Laporan Praktikum Penilaian Status Gizi
March 21, 2019 | Author: Kania Ulfah | Category: N/A
Short Description
Antropometri, Recall, Food quantitatiive...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A. Tujuan Praktik
Tujuan dari praktikum Penilaian Status Gizi pada balita yang dilaksanakan di Posyandu Menur adalah: 1. Menilai status gizi pada balita dengan metode secara langsung yaitu pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis. 2. Menilai status gizi pada balita dengan metode tidak langsung yaitu dengan survey konsumsi makanan. B. Latar Belakang Penilaian Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat yang menggambarkan keseimbangan antara keperluan dan pasokan gizi yang diperoleh. Pada masa bayi dan balita, kekurangan gizi berkaitan dengan gangguan intelektual, sehingga hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat serius. Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik serta proses pertumbuhannya tidak terhambat, karena anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada balita, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Kekurangan energi protein (KEP) merupakan suatu akibat dari kurang terpenuhinya zat gizi yang diperlukan dalam tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain konsumsi makanan yang kurang kuran g memberikan zat gizi yang cukup. Selain itu kurangnya gizi balita sangat tergantung pada pemberian air susu ibu, masa penyapihan dan pemberian makanan tambahan. KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia maupun
negara-negara
berkembang
lainnya
KEP
berdampak
terhadap
pertumbuhan, perkembangan perkemba ngan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain itu juga dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian. Dewasa ini telah digunakan beberapa metode untuk menilai status gizi pada balita. Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalam ilmu gizi adalah untuk. mengetahui status gizi yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan masyarakat. Penilaian Status Gizi (PSG) adalah interpretasi dari data yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko dengan status gizi kurang/ gizi buruk.
BAB II TINJAUAN PUSATAKA
A. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi digunakan untuk mengetahui ksehatan anak. Secara umum status gizi lebih dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu status gizi lebih, status gizi baik. Status gizi sedang, status gizi kurang dan status gizi buruk. Status gizi optimal adalah keseimbagan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi (Khoiri, 2009). B. Dampak yang Diakibatkan oleh Kekurangan Gizi
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkemb angannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan deng an anak yang normal Dampak yang mungkin muncul karena masalah gizi antara lain: 1. Gizi Buruk Pada Balita Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor , karena kurang konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein. Kwarsiorkor
banyak
berpenghasilan
dijumpai
rendah,
dan
pada
bayi
umumnya
dan
balita
pada
keluarga
kurang
sekali
pendidikannya.
Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, yang disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah, pertumbuhan
jasmaninya
terlambat,
dan
perkembangan
selanjutnya
terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel tubuh. 2. Kekurangan Energi Protein
Kekurangan Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya
nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Marasmus, Kwasiorkor, atau MarasmicKwasiorkor. Tanda – tanda marasmus meliputi anak tanpak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit; wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkitis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada, sering disertai diare kronik atau konstipasi susah buang air, serta penyakit kronik, tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang. Tanda – tanda kwasiokor meliputi odema, umumnya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi) lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang luas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare ( Hariyadi, 2010). C. Penilaian Status Gizi
Penialian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok masyarakat tertentu. Metode Penilaian status gizi ada 2 macam yaitu secara langsung dan tidak langsung. Metode penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan penilaian laboratoris. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung antara lain dengan studi konsumsi pangan (Khoiri, 2009). 1. Penilaian Secara Langsung a. Metode Biokimia Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemerikasaan laboratorium. Metode biokimia dilakukan dengan cara mengukur kadar gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingkan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Spesimen yang biasa digunakan dalam metode biokimia adalah darah, faces, kelenjar tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh (Hariyadi, 2010). b. Penilaian Klinis Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu. Setiap gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda, sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat subjektif. Contoh penilaian gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta senja ( xerophtalmi).
c. Penilaian Biofisik Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan fungsi jaringan tubuh. Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan peralatan yang canggih, mahal, dan tenaga terampil. Salah satu cara penilaian status gizi secara biofisik adalah untuk mengukur komposisi tubuh dengan metode bioelectrical impedance. d. Penilaian Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran tubuh.
Penilaian
antropometri
merupakan
teknik
yang
digunakan
sehubungan dengan pemeriksaan fisik. Pengukuran antropometri lebih dianjurkan karena lebih praktis, cukup teliti, mudah dilakukan oleh siapa saja dengan latihan yang sederhana. Pengukuran antropometri mengandung 2 maksud yaitu untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada satu titik waktu) dan pemantauan status gizi yaitu untuk melihat trend perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu.
Salah satu contoh
pemantauan status gizi adalah penimbangan balita di posyandu yang diplot hasilnya ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Semua bagian tubuh (keseluruhan atau secara parsial) dapat digunakan untuk menilai status gizi, namun menurut WHO hanya 3 ukuran (parameter) saja yang dianggap valid yaitu berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas. Satu ukuran tubuh sebagai dasar dalam memnentukan status gizi disebut parameter. Gabungan dari 2 parameter disebut indeks. Sehingga dari parameter yang valid tersebut dapat dinilai 4 indeks yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Berdasarkan pada standar baku WHO pengukuran status gizi menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, indeks BB/U dan BB/TB digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indeks TB/U digunakan untuk menggambarkan status gizi masa lalu. Ambang batas atau cut point status gizi yaitu:
2. Penilaian Secara Tidak Langsung a. Analisis ekologi dan statistik vital: Mempelajari kondisi lingkungan berupa produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel lain yang secara teoritis mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis menggunakan statistik tertentu sehingga dapat diprediksi status gizi. b. Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit (IDRS) yaitu suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan dengan konsumsi gizi dan variabel determinannya yang digunakan untuk menetapkan status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit untuk menegakkan diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan kepada pasien, untuk mengetahui hasil pengukuran antropometri diperlukan suatu rujukan. c. Penilaian konsumsi pangan yaitu mengukur pangan yang dikonsumsi kemudian dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur, jenis kelamin dan aktivitas. Kategori Tingkat Konsumsi : Energi:
1). Lebih : >105 % AKG 2). Baik : 100-105 % AKG 3). Kurang : 100 % AKG (Purwaningrum, 2012).
BAB III METODE PELAKSANAAN
A. Waktu Pelaksanaan
Praktikum Penilaian Gizi ini dilakukan pada: Hari : Jumat Tanggal: 6 Desember 2013
B. Tempat Pelaksanaan
Praktikum Penilaian Gizi ini dilakukan di Posyandu Menur, Tanjung, Purwokerto Selatan.
C. Alat dan Bahan
1. Alat a. Baby Scale pegas dan dacin b. Microtoise dan Infantometer c. Pita LILA 2. Bahan a. Nasi 100 gram
n. Wortel 100 gram
b. Mie 100 gram
o. Kacang panjang 100 gram
c. Roti 80 gram
p. Buncis 100 gram
d. Telur 60 gram
q. Pisang 75 gram
e. Daging sapi 50 gram
r. Jeruk 100 gram
f. Daging ayam 50 gram
s. Apel 75 gram
g. Hati 50 gram
t. Peer 100 gram
h. Ikan 50 gram
u. Pepaya 100 gram
i. Tempe 50 gram
v. Semangka 150 gram
j. Tahu 100 gram
w. Susu sapi 1 gelas
k. Kacang Ijo 25 gram
x. Susu Kedele 1 gelas
l. Bayam 100 gram
y. Kue 50 gram
m. Kangkung100 gram
z. Bakso 100 gram
3. Prosedur Pengukuran Status Gizi Pengukuran Status Gizi
Penialaian Secara Langsung
Penialaian Secara Tidak Langsung
Pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan klinis
Recall dan Food Kuantitatif
Wawancara
-
-
-
Pola Asuhan Makan Sikap Terhadap Gizi Riwayat Kesehatan Keterlibatan dalam kegiatan Posyandu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Identitas Keluarga Balita Nama Kepala Keluarga
: Heri Sudiwaluyo
Alamat
: Kedungwringin, Tanjung, Purwokerto Selatan.
N
Nama
L /
o
1
(th)
P
Iis Martiwi
Antropometri
Umur
P 33
Pendidikan
Pekerjaan
S1
Perawat
Pendapatan
>877.500 (UMR
BB
TB
56
148
Banyumas)
2. Identitas Bayi/ Balita Nama
: Kalia Binar Markiza
Tanggal Lahir
: 19 September 2010 Umur: 38 Bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
3. Pemeriksaan Antropometri a. Berat Badan
: 14 kg
b. Tinggi Badan
: 94 cm
c. LILA
: 17 cm
d. Status Gizi 1) BB/U = =
= - 0,117 Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = -0, 117, maka tergolong ke dalam kategori gizi baik. 2) TB/U = =
= -0,615 Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = -0,615 maka tergolong ke dalam kategori normal. 3) BB/TB = =
= 0,307
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = 0,307 maka tergolong ke dalam kategori normal. 4). IMT =
=
= 15,84 IMT/U =
=
= 0,314 Berdasarkan hasil perhitungan didapat Z score = 0,314 maka tergolong ke dalam kategori normal. Berdasarkan hasil perhitungan menurut indeks BB/U, TB/U, TB/BB maka indeks gabungan dikategorikan baik. 4. Pemeriksaan Klinis Badan
Wajah
Kulit
Rambut
Mata
Normal
Normal
Normal
Hitam,
Bersih
Kering
Tidak mudah patah
5. Form Recall Konsumsi Makanan Balita Waktu
Nama masakan
Bahan Makanan
Nasi Pagi
Permen
Siang
Nasi
Selingan
Permen
gula
gula
Nasi
Nasi Tahu Kecap
Jumlah
Nilai Gizi E P
L
KH
6/4 gelas
200
360
6
0,6
79,6
200
54
2,6
4
2
25
98,5
-
-
23,5
200
360
6
0,6
79,6
25
98,5
-
-
23,5
200
360
6
0,6
79,6
100
29
2,1
0,1
4,9
200
122
6,4
7
8,6
200
360
6
0,6
79,6
100
115
9,7
8,5
2,5
25
17,75 1974,75
1,425 46,225
0,325 22,325
2,25 385,65
2½ sdm 6/4 gelas 2 ½ sdm 6/4 gelas
Sayur Pepaya muda Susu sapi
Pagi
Berat (gram)
Sayur sop
Selingan
SoreMalam
URT
Tahu Goreng Kecap
1 gelas 6/4 gelas 1 biji besar
a. Berat Badan Ideal = (Umur dalam tahun X 2) + 8 = (3 x 2) + 8 = 14 kg b. Berat Badan menurut AKG = 12 Kg Sehingga berdasarkan tabel AKG -Energi = 1000 Kkal - Protein = 25 b. AKG Individu Energi = =
= 1166,66 Kkal
Protein = =
= 29, 166 g
c. Hasil Recall dibandingkan dengan AKG Individu Energi =
= 169, 26% Berdasarkan hasil recall yang dibandingkan dengan AKG responden, maka tingkat kebutuhan energi responden termasuk ke dalam kategori baik. Protein =
= 158,48% Berdasarkan hasil recall yang dibandingkan dengan AKG responden, maka tingkat kebutuhan protein responden termasuk ke dalam kategori lebih. 6. Form Food Kuantitatif Bahan Makanan
Frekuensi >1x/hari
1x (46x/mg)
3x/mg
Keteran
100% AKG. Hal ini terjadi karena responden lebih sering mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dibandingkan dengan makanan dengan kandungan zat gizi lainnya. Kelebihan protein karena dapat mengganggu metabolisme protein yang berada di hati. Ginjal pun akan terganggu tugasnya, karena bertugas membuang hasil metabolisme protein yang tidak terpakai. Protein merupakan makanan pembentuk asam, kelebihan asupan protein akan meningkatkan kadar keasaman tubuh, khususnya keasaman darah dan jaringan. Kondisi ini disebut asidosis. Gangguan pencernaan, seperti kembung, sakit mag, sembelit, merupakan gejala awal asidosis
.
Hasil Food Frekuensi kuantitatif menunjukkan bahwa sumber pangan pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam sehari. Nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia Manfaat nasi yang utama adalah sumber karbohidrat yang menghasilkan energi untuk beraktivitas (Purwati, 2012). Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur dan daging ayam dengan frekuensi 1 hari sekali atau 4 sampai 6 kali seminggu. Protein hewani yang berasal dari daging dan telur mampu membuat pertumbuhan sel-sel organ tubuh dengan baik. Protein hewani ini juga membentuk otak manusia dan sel darah merah lebih kuat sehingga tidak mudah pecah, karenanya membuat otak manusia dan membuat organ bisa cerdas, meningkatkan prestasi dan produkitivitasnya (Natalia, 2013). Sumber pangan nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam sehari. Manfaat tahu dan tempe bagi kesehatan telah terbukti oleh hasil berbagai penelitian. Penelitian terhadap 250.000 orang
Jepang’National Cancer Centre Research Institute tahun 1982 menunjukkan bahwa konsumsi tahu dan tempe memiliki
resiko rendah terhadap penyakit
kanker lambung. Hal ini dikarenakan tahu dan tempe mengandung senyawa genistein
yang
berfungsi
sebagai
penghambat
gen
penyebab
kanker
(Purwati,2012). Sumber pangan sayur-sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel dengan frekuensi 1 kali dalam sehari atau 4 sampai 6 kali dalam seminggu. Wortel merupakan sayuran yang dikenal karena kandungan vitamin A yang tinggi. Wortel kaya akan betakaroten serta vitmain C. Wortel memiliki sifat antioksidan tinggi. Wortel juga mengandung asam folat, kalsium, mangan, fosfor,
kromium, zat besi, seng, serta tentu saja serat. Sumber pangan buah-buahan yang
paling sering dikonsumsi adalah Jeruk, apel, peer, pepaya dan semangka dengan frekuensi 1 sampai 2 kali dalam seminggu. Buah buahan bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh, kekebalan tubuh, kecantikan kulit wajah, menyegarkan tubuh, mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit, seperti penyakit luar maupun penyakit dalam. Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu sapi dengan frekuensi labih dari 1 kali dalam sehari. Susu adalah pangan yang paling padat gizi bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, baik ditinjau dari segi kandungan asam amino maupun vitamin dan mineral. Demikian hebatnya kandungan gizi air susu maka minum susu secara teratur akan mempercepat penyembuhan dan akan lancar berbicara, juga akan menyehatkan dan mencerdaskan (Purwaningrum,2012). Hasil wawancara mengenai kebiasaan makan balita (pola asuhan makan) menunjukkan bahwa responden mendapatkan ASI sampai umur 2 tahun dan responden mulai disapih pada usia 24 bulan. Frekuensi makan responden adalah tiga kali sehari dan responden selalu sarapan pagi. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan balita sudah baik. Hasil wawancara
kepada ibu responden mengenai sikap terhadap gizi
menunjukkan hasil bahwa sikap ibu responden terhadap gizi sudah cukup baik. Hal ini dilihat dari pernyataan beliau yang setuju mengenai cara mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan cara menimbang, hasil penimbangan perlu dicatat di kartu menuju sehat (KMS), kolostrum baik untuk bayi dan sayuran hijau perlu dihidangkan setiap hari sebagai asupan vitamin A. Hasil wawancara mengenai riwayat kesehatan menunjukkan bahwa, terakhir kali responden sakit adalah 1 bulan yang lalu. Penyakit yang dialami responden adalah Flu dan Batuk. Penyakit ini bukan dikarenakan asupan gizi yang kurang tetapi karena cuaca. Hasil wawancara menunjukkan bahwa keterlibatan responden dalam kegiatan posyandu cukup baik. Hal ini dilihat dari kunjungan responden yang rutin setiap bulan ke Posyandu.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Hasil penilaian gizi secara langsung yang dilakukan di Posyandu Menur, Tanjung Purwokerto Selatan dengan responden bernama Kalia Binar Markiza yang berusia 38 bulan, berat badan 14 kg; tinggi badan 94 cm; LILA sebesar 17 cm, menunjukkan bahwa status gizi balita dengan indikator LILA termasuk ke dalam status gizi baik. Hasil dari pengukuran dengan metode Z-score dapat diketahui bahwa berdasarkan indeks BB/U balita tersebut memiliki status gizi baik,
PB/U adalah normal, dan
BB/PB adalah normal. Gabungan interpretasi setiap indeks menunjukkan bahwa status gizi balita termasuk kedalam kategori
baik. Penilaian status gizi menggunakan
pemeriksaan klinis yang dilakukan terhadap responden, diketahui bahwa tidak ditemukan tanda-tanda klinis kurang gizi seperti marasmus dan kwashiorkor. 2. Hasil penilaian gizi secara tidak langsung dengan menggunakan metode recall menunjukkan bahwa responden mempunyai tingkat kebutuhan energi(TKE) baik dan tingkat kebutuhan protein (TKE) lebih. Sedangkan berdasarkan perhitungan frekuensi konsumsi makanan dengan metode food kuantitatif didapatkan hasil: sumber pangan
pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi, sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur dan daging ayam, sumber pangan nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu, sumber pangan sayursayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel dalam seminggu, sumber pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah jeruk, apel, peer, pepaya dan semangka dan jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu sapi. b. Saran 1. Sebaiknya Alat yang digunakan untuk mengukur penilaian status gizi seperti pita LILA lebih diperbanyak lagi sehingga pada saat praktikum tidak menunggu lama untuk bergantian. 2. Waktu praktikum ditambah sehingga pada saat pelaksanaan tidak terburu buru.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, Didik. 2010. Analisis Hubungan Penerapan Pesan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Khoiri, I. 2009. Status Gizi Balita di Posyandu Kelurahan Padang Bulan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan. Natalia L, dkk. 2013. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Batita di Desa Gondangwinangun Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013. Vol 2 (2): 1-19. Purwaningrum S & Wardani Y. 2012. Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul . Jurnal Kesmas. Vol 6 (3): 144-211. Purwati, A, dkk. 2012. Hubungan Pola Asuh Makan Oleh Ibu Pekerja dengan Status Baduta di Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna. Artikel Media Gizi Masyarakat Indonesia. Vol 2 (1): 11-16.
View more...
Comments