Laporan Praktikum Produktivitas Perairan
January 15, 2018 | Author: Ii iLham - unsoed | Category: N/A
Short Description
Produktivitas kolam di Jurusan perikanan dan kelautan, kandungan Plangkton bagi ikan, produktivitas primer, BOD5, oksige...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM PRODUKTIFITAS PERAIRAN
Oleh : II ILHAM FAOJI J1A006034
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2008 A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolam sebagai habitat perairan air tawar yang menggenang merupakan suatu ekosistem bagi organisme akuatik. Kolam sebagai suatu ekosistem, terdiri atas komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi dimana komponen abiotik meliputi faktor fisik diantaranya suhu, cahaya matahari, dan faktor kimia diantaranya
oksigen terlarut, karbondioksida bebas, DMA, pH, ammonia, nitrat dan orthopospat sedangkan faktor biotik meliputi organisme yang ada dalam kolam. Kolam berfungsi sebagai tempat pembenihan, pemeliharaan dan pembesaran berbagai jenis ikan (Wetzel, 1983). Sungai sebagai salah satu contoh dari perairan mengalir (lotik). Kondisi sungai digambarkan sebagai badan air yang umumnya dangkal, arus biasanya searah, dasar sungai berupa batu kerikil dan berpasir, ada endapan atau erosi, temperatur air berfluktuasi, atas bawah hampir uniform. Habitat sungai dan kolam dibedakan dalam hal ada tidaknya arus air, jenis endapan, volume air, kekeruhan, dan tipe makanan yang tersedia sehingga kedua organisme memiliki komunitas yang sangat berbeda. Perbedaan organisme itu dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti faktor fisik, kimia dan biologi. Sebuah sistem perairan faktor fisik, kimia maupun faktor biologinya akan selalu mengalami perubahan dimana perubahan ini dapat mempengaruhi hidrobiota yang hidup didalamnya. Ada tidaknya hidrobiota ini dapat dijadikan sebagai penujukkualitas air yang bersangkutan (Wardoyo, 1981). Produktivitas Primer pada perairan menggambarkan laju pembentukan bahan organik baru dari sistem akuatik dan total proses fotosintesis oleh produser primer seperti fitoplankton yang dapat diringkas dalam reaksi sebagai berikut : Cahaya + 6 CO + 12 H O 2 2
C H O +6O +6H O 6 12 6 2 2
Produktivitas primer juga merupakan laju biomassa yang dihasilkan per unit luas alga atau fitoplankton sebagai produser primer dan dinyatakan sebagai energi
bahan organik kering, produktivitas primer dalam suatu perairan dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kesuburannya. Laju produksi primer fotosintesis oleh fitoplankton sangat bervariasi dalam perairan yang berbeda menurut profil vertikal kolam maupun secara horizontal, akibat pengaruh dari karakteristik fisika, kimia, biologi air dan lingkungan air yang berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu sehingga menentukan perbedaan fakta dalam aktivitas fotosintetik. Besar kecilnya produktivitas primer suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain besarnya cahaya, kedalaman dan kekeruhan, disamping faktor lain seperti suhu, pH, dan kadar CO
2
terlarut. Semakin dalam suatu perairan maka
kemampuan menangkap intensitas cahaya semakin berkurang, hal ini menyebabkan perbedaan tingkat produktivitas di tiap kedalaman. 1.2. Tujuan Tujuan dari praktikum produktivitas perairan ini adalah untuk mengetahui nilai produktivitas primer di kolam Green House
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Primer Produktivitas primer dari suatu ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energi cahaya yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produser melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu ( Widianingsih, 2002). Cahaya disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat
digunakan sebagai bahan makanan oleh organisme heterotrofik (Setyapermana, 1979). Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa organik. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas perairan kotor, atau produktivitas total. Karena sebagian dari produktivitas total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup yang secara kolektif disebut respirasi, tinggallah sebagian dari produktivitas total yang tersedia bagi pemindahan atau pemanfatan oleh organisme lain. Produktivitas primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan. Untuk respirasi, produktivitas primer
inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan tropik lain
(Nybakken. 1992). Beberapa produktivitas dapat diketahui secara berurutan sesuai peristiwa pembentukannya : a. Produktivitas primer kotor, yaitu laju total fotosintesis, termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran, dikenai sebagai fotosintesis total atau asimilasi total. Produktivitas primer bersih, yaitu penyimpanan bahan organik di dalam jaringanjaringan tumbuhan kelebihannya dari proses respirasi oleh tumbuhan-tumbuhan selama jangka waktu pengukuran, dikenal sebagai apparent fotosintesis atau asimilasi bersih. Produktivitas komunitas bersih adalah laju penyimpanan bahan organik yang tidak
digunakan oleh heterotrof (yakni produktivitas bersih– penggunaan heterotrof) selama jangka waktu yang brsangkutan, biasanya musim pertumbuhan atau setahun. Produktivitas sekunder yaitu laju penyimpanan energi pada tingkat konsumen. Dalam produktivitas primer terjadi reduksi karbondioksida dengan atom hidrogen dari air untuk menghasilkan gula sederhana dan selanjutnya membentuk molekul organik yang lebih kompleks dengan menggunakan energi matahari yang ditangkap klorofil (Halfer, 1992). Laju sintesis bahan organik dan perubahan produktivitas primer dapat dihitung dengan teknik pengukuran laju fotosintesis yang didasarkan pada reaksi fotointesis. Produktivitas primer dapat dilukiskan misalnya pada laju produksi oksigen, laju penggunaan CO
2
atau air maupun perubahan
konsentrasi bahan organik yang terbentuk ( Wetzel and Likens, 1991). Metode pengukuran produktivitas primer yang paling peka adalah metode karbon radioaktif. Metode ini mampu mengukur produktivitas primer bersih, dengan menggunakan botol yang mengandung radioaktif yang ditambahkan sebagai karbonat. Setelah beberapa waktu singkat, plankton atau tumbuhan air disaring dan diletakkan dalam alat penghitung. Melalui perhitungan yang baik dan pembentukan untuk 0 “pengambilan waktu gelap” (penyerapan 14 C di dalam botol gelap), banyaknya CO
2
yang diikat dalam fotosintesis dapat ditentukan dari perhitungan radioaktif yang dibuat. Metode lain yang digunakan untuk pengukuran produktivitas primer adalah
metode klorofil atau metode pH yang berguna dalam pengkajian mikro ekosistem laboratorium (Odum, 1971). Metode pengukuran produktivitas primer yang sering dilakukan dan popular di bidang limnologi menurut Sumawidjaja (1974) adalah metode oksigen botol gelap dan terang. Pada metode botol gelap terang ini, perkiraan produktivitas dapat diketahui dari perubahan oksigen (Payne, 1986; Wetzel and Likens, 1991; Nybakken, 1992), yang berisi contoh air setelah diinkubasi dalam jangka waktu tertentu pada perairan yang mendapat sinar matahari. Pada botol gelap yang tidak menerima cahaya matahari maka diduga hanya terjadi proses respirasi, sementara paada botol terang terjadi baik proses fotosintesis maupun respirasi. Berdasarkan asumsi bahwa respirasi kedua botol sama, maka perbedaan kandungan oksigen pada botol gelap dan terang, pada akhir percobaan menunjukkan produktivitas kotor. Sirkulasi mempengaurhi
sinar
matahari
produktivitas
tahunan primer
dan
pada
siklus ekosistem
matahari perairan
harian
akan
yang
juga
mempengaruhi produktivitas primer terestial. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer adalah unsur hara, cahaya, temperatur serta struktur komunitas fitoplankton di ekosistem perairan. 2.2
Faktor-faktor produktivitas primer Produktivitas primer merupakan mata ramtai makanan yang memegang peranan penting bagi sumberdaya perairan. Melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau
melalui proses fotosintesis.
Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat hara
khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan temperatur (Wetzel, 1983). Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas primer. Jika kedalaman penetrasi cahaya yang menembus air sudah diketahui, maka dapat diketahui sampai dimana proses asimilasi tumbuhan terjadi. Energi cahaya matahari digunakan dalam proses fotosintesis, diserap oleh pigmen klorofil dan diubah menjadi energi kimia yang digunakan dalam proses reduksi karbondioksida sehingga terbentuk bahan organik sebagai hasil akhir fotosintesis. Cahaya yang tampak kemudian dipantulkan terutama pada panjang gelombang hijau dan secara keseluruhan radiasi matahari yang aktif dalam fotosintesis hanya 40 %. Oksigen merupakan komponen penting yang dibutuhkan organisme perairan yang berfungsi sebagai regulator pada proses metabolisme tanaman dan hewan air (Odum, 1971). Salah satu sumber oksigen terlarut yang penting dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut dalam massa air pada permukaan air tersebut (Connel and Miller, 1995).
III. MATERI DAN METODE 3.1 Materi 3.1.1 Alat Alat yang digunakkan dalam praktikum ini anatara lain botol winkler, tali rafia, katung plastik, thermometer, pipet. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam praktrikum ini antara lain : EM4, starbio, Larutan MnSO , Larutan KOH-KI, Larutan H SO pekat, Larutan amilum, Larutan Na SO , air 4 2 4 2 3 keran, dan air limbah dengan konsentrasi 20 %. 3.2 Metode 3.1.1
Pengukuran Oksigen Terlarut Air sempel diambil dengan botol Winkler secara hati-hati agar tidak ada gelembung air yang masuk ke dalam botol. Kemudian menambahkan 1 ml larutan MnSO dan 1 ml larutan KOH-KI ke dalam botol winkler yang berisi 250 ml air sampel. 4 Kemudian botol ditutup dan dihomogenkan sampai terjadi endapan berwarna coklat kemudian didiamkan sampai mengendap. Kemudian menambahkan H SO pekat 2 4 sebanyak 1 ml kemudian botol ditutup lalu dihomogenkan sampai semua endapan menjadi larut dan berwarna coklat kekuningan. Kemudian mengambil sebanyak 100 ml dengan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam labu erlemeyer, lalu ditambahkan indikator amilum sebamyak 5 tetes dan dititrasi dengan larutan Na S O 0,025 N 2 2 3
sampi warna larutan menjadi bening. Rumus perhitungan :
O
2=
keterangan : p = jumlah ml Na S O yang terpakai 2 2 3 q = normalitas larutan Na S O 2 2 3 8 = konstanta O 2 3.1.2 Penanaman botol gelap dan terang Pada pagi hari disediakan beberapa botol winkler 250 ml gelap dan terang selanjutnya kedalamanya dimasukkan sampel air. Kemudian botol-botol tersebut ditenggelamkan pada kedalaman tertentu yang masih memperoleh sinar matahari dan didiamkan selama kurang lebih delapan jam. Setelah selang waktu tersebut, botol-botol tersebut diangkat an diukur kandungan oksigen telarut terlarut baik pada botol gelap maupun botol terang. 3.13 Penentuan produktivitas primer Setelah semua pengukuran oksigen pada setiap botol dihitng, kemudian untuk menentukan produktivitas primer dapat menggunakan rumus :
Respirasi =
PP Bruto = PP Netto = PP Bruto – Respirasi Keterangan : IB : O awal penempatan 2 LB : O akhir dalam botol terang 2 DB : O akhir dalam botol gelap 2 Pq : Hasil bagi fotosintesis (molekul O yang dihasilkan dibagi dengan molekul 2 CO yang digunakan) = 1,2 2 Rq : Hasil bagi respirasi (molekul CO yang dihasilkan dibagi dengan molekul O 2 2 yang digunakan) = 1,0 0,375 : Faktor konversi dari BM 12 atom O terhadap 6 atom C dari persamaan fotosintesis t : waktu inkubasi. 3.3 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat 14 November 2008, bertempat di kolam Greenhouse dan laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Tabel 1. Perbandingan produktifitas perairan kolam green house dan JPK Kolam Green No. Parameter Kolam JPK House 1 Suhu pagi 0 0 26 C 29 C 2 Suhu sore 0 0 28 C 28 C 3 DO Awal atau Pagi 1,2 ppm 6,8 ppm 4 DO Botol Terang 2,4 ppm 9,8 ppm 5 DO botol gelap 0,4 7,8 ppm 6 Respirasi 37,5 39,47 7 PP Bruto 78,125 65,8 8 PP Neto 40,625 105,25 3.2
Pembahasan Grafik 1. Perbandingan suhu kolam JPK dan Greenhouse pada pagi hari dan sore hari
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil suhu pada kolam green house pada pagi hari 26 dan pada kolam JPK 29, pada siang hari suhu pada kolam green house 28 dan pada kolam JPK 28, penurunan suhu kolam JPK pada pagi dan siang hari kemungkinan disebabkan oleh 2 faktor yaitu adanya beberapa fitoplankton yang tidak dapat beradaptasi sehingga terjadi penurunan produksi dan ada beberapa jenis fitoplankton yang dapat beradaptasi dan pertumbuhannya optimum pada suhu yang baru, sehingga menjadi dominan. Suhu perairan yang didapat dari kedua tempat relatif baik, menurut Soeseno (1970) suhu yang baik untuk mendukung kehidupan o organisme perairan berkisar antara 20-30 C. Selain itu ikan-ikan di daerah tropis dapat o tumbuh dengan baik pada suhu 25-32 C (Boyd dan Lichkopple 1986). Suhu di perairan sangat berpengaruh oleh jumlah sinar matahari yang masuk kepermukaan air yang dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi masuk ke badan perairan dan disimpan dalam bentuk energi (Welch, 1952). Pada suatu perairan suhu air tidak begitu banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan suhu udara. Hal itu disebabkan panas jenisnya lebih tinggi dari udara. Ini berarti untuk naik satu derajat celcius, tiap-
tiap satuan volume air memerlukan panas yang lebih banyak dari pada udara. Grafik 2. Perbandingan Oksigen Terlarut (DO) kolam JPK dan Greenhouse DO pagi hari pada kolam Green House 1,2 ppm dan 6,8 ppm, DO yang baik untuk kesuburan tanah < 5,0, DO botol terang pada kolam green house 2,4 ppm dan pada kolam JPK 9,8 ppm, DO botol gelap pada kolam green house 0,4 ppm dan pada kolam JPK 7,8 ppm. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith (1955) bahwa kandungan oksigen terlarut terendah di dalam air terjadi pada pagi hari, di mana proses respirasi oleh mikroorganisme telah mencapai puncaknya. Berbeda pada siang hari, dengan intensitas cahaya matahari yang mencapai maksimal sangat mendukung terjadinya proses fotosintesis oleh organisme nabati. Sehingga persediaan oksigen juga melimpah. Meningkatnya kandungan oksigen terlarut pada kolam bisa juga dimungkinkan karena pengaruh turunnya hujan saat pengukuran.
Menurut Cholik et al. (1986) kadar
optimum oksigen untuk pertumbuhan organisme perairan harus lebih besar dari 5 mg/L.
Kandungan O terlarut yang baik untuk mendukung kehidupan organisme 2
menurut Lee, et all (1978) adalah lebih dari 6,5 mg/L. Jadi, kadar O terlarut di kolam 2 tersebut sudah optimal dan belum terlalu banyak tercemar. Kandungan O terlarut 2 pada sore hari lebih daripada pagi hari (waktu subuh). Hal ini disebabkan karena pagi hari belum berlangsung proses fotosintesis dan pada siang hari proses fotosintesis sudah berlangsung. Grafik 3. Perbandingan Respirasi, PP Bruto dan PP Neto pada kolam JPK dan Greenhouse Respirasi pada kolam green house 37,5 dan pada kolam JPK 39,47. PP bruto dan neto pada kolam green house 78,125 dan 40,625 sedangkan pp bruto dan netto pada kolam JPK 65,8 dan 105,25. Produktifitas perairan adalah jumlah produksi yang dapat dihasilkan atau potensi yang terkandung dalam suatu perairan,baik berupa ikan maupun pakan alaminya. Produktifitas perairan manggambarkan kemampuan suatu perairan menghasilkan produksi hayati persatuan area atau wilayah tertentu. Tingkat produktifitas perairan (primer dan sekunder) suatu perairan sangat bervariasi tergantung pada zona lingkungan, geologis, aktivitas manusia, dan lainnya. Kondisi pembentukkan tanah bekontribusi dalam meningkatkan kesuburan perairan, oleh karena itu di Jawa dan Kalimantan berbeda, jadi dalam mengatasinya juga berbeda. Produktifitas primer merupakan laju pengubahan bahan anorganik menjadi organik melalui fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari, sedangkan produktifitas sekunder merupakan potensi hewani. Produktifitas primer juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain : Cahaya matahari, suhu, unsur hara, kekeruhan dan TSS, Alkalinitas dan Ph.
Tinggi rendahnya produktivitas primer dipengaruhi oleh banyaknya sedikit cahaya yang masuk ke dalam perairan. Menurut Welch (1992), bahwa penetrasi kurang dari 1,9 menunjukkan pentrasi cahaya itu tinggi dan perairan tergolong tinggi. Sedangkan penetrasi cahaya di bawah 0,4 m dari permukaan air merupakan control bagi perkembangan organisme produsen di perairan. Kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu, kehadiran fitoplankton, penetrasi cahaya matahari dan jumlah bahan organic yang diuraikan dalam air (Sastrawidjaja, 1991). Pada metode botol gelap dan terang ini terdapat proses inkubasi pasangan botol gelap terapung didalam perairan, lama waktu inkubasi ini ditentukan dengan memperkirakan intensitas aktivitas fotosintesis. Prinsipnya untuk mengukur perbedaan kandungan oksigen terlarut dalam botol gelap (hanya respirasi) dan botol terang (terjadi fotosintesis dan respirasi), setelah ditempatkan pada suatu tertentu selama beberapa waktu (pada siang hari) dan didalam kedua botol tersebut mengandung fitoplankton yang melakukan fotosintesis.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, tingkat produktivitas perairan kolam JPK lebih besar jika dibandingkan dengan kolam Greenhouse dengan perbandingan Ptoduktivitas Neto sebesar 105,25 di kolam JPK dan 40,62 di kola Greenhouse. 2. Kolam JPK memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kolam Greenhouse berdasarkan tingkat produktivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA Boyd, C.E. dan F. Lichkopper. 1986. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Terjemahan dari Water Quality Management in Pond Fish Culture. Oleh Cholik, F. Artati dan R. Arifin. INFIS Manual Seri Nomor 36 : 1-52. Cholik, F., Artaty, dan Arifudin. 1986. Pengelolaan Kualitas Air Kolam.Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta
Connel, D. W. and G. J. Miller. 1995. Kimia dan ekotoksikologi Pencemaran. Alih Bahasa oleh Yanti Koestoer dan ahari. UI Press, Jakarta.
Harper, D. 1992. Eutrophication of Freshwater. Chapman & Hall, London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras. Lee, C,D. Wang, S.B. dan Kov, C.L. 1978. Benethic Macro Invertebrate and Fish as Biological Indicator of Water Quality. With Referance to Community Diversity Index, In Inc. Cof. On Water Pollution Control in Developing Countries, Bangkok. Nybakken, J. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia, Jakarta. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.B. Soynders Co, Philadelphia Sastrawidjaja, A. Y. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT. Aneka Cipta, Yogyakarta Setiapermana, D. 1979. Produktivitas Primer dan Beberapa Cara Pengukurannya. Oseana. Lembaga LON LIPI, Jakarta Smith, G. M. 1955. The Fresh Water Algae of The United State. Second Edition. Ml Graw Hill Book Company Inc. New york, Toronto, London. Soeseno, S. 1970. Limnologi. Sekolah Menengah Perikanan Darat, Bogor. Sumawidjadja, K. 1979. Limnologi. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Evaluasi Pertanian dan Perikanan, Training Welch, P. S. 1952. Limnology. Mc Graw Hill Book Company. New York, Toronto, London. ---------. 1992. Kunci Identifikasi Zooplankton. UI, Jakarta. Wetel, R. G. 1983. Lymnology 2nd edition. Saunders College Publishing, San Fransisco. Wetel, R. G. and Likens. 1991. Lymnology Analysis 2nd edition. Springer Verlag, New York. Widianingsih, N. 2002. Produktivitas Primer Fitoplankton Tambak Udang (Penalis monodon) di Desa Ayah Kabupaten Kebumen. Skripsi Fakultas Biologi, Purwokerto.
View more...
Comments