Laporan Praktikum P3 Acara 3

May 11, 2019 | Author: ahasveros_lelia1032 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Praktikum P3 Acara 3...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI ACARA 3 MATERIAL REQUIREMENT PLANNING

Oleh : Nama

:Lelia Sari

NIM

: 09/281087/TP/9367

Shift

:B

Co-Asst

: 1. Yusrina Nur Azizah 2. Hafiz Amrillah

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PE RTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi dan liberalisasi pasar perdagangan telah memformulasikan kondisi baru dalam pasar yang dikarakterisasi dengan ketidakstabilan dan kompetisi intensif dalam lingkungan bisnis. Kompetisi meningkat secara kontinu dengan respek terhadap harga, kualitas dan pemilihan, pelayanan, serta ketepatan penyaluran (delivery). Dalam hal penekanan manufaktur ditempatkan pada pengurangan biaya selagi meningkatkan mutu. Bukan hanya di dunia industri pertanian, industri non pangan seperti otomotif dan industri manufaktur lainnya, persaingan merupakan sebuah keniscayaan. Pada saat yang bersamaan, perusahaan juga dituntut untuk memenuhi kualitas sesuai spesifikasi yang diinginkan pasar dan  juga memenuhi kuantitas dengan jumlah sebesar seb esar apa yang diminta d iminta pasar. Inilah yang biasa kita k ita sebut dengan pemenang dalam persaingan bisnis adalah siapa yang terlebih dahulu memenuhi permintaan pasar sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Perusahaan industri industri

selalu dihadapkan pada masalah penjadwalan produksi. Hal ini

memang merupakan hal utama dalam aktivitas industry, yang kemudian akan menentukan integritas perusahaan dalam menjawab kebutuhan pelanggannya. Bahkan masalah penjadwalan ini akan menentukan availabilitas produk suatu perusahaan di pasar. Hal-hal seperti inilah yang pada akhirnya akan menentukan keberhasilan perusahaan. Salah satu hal yang paling fundamental dalam penjadwalan produksi adalah perencanaan dan penjadwalan bahan baku yang dibahas dalam satu kajian Material Requirement Planning ( Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku). Begitu mendesaknya kemampuan MRP ini dimiliki oleh seorang praktisi industri, terutama oleh industri pertanian. Sehingga mahasiswa Teknologi Industri Pertanian perlu mempelajari MRP baik konsep maupun praktiknya. Pada praktikum ini akan dipelajari mengenai bagaimana praktik dalam penentuan MRP tersebut.

B. Tujuan Praktikum Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. melakukan perencanaan kebutuhan bahan dengan metode material requirement planning (MRP) yang berbasis komputer;

2. memahami tentang input-input yang dibutuhkan dalam perencanaan kebutuhan bahan; dan 3. memahami tentang output yag dihasilkan dari perencanaan kebutuhan bahan dengan metode MRP. C. Manfaat Praktikum : Praktikum ini memiliki manfaat bagi mahasiswa. Dengan praktikum ini, mahasiswa memiliki kemampuat untuk melakuakan perencanaan kebutuhan bahan dengan metode Material Requirement Planning, dengan memahami input-input yang dibutuhkan serta output yang dihasilkan dari perencanaan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

 Materials Requirement Requirement Planning Planning

(MRP) adalah teknik perencanaan dan teknik 

penjadwalan yang digunakan oleh perusahaan manufaktur sebagai sarana bagaimana setiap pekerja yang terkait melakukan komunikasi perihal aliran material atau barang. Teknik atau metoda MRP menitik beratkan pada perencanaan, karena memang seperti telah disebutkan sebelumnya pada dasarnya MRP adalah teknik perencanaan dan penjadwalan. Teknik ini sebetulnya sangat sederhana yaitu sekedar menggunakan logika matematik untuk merencanakan  jumlah barang yang diperlukan dan menjadwalkan kapan barang dimaksud diperlukan. Meskipun sangat sederhana tetapi dari praktek diketahui bahwa justru karena perencanaan dan penjadwalan inilah sering kali suatu proses produksi atau manufaktur itu dapat berhasil atau tidak. Perencanaan dengan MRP adalah tipikal perencanaan dan penjadwalan yang digunakan dalam suatu perusahaan manufaktur mengenai alur barang ke dan melalui proses pembuatan Requirement  barang jadi ( Indrajit et al, 2012). Sedangkan menurut Baroto (2002),  Material Requirement  Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi

berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item.

Tujuan MRP adalah untuk membangun system pendukung yang akan men-generate kebutuhan bahan dalam sebuah perusahaan manufaktur (Nahmias, 2000) Sebuah system MRP menerjemahkan the Material Production Schedule (MPS), Bill of  Material, dan Inventory record kedalam Perencanaan kebutuhan bahan yang menspesifikasi

 jadwal pemesanan kembali dari semua subassemblies, komponen-ko mponen, dan bahan baku yang dibutuhkan oleh produk akhir (Krajewski and Ritzman, 2002). Setiap usaha bisnis selalu menghasilkan apakah barang atau jasa tertentu. Barang atau jasa ini haruslah sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan oleh pelanggan. Dalam hubungan ini maka dalam bisnis, biasanya ada 3 faktor penting, yaitu keluaran (output) , masukan (input) dan proses, di mana masukan, melalui suatu proses, diolah menjadi keluaran. Ini adalah hakekat dari suatu produksi, apakah itu produksi barang atau produksi jasa ( Indrajit et al, 2012). Salah satu bagian yang sangat utama dalam penentuan MRP adalah penentuan ukuran lot. Bagaimanapun, ketika terdapat kebutuhan bersih, maka keputusan berapa banyak yang perlu dipesan harus dibuat. Keputusan inilah yang disebut keputusan penentuan lot-size (Kholil,2012).

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah seperangkat Personal Computer, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah seperangkat data yang tertera dalam modul. B. Prosedur Praktikum 1. Proses pemasukkan data a. Program WinQSB dibuka kemudian pilih sub-program Material Requirement Planning dengan meng-klik mrp.exe b. Kemudian setelah muncul tampilan windows program maka dibuka pilihan  New Problem pada menu File. Kemudian pada label Problem Title diisikan dengan

“Perencanaan Kebutuhan Bahan”, pada label Number of Product and part items = 7, Time Unit of Planning Periods = week ,  Number of Planning Periods = 10,  Number of  Periods per year  = 52 (karena pada 1 tahun terdapat 52 minggu). Kemudian OK di-

klik. c. Untuk mengisikan data induk mengenai berbagai jenis produk maupun komponen  pembuatnya beserta karakteristiknya, pada form “perencanaan kebutuhan bahan”— 

item master, diisi dengan data-data dari Tabel 15 dan tabel 16 pada modul.

Tabel 1 item master 

d. Untuk mengisikan input data mengenai struktur produk dan Bill of Material (BOM), menu View di-klik kemudian dalam sub-menu, pilihan BOM ( Bill of Material) dipilih. e. Kemudian pada layar muncul form yang hanya terdiri dari dua kolom yaitu kolom  Item ID dan kolom Component . Mengingat bahwa jumlah komponen produk lebih

dari satu maka form tersebut diubah sesuai dengan kebutuhan dengan memilih menu  Edit dan pilihan Change BOM spanI  dipilih. Pada kotak dialog yang sama, pada label  New Maximum span is diisikan angka 3 atau lebih, selanjutkan OK di-klik.

f. Pada form  Bill of Material diisi dengan menuliskan item ID/Usage dari  part, assembly atau component  penyusunnya sesuai dengan Bill of material pada Gambar 5

dan gambar 6 di modul (yang ditulis hanya  part, assembly, atau component  langsungnya saja). Berikut adalah gambar pohon struktur produk pada gambar 5 dan 6 di dalam modul :

A100 (produk 1)

C100 (1 buah)

D100(1)

F300 (1)

G300 (1)

B100 (produk 2)

F300 (3)

Gambar 1 (gambar 5 di modul)

C200 (2)

D200 (1)

F300 (1)

G300 (1)

B200 (1)

F300 (2)

G300 (1)

Gambar 2 (gambar 6 di modul)

Tabel 2. Bom yang telah diisi

g. Untuk mengisikan input jadwal induk produksi, menu View dipilih dan dipilih lagi pada sub menu MPS ( Master Production Schedule). Kemudian pada form yang tersedia angka diinput sesuai dengan tabel 17 di modul. Tabel 3 MPS yang telah diinput

h. Selanjutnya untuk mengisikan data persediaan (inventori) menu View dipilihkemudian dipilih Inventory, data diinput sesuai dengan tabel 18. Dan untuk  mengisikan input data kapasitas menu View dipilh, sub menu Capacity dipilih dengan input yang disesuaikan dengan tabel 19 modul. Tabel 4a inventory

Tabel 4b capacity

i.

Selanjutnya data disimpan dengan nama tertentu misalnya Acara3.mrp

Gambar 3 kotak dialog untuk menyimpan data 2. Proses analisis data a. Menu Solve dipilih kemudian pada sub menu dipilih  Explode Material Requirement . Pada bagian  Report Selection, dipilih berdasarkan item ID atau pilihan lain yang sesuai laporan yang diinginkan. Kemudian pilihan untuk laporan  All Item dipilih untuk semua item dan tombol OK di-klik. Secara keseluruhan kebutuhan akan ditampilkan.

Gambar 4 tampilan kotak dialog untuk solving b. Pada menu pilihan yang ada untuk menampilkan daftar kebutuhan bahan (Planned  Order Release , kebutuhan kapasitas, serta biaya pengadaan bahan) dengan tombol

menu yang ada di-klik Title bar  3. Proses intrepretasi kondisi

Proses ini dilakukan dengan mengintrepretasi semua angka dan data yang tertulis dalam hasil solving yang telah dilakukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Hasil ini diperoleh dari proses penentuan kebutuhan bahan dengan metode MRP dengan program winQSB berdasarkan input pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4

Tabel 5 Hasil Solving yang telah dilakukan.

Tabel 6 EOQ C200 D

6000

S

150

H

8

Q

474,34

475

Beaya Simpan Komulatif 

TRC (T)

TRC (T)/Unit

6

7 = C+6

8 = 7/4

Tabel 7 LUC

E 200

Week

T

Kebutuhan RT

Kebutuhan Komulatif 

Beaya Simpan h.P(T-1) RT

1

2

3

4

5

1

1

0

0

0

0

200

0,00

2

2

0

0

0

0

200

0,00

3

3

0

0

0

0

200

0,00

4

4

0

0

0

0

200

0,00

5

5

0

0

0

0

200

0,00

6

6

0

0

0

0

200

0,00

7

7

116

116

6960

6960

7160

61,72

7

1

116

116

0

0

200

1,72

8

2

0

116

0

0

200

1,72

9

3

0

116

0

0

200

1,72

10

4

0

116

0

0

200

1,72

PPB F300 S H

65 0,038462

EPP

1690

Rule

APP On Hand, maka onhand pada minggu ketiga adalah 50 unit.. Projected net requirement  (kebutuhan bersih yang diperkirakan)= 150 (onhand

i-1)

+.50

unit(safety Stock ) = 200. Sedangkan Planned order receipt  ( jumlah pesanan yang diperkirakan akan diterima) = 200, Planned order release (jumlah pesanan yang harus dipesan)= karena butuhnya adalah pada minggu ketiga, dengan memperhitungkan lead time maka Planned order  release dilakukan 1 minggu sebelumnya yakni minggu kedua sebesar Planned order receipt 

yaitu 200 unit. Pada minggu keempat, Gross Requirement  (kebutuhan kotor /total permintaan)nya nol, tetapi Scheduled Receipt  (jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang dijadwalkan)=120 unit, sehingga Projected On Hand  ( jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan)= on hand minggu ketiga ditambah 120 = 170 unit. Projected  net requirement  (kebutuhan bersih yang diperkirakan)=0, Planned order receipt  ( jumlah

pesanan yang diperkirakan akan diterima)=0, Planned order release (jumlah pesanan yang harus dipesan)=0. Pada minggu kelima Gross Requirement  (kebutuhan kotor /total permintaan)=80 unit, Scheduled Receipt  (jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang

dijadwalkan)=0, Projected On Hand  (jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan)=

170-80+0

=

 90.

Projected

net

requirement  (kebutuhan

bersih

yang

diperkirakan)=0, Planned order receipt  ( jumlah pesanan yang diperkirakan akan diterima)=0, Planned order release (jumlah pesanan yang harus dipesan)=0.

Pada minggu ke-enam, Gross Requirement  (kebutuhan kotor /total permintaan)=0, Scheduled Receipt  (jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang

dijadwalkan)=0, Projected On Hand  (jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan)=sisa onhand minggu sebelumnya dikurangi permintaan nol dikurangi nol yang datang = 90. Projected net requirement  (kebutuhan bersih yang diperkirakan)=0, Planned order  receipt  ( jumlah pesanan yang diperkirakan akan diterima)=0, Planned order release (jumlah

pesanan yang harus dipesan)=0.

Pada minggu ke-tujuh. Gross Requirement  (kebutuhan kotor /total permintaan)=0, Scheduled Receipt  (jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang

dijadwalkan)=0, Projected On Hand  (jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan)=sisa onhand minggu sebelumnya dikurangi permintaan nol dikurangi nol yang datang = 90. Projected net requirement  (kebutuhan bersih yang diperkirakan)=0, Planned order  receipt  ( jumlah pesanan yang diperkirakan akan diterima)=0, Planned order release (jumlah

pesanan yang harus dipesan)=80 akibat kebutuhan terhadap pesanan ini pada satu minggu di depan. Pada minggu ke-delapan Kebutuhan kotor /total permintaan=120, Jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang dijadwalkan= 0, Jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan= 90 -120 +0 = -30. 30 ini merupakan kebutuhan real yang akan digunakan untuk produksi. Kemudian karena safety stock 50 sehingga pemesanan dilakukan. Kebutuhan bersih yang diperkirakan adalah 50 (kebutuhan SS) dan 30 = 80 . Jumlah pesanan yang diperkirakan akan diterima= 80, jumlah pesanan yang harus dipesan=0 Pada minggu ke-sembilan Gross Requirement  = nol, Scheduled Receipt  (jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang dijadwalkan)=0, Projected On Hand  (jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan)= 50 unit. Projected net  requirement  (kebutuhan bersih yang diperkirakan)=0. Planned order receipt  (jumlah pesanan

yang diperkirakan akan diterima)= 0, sedangkan Planned order release (jumlah pesanan yang harus dipesan) sebesar 350. Pada minggu ke-sepuluh, Gross Requirement  = 350, Scheduled Receipt  (jumlah pesanan dari pemasok yang dijadwalkan datang (kedatangan yang dijadwalkan)=0, Projected On Hand  (jumlah yang diperkirakan dipegang/dimiliki oleh perusahaan)= 50 unit. Projected net  requirement  (kebutuhan bersih yang diperkirakan)=350. Planned order receipt  (jumlah pesanan

yang diperkirakan akan diterima)= 350, sedangkan Planned order release (jumlah pesanan yang harus dipesan) sebesar 0.

2.

Item B100 Untuk dapat menganalisis kebutuhan dan penjadwalan MRP-nya maka terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik bahan yang telah di-setting sedemikian rupa pada input pertama, yang ter-input dalam tabel 1 (atau pada modul dalam tabel 15 dan 16).

a.

Pada ABC class produk B100 merupakan kelas A yaitu merupakan produk yang memiliki keuntungan yang besar dan jumlahnya sedikit.

b.

Source code : Made ini berarti untuk mendapatkan produk ini maka perlu dibuat sendiri.

c.  Material Type : final product , karakteristik atau tipe dari item ini adalah produk jadi (produk akhir) d.

Unit Measure menjelaskan bahwa item ini yang diukur adalah tiap (each) itemnya.

e.  Lead time atau waktu yang dibutuhkan dari mulai pemesanan dirilis hingga barang yang dipesan diterima adalah selama 2 pekan.  Lot Size ditentukan dengan metode Lot For Lot 

 f.

g.  Lot size multiplier = nol h.

Scrap (%)bahan yang tercecer ataupun tidak bisa dihitung karena (kegagalan) tidak 

sesuai spesifikasi (misalnya produk cacat) sehingga tidak bia digunakan dan menyebabkan penyusutan volum karenanya. Pada item B100, scrap = 0 (tidak ada scrap) i.

Safety Stock sebesar 80 unit

Setelah mengetahui karakteristik bahan, selanjutnya adalah menyesuaikan dengan datadata produk terkait volum yang dibutuhkan selama setahun dan biaya yang menyertainya. Permintaan tahunan atau kebutuhan perusahaan terhadap item B100 selama satu tahun adalah sebesar 3000 unit. Sedangkan Unit Cost  atau biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap produk  adalah 250 $, biaya setup (atau biaya pengadaan keseluruhan) sebesar 600, Annual holding cost  (biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan (setiap barang yang disimpan dalam inventori) setiap tahun) sebesar 30 $ untuk setiap item yang tersimpan.  Annual Shortage cost  diasumsikan massive (M). Di awal waktu perusahaan memiliki B100 tersimpan sebanyak  120 unit diisikan berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada modul). Kemudian, pada minggu pertama, Gross Requirement =0 sehingga inventory on hand tidak berubah, Pada minggu kedua, datang barang Scheduled Receipt  130 unit. Dengan Gross  Requirement = 0 sehingga on hand menjadi = (130+120)=250. Lalu pada minggu ketiga,

kedatangan barang karena Scheduled Receipt  sebanyak 50 sehingga on hand  menjadi 300. Pada minggu keempat, mulai ada perubahan. Gross Requirement  menunjukkan angka 260, dengan on hand pada periode sebelumnya sebesar 300. walaupun barang datang sesuai

Scheduled Receipt  sejumlah 0 maka on hand awal tersebut masih tersisa 60 unit sehingga tidak 

memenuhi Safety stock, dengan demikian perlu dilakukan pemesanan., Sehingga Projected On  Hand  menjadi sebesar Safety Stock . Pemesanan yang dilakukan pada Planned order release

sebesar kekurangan yakni (80-40=40) pada minggu kedua karena Lead time 2 minggu. Pada minggu kelima dan keenam tidak ada perubahan pada on hand inventory karena baik  Gross Requirement  maupun Scheduled Receipt  sama dengan nol (0). Sedangkan pada minggu

ketujuh Gross Requirement  datang sebesar 140 unit sehingga net requirementnya menjadi ( 80140 = 60) tetapi karena simpanan yang ada adalah safety stock sehingga tidak bisa diganggu, maka dilakukan pemesanan Planned order release sejumlah 140 unit di minggu kelima. Sehingga Projected net requirement , Planned order receipt , dan Planned order release sama yakni 140. Untuk minggu kedelapan, sama dengan minggu kelima dan enam, tidak ada perubahan pada on hand inventory karena baik Gross Requirement  maupun Scheduled Receipt  sama dengan nol (0). Tetapi pada minggu kesembilan Gross Requirement  datang sebesar 270 unit sehingga net  requirementnya menjadi ( 80-270 = 190) tetapi karena simpanan yang ada adalah safety stock 

sehingga tidak bisa diganggu, maka dilakukan pemesanan Planned order release sejumlah 270 unit di minggu ketujuh. Sehingga Projected net requirement , Planned order receipt , dan Planned  order release sama yakni 270. Kemudian pada minggu kesepuluh kembali sama seperti minggu

kelima, keenam, dan kedelapan, tidak ada perubahan pada  projected on hand inventory karena baik  Gross Requirement  maupun Scheduled Receipt  sama dengan nol (0).

3.

Item C200 Untuk dapat menganalisis kebutuhan dan penjadwalan MRP-nya maka terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik bahan yang telah di-setting sedemikian rupa pada input pertama, yang ter-input dalam tabel 1 (atau pada modul dalam tabel 15 dan 16). a. Pada ABC class produk C200 merupakan kelas B yaitu merupakan produk masal yang memiliki keuntungan yang kecil b. Source code : Made ini berarti untuk mendapatkan produk ini maka perlu dibuat sendiri. c.  Material Type : part , karakteristik atau tipe dari item ini merupakan bagian, atau sesuatu yang belum sempurna untuk menjadi final produk, perlu dirakit dengan part lain. d. Unit Measure menjelaskan bahwa item ini yang diukur adalah tiap (each) itemnya.

e.  Lead time atau waktu yang dibutuhkan dari mulai pemesanan dirilis hingga barang yang dipesan diterima adalah selama 1 pekan.  f.  Lot Size ditentukan dengan metode EOQ

g.  Lot size multiplier = nol h. Scrap (%)bahan yang tercecer ataupun tidak bisa dihitung karena (kegagalan) tidak  sesuai spesifikasi (misalnya produk cacat) sehingga tidak bia digunakan dan menyebabkan penyusutan volum karenanya. Pada item C200, scrap = 5 (5% x net requirement) i.

Safety Stock  sebesar 100 unit berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada

modul). Setelah mengetahui karakteristik bahan, selanjutnya adalah menyesuaikan dengan datadata produk terkait volum yang dibutuhkan selama setahun dan biaya yang menyertainya. Permintaan tahunan atau kebutuhan perusahaan terhadap item C200 selama satu tahun adalah sebesar 6000 unit. Sedangkan Unit Cost  atau biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap produk  adalah 50 $, biaya setup (atau biaya pengadaan keseluruhan) sebesar 150,  Annual holding cost  (biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan (setiap barang yang disimpan dalam inventori) setiap tahun) sebesar 8 $ untuk setiap item yang tersimpan.  Annual Shortage cost  diasumsikan massive (M).

Di awal waktu perusahaan memiliki C200 tersimpan sebanyak  400 unit diisikan berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada modul). Kemudian pada minggu pertama, Gross Requirement = nol. Tetapi barang datang sesuai Scheduled Receipt  sebesar 90 sehingga Projected On Hand  menjadi 490. Pada minggu kedua Gross Requirement  =310 sedangkan Scheduled Receipt  = 0 sehingga on hand menjadi (490-310=180). Sedangkan pada minggu

ketidak  Scheduled Receipt = 60 untuk  Gross Requirement  = 0 sehingga Projected On Hand  menjadi ( 180+60=240). Pada minggu keempat tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand . Baru pada minggu kelima Gross  Requirement  datang sebesar 340 unit menyebabkan net requirement  sebesar ( 240-340 + 100

(SS) = 200). Dengan scrap 5 persen = ( 0.05 x 200=10) maka Projected net requirement  = (200+10=210). Kemudian Planned order receipt  dilakukan pemesanan sebesar EOQ yakni

sebesar 475 unit dan Planned order release 475 dilakukan pada minggu ketiga. Perhitungan EOQ dilakukan berdasarkan data berikut : EOQ (^) D ( permintaan tahunan) S (setup cost) H (holding cost) Q*

Q* =

6000 150 8 474,34

475

 (: ) =  : = 474.34



Nilai EOQ digunakan untuk setiap kali pemesanan tanpa dipengaruhi oleh berapa net requirement-nya. Artinya bahwa berapapun nilai yang tertera pada Projected net requirement , maka Planned order receipt , dan Planned order release tetap harus dilakukan sebesar EOQ. Dalam kasus minggu kelima ini dilakukan pemesanan sebanyak 475 unit. Projected On Hand  diisi setelah EOQ diperoleh, nilai on hand berasal dari selisih EOQ (475) dengan (

240-340

)=

375 unit. Pada minggu keenam tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand . Kemudian pada minggu ketujuh datang Gross Requirement  = 620 unit. Dengan Scheduled Receipt  nol, maka terlebih dahulu kita

menghitung selisih antara on hand pada periode sebelumnya dengan Gross Requirement, = (375620)= 245. Projected On Hand  = Planned order receipt/EOQ (475)  –  245 = 230. Sedangkan net requirement -nya diperoleh dari persamaan Net Requirement = gross requirement  –  on hand  inventory + scheduled receipt = 620. Kemudian dengan scrap 5% (= 31) maka Projected net  requirement  = 620+31= 651 unit.

Pada minggu ke delapan Gross Requirement =0 sehingga tdak ada perubahan pada Projected On Hand  tetap 230. Tetapi pada minggu ke-sembilan datang permintaan Gross  Requirement  sebanyak 350 item kemudian Scheduled Receipt  nol. Dengan on hand inventory

pada minggu kedelapan sebanyak 230, maka Projected On Hand  = 475- (350-230) =355 unit . Sedangkan Projected net requirement  sebesar (net req (350)+ (0.05x net req)= (350+18)= 368) sebesar 368 unit. Dan Planned order receipt  sebanyak EOQ dan Planned order release dilakukan pada minggu ke 8.

Pada minggu terakhir yakni minggu ke sepuluh tidak ada permintaan sehingga Gross  Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada projected inventory on hand .

4.

Item D200 Untuk dapat menganalisis kebutuhan dan penjadwalan MRP-nya maka terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik bahan yang telah di-setting sedemikian rupa pada input pertama, yang ter-input dalam tabel 1 (atau pada modul dalam tabel 15 dan 16). a. Pada ABC class produk D200 merupakan kelas B yaitu merupakan produk masal yang memiliki keuntungan yang kecil b. Source code : Made ini berarti untuk mendapatkan produk ini maka perlu dibuat sendiri. c.  Material Type : part , karakteristik atau tipe dari item ini merupakan bagian, atau sesuatu yang belum sempurna untuk menjadi final produk, perlu dirakit dengan part lain. d. Unit Measure menjelaskan bahwa item ini yang diukur adalah tiap (each) itemnya. e.  Lead time atau waktu yang dibutuhkan dari mulai pemesanan dirilis hingga barang yang dipesan diterima adalah selama 2 pekan.  f.  Lot Size ditentukan dengan metode FOQ

g.  Lot size multiplier = 200 h. Scrap (%)bahan yang tercecer ataupun tidak bisa dihitung karena (kegagalan) tidak  sesuai spesifikasi (misalnya produk cacat) sehingga tidak bia digunakan dan menyebabkan penyusutan volum karenanya. Pada item D200, scrap = 5 (5% x net requirement) i.

Safety Stock  sebesar 100 unit berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada

modul). Setelah mengetahui karakteristik bahan, selanjutnya adalah menyesuaikan dengan datadata produk terkait volum yang dibutuhkan selama setahun dan biaya yang menyertainya. Permintaan tahunan atau kebutuhan perusahaan terhadap item D200 selama satu tahun adalah sebesar 4000 unit. Sedangkan Unit Cost  atau biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap produk  adalah 40 $, biaya setup (atau biaya pengadaan keseluruhan) sebesar 150,  Annual holding cost  (biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan (setiap barang yang disimpan dalam inventori) setiap tahun) sebesar 6 $ untuk setiap item yang tersimpan.  Annual Shortage cost  diasumsikan massive (M).

Di awal waktu perusahaan memiliki D200 tersimpan sebanyak  375 unit diisikan berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada modul). Pada minggu pertama tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand . Pada minggu kedua Gross Requirement = 240 dengan Scheduled Receipt = 0,

maka Projected On Hand  selisih antara (375-240= 135). Kemudian pada minggu ketiga tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand . Begitupun minggu keempat.

Minggu kelima mulai ada permintaan Gross Requirement  sebanyak 140 unit dengan Scheduled Receipt  =0, dan sisa on hand pada periode sebelumnya adalah 135. Maka net

requirement = (140-135)+SS (100) = 105). Net requirement kemudian ditambah 5 % scrap (0.05x 105)= 110,25. Nilai tersebut adalah merupakan nilai Projected net requirement  dan dibulatkan keatas menjadi 111 unit. Untuk nilai Planned order receipt  dipengaruhi oleh metode lotsize yang digunakan yakni FOQ, nilai FOQ telah ditetapkan sesuai nilai multipliernya yakni 200 (lihat tabel 15 pada modul) sehingga setiap kali melakukan pemesanan harus sebanyak 200 unit atau kelipatan dari 200 unit, berapapun net requirement yang dibutuhkan. Dalam kasus di minggu ke-5 ini Planned order receipt  ditentukan 200 karena yang lebih mendekati kebutuhan terhadap 111 unit. Dengan demikian Projected On Hand  yang tersisa (135-140) +200=195 unit. Dan Planned order release dilakukan pada minggu ketiga karena leadtime 2 pekan. Pada minggu keenam kembali tenang. tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada projected inventory on hand . Pada minggu ketujuh barulah ada dinamika kembali dengan datangnya permintaan yang masuk pada data Gross Requirement  = 350 dengan Scheduled Receipt  =0, dan sisa on hand pada periode sebelumnya adalah 195. Maka net requirement = 350 (karena Gross Requirement > on hand  periode sebelumnya maka net req adalah nilai yang sama dengan gross req. . Net requirement  kemudian ditambah 5 % scrap (0.05x 350)= 367,50 unit. Nilai tersebut adalah merupakan nilai

Projected net requirement  dan

dibulatkan keatas menjadi 368 unit. Untuk nilai Planned order receipt  dipengaruhi oleh metode lotsize yang digunakan yakni FOQ, nilai FOQ telah ditetapkan sesuai nilai multipliernya yakni 200 (lihat tabel 15 pada modul) sehingga setiap kali melakukan pemesanan harus sebanyak 200 unit atau kelipatan dari 200 unit, berapapun net requirement yang dibutuhkan. Dalam kasus di minggu ke-7 ini Planned order receipt  ditentukan 400 karena yang lebih mendekati kebutuhan terhadap projected net requirement  sebesar 368 unit. Dengan demikian Projected On Hand  yang

tersisa (195-350 + 400)= 245 unit. Dan Planned order release dilakukan pada minggu kelima karena leadtime 2 pekan. Minggu kedelapan kembali tenang. tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand . Pada minggu kesembilan barulah ada dinamika kembali dengan datangnya permintaan yang masuk pada data Gross  Requirement  = 350 dengan Scheduled Receipt  =0, dan sisa on hand  pada periode sebelumnya

adalah 245. Maka net requirement  = 350 (karena Gross Requirement > on hand  periode sebelumnya maka net req adalah nilai yang sama dengan gross req. .  Net requirement  kemudian ditambah 5 % scrap (0.05x 350)= 367,50 unit. Nilai tersebut adalah merupakan nilai Projected  net requirement  dan dibulatkan keatas menjadi 368 unit. Untuk nilai Planned order receipt 

dipengaruhi oleh metode lotsize yang digunakan yakni FOQ, nilai FOQ telah ditetapkan sesuai nilai multipliernya yakni 200 (lihat tabel 15 pada modul) sehingga setiap kali melakukan pemesanan harus sebanyak 200 unit atau kelipatan dari 200 unit, berapapun net requirement yang dibutuhkan. Dalam kasus di minggu ke-7 ini Planned order receipt  ditentukan 400 karena yang lebih mendekati kebutuhan terhadap  projected net requirement  sebesar 368 unit. Dengan demikian Projected On Hand  yang tersisa (245-350 + 400)= 295 unit. Dan Planned order  release dilakukan pada minggu ketujuh karena leadtime 2 pekan.

Minggu kesepuluh. tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak  ada perubahan pada projected inventory on hand .

5.

Item E200 Untuk dapat menganalisis kebutuhan dan penjadwalan MRP-nya maka terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik bahan yang telah di-setting sedemikian rupa pada input pertama, yang ter-input dalam tabel 1 (atau pada modul dalam tabel 15 dan 16). i.

Pada ABC class produk E200 merupakan kelas B yaitu merupakan produk masal yang memiliki keuntungan yang kecil

 j.

Source code : Made ini berarti untuk mendapatkan produk ini maka perlu dibuat sendiri.

k.  Material Type : assembly, karakteristik atau tipe dari item ini merupakan produk rakitan, perlu dirakit dengan part lain. l.

Unit Measure menjelaskan bahwa item ini yang diukur adalah tiap (each) itemnya.

m.  Lead time atau waktu yang dibutuhkan dari mulai pemesanan dirilis hingga barang yang dipesan diterima adalah selama 1 pekan. n.  Lot Size ditentukan dengan metode LUC 

o.  Lot size multiplier = nol p. Scrap (%)bahan yang tercecer ataupun tidak bisa dihitung karena (kegagalan) tidak  sesuai spesifikasi (misalnya produk cacat) sehingga tidak bia digunakan dan menyebabkan penyusutan volum karenanya. Pada item E200, scrap = 5 (5% x net requirement) q. Safety Stock  sebesar 100 unit berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada modul). Setelah mengetahui karakteristik bahan, selanjutnya adalah menyesuaikan dengan datadata produk terkait volum yang dibutuhkan selama setahun dan biaya yang menyertainya. Permintaan tahunan atau kebutuhan perusahaan terhadap item E200 selama satu tahun adalah sebesar 4500 unit. Sedangkan Unit Cost  atau biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap produk  adalah 60 $, biaya setup (atau biaya pengadaan keseluruhan) sebesar 200,  Annual holding cost  (biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan (setiap barang yang disimpan dalam inventori) setiap tahun) sebesar 10 $ untuk setiap item yang tersimpan.  Annual Shortage cost  diasumsikan massive (M).

Di awal waktu perusahaan memiliki E200 tersimpan sebanyak  100 unit diisikan berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada modul). Kemudian pada minggu pertama tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand . Pada minggu kedua Gross Requirement  40 dan datang barang Scheduled Receipt  240 item dengan demikian on hand = 100-40+ 240 = 300. Sehingga

terpenuhilah requirement yang ada. Pada minggu ketiga kembali tidak ada permintaan. On hand minggu ketiga tetap. Selanjutnya minggu keempat datang 100 unit sesuai Scheduled Receipt  sehingga Projected On Hand  inventory bertambah menjadi 300+100 = 400. Pada minggu kelima ada permintaan yang terekam dalam Gross Requirement  sebesar 140 unit sehingga Projected On Hand  = 400-140+0=260. Requirement terpenuhi tanpa harus melakukan pemesanan. Kemudian pada minggu keenam tidak ada permintaan sehingga Projected On Hand  tetap. Barulah pad minggu ketujuh ada Gross Requirement  sebesar 270

dengan Scheduled Receipt  maka Projected On Hand  = 260 -270+ 0= -10. Kekurangan stock 

sebesar 10 harus dipenuhi dengan pemesanan. Pemesanan dilakukan bukan hanya untuk  menutupi kekurangan yang 10 tadi tetapi juga untuk memenuhi safety stock sehingga net requirement-nya menjadi (100+10)= 110, kemudian ditambahkan dengan nilai scrap 5%, maka diperoleh nilai Projected net requirement  sebesar (110+(0.05x110) = 115,50, atau dibulatkan ke atas menjadi 116. Sehingga Planned order receipt  yang harus dipesan adalah 116 unit dan dipesan pada minggu ke-6 sebadgai tindakan Planned order release . Sedangkan untuk  projected  inventory on hand  pada minggu ketujuh ini adalah ( 116-10)=106 unit.

Selanjutnya pada minggu kedelapan, kesembilan, dan minggu kesepuluh, tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada  projected  inventory on hand. On hand terakhir adalah sebesar 106.

6.

Item F300 Untuk dapat menganalisis kebutuhan dan penjadwalan MRP-nya maka terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik bahan yang telah di-setting sedemikian rupa pada input pertama, yang ter-input dalam tabel 1 (atau pada modul dalam tabel 15 dan 16). a. Pada ABC class produk F300 merupakan kelas C yaitu merupakan produk berjumlah kecil yang memiliki keuntungan yang kecil b. Source code : buy ini berarti untuk mendapatkan produk ini maka per lu membeli c.  Material Type : assembly, karakteristik atau tipe dari item ini merupakan produk rakitan, perlu dirakit dengan part lain. d. Unit Measure menjelaskan bahwa item ini yang diukur adalah tiap (each) itemnya. e.  Lead time atau waktu yang dibutuhkan dari mulai pemesanan dirilis hingga barang yang dipesan diterima adalah selama 2 pekan.  f.  Lot Size ditentukan dengan metode PPB (Part Period Balancing Algorithm)

g.  Lot size multiplier = nol h. Scrap (%) bahan yang tercecer ataupun tidak bisa dihitung karena (kegagalan) tidak  sesuai spesifikasi (misalnya produk cacat) sehingga tidak bia digunakan dan menyebabkan penyusutan volum karenanya. Pada item F300, scrap = 5 (5% x net requirement) i.

Safety Stock  sebesar 120 unit berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada

modul).

Setelah mengetahui karakteristik bahan, selanjutnya adalah menyesuaikan dengan datadata produk terkait volum yang dibutuhkan selama setahun dan biaya yang menyertainya. Permintaan tahunan atau kebutuhan perusahaan terhadap item F300 selama satu tahun adalah sebesar 20.000 unit. Sedangkan Unit Cost  atau biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap produk  adalah 15 $, biaya setup (atau biaya pengadaan keseluruhan) sebesar 50,  Annual holding cost  (biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan (setiap barang yang disimpan dalam inventori) setiap tahun) sebesar 2 $ untuk setiap item yang tersimpan.  Annual Shortage cost  diasumsikan massive (M).

Di awal waktu perusahaan memiliki F300 tersimpan sebanyak  350 unit diisikan berdasarkan data pada tabel 4 (atau pada tabel 18 pada modul). Pada minggu pertama tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, tetapi ada barang datang sesuai Scheduled Receipt  sebesar 250 unit sehingga tidak perubahan pada  projected  inventory on hand  menjadi (250+350)=600. Pada minggu kedua barulah datang permintaan sebesar 400 unit sehingga Projected On Hand  menjadi (600-400+0)= 200. Requirement terpenuhi tanpa harus melakukan

pemesanan. Pada minggu ketiga, tidak ada permintaan sehingga Gross Requirement = 0, sehingga tidak ada perubahan pada projected inventory on hand . Pada minggu keempat Gross Requirement  sebesar 475 unit dengan Scheduled Receipt  = 0, maka Projected On Hand  menjadi (200-475+0)= -275. Untuk dapat memenuhinya dilakukan pemesanan berdasarkan net requirement  = -275+ SS(120) =395. Dan Projected net requirement  = 395 +(0.05x395)= 414,75 dibulatkan keatas menjadi 415. Setelah proses netting selesai hingga

menemukan net requirement dan Projected net requirement, selanjutnya dilakukan Lotting sekaligus offsetting. Lotting pada F300 menggunakan PPB. Sehingga dalam menentukan Planned order receipt  ditentukan denganmenyeimbangkan biaya pengadaan (setup cost) dan

biaya penyimpanan (holding cost) secara dinamis. Berdasarkan perhitungan diperoleh biaya setup sebesar 65 dan biaya holding 0.038. biaya setup diperoleh dari akumulasi antara biaya per unit dan biaya setup (15+50)= 65, sedangkan biaya holding diperoleh dari biaya holding cost setahun dibagi dengan jumlah periode selama satu tahun (2/52)= 0.038. kemudian diperolehlah  Economic Part-Periode (EPP)= biaya setup dibagi dengan biaya holding = 65/0.038= 1690. Proses ini dilanjutkan dengan menentukan nilai  Accumulated Part-Periode (APP) untuk setiap ukuran lot terbesar untuk pengadaan barang yang

bisa disatukan. Prinsip utamanya adalah APP tidak boleh lebih besar dari EPP ( APP
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF