Laporan Praktikum Pengolahan Air Kelompok Dita
September 23, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Praktikum Pengolahan Air Kelompok Dita...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM TEKNIK KIMIA I
PENGOLAHAN AIR
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 8/KELAS B M. ZAKI SALFINUR
(1407123305) (1407123305)
FRYDA KUSUMAWATI
(1407123001)
DITA NURHALIMAH
(1407114638) (1407114638)
SAKINAH RHAJANI
(1407113746) (1407113746)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2016
ABSTRAK
Uji pendahuluan yang dilakukan pada sampel air rawa FKIP UR dengan parameter TSS dan TDS, mengindikasikan bahwa air ini belum memenuhi baku mutu air rawa (kelas IV) yaitu TSS sebesar 4200 ppm dan TDS 342 ppm. Sedimentasi merupakan proses pengolahan air dengan menggunakan proses pengendapan partikel-partikel zat padat dalam suatu cairan sebagai akibat gaya gravitasi baik individu atau bersama-sama sehingga menghasilkan cairan yang lebih jernih dan suspensi yang lebih kental. Pada percobaan kali ini, air rawa tersebut diolah dengan proses sedimentasi memanfaatkan tawas sebagai koagulen. Penambahan tawas dilakukan bertahap, yaitu masing-masing 500 gram sebelum sedimentasi pertama dan kedua. Efisiensi Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS), dan konduktivitas yang terdapat dalam air kemudian diukur sebelum dan sesudah sedimentasi pertama dan dan kedua. TSS pada sampel sampel air setelah sedimentasi pertama dan kedua mengalami penurunan menjadi 2300 dan 1600 ppm berturut-turut. Sedangkan konsentrasi TDS mengalami kenaikan menjadi 779 dan 1031 ppm untuk masing-masing sedimentasi pertama dan kedua. Efisiensi akhir penurunan TSS pada air setelah pengolahan ialah 61,9 %. Nilai konduktivitas air tanpa penambahan tawas adalah 362 µS/cm, sedangkan nilai sesudah sedimentasi pertama dan kedua kedua adalah 830 µS/cm, dan 1100 µS/cm.
K ata kunci : Sedimentasi, Tawas, TDS, TSS, Konduktivitas.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi b agi kehidupan manusia. karena
itu jika kebutuhan akan air belum tercukupi maka dapat memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan kesehatan. Namun demikian secara nasional masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 16,08 % (1995). Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air tanah (sumur), air rawa, air bor, dan lain sebagainya. seb againya. Dari data statistik 1995, prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut: yang menggunakan air leding (PAM) 16,08 %, air tanah dengan memakai pompa 11,61 %, air sumur 49,92 %, mata air 13,92, air sungai 4,91 %, air hujan 2,62 % dan lainnya 0,80 %. Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar, adanya kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning kecoklatan setelah beberapa saat kontak dengan udara. Di samping dapat mengganggu kesehatan, juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu, menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/lt, dan kadar mangan (Mn) yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/l. Untuk mengurangi permasalahan air bersih tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan cara memproses air bor, air rawa, air cheers cheers,, air PDAM, air sumur, dan air lainnya yang akan digunakan sehingga didapatkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat kesehatan.
1.2
Tujuan
1. Menjelaskan proses pengolahan air bersih (sedimentasi) 2. Menghitung efisiensi penyisihan penyisihan bahan pencemar dari sumber air 3. Menganalisa hubungan variabel perlakuan terhadap penyisihan bahan pencemar
1.3 Definisi Air
Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air ai r yang masuk ketubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004). Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan lainnya seperti pertanian dan indutri. Oleh karena itu keberadaan air dalam masyarakat perlu dipelihara dan dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Semua orang tahu betul akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Namun, tidak semua orang berpikir dan bertindak secara bijak dalam menggunakan air dengan segala permasalahan yang mengitarinya. Malah ironisnya, suatu kelompok masyarakat begitu sulit mendapatkan air bersih, sedangkan segelintir kelompok masyarakat lainnya dengan mudahnya menghambur-hamburkan air. 1.4 Karakteris Karakteristik tik Air
Menurut Effendi (2003), air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain, karakteristik tersebut antara lain:
1) Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0 oC-100oC, air berwujud cair. 2) Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. 3) Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah proses perubahan air menjadi uap air. 4) Air merupakan pelarut yang baik. 5) Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. 6) Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku. Air adalah benda mutlak dalam kehidupan manusia karena tidak satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Tubuh manusia mengandung 60%-70% air dari seluruh berat badan, dan di daerah jaringan lemak kira-kira 90% (Soemirat, 2001). Masyarakat selalu mempergunakan air untuk keperluan dalam kehidupan sehari-hari, produksi pangan, perairan irigasi, pertanian, mengairi tanaman, kolam ikan dan untuk minum ternak. Banyaknya pemakaian air tergantung t ergantung pada kegiatan yang dilakukan. Rata-rata pemakaian air di Indonesia 100 liter/orang/hari dengan perincian 5 liter li ter untuk air ai r minum, 5 liter untuk air masak, 15 liter untuk mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter digunakan untuk jamban (Wardhana, 2001).
1.5 Sumber Air
Dalam sistem penyediaan air bersih, sumber air merupakan satu komponen yang mutlak harus ada, karena tanpa sumber air sistem penyedian air tidak akan berfungsi. Dengan mengetahui karakteristik masing-masing sumber air serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, diharapkan dapat membantu di dalam pemilihan air baku untuk suatu sistem penyediaan pen yediaan air bersih, b ersih, serta mempermudah tahapan selanjutnya di dalam pemilihan tipe dari pengolahan untuk menghasilkan air yang memenuhi standar kualitas secara fisik, kimiawi dan bakteriologis. Secara umum sumber air sebagai berikut: 1.
Air permukaan
Pada prinsipnya air permukaan terbagi menjadi:
a. Air sungai Air sungai adalah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir secara gravitasi searah dengan kemiringan permukaan tanah dan mengalir melewati aliran sungai. Sebagai salah satu sumber air minum, air sungai harus mengalami pengolahan secara sempurna karena pada umumnya memiliki derajat pengotoran yang tinggi. tinggi. b. Air Danau Air danau adalah air permukaan (berasal dari hujan atau air tanah yang keluar ke permukaan tanah), terkumpul pada suatu tempat yang relatif rendah/cekung. Termasuk di dalamnya air rawa, air tendon, air waduk/dam. 2.
Air Tanah Air tanah adalah air yang berasal dari air hujan yang jatuh di
permukaan tanah/bumi dan meresap ke dalam tanah dan mengisi ronggarongga atau pori di dalam tanah. Air tanah terbagi atas: a. Air tanah dangkal Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Umumnya memiliki kedalaman 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO 4, SO2, atau Na2S2O5). Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
1.7.3. Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang
berbagai
metode
pengolahan
biologi
dengan
segala
modifikasinya.Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi ( suspended suspended growth reactor ); ); 2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached ( attached growth reactor ). ). Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif ditch konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu
waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan. Kolam oksidasi dan lagoon, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain: 1. Trickling filter 2. Cakram biologi 3. Filter terendam 4. Reaktor fludisasi Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua dua jenis: 1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen; 2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen. Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
1.8.Prosess Pengolahan Air 1.8.Prose
Proses pengolahan air bersih harus melalui beberapa tahapan, t ahapan, yaitu: 1. Scre Scree ening
Screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah-sampah dalam ukuran besar.
2. Tangki sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air. 3. Klarifier (clea clearr ator ator )
Klarifier
berfungsi
sebagai
tempat
pembentukan
flok
dengan
penambahan larutan Alum (Al 2(SO4)3). Di sini terdapat mesin agitator yang berfungsi sebagai alat untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier klarifi er terjadi pemisahan antara air bersih dan air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan pipa yang besar untuk kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari beton yang berbentuk bulat yang dilengkapi dengan penyaring dan sekat. Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam primary reaction zone. zone. Di dalam prymari reaction zone zone dan secondary reaction zone, air dan bahan kimia (Koagulan yaitu tawas) diaduk dengan alat agitataor blade agar tercampur homogen. Maka koloid akan membentuk butiran-butiran flokulasi. Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk melalui return floc zone zone dialirkan ke clarification zone. zone. Sedimen yang mengendap dalam concentrator dibuang. Hal ini berlangsung otomatis yang akan terbuka setiap satu jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification zone zone sudah tidak dipengaruhi gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya mengendap. Air yang berada di zona ini adalah air yang sudah jernih. 4. Sa Sand nd F ilte ilter
Penyaring yang digunakan adalah rapid sand filter (filter (filter saringan cepat). Sand filter jenis ini berupa bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier. Air
yang masuk ke filter ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas. Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu dengan mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju reservoir . 5. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui filter, air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum.
1.9. Koagulan Tawas
Tawas/alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al 2S04 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O umumnya yang digunakan adalah 18 H 2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH < 7 terbentuk Al ( OH ) 2+, Al ( OH )2 4+, Al2 ( OH )2 4+. Pada pH > 7 terbentuk Al ( OH ) -4. Flok – flok flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih (Arifin, 2009). Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbiditi air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Reaksi yang terjadi adalah: Al2(SO4)3
2 Al+3 + 3(SO4)-2
Air akan mengalami: H2 O
H+ + OH-
Selanjutnya: 2 Al+3 + 6OH-
2Al(OH)3
Selain itu akan dihasilkan asam: 3(SO4)-2 + 6H+
H2SO4
Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8-7,4. Jika alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda abu (Na2CO3). Reaksi yang terjadi: Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2
2Al(OH3) + 3CaSO4 + 6CO2 2Al(OH3) + 3Na2SO4 + 3CO2 2Al(OH3) + 3CaSO4
Pada kasus pembentukan flok yang lemah dengan menggunakan dosis tawas optimum untuk menghilangkan warna, polialumunium klorida (PAC) dapat digunakan sebagai koagulan pilihan selain tawas. Koagulasi dengan poli alumunium klorida dapat dengan mudah memproduksi flok yang kuat dalam air dengan jangkauan dosis yang lebih kecil dan rentang pH yang lebih besar, tanpa mempertimbangkan kehadiran alkalinitas yang cukup.
1.10. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan ( solid-liquid ( solid-liquid ) dengan menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam pengolahan air bersih maupun dalam pengolahan air limbah. Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah koagulasi dan flokulasi untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam tenggelam lebih cepat. Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun akhir sistem pengolahan. Jika sumber dari influent kekeruhannya tinggi maka sebaiknya dilakukan proses sedimentasi awal ( primary primary sedimentation) sedimentation) yang terlebih dahulu melewati tahap koagulasi dan flokulasi, sehingga akan mengurangi beban pada tahap berikutnya. Sedangkan secondary Sedangkan secondary sedimentation yang sedimentation yang terletak pada akhir percobaan berguna untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit pengolahan lumpur. Kecepatan pengendapan partikel dalam air dipengaruhi berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap.
Gambar 1.1 Skema pengolahan air
Sedimentasi dilakukan di dalam sebuah tangki di mana tangki tersebut berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air. Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut: a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi. b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar. c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak harus laminer. d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur agar tidak mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau atau perforated baffle untuk baffle untuk meratakan aliran ke bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima air dari outlet bak flokulator. e. Air yang keluar melalui outlet diatur, sehingga tidak mengganggu flok yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir (weir ) dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis. Terdapat beberapa bentuk bak sedimentasi yaitu: a. Segi empat (rectangular ).
Pada bak ini air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah.
Gambar 1.2 Bak segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjang
b . Lingkaran (circular ))-center center feed .
Air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, kemudian mengalir horizontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Bak persegi pers egi mempunyai rasio ras io panjang:lebar antara 2:1 – 3:1. 3:1.
lingkaran-center feed (a) (a) denah, Gambar 1.3 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran-center (b) potongan melintang c . Lingkaran (circular ) – pe per ife if er al fee feed .
Di sini air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horizontal mengalir menuju ke outlet dibagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed menghasilkan menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed , walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun Mes kipun demikian, bak lingkaran lebih le bih sering s ering digunakan di gunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar Gam bar 1.4 1. 4 Bak lingkaran – periferal periferal feed : (a) denah, (b) potongan
melintang Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona, yaitu: a. Zona inlet
Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian bagian
melintang bak. Aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung menuju bagian outlet. b. Zona pengendapan Air mengalir horisontal ke arah outlet. Di sini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan. c. Zona lumpur Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana. d. Zona outlet Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada bagian melintang bak dan siap mengalir mengalir keluar bak.
Sedimentation Basin Basin Zones Zones Gambar 1.5 Sedimentation Klasifikasi sedimentasi berdasarkan konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi dibagi atas : 1. Sedimentasi Tipe 1/Plain Settling /D i scret screte ep pa ar ticle
Merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan. Yang dimaksud dengan discrete particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya
partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang ( aliran laminar ). Tujuan dari unit ini adalah menurunkan kekeruhan air baku dan digunakan pada grit chamber . Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance performance bak seperti turbulensi pada inlet dan dan outlet , pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan untuk menghitung performance menghitung performance bak bak (ideal (ideal settling basin) basin)
Gambar 1.6 Sedimentasi Tipe 1
Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag ( drag force) force) sampai dicapai suatu keadaan di mana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity. velocity. Gaya hambatan dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air. 2. Sedimentasi Tipe 2 (F locculant locculant Sett ttliling ng )
Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel mandiri (discrete particle) particle) tetapi sering membentuk gumpalan ( flocculant flocculant particle) particle) selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya
beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya. Proses
penggumpalan
( flocculation) flocculation)
di
dalam
kolam
pengendapan
tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi. Pengendapan material koloid dan solid tersuspensi terjadi melalui adanya penambahan koagulan, biasanya digunakan untuk mengendapkan flok-flok kimia setelah proses koagulasi dan flokulasi. Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flok – flok yang terbentuk. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah: Luas bidang pengendapan;
Penggunaan baffle baffle pada pada bak sedimentasi;
Mendangkalkan bak;
Pemasangan plat miring.
3. Sedimentasi Tipe 3
Sedimentasi tipe 3 adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih.
BAB II METODOLOGI PERCOBAAN
2.7. Bahan 2.8. Alat
2.9. Prosedur Percobaan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.7. Hasil Tabel 3.1 Analisa kualitas air rawa sebelum dan sesudah sedimentasi Sample air + tawas
Parameter
Analisa Awal (ppm)
Analisa Awal (ppm)
TDS
342
0
TSS
4200
0
2300
45,2
1600
61,9
TS
4542
0
3079
43,8
2631
59,7
Konduktivitas*
362
0
830
-129,3
1100
-203,9
Tawas 0,5 kg C Ƞ (%) (%) (ppm) 779 -127,8
Tawas 1 kg C Ƞ (%) (%) (ppm) 1031 -201,5
*konversi dari µS/cm ke ppm
3.8.
Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan proses sedimentasi terhadap 150 liter air danau yang berada dilingkungan FKIP UNRI. Variasi variabel yang digunakan adalah banyaknya tawas yang digunakan, yaitu 33% dan 66,6% dari berat sampel (500 gram dan 1000 gram) dalam proses sedimentasi. Air danau dialirkan dengan debit 10 cm3/s dari tangki penyimpanan ke bak ekualisasi yang selanjutnya dialirkan ke bak sedimentasi. Bak sedimentasi terdiri dari 9 pelat dan waktu detensi yang digunakan ialah 30 menit. Setelah waktu detensi tercapai, maka sampel diambil dan dianalisa untuk menghitung nilai TSS, TDS, TS, serta konduktivitas dari tiap-tiap sampel. 3.2.1. Analisa Total Suspended Solid (TSS) Air Rawa
Analisa TSS dilakukan dengan menghitung selisih berat kertas saring setelah penyaringan dan berat kertas saring sebelum penyaringan berbanding volume sampel air. Data yang diperoleh dari percobaan ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
Total Suspended Suspe nded Solid 4500
4200
4000 ) 3500 m p3000 p ( i s 2500 a r t n2000 e s n1500 o K 1000
2300 1600
500 0 1
2
Variabel Tawas (kg)
3
Gambar 3.1. Grafik Konsentrasi TSS Air Rawa Sebelum dan Sesudah Sedimentasi
Proses koagulasi yang dilakukan untuk menurunkan nilai TSS akan menghasilkan endapan yang terbentuk dari proses sedimentasi setelah air limbah mengalami proses koagulasi. Volume endapan yang terbentuk bergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah kondisi debit air limbah, kekeruhan air limbah, dosis koagulan yang digunakan untuk koagulasi serta karakteristik dari koagulan tersebut. Gambar 3.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan padatan tersuspensi dari konsentrasi TSS air yang sebelumnya sebesar 4200 ppm menjadi 2300 ppm pada sedimentasi pertama dan semakin menurun menjadi 1600 ppm setelah sedimentasi kedua. Effisiensi penurunan kadar TSS disajikan pada gambar 3.2.
EFESIENSI TSS 9 . 1 6
2 . 5 4
) % ( Ƞ
0
1
2
3
Gambar 3.2 Grafik Effisiensi Kadar TSS Sebelum dan Sesudah Sedimentasi
Gambar 3.2 menunjukkan besarnya effisiensi penurunan kadar TSS. Effisiensi TSS untuk sedimentasi pertama (2) sebesar 45,2%, dan sedimentasi kedua sebesar 61,9 %. Berdasarkan gambar 3.2, maka dapat dinyatakan semakin banyak jumlah sedimentasi air maka akan semakin besar jumlah suspensi yang diendapkan. Sehingga effisiensi penurunan kadar TSS meningkat.
3.2.2. Analisa Total Dissolved Solid (TDS) Air Rawa
Perhitungan kadar TDS dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter. Kadar TDS yang terkandung pada sampel disajikan pada gambar 3.3.
Total Dissolved Dissol ved Solid 1200 1031 1000 ) m p 800 p ( i s a 600 r t n e s 400 n o K 200
779
342
0 0
0.5
1
Variabel tawas (kg)
Gambar 3.3. Grafik Konsentrasi TDS Air Gambut Sebelum dan Sesudah Sedimentasi
Berdasakan gambar 3.3, kadar padatan terlarut meningkat setelah penambahan tawas, hal ini menunjukkan tawas memiliki kelarutan di dalam air. Selain itu, dimungkinkan bahwa waktu detensi air dalam bak sedimentasi belum mencapai waktu efisien tawas untuk mengendap.
3.2.3. Analisa Konduktivitas
Konduktivitas merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus listrik disebut juga sebagai Daya Hantar Listrik (DHL). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya. Konduktivitas dapat diukur dengan alat TDS/CE meter pada temperatur 32 oF. Data konduktivitas sampel disajikan pada gambar 3.4. Air rawa yang dijadikan sampel mengandung banyak zat anorganik sebesar 362 ppm. Penambahan tawas yang berbasis senyawa anorganik kemudian
menyebabkan kehadiran ion-ion meningkat dan dibuktikan dengan semakin meningkatnya konduktivitas rawa setelah dua kali sedimentasi (Gambar 3.4).
Konduktivitas 1200 ) 1000 m p p 800 ( s a t i 600 v i t k u d 400 n o K 200
0 1
2
3
Variabel Tawas (kg)
Gambar 4.5 Grafik Konduktivitas Air Rawa dalam Satuan Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Sedimentasi
Sifat fisik sampel air yang sudah di beri tawas dan diendapkan akan sangat jauh berbeda dengan sifat fisik sampel air semula. Sampel air sebelum di beri tawas berwarna kuning keruh. Sedangkan setelah pemberian tawas, air semakin lama semakin jernih. Hal ini membuktikan bahwa tawas dapat mengurangi kekurahan air dengan cara pembentukan flok pada suspens, sehingga flok tersebut akan mengendap akibat dari adanya gaya gravitasi.
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan: dis impulkan:
Pengolahan air dapat dilakukan dengan proses sedimentasi untuk
mengurangi kadar TSS
Efisiensi TSS air rawa setelah penambahan tawas pada sedimentasi
pertama adalah 43,8% sedangkan pada sedimentasi kedua adalah 59,7%
Konsentrasi TDS dan konduktivitas air dipengaruhi oleh kelarutan
koagulan dan waktu detensi sedimentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Macam-macam Pengolahan Air Baku. Baku. http://jayaanakjuni. blogspot.com/2012/07/macam-macam-pengolahan-air-baku.html. blogspot.com/2012/07 /macam-macam-pengolahan-air-baku.html.
Diakses
tanggal 13 Oktober 2016 Arifin.
2009. Bahan
kimia
penjernih
air.
https://www.scribd.com/doc/
89395865/bahan-kimia-penjernih. 89395865/bahan-k imia-penjernih. Diakses tanggal 13 Oktober 2016 Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air . Yogyakarta : Kanisius Kusnaedi. 2004. Mengolah 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Minum. Jakarta: Puspa Swara Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, Fourth Edition,, Revised by G. Tchnobanoglou, F. Burton, H. David Stensel, Edition International Edition. Rahmat, 2010. Pengolahan Air dengan Sedimentasi. Sedimentasi. http://dc346.4shared.com/ doc/tSg9MBKW/preview.html. Diakses doc/tSg9MBKW/preview.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2016 Sanropie. 1984. Penyedian 1984. Penyedian Air Bersih. Bersih. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Soemirat, J. S. 2001. Kesehatan Lingkungan Kesehatan Lingkungan.. UGM Press, Yogyakarta. Suriawiria, U. 2005. Air 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat . Bandung: P.T Alumni. Sutrisno, T., 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Bersi h. PT Rineka Cipta, Jakarta. Tim Penyusun, 2013. Penuntun 2013. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia I . Fakultas Teknik. Universitas Riau, Pekanbaru Wardhana, A. W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Lingkungan. Andi Press, Yogyakarta.
View more...
Comments