed untuk membentuk gelembung. Dari terbentuknya gelembung yang tidak merata di setiap bagian fluida, maka dapat dikatakan bahwa fluidisasi yang terjadi tidak sempurna. Pada pecobaan ini kita melakukan dua percobaan untuk dapat menerangkan mengenai fenomena fluidisasi yang ada.  Percobaan 1 Pecobaan 1 ini dilakukan untuk memenuhi tujuan percobaan, yaitu mengamati perilaku unggun dengan udara mengalir ke atas dan mengetahui hubungan antara ketinggian bed dengan pressure drop dan hubungan antara kecepatan superfisial dengan pressure drop. Pada percobaan ini yang diukur ialah ketinggian bed dan pressure drop (P1 dan P2) dalam berbagai laju alir udara yang besarnya berbeda-beda. Ketinggian bed yang diukur ialah ketinggian bed rata-rata dalam bed chamber. Hal ini dikarenakan ketinggian bed pada setiap titik (ketika unggun sudah terfluidisasi) pada bed chamber tidak selalu sama. Dengan demikian, ketinggian bed yang diukur ialah ketinggian bed rata-rata dalam bed chamber. Pada percobaan 1 ini tidak diperlukan heater karena hanya ingin megetahui perilaku fluida saat dialirkan udara.

1

Fluidisasi 2013 Pertama-tama, compressor dinyalakan dan didiamkan beberapa saat. Compressor berfungsi sebagai alat yang mengalirkan udara ke peralatan percobaan. Compressor setelah dinyalakan tidak boleh langsung digunakan atau melakukan percobaan (harus didiamkan beberapa saat) karena dibutuhkan waktu oleh compressor sampai keadaannya stabil dalam memompakan udara (laju alirnya stabil) atau dapat dikatakan sebagai waktu pemanasan. Setelah didiamkan beberapa saat (sampai bunyi yang dikeluarkan compressor lebih halus dibandingkan dengan saat pertama kali dinyalakan), percobaan dapat dimulai. Tujuan dari percobaan 1 ini ialah mengetahui perilaku unggun ketika dialirkan udara dari bawah, maka besar laju air udara yang dialirkan ke unggun harus berbeda-beda sehingga nantinya perubahan perilaku unggun dapat terlihat. Kecepatan udara yang terukur ialah kecepatan superfisial (kecepatan udara saat tabung kosong). Hal ini dikarenakan kecepatan udara diukur saat udara belum mengalir pada tabung yang terdapat unggun (pada tabung kosong) sehingga dapat disebut kecepatan superfisial. Satuan ukur untuk kecepatan udara yang terdapat pada alat ialah L/s. Pada percobaan ini, pertama-tama mengalirkan udara dengan kecepatan maksimum (1,7 L/s) terlebih dahulu kemudian dicatat hasil pressure drop (P1 dan P2) dan ketinggian bed. Setelah itu, pemgukuran selanjutnya dilakukan dengan kecepatan udara yang makin kecil (1,4 L/s; 1,2 L/s; 1 L/s; 0,8 L/s; 0,6 L/s; 0,4 L/s; 0,2 L/s, 0). Pengamatan dilakukan mulai dari kecepatan superfisial maksimum kemudian diturunkan dengan tujuan agar partikel yang tadinya rapat dan memiliki gaya kohesi partikel yang besar dapat saling berpisah karena laju alir yang besar akan memberikan gaya seret yang besar sehingga gaya kohesi partikel tersebut dapat dihilangkan. Selain itu, kecepatan yang digunakan dimulai dari kecepatan maksimum karena ketika diberikan kecepatan maksimum, maka dapat dipastikan bahwa bed terfluidisasi. Dengan demikian, ketika sudah tidak terjadi fluidisasi lagi (kecepatan udara yang diberikan lebih kecil daripada kecepatan minimum fluidisasi, Umf), ketinggian bed saat itu merupakan ketinggian awal bed (ada udara yang terperangkap di antara bed). Pada kecepatan superfisial maksimum, partikel unggun terfluidisasi, kemudian diukur pressure drop dan ketinggian bed-nya. Namun, pada kecepatan superfisial rendah, unggun hanya diam (tidak terfluidisasi). Hal ini disebabkan karena gaya dorong udara jauh lebih kecil daripada gaya berat partikel unggun. Jika kecepatan superfisial dinaikkan, maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel

1

Fluidisasi 2013 unggun. Pada saat ini terjadi keseimbangan antara gaya dorong udara dengan berat efektif partikel – partikel unggun. Pada keadaan ini partikel–partikel unggun tepat akan bergerak dan kecepatan aliran udaranya disebut kecepatan minimum fluidisasi (Umf). Jika kecepatan gas di atas Umf, unggun akan mulai membentuk gelembung gas (bubbling). Kondisi ini disebut aggregative fluidization dan rongga–rongga seperti gelembung uap akan membangkitkan sirkulasi unggun. Hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan partikel–partikel unggun karena gaya dorong udara sekarang dapat melampaui besarnya berat partikel unggun. Dengan diketahuinya perilaku unggun untuk setiap kecepatan udara yang diberikan, maka dari percobaan ini, dapat diketahui berapa kecepatan minimum supaya terjadi fluidisasi.  Percobaan 2 Sesuai dengan tujuan percobaan, pada percobaan 2 ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan superfisial dan posisi heater pada koefisien transfer panas. Oleh karena itu, pada percobaan ini, data yang diambil ialah ketinggian bed, suhu heater, suhu udara, suhu unggun, dan pressure drop pada kondisi heater tercelup atau tidak tercelup dan thermocouple tercelup/tidak tercelup. Sama halnya dengan percobaan 1, pada percobaan 2 ini ketinggian bed yang diukur ialah ketinggian bed rata-rata pada bed chamber yang dikarenakan ketinggian bed pada tiap titik dalam bed chamber tidak selalu sama, khususnya ketika terjadi fluidiasi. Heater maupun thermocouple tercelup maksudnya ialah heater atau thermocouple tercelup dalam unggun, sedangkan tidak tercelup maksudnya ialah heater maupun thermocouple tidak tercelup dalam unggun (berada di atas unggun). Pengukuran suhu dengan thermocouple tercelup atau tidak tercelup dilakukan untuk mengetahui penyebaran transfer panas yang terjadi merata atau tidak, sedangkan pengamatan dengan heater yang tercelup dan tidak tercelup dilakukan untuk mengetahui perbedaan transfer panas pada kedua kondisi di atas. Selain itu, pada percobaan ini, suhu heater yang diberikan juga divariasi, yaitu pada suhu 70oC, 100oC, dan 130oC. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap koefisien transfer panas. Suhu pada heater dimulai dengan suhu terendah terlebih dahulu, yaitu 70oC. Hal ini dikarenakan jika menggunakan suhu yang lebih tinggi terlebih dahulu, maka ketika ingin menggunakan suhu yang terendah akan sulit dicapai. Misalnya, percobaan pertama menggunakan suhu heater 100oC atau 130oC, maka ketika ingin menggunakan suhu heater 70oC, suhu heater harus ditunggu turun terlebih dahulu hingga mencapai 70oC. Hal ini tentunya akan memakan waktu lebih lama (menunggu suhu heater turun)

1

Fluidisasi 2013 dan tidak efektif dalam hal waktu. Oleh karena itu, percobaan pertama yang dilakukan ialah pada suhu terendah, yaitu 70oC. Laju alir pertama dilakukan dengan laju alir maksimum udara yaitu pada 1,7. Variasi suhu diberikan pada unggun tersebut. Setelah itu laju alir diturunkan dengan penurunan laju alir sebesar pada percobaan pertama. Setelah itu dapat dicatat data-data yang didapat antara lain berupa pressure drop dan temperature. Dalam percobaan kedua ini, terdapat perilaku-perilaku yang diberikan terhadap heater dan termokopel yang ada terdapat di dalam bed. Dalam perilakunya antara lain berupa perbedaan variasi yang diberikan. Posisi heater dan termokopel divariasikan dengan posisi dimana heater berada di dalam dan luar unggun dan posisi dimana termokopel berada di dalam dan luar unggun. Hal ini memiliki tujuan untuk melihat apakah fluidisasi ini benar mempengaruih perubahan koefisien panas yang

ada pada setiap posisi. Kombinasi dari posisi heater dan

termokopel antara lain adalah dengan kombinasi dimana : heater dalam termokopel dalam, heater dalam termokopel luar, heater luar termokopel luar, heater luar termokopel dalam. 5.2. Analisa Hasil  Percobaan 1 Tujuan percobaan pertama ini adalah untuk mengetahui perilaku unggun yang terfluidisasi. Oleh karena itu ini akan berhubungan dengan kondisi dimana saat unggun dalam chamber akan mulai terfluidisasi pada saat laju alir udara diberikan ke dalam chamber. Kondisi dimana unggun akan mulai terfluidisasi pada laju alir udara yang ada disebut dengan kecepatan minimum (umf). Dari hasil percobaan yang didapatkan dapat dilihat data-data percobaan dimana laju alir udara berbanding lurus dengan pressure drop. Bila laju alir udara meningkat, pressure drop dalam bed juga akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan gaya gesek oleh aliran fluida. Hal ini akan berlangsung terus sampai unggun mengembang. Jika kecepatan superfisial semakin meningkat maka unggun akan mengembang semakin tinggi pula. Laju alir yang semakin tinggi akan memperbesar rongga udara yang ada di dalam unggun yang artinya unggun akan semakin tinggi. Untuk dapat memenuhi tujuan percobaan yang diinginkan pada percobaan pertama ini maka ada beberapa grafik yang dapat digunakan antara lain:

1

Fluidisasi 2013 0.068 0.066 0.064

hb (m)

0.062 0.06 0.058

increase

0.056

decrease

0.054 0.052 0.05 1.7

1.6

1.4

1.2

1

0.8

0.6

0.4

0.2

Q (m3/s)

Grafik hubungan antara Q vs hb 0.014 0.012

∆h (m)

0.01 0.008 increase

0.006

decrease

0.004 0.002 0 0.2

0.4

0.6

0.8

1 Q

1.2

1.4

1.6

1.7

(m3/s)

Grafik hubungan antara Q vs ∆h Untuk dapat melihat perbedaan perilaku unggun pada perbedaan kecepatan maka kita dapat memplot grafik hubungan antara Pressure drop dan Laju Alir, dan Ketinggian Bed dan Laju Alir. Pada grafik pertama pada hubungan antara Ketinggian bed vs Laju Alir dapat dilihat bahwa pada saat sebelum mencapai kecepatan umf, maka nilai dari ketinggian bed akan semakin naik, hal ini disebabkan karena kenaikan laju alir fluida membuat partikel dari bed menjadi terpisah dan tahanan dari partikel untuk melawan laju alir fluida jadi semakin kecil sehingga semakin

1

Fluidisasi 2013 besar kecepatan laju alir maka semakin tinggi unggun yang di dapatkan. Saat laju alir 0,2 – 0,8 tinggi unggun belum berubah karena belum terjadi fluidsasi pada saat laju alir tersebut. Kecepatan superficial terendah saat laju alirnya 1,0 m3/s yaitu saat unggun mulai terfluidisasi. Dari grafik terdapat perbedaan nilai saat percobaan increase dan decrease di lakukan, yaitu saat laju alir 1,4 m3/s hal ini karena kecepatan laju alir di pengaruhi oleh kompresor dan jalan kompresor tidak stabil suatu saat akan ada penurunan laju tetapi tidak terlalu signifikan. Pada grafik kedua pada hubungan antara Pressure Drop vs Laju Alir dapat dilihat bahwa pada saat sebelum mencapai kecepatan umf, maka nilai dari pressure drop akan semakin naik, hal ini disebabkan karena unggun dalam bed belum terfluidisasi sehingga hambatan laju alir udara akan semakin besar melewati unggun dan menyebabkan Pressure drop yang akan semakin besar. Saat kecepatan akhir sekitar 1,4 – 1,7 m3/s didapatkan pressure drop yang stabil, hal ini dikarenakan partikel dari bed sudah terfluidisasi maksimal atau sudah terpisah satu dengan yang lainnya sehingga tahanan partikel untuk menahan laju fluida menjadi 0 dan bisa dikatakan sudah tidak ada lagi tahanan sehingga pressure dropnya stabil.  Percobaan 2 a. Hubungan antara Q dan pressure drop Tujuan: Untuk menentukan hubungan antara Laju Alir dengan pressure drop

0.25 0.2 ΔP (N/m2)

0.15 0.1

0.05 0 0.6

0.7

0.8

0.9

1

1.1 Q (m3/s)

1.2

"""@70 heater tercelup suhu unggun""" """@70 heater tercelup suhu udara""" """@70 heater tidak tercelup suhu unggun""" """@70 heater tidak tercelup dan suhu udara""" """@100 heater tercelup dan suhu unggun""" """@100 heater tercelup dan suhu udara"""

Grafik hubungan antara Q vs ∆P

1

1.3

1.4

1.5

Fluidisasi 2013 Grafik di atas menggambarkan hubungan antara hubungan laju alir (Q) dengan Perubahan tekanan (∆ P) sepanjang unggun. Dalam grafik ditunjukkan bahwa sampai nilai laju alir sekitar 1 m3/s, dan setelah melewati laju alir 1 m3/s ∆P cenderung turun. Hal ini dikarenakan adanya ketidak rapatan antar sambungan pipa unggun dengan pipa yang mengalirkan fluida sehingga terjadi sedikit kebocoran sehingga terjadi penurunan tekanan yang cukup signifikan. Jika menurut teori semakin cepat laju alir maka semakin besar pula nilai dari perbedaan tekanan yang terjadi. Tetapi karena ada suatu kendala, maka hasil tidak sesuai dengan teori. b. Hubungan antara V vs hb Tujuan: Menetukan hubungan antara kecpatan laju alir terhadap ketinggian unggun.

Hb (m)

0.065 0.064 0.063 0.062 0.061 0.06 0.059 0.058 0.057 0.056 0.055 0.1203045

0.120305

0.1203055

0.120306

0.1203065

0.120307

v (m/s)

Hubungan antara v vs Hb Grafik di atas menggambarkan hubungan antara hubungan laju alir (v) dengan ketinggian unggun (hb). Dalam grafik menunjukan bahwa semakin cepat laju alir maka semakin tinggi pula ketinggian unggun (hb) yang didapat, hal ini dikarenakan partikel yang ada di dalam unggun akan semakin terpisah jika kecepatan laju alirnya semakin meningkat. Pemisahan partiket satu dengan yang lainnya dikarenakan tahanan partikel akan semakin hilang jika laju alir yang di alirkan semakin kencang. Pada grafik didapatkan hasil yang tidak seragam, hal ini dikarenakan suhu tidak merata pada saat percobaan, karena heater digunakan didalam unggun jadi perbindahan panasnya kurang merata dan juga waktu yang digunakan dalam percobaan sangat cepat.

1

Fluidisasi 2013 c. Analisis pengaruh Re terhadap Nu Tujuan: Mencari hubungan Bilangan Nusselt dengan Bilangan Reynold

Nu

1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

Re

Untuk mengetahui hubungan Bilangan Reynold dan Bilangan Nusselt, praktikan membuat plot Nu vs Re. Dari grafik digambarkan bahwa untuk posisi heater atau termokopel yang divariasikan, nilai Re tetap. Hal ini disebabkan memang tidak ada pengaruh transfer panas pada fluidisasi. Berdasarkan grafik yang diperoleh, bilangan Reynold berbanding lurus dengan bilangan Nusselt. Rumus untuk masing-masing bilangan : Re =

 U cdt       

Nu =

hd t k

sehingga dapat kita simpulkan bahwa

hdt  U c d t      k   .

Hubungan kedua besaran tak berdimensi tersebut (ruas kiri dan ruas kanan) sebanding. Karena itu, dengan semakin besarnya nilai Re berarti aliran semakin turbulen sehingga transfer panas akan semakin besar. Besarnya nilai transfer panas tersebut akan menaikkan nilai Nu. Dengan kata lain, Reynold (Re) sebanding dengan Nusselt (Nu).

1

Fluidisasi 2013 d. Analisis Pengaruh Fluidisasi terhadap Transfer Panas

v (m/s)

0.120307 0.1203068 0.1203066 0.1203064 0.1203062 0.120306 0.1203058 0.1203056 0.1203054 0.1203052 0.120305 0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

h (W/m2.K) "termokopel tercelup 70" "termokopel tercelup 100"

"termokopel tidak tercelup 70" "termokopel tidak tercelup 100"

Hubungan h terhadap v saat heater di celup ke dalam bed

0.120307 0.1203065 v (m/s)

0.120306 0.1203055 0.120305 0.1203045 0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

h (W/m2.K) "termokopel tercelup 70" "termokopel tercelup 100"

"termokopel tidak tercelup 70" "termokopel tidak tercelup 100"

Hubungan h terhadap v saat heater di tidak di celup ke dalam bed Grafik diatas menyatakan pengaruh kecepatan udara terhadap koefisien transfer panas (bukan pengaruh koefisien h terhadap v, karena untuk nilai h yang sama, laju alir juga tetap; tidak menunjukkan hubungan apapun). Kedua grafik ini terlihat memiliki kecenderungan yang sama, yaitu untuk nilai kecepatan udara yang ditingkatkan, nilai koefisien transfer panas juga ikut meningkat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan rumus perhitungan:

1

Fluidisasi 2013 Nilai v sebanding dengan nilai h. Hal ini dapat dilihat pada analogi berikut. v sebanding dengan Re:

 Uxsv  f Re    

  

Re sebanding dengan Nu (melalui Grafik Re vs Nu di atas) Nu sebanding dengan h:

Nu 

hc d p kg

»» Maka, dapat disimpulkan bahwa nilai v berbanding lurus dengan nilai koefisien transfer panas. Ketika, kecepatan udara dinaikkan, turbulensi udara semakin meningkat pula. Akibatnya, fenomena bubbling yang terjadi semakin menjadi-jadi. Gelembung yang terjadi semakin besar dalam waktu yang singkat. Maka, transfer panas lebih mudah dilakukan karena pergerakan dari medium penghantar (udara) semakin besar.

e. Analisis untuk Mengetahui Posisi Heater guna Memeroleh Transfer Panas oleh Udara secara Optimal Dalam Grafik diatas digambarkan bahwa nilai h untuk posisi heater tercelup dan tidak tercelup tidak berbeda jauh (perbedaannya sangat kecil) untuk kecepatan udara yang sama. Pada heater tidak tercelup, perpindahan panas yang terjadi murni secara konveksi oleh udara. Namun, pada saat heater tidak tercelup, perpindahan panas tidak hanya terjadi secara konveksi, tetapi juga terjadi secara konduksi. Hal ini disebabkan adanya kontak antara partikel unggun dengan permukaan heater sehingga peran perpindahan kalor secara konveksi menjadi lebih kecil dibandingkan pada saat heater tercelup. Maka dari itu, pada heater tercelup, seharusnya koefisien perpindahan kalor konveksi lebih rendah dibandingkan dengan pada heater tidak tercelup. Pengaruh Posisi Heater tercelup atau tidak tercelup tidak terlalu berpengaruh kepada perpindahan panas. Namun, Posisi Heater tidak tercelup tetap yang dipilih karena meningkatkan koefisien perpindahan kalor konveksi. 5.2.3. Analisis Perhitungan Perhitungan hanya dilakukan pada percobaan kedua karena pada percobaan pertama kita hanya ingin mengetahui perilaku unggun ketika laju alir diturunkan ataupun dinaikkan.

1

Fluidisasi 2013 Pada percobaan kedua, data yang didapatkan yaitu berupa ketinggian unggun, ketinggian manometer, suhu heater, suhu thermocouple, dan suhu lingkungan. Data-data tersebut kemudian diolah dengan tujuan untuk menentukan karakter (profil) dari zat terfluidisasi terkait perpindahan momentum (pressure drop), massa (ketinggian unggun), dan energi (koefisien transfer panas) yang terjadi antara zat tersebut dengan fluida yang memicu terjadinya fluidisasi. Selain itu, data-data tersebut digunakan untuk membandingkan besarnya koefisien perpindahan panas permukaan pada beberapa kondisi tertentu. Kondisikondisi yang diberikan ada 4 jenis, yaitu pada saat heater di dalam unggun thermocouple di dalam unggun, heater di dalam unggun thermocouple di luar unggun, heater di luar unggun thermocouple di dalam unggun, dan heater di luar unggun thermocouple di luar unggun. Untuk mencari nilai-nilai yang ingin didapatkan pada perhitungan percobaan kedua, nilai-nilai yang harus diketahui adalah : -

ρ fluida = 1.2 kg/m3

-

ρ partikel = 3770 kg/m3

-

R (radius bed chamber) = 0.0525 m

-

L (height above the distributor) = 0.22m

-

x (mean surface-volume diameter of a powder) = 0.0105 m

Berikut adalah persamaan-persamaan yang digunakan didalam perhitungan percobaan kedua antara lain : 

Perhitungan yang pertama adalah mencari nilai perubahan tekanan pada masingmasing-masing kondisi heater dan thermocouple yang telah di setting pada suhu 70˚C, 100 ˚C, dan 130 ˚C. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :



Mencari nilai miu (µ)



Mencari nilai epsilon (

1

Fluidisasi 2013 

Mencari nilai Ar



Mencari nilai bilangan Reynold (Re)



Mencari nilai bilangan Prandtl (Pr)

Persamaan Cp yang digunakan adalah :

Nilai konstanta a, b, c, dan d didapatkan dengan menggunakan aplikasi Physprop dengan memasukkan nilai suhu lingkungan pada masing-masing kondisi yaitu T3. Nilai yang didapatkan adalah : a = 28.94 ; b = 4.15 x 10-3 ; c = 3.19 x 10-6 ; d = -1.97 x 10-9 . Nilai k adalah sebesar 7 x 10-5 + 0.042. 

Mencari nilai bilangan Nusselt (Nu)



Mencari nilai koefisien perpindahan panas (h)

5.2.4. Analisis Alat dan Bahan

1

Fluidisasi 2013 •

Alumina (Al2O3) merupakan bahan digunakan sebagai unggun.



Udara digunakan sebagai fluida yang dialirkan ke unggun dengan aliran dari bawah ke atas.



Compressor merupakan alat yang digunakan untuk memompakan udara.



Bed chamber merupakan tabung yang digunakan sebagai tempat unggun.



Heater merupakan alat yang digunakan sebagai pemanas.



Thermocouple merupakan alat yang digunakan untuk mengukur suhu.



Manometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan.



Voltmeter dan Amperemeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur voltage dan arus yang mengalir pada heater.

5.2.5. Analisis Kesalahan Dalam percobaan ini, terdapat beberapa kesalahan yang tidak sengaja dilakukan yang dapat mempengaruhi data percobaan dan hasil perhitungan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi antara lain : •

Pengukuran ketinggian unggun dan pengukuran tekanan pada manometer yang tidak akurat atau tidak tepat yang mempengaruhi hasil perhitungan sehingga hasil perhitungan yang didapat kurang akurat.



Terkadang compressor memompakan udara tidak stabil (cenderung turun sedikit demi sedikit). Hal tersebut tentunya mempengaruhi besarnya kecepatan superfisial yang diberikan pada unggun sehingga hasil yang didapat dapat menjadi kurang tepat.



Posisi (kedalaman) saat heater dan thermocouple dicelupkan ke dalam unggun tidak selalu sama untuk berbagai kondisi yang dilakukan dalam percobaan sehingga ada kemungkinan terdapat perbedaan pengukuran suhu pada berbagai kondisi yang akhirnya mempengaruhi hasil.

5.2.6. Kesimpulan

1

Fluidisasi 2013 Beberapa kesimpulan yang dapat diambil guna menjawab tujuan pada praktikum fluidisasi ini adalah : 1.

Kecepatan alir fluida berbanding lurus terhadap tinggi unggun setelah melewati kecepatan fluidisasi minimum. Semakin tinggi kecepatan alir fluida maka semakin cepat unggun terfluidisasi dan semakin tinggi pengukuran unggun.

2.

Kecepatan fluidisasi minimum fluida pada percobaan ini adalah berada di antara 0,8 – 1 L/s.

3.

Besarnya koefisien perpindahan panas permukaan tidak dipengaruhi posisi pemanas, tetapi berbanding terbalik dengan suhu pemanas.

4.

Kecepatan alir fluida berbanding lurus terhadap penurunan tekanan hingga saat mencapai kecepatan fluidisasi minimum. Setelah kecepatan fluidisasi minimum tercapai, tidak terjadi penurunan tekanan.

5.

Pada saat pemanas berada di dalam unggun, suhu unggun akan lebih tinggi dibandingkan suhu fluida. Sementara itu, pada saat pemanas berada di atas unggun, suhu unggun akan lebih rendah dibandingkan suhu fluida.

1

Fluidisasi 2013 DAFTAR PUSTAKA Bird. 1995. Transport Phenomena 2nd Edition. New York: McGraw Hill.) J. D. Gabor dan J. S. M. Botterill, 1985. "Heat Transfer in Fluidized and Packed Beds," dalam Handbook of Heat Transfer Applications, Rohsenow, Hartnett, and Ganic eds.. New York: McGraw Hill G. Flamant. 1992. Wall-to-Bed Heat Transfer in Gas Soalid Fluidized Beds: Prediction of Heat Transfer Regimes. USA: Powder Tech. Gel'Perin dan Einstein. 1971. “Heat Transfer in Fluidized Beds” dalam Fluidization, Davidson and Harrison. New York: Academic Press. J. M. S. Botterill, Y. Teoman, dan K. R. Y0regir. 1981. Temperature Effects on the Heat Transfer Behaviour of Gas Fluidized Beds. USA: AIChE Syrnp

1

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF