Laporan Praktikum Lichen

March 27, 2019 | Author: Amat Ribut | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Lichen disebut juga lumut kerak yang menempel pada substrat berupa bagian tumbuhan seperti daun, batang dan bahkan bebat...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN SISTEMATIKA TUMBUHANI INVENTARISASI JENIS LICHEN DI DESA SEDAU, KELURAHAN SEDAU, KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Disusun oleh : Kelompok 8 Anggota

: 1. Febry Valianto Edo 2. Julia Madu Sari 3. Fidella Putri Anjani 4. Sisilia Esti Utami 5. Beta Yuliandari 6. Hasri Fortuna 7. Desi Herawati 8. Emilia Kontesa

H1041151063 H10411510 H1041151058 H10411510 H1041151050 H10411510 H10411510 H1041151078

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lichenes merupakan lumut kerak, tetapi Lichenes tidak termasuk kedalam kelompok lumut karena Lichenes merupakan hasil dari simbiosis fungi dan alga. Lichenes banyak ditemukan di kulit batang pohon dan menempel di bebatuan. Lumut memiliki berbagai warna seperti keabu-abuan, orange, coklat, hitam dan lain-lain. Lichenes mampu hidup di daerah kekeringan dalam waktu yang lama (Sudrajat, dkk, 2013). Lichenes memiliki peran yang cukup penting di dalam kehidupan manusia. Lumut kerak dapat berperan dalam pembentukan tanah dan batu-batuan yang cadas sehingga disebut juga tumbuhan perintis serta digunakan sagai bioindikator  pencemaran udara karena lichensangat sensitif terhadap pencemaran udara,. Biasanya suatu daerah yang mengalami suksesi primer, pertama kali akan di tumbuhi oleh beberapa jenis Lichenes yang memiliki berbagai bentuk thalli. Pertumbuhan thalli ini sangat lambat (Loopi,2002). Banyaknya jenis Lichenes dengan bentuk thalli yang berbeda-beda melatar  belakangi di adakannya praktikum ini. Praktikum Lichenes ini dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk thalli pada berbagai Lichenes dan bagian-bagian anatominya. 1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari Praktikum Lapangan Sistematika Tumbuhan 1 tentang lichenini adalah: 1. Bagaimana mengetahui bentuk-bentuk thalli yang terdapat pada Lichenes yang terdapat di di Bukit dan hutan sekitar Pantai Batu Burung Singkawang Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan? 2. Apa saja bagian-bagian Lichenes dilihat dari segi morfologi dan anatominya yang terdapatdi Bukit dan hutan sekitar Pantai Batu Burung Singkawang Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan? 3. Apa saja jenis-jenis Lichenes yang terdapatdi Bukit dan hutan sekitar Pantai Batu Burung Singkawang Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Singkawang Selatan? 1.3. Tujuan

Tujuan dari Praktikum Lapangan Sistematika Tumbuhan 1 tentang Lichenes ini antara lain sebagai berikut; 1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk thalli yang terdapat pada Lichenes yang terdapatdi Bukit dan hutan sekitar Pantai Batu Burung Singkawang Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan? 2. Untuk mengetahui bagian-bagian Lichenes dilihat dari segi morfologi dan anatominya yang terdapatdi Bukit dan hutan sekitar Pantai Batu Burung Singkawang Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan? 3. Untuk mengetahui jenis-jenis Lichenes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lumut Kerak

Menurut Fitting et al. (1954) diacu dalam Ronoprawiro (1989); Noer (2004); Tjitrosoepomo (1981), lumut kerak merupakan tumbuhan rendah yang temasuk dalam divisi Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan  perpaduan fisiologik dari dua makhluk, yakni antara fungi dan alga. Menurut Dharmaputra et al. (1989), fungi merupakan salah satu organisme heterotrof yang tidak termasuk tumbuhan maupun hewan, yaitu termasuk dalam regnum fungi. Fungi dapat hidup sebagai saprob atau parasit. Saprob merupakan organisme yang hidup dari bahan organik mati, sedangkan parasit adalah or ganisme yang hidup pada organisme hidup lain dan mengambil makanan darinya. Keberadaan simbiosis antara dua organisme ini masih diperdebatkan. Lumut kerak seharusnya termasuk dan diklasifikasikan dengan fungi sejati (Besse y, 1950; Martin, 1950; Alexopoulos, 1956 diacu dalam Pandey & Trivendi, 1977).  Namun, menurut Smith (1955) diacu dalam Pandey & Trivendi (1977) menerangkan bahwa lumut kerak harus berada pada kelompok yang terpisah dari alga dan fungi. Dua organisme tersebut hidup berasosiasi satu sama lain, sehingga muncul sebagai satu organisme. Penyusun komponen fungi disebut mycobiont yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan dua atau tiga genus termasuk kelas Basidiomycetes, sedangkan penyusun komponen alga disebut phycobiont, berasal dari divisi alga biru-hijau (Chyanophyceae) atau alga hijau (Chlorophyta). Tercatat  bahwa terdapat 12 genus dari divisi alga biru-hijau (Chyanophyceae) dan 21 dari alga hijau (Chlorophyta). Pada umumnya genus yang termasuk dalam Cyanobacteria adalah Nostoc, Gloeocapsa dan Rivularia, sedan gkan yang termasuk alga hijau diantaranya Protococcus, Trentepohlia dan Cladophora (Pandey & Trivendi, 1977). Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan bahwa klasifikasi lumut kerak berdasarkan komponen fungi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu: 1) Ascolichens Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak berasal dari kelas Ascomycetes. Tipe ini terbagi dalam dua bagian yaitu Gymnocarpae yang memiliki tubuh buah berupa apotesium dengan struktur terbuka, contohnya Parmelia. Sedangkan pada bagian Pyrenocarpae, memiliki tubuh buah berupa  peritesium dengan struktur tertutup, contohnya Dermatocarpon. Komponen alga dari Ascolichen termasuk dalam Myxophyceae di antaranya Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa. Pada Chlorophyceae di antaranya adalah Protococcus, Trentepohlia, Cladophora. 2) Basidiolichens

Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak adalah dari kelas Basidiomycetes. Basidioliches memiliki komponen alga yang termasuk dalam kelas Myxophyceae, berupa filamen (Scytonema) atau non-filamen (Chroococcus). 3) Lichen Imperfecti Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak adalah dari kelas Deuteromycetous dengan contoh antara lain Cystocoleus, Lepraria, Leprocanlon, Normandia. Fink (1961), menambahkan bahwa golongan ini tidak dapat membentuk spora fungi dan talus tersusun dari hifa atau massa padat yang seringkali terlihat menyerupai serbuk atau bubuk pada substrat yang ditumbuhinya. Menurut Pandey & Trivendi (1977), simbiosis antara alga dan fungi, memberikan dua penafsiran yang berbeda, yaitu : 1) Disebut simbiosis mutualisme, bila dipandang ke dua simbion dapat memperoleh keuntungan dari hidup bersama. Pada simbiosis tersebut alga memberikan hasil fotosintesisnya, terutama yang berupa karbohidrat kepada fungi, dan sebaliknya fungi memberikan air dan garam-garam kepada alga. 2) Disebut helotisme, bila keuntungan yang timbal balik itu hanya sementara, yaitu  pada permulaannya saja, tetapi pada akhirnya alga akan diperalat oleh fungi. 2.2 Morfologi Lumut Kerak

Menurut Fink (1961), bagian utama lumut kerak adalah talus yang merupakan jaringan vegetatif. Keberadaan talus dapat terangkat atau tegak lurus dari substratnya, terjumbai, tergantung atau talus juga dapat terlihat tubuh secara rapat atau jarang pada substrat. Menurut Dharmaputra et al. (1989), talus adalah merupakan istilah umum untuk bagian vegetatif tumbuh-tumbuhan tak  berpembuluh (non-vascular). Lumut kerak dapat dikelompokkan dalam tiga tipe berdasarkan morfologi talusnya yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Pengelompokan itu berdasarkan pada organisasi jaringan tubuh dan perlekatan talus pada substratnya, yaitu: 1. Talus Crustose Ukuran talus crustose bermacam-macam dengan bentuk talus rata, tipis, dan  pada umumnya memiliki bentuk tubuh buah yang hampir sama. Talus berupa lembaran tipis atau seperti kerak yang permukaan bawahnya melekat  padasubstrat.Permukaan talus biasanya terbagi menjadi areal-areal yang agak heksagonal yang disebut areole (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979). 2. Talus Foliose

Talus foliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas berbeda,  pada permukaan bawah berwarna lebih terang atau gelap dan pada bagian tepi talus

 biasanya menggulung ke atas (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979). 3. Talus Fruticose

Talus fruticose merupakan tipe talus kompleks dengan cabang-cabang yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Lumut kerak fruticose ini memperluas dan menunjukan perkembangannya hanya pada batu-batuan, da un, dan cabang pohon (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972). 4. Talus Squamulose

Talus ini memiliki bentuk seperti talus crustose dengan pingiran yang terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini memiliki bentuk seperti sisik yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil tetapi tidak memiliki rizin (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979; Noer, 2004). 2.3Anatomi Talus Lumut Kerak Secara umum anatomi jaringan talus lumut kerak tersusun atas beberapa lapisan diantaranya sebagai berikut : 1. Korteks Atas

Lapisan teratas disebut sebagai lapisan hifa fungi. Lapisan ini tidak memiliki ruang antar sel dan jika ada maka ruang antar sel biasanya diisi oleh gelatin. Pada beberapa jenis lumut kerak yang bergelatin, kulit atas juga kekurangan satu atau beberapa sel tipis. Namun, permukaan tersebut dapat ditutupi oleh epidermis (Misra & Agrawal, 1978). Alga sangat penting bagi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi lumut kerak, karena alga dapat melakukan fotosintesis (Moore, 1972). Secara umum, lapisan atas alga diketahui dapat menerima cahaya sinar matahari. Simbiosis yang terjadi mengakibatkan kedua komponen tersebut saling tergantung satu sama lain. Lumut kerak dapat mengabsorbsi air dari hujan, aliran  permukaan, dan embun. 2. Lapisan Alga

Lapisan ini berada di bawah lapisan cortex atas yang terdiri atas lapisan gonidial. Lapisan ini merupakan jalinan hifa fungi yang bercampur dengan alga. Berdasarkan penyebaran lapisan alga pada talusnya, lumut kerak telah diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu homoiomerus dan heteromerous. Pada homoimerus, sel alga tersebar merata pada jaringan longgar hifa fungi sedangkan  pada heteromerus sel-sel alga terbatas pada lapisan atas talus (Misra & Agrawal, 1978).

3. Medulla Menurut Misra & Agrawal (1978), lapisan medulla terdiri dari jalinan longgar hifa-hifa. Lapisan ini akan memberikan kekuatan dan penghubung antara lapisan bawah dan atas atau bagian luar dan dalam talus. Menurut Fink (1961), lapisan ini menyerupai parenkim bunga karang seperti pada jaringan daun. Pembagian atau pemisahan antara lapisan alga dan lapisan medula tidak selalu terjadi secara sempurna. Pada lapisan ini hanya sedikit terdapat sel-sel alga, dan  pada umumnya lapisan ini relatif tebal dan tidak berwarna atau transparan. 4. Korteks Bawah

Menurut Fink (1961), lapisan korteks bagian bawah sangat mirip dengan lapisan cortex bagian atas. Pada lapisan ini akan terbentuk rizoid yang berkembang masuk ke substrat. Jika rizoid tidak ada, maka f ungsinya akan digantikan oleh hifahifa fungi yang merupakan perpanjangan hifa dari lapisan medulla. Menurut Meler & Chapman (1983) diacu dalam Ronoprawiro (1989) menyatakan bahwa hubungan fungi dan alga merupakan simbiosis dan hubungan ini terjadi melalui houstoria, yaitu terjadi pelekatan yang erat benang fungi pada alga. Pada lumut kerak, terdapat dua tipe houstoria, yaitu houstoria intramembran yang hanya masuk ke dalam dinding sel alga dan tidak banyak yang melewatinya dan houstoria intrasel, masuk jauh ke dalam sel alga (Pevelling, 1973; Fitting et al., 1954 diacu dalam Ronoprawiro, 1989). Lumut kerak yang memiliki struktur talus yang jelas  pada umumnya hanya mempunyai houstoria intramembran (Tschermak, Geitler, Plessl, cit Pevelling, 1973 diacu dalam Ronoprawiro, 1989). 2.4 Habitat dan Penyebaran Lumut Kerak

Lumut kerak hidup sebagai tidak hanya menjadi tumbuh pada  pohonpohonan, tetapi juga di atas tanah, terutama pada daerah tundra di sekitar kutub utara. Lokasi tumbuhnya dapat di atas maupun di dalam batu dan tidak terikat  pada tingginya tempat di atas permukaan laut. Lumut kerak dapat ditemukan dari tepi pantai sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong dalam tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Beberapa  jenis dapat masuk pada bagian pinggir batu-batu, yang biasa disebut sebagai  bersifat endolitik (Tjitrosoepomo, 1981). Lumut kerak juga dapat hidup dan tumbuh  pada habitat yang agak kering (Polunin, 1990). Menurut Fink (1981), lumut kerak yang ada pada pohon umumnya tumbuh  pada batang atau bagian batang yang lebih rendah. Menurut Pandey & Trivendi (1977); Misra & Agrawal (1978), habitat lumut kerak dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu : 1) Saxicolous adalah jenis lumut kerak yang hidup di batu. Menempel pada substrat yang padat dan di daerah dingin. 2) Corticolous adalah  jenis lumut kerak yang hidup pada kulit pohon. Jenis ini sangat terbatas pada daerah tropis dan subtropis, yang sebagian besar kondisi lingkungannya lembab. 3) Terricolous adalah jenis lumut kerak terestrial, yang hidup pada permukaan tanah.

Menurut Pandey & Trivendi (1977); Fitting et al. (1954) diacu dalam Ronoprawiro (1989); Misra & Agriwal (1978), penyebaran koloni lumut kerak dapat terjadi secara vegetatif yaitu dengan cara fragmentasi, soredia, dan isidia s erta secara seksual. Penyebaran secara vegetatif secara tidak langsung dapat dibawa oleh air, angin, serangga atau satwa (Moore, 1972). Air hujan sangat penting dalam  penyebaran soredia, meskipun dengan angin juga dapat terjadi penyebaran. Menurut Pandey & Trivendi (1977), fragmentasi merupakan salah satu cara  penyebaran secara vegetatif yang paling umum dijumpai. Lumut kerak yang kering dengan kondisi yang sangat rapuh, bila terpisah dari talus utamanya maka potongan talus tersebut akan terbawa oleh angin atau air sehingga akan jatuh pada tempat yang baru. Pada tempat yang baru, potongan talus tersebut akan tumbuh menjadi talus yang baru. Soredia merupakan struktur berbentuk bubuk yang berwarna putih keabuan atau hijau keabuan, yang biasanya terletak pada permukaan talus atau  pinggiran talus. Soredia akan disebarkan oleh angin atau air hujan dalam mencari substrat yang sesuai sehingga dapat berkembang menjadi talus baru. Isidia merupakan struktur yang memiliki bentuk seperti karang yang terdapat pada  permukaan atau pinggiran talus. Untuk reproduksi seksual terbatas untuk pasangan fungi yang terdapat pada lumut kerak, sebab sebagian besar komponen fungi pada lumut kerak termasuk dalam golongan Ascomycetes. Reproduksi ini meliputi pembentukan askokarp dalam struktur khusus yang disebut dengan asci, tumbuh pada apotesium atau  peritesium. Banyak jenis fungi pada lumut kerak membentuk askokarp, tergantung  pada golongannya. Menurut Vashishta (1982) diacu dalam Januardania (1995), menyebutkan  bahwa ada beberapa faktor yang membantu penyebaran lumut kerak. Penyebaran secara vegetatif merupakan cara efisien membantu penyebarannya, hal tersebut  juga didukung oleh sifat lumut kerak yang memiliki ketahanan terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim. 2.5

Manfaat Lichen

Lichen

merupakan

tumbuhan

yang

mempunyai

banyak

manfaat.

Keberadaanya yang melimpah pada suatu tempatmenandakan bahwa tingkat  pencemaran udaranya masih tergolong rendah. Selain sebagai indikator kualitas udara,lichen

juga

berguna

dalam

pengobatan

tradisional.

Hingga

saat

ini,penggunaan lichen untuk pengobatan radangsendi, sembelit, kemoterapi, lukaluar, infeksi mikroba, cacing dan kutu masih dilakukan di beberapa negara. Halini dikarenakan adanya senyawa kimia aktif dalam lichen yang mempunyai aktivitassebagai

antibakteri,

antijamur,antivirus,

antitumor,

antikanker,

antioksidan,

antiinflamasi,

antiprotozoa,

analgesik

dan

antipiretik,

serta

antelmintik.Dengan potensi yang dimiliki serta upaya pemenuhan kebutuhanbahan yang berkelanjutan, lichen memiliki prospekyang baik untuk dikembangkan menjadi obat modern (Septiana, 2011).

BAB III METODE KERJA

3.1

Waktu dan Tempat

Praktikum lapangan Sistematika Tumbuhan Itentang lichen di laksanakan  pada hari Sabtu tanggal 6 mei 2017, berlokasi di Bukit Sedau dan hutan disekitar

Pantai Batu Burung Singkawang, Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan. Waktu pelaksanaan praktikum lapangan pada tanggal 6 Mei 2017 dimulai dari pukul 10.00-16.00 WIB dan pengambilan sampel lichendilakukan pada pukul 14.00-16.00 WIB di Bukit Sedau, disekitar hutan Pantai Batu Burung Singkawang dan identifikasi di Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas Tanjungpura, Pontianak.

3.2

Deskripsi Lokasi

Kalimantan Barat memiliki berbagai potensi pariwisata yang menarik salah satunya Pantai Batu Burung Sedau. Pantai ini menjadi pilihan pariwisata karena menyajikan pemandangan yang menyejukkan mata dengan bebatuan granit di sepanjang pantai. Selain sebagai tempat tujuan pariwisata pantai ini juga banyak menyediakan berbagai macam jenis tumbuhan tingkat rendah yang memadai guna keperluan penelitian karena di daerah tersebut terdapat bukit dan pantai yang cukup alami sehingga lokasi ini cukup efisien dan aman. Keadaan laut secara umum  perairan di pantai ini masih baik, karena di daerah ini keanekaragaman makhluk hidup dibawah air nya masih sangat beragam baik itu tumbuhan (alga,rumput laut) maupun jenis hewan lautnya. Selain itu terdapat bebatuan

sehingga banyak

tumbuhan maupun hewan yang hidup, dan keadaan daratnya baik di sekitar pantai  pasir yang putih dan di atas bukit banyak terdapat pohon pohon sekunder dan primer sehingga banyak hewan maupun tumbuhan tumbuh. Oleh karena itu, Pantai Batu Burung Sedau Singkawang dipilih oleh Mahasiswa Biologi 2014 sebagai tempat melakukan praktikum lapangan Sistematika Tumbuhan 1.

3.3

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan selama praktikum lapangan tentang lichenadalah  plastik clip, kamera, pahat, pisau dan sekop bunga. Bahan-bahan yang digunakan selama praktikum lapangan tentang lichen adalah lichen. 3.4.1

Cara Kerja

3.4.1 Pengambilan Sampel Lichen Pengambilan sampel lichendilakukan dengan sampling bebas serta digunakan metode jelajah. Sampel yang diambil dari habitatnya difoto terlebih dahulu. Setelah itu setiap lichenyang di jumpai diambil tanpa merusak atau menanggalkan organnya, lalu dimasukkan ke dalam plastik clip. Kemudian lichen yang telah didapatkan langsung di reparasi dengan cara di semprotkan dengan spiritus agar tidak rusak. Kemudian dibawa ke laboratorium untuk di identifikasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil

Berdasarkan praktikum lapangan yang telah dilakukan di daerah Hutan Desa Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang didapatkan 3 spesies yaitu Graphis sp., Parmelia sp., Palteigera sp.. 4.1.1 Tabel Keanekaragaman Jenis Lichen No

Gambar

1 2

Keterangan

Klasifikasi

1. Substrat

Kingdom

: Fungi

2. Lichen

Phylum

: Ascomycota

Class

: Lecanoromycetes

Order

: Lecanorales

Family

: Parmeliaceae

Genus

: Parmelia

Spesies

: Parmelia sp.

(Catalogueoflife.org) 2 1

2

1. Subtract

Kingdom

: Fungi

2. Lichen

Phylum

: Ascomycota

Class

: Ascolichenes

Order

: Graphidales

Family

: Graphidaceae

Genus

: Graphis

Spesies

: Graphis sp.

(Catalogueoflife.org) 3

1

2

1.Subtrat

Kingdom

: Fungi

2. Lichen

Phylum

: Ascomycota

Class

: Lecanoromycetes

Order

: Peltigerales

Family

: Peltigeraceae

Genus

: Peltigera

Spesies

: Peltigera sp.

(Catalogueoflife.org)

4.2 Pembahasan

Lichen

merupakan

tumbuhan

yang

mempunyai

banyak

manfaat.

Keberadaanya yang melimpah pada suatu tempat menandakan bahwa tingkat  pencemaran udaranya masih tergolong rendah. Selain sebagai indikator kualitas udara, lichen juga berguna dalam pengobatan tradisional. Hingga saat ini,  penggunaan lichen untuk pengobatan radang sendi, sembelit, kemoterapi, luka luar, infeksi mikroba, cacing dan kutu masih dilakukan di beberapa negara. Hal ini dikarenakan adanya senyawa kimia aktif dalam lichen yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antijamur, antivirus, antitumor, antikanker, antioksidan, antiinflamasi, antiprotozoa, analgesik dan antipiretik, serta antelmintik. Dengan  potensi yang dimiliki serta upaya pemenuhan kebutuhan bahan yang berkelanjutan, lichen memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan menjadi obat modern dan tergolong tumbuhan perintis yang berperan dalam pembentukan tanah (Septiana, 2011). 4.2.1 Graphis sp.

Berdasarkan penganatan yang telah dilakukan spesies ini ditemukan dengan ciri-ciri diantaranya berwarna abu-abu dan keputihan , berbentuk seperti kerak. Berdasarkan cirri-ciri tersebut lichen ini digolongkan dalam tipe crustose (Hadiyati, dkk, 2013). Graphis  sp. terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan alga pada bagian atasnya yang berwarna coklat muda yang berguna dalam fotosintesis dan pada  bagian bawah berupa lapisan fungi berwarna coklat tua yang berfungsi untuk menyerap air dan nutrisi dari substrat dan untuk mengkokohakan tubuh lichen (Tjitrosoepomo, 1889). Thallusnya melekat kuat pada substrat, sehingga sulit untuk di lepaskan tanpa menghancurkan substratnya. Berwarna putih keabuan dengan  bentuk semacam goresan-goresan berlekuk yang mengisinya. Tipe thallusnya crustose yaitu thallus berbentuk pipih. Tipe thallus seperti ini tidak memiliki rhizenes pada bagian akar bawah (Roa, 2004). Habitat spesies ini ditemukan melekat pada pohon atau batang kayu yang masih hidup atau mati. Tempat hidupnya mulai dari dataran tinggi, dataran rendah dan permukaan laut. Bagian anatomi terdapat beberapa lapisan korteks atas alga dan medulla. Lichen spesies ini memilikitipe thallus crustose yang tumbuh

terbenam pada jaringan tumbuhan, berukuran kecil, datar, sangat tipis, dan selalu melekat pada substrat (Kimball, 1999) Reproduksi pada Graphis sp. melalui dua cara yaitu secara aseksual dan seksual. Secara seksual dengan menggunakan fregmentasi, isidia dan soredia. Soredia, terdapat pada bagian medulla yang keluar melalui celah kulit. Diameternya sekitar 25 –  100 mµ , sehingga soredia dapat dengan mudah diterbangkan angin dan akan tumbuh pada kondisi yang sesuai menjadi tumbuhan licenes yang baru. Jadi  pembiakan berlangsung dengan perantaraan soredia.Soredia itu sendiri merupakan kelompok kecil sel-sel gangang yang sedang membelah dan diselubungi benang benang miselium menjadi satu badan yang dapat terlepas dari induknya.Soredia ini terdapat di dalam soralum.Isidia berbentuk silinder, bercabang seperti jari tangan dan terdapat pada kulit luar. Diamaternya 0,01  –  0,03 mµ dan tingginya antara 0,5  –  3 mµ. Berdasarkan kemampuannya bergabung dengan thallus, maka dalam media  perkembangbiakan, isidia akan menambah luas permukaan luarnya. Sebanyak 25 –  30 % dari spesies foliose dan fructicose mempunyai isidia. Proses pembentukan isidia belum diketahui, tetapi dianggap sebagai faktor genetika. Sedangkan secara seksual dengan spora yang dihasilkan oleh askokarp dan basidiokarp (Birsyam, 1992). Graphis sp. Memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Lichen ini sensitive menyebabkan lichen jenis ii tidak dapat bertahanhidup apabila kandungan sulfur tinggi pada thallusnya, sehingga lichen ini jarang ditemukan pada daerah padat kendaraan (Hadiyati, dkk, 2013). Graphis  sp. memiliki distribusi yang uar biasa luas dan banyak ditemukan diseluruh Eropa dan Amerika Serikat. Lichenes jenis ini memiliki bagian-bagian yang menarik karena adanya lapisan fungi atau lapisan luar korteks yang tersusun atas sel-sel jamur mengandung ganggang serta terdapat rhizane yang tersusun atas sel-sel jarumnya yang rapat dan menempel kuat pada substrata tau lapisan lichen yang paling kuat melekat pada substrat kulit kayu dan  batuan serta permukaan tanah (Azis, 20008). 4.2.2 Paltigera sp.

Lichen ini merupakan lichen yang substrat tumbuhnya pada kulit pohon,  berwarna hijau muda dibagian tengah dan keabu-abuan dibagian tepi. Lichen ini

memiliki tonjolan-tonjolan di permukaan atasnya dan tepinya menyerupai daun. Tipe tumbuh lichen ini foliose dengan struktur talus yang luas dan dapat dengan mudah di lepaskan dari substratnya. (Fried, 2005).  Paltigera  sp. termasuk memiliki thallus bertipe foliase atau berbentuk lembaran seperti daun sehingga mudah dilepaskan dari substratnya. Paltigera memililiki warna hijau kebiruan dan habitatnya pada kulit phon. Lapisan bagian  bawahnya menyerupai akar dan dinamakan rhizenes. Lpisan ini berwarna coklat lebih muda dari lapisan jamur yang ada diatasnya dan berserabut-se rabut. Rhizenes ini berfungsi untuk membentuk pelekatan dengan substratnya yang keras ( Pitriana, 2008). Rhizenes dalam lapisan ketiga diikuti oleh lapisan misela fungi berwarna coklat tua yang berfungsi untuk mengkokohkan tubuh lichen, menghisap air dan makanan dari substrat. Lapiasan tadi kemudian diti mpa oleh lapisan yang berperan dalam proses fotosintesis. Paltigera berpengaruh dalam komposisi tanah dan generasi kerena kemampuannya untuk memperbaiki nitrogen dari atmosfer. Reproduksi paltigera dari isidia, soredia atau lobules (Andang, 2005).  Paltigera sp. hidup sebagai epifit di pepohonan, dapat tumbuh diatas tanah, terutama daerah Hindia kutub utara, dapat hidup di ketinggian batu cadar, ditepian  panati dan gunung - gunung tinggi. Syarat hidupnya tidak sulit dan tahan terhadap kekurangan air dalam waktu yang lama. Dapat menjadi kering akibat terik matahari tetapi tidak mati dan kemudian turun hujan  Paltigera  sp. dapat hidup kembali (Zulkifli, 2011).  Paltigera sp. dapat digunakan sebagai indikator pencemaran udara, karena tidak mampu hidup pada udara yang sudah tercemar. Jadi, apabila disuatu daerah tidak ada  Paltigera sp. ini menunjukkan bahwa udara di daerah tersebut sudah tercemar.  Paltigera  sp. juga dapat di manfaatkan pula sebagai obat, digunakan sebagai penambar rasa dan aroma, serta pigmen yang dihasilkan dapat dibuat kertas celup untuk menentukan indicator pH (Panjaitan, dkk, 2011).

4.2.3 Parmelia sp.

Lichen ini berwarna hijau dan tubuhnya kasar. Substrat lichen ini di temukan  pada kulit pohon dan tipe pertumbuhannya foliose. Lichen dengan bentuk tumbuh foliose memiliki struktur talus yang luas dan dapat dengan mudah di lepaskan dari substratnya. Lichen tipe  f oliose berasal dari family Parmeliaceae. Family Parmeliaceae adalah kelompok lichen terbesar yang memiliki bentuk talus spesifik dan mudah di kenali. Talusnya memiliki korteks atas dan bawah dan seringkali terdapat rizin untuk membantu perlekatan lichen pada substratnya (Fried, 2005).  Parmelia  sp. memiliki sisi gelap yang lebih rendah dengan rhizenes yang melekatkan lumut pada substratnya. Bagian atas berwarna abu  – abu agak kecoklatan dan oragn reproduksi diatasnya. Lapisannya kemungkinan terdiri dari lapisan alga atau gorialium yang menghasilkan makanan dengan dengan  berfotosintesis. Lapiasan  –   lapiasan fungsi tersusun sel – sel jamur yang rapat dan kuat untuk menjaga agar lumut kerak agar tetap dapat tumbuh serta adanya lapisan empulur (rhizenes) yang tersusun atas sel  – sel jamur yang tidak dapat atau rapat yang berfungsi untuk menyimpan persedian air dan tempat terjadinya  perkembangbiakan (Kimball, 1999). Reproduksi Parmelia sp. yaitu secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan cara fregmentasi, isidia dan sore dia sedangkan secara seksual yaitu dengan cara spora yang dihasikan oleh arkokarp (Taylor, 1960).

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dari praktikum lapangan ini, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Lichen yang didapatkan di Bukit Sedau dan Hutan disekitar Lichenes yang terdapat di Bukit dan hutan sekitar Pantai Batu Burung Singkawang Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan ada 3 yaitu Graphis sp., Parmelia sp.,  Paltigera sp. 2. Lichen memiliki ciri-ciri umum yang mudah di kenali yaitu bentuknya seperti kerak, melekat pada substrat seperti kulit pohon, bebatuan, tebing dan memiliki  bentuk tumbuh crustose, foliose dan fructicose. 5.2 Saran

Praktikum lapangan sistematika tumbuhan 1 tentang Lichen selanjutnya sebaiknya dilaksanakan di lokasi lingkungan yang sudah mengalami pencemaran udara karena lichens merupakan bioindikator pencemaran udara agar lichen yang di peroleh beragam dan dapat mengetahui lingkungan yang sudah tercemar serta dapat mengetahui jenis lichens apa saja yang dapat dijadikan sebagai indikator  pencemaran udara.

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulos, C,J & C,W, Mims, 1979, Introductory Mycology, Third Edition, John Wiley and sons, Inc, New York, Andang, M, 2005, Bleacing dan Direct Composite pada Tumbuhan Lichenes Substrat Kuat, Jurnal Taksonomi Tumbuhan, Vol 14 No. 2, hal. 137:143, Aziz, A, 2008, Biologi Alam. Jakarta , Balai Pustaka, Birsyiam, I, 1992, Botani Tumbuhan Rendah, Bandung , ITB, Campbell, N, A, 2004, Biologi, Edisi 5, Jilid II, Jakarta , Erlangga, Dharmaputra, O,S, Wydia, A & Nampiah, G, 1989, Penuntun Praktikum Mikologi Dasar.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor, Fink, B,1961,The Lichen Flora of The United States. Ann Harbor, TheUniversity Of Michigan, United State of America, Fried, GH & Hademenos, GJ, 2005. Schaum’s Outlines Biology, edisi kedua. Erlangga, Jakarta, Hadiyati, M,. T,R, Setyawati, Mukarlina, 2013, Kandungan Sulfur dan Klorofil Thallus Lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada Pohon Peneduh Jaland di Kecamatan Pontianak Utara, Protobiont . Vol 2 No. 1, Hal 12 -17, Hale, M.E, 1979, How to Know The Lichens, Sec ond Edition, WCB McGrawHill,  

Boston,

Januardania, D, 1995, Jenis-jenis Lumut Kerak yang Berkembang pada Tegakan Pinus dan Karet di Kampus IPB Darmaga Bogor, Skripsi, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor, Kimball, J,W, 1999. Biologi, Jakarta , Erlanga, Loopi, S, Ivanov, D, & Boccardi, R, 2002, Biodiversity of Epiphytic Lichens and Air Pollution in the Town of Siena, Central Italy, Environmental Pollution 116 :123-128, Misra, A & Agrawal, R,P, 1978, Lichens (A Preliminary Text),Oxford & IBH Publishing, India,

Moore, E, 1972, Fundamental of The Fungi, 4th Edition, Landecker Prentince Hall International Inc,  Noer, I.S, 2004, Bioindikator Sebagai Alat Untuk Menengarai Adanya Pencemaran Udara, Forum Komunikasi Lingkungan III, Kamojang, Bandung, Pandey, S.N & Trivendi, P,S, 1977, A Text Book of Botany (Algae, Fungi, Bacteria, Hycoplasma, Viruses, Lichens and Elementary Plant Pathology), Volume I, Panjaitan, D,M., Fatmawati dan Atricia M, 2011, Keanekaragaman Lichen Sebagai Bioindikator Udara di Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Vol, 01, Hal 01-17, Pitriani, P, 2008, Biologi Ekspo, Solo , Jakarta Graphis, Polunin, N, 1990, Pengantar Geografi Tumbuhan dan beberapa Ilmu Serumpun, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Roa, S, 2004, Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman pada Substrat  

Pepohonan, Jurnal Sistematika Tumbuha , Vol, 14,

Ronoprawiro, S, 1989, Gulma Lumut dan Lumut Kerak terhadap Pertumbuhan dan Hasil Teh (Camellia sinensis L), Disertasi, Universitas Gajah Mada,  

Yogjakarta,

Septiana, E, 2011, Potensi Lichen Sebagai Sumber Bahan Obat Suatu Kjian Pustaka, Jurnal Biologi, Vol, 15, No. 1, Hal 1-5, Sudrajat, W, Setyawati, TR, & Mukarlina, 2013, Keanekaragaman Lichen Corticolous pada Tiga Jalur HIjau di Kabupaten Kubu Raya,  Jurnal  Protobiont , Vol 2, No, 2, hal. 75-79, Taylor, 1960, Biologi, Bandung, Ganesa Exact, Tjitrosoepomo, G, 1981, Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridopyta, Bhantara Karya Aksara, Jakarta, Zulkifly, S., Ym, Kim, M.A. Majid, 2011, Distr ibution of Lichen Flora at Different Altitruder of Gunung Macchincang, Langkawi Island Malaysia, Sains Malaysia. Vol.40, No.11, Hal 1201 –  1208,

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF