Laporan Praktikum Kimia Klinis Cairan Serebrospinalis

June 10, 2019 | Author: Ike Yuyun | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Laporan Praktikum Cairan Serebrospinalis...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II II PEMERIKSAAN KIMIA KLINIS CAIRAN SEREBROSPINALIS Dosen Pengampu Mata Kuliah Praktikum Kimia Klinik II  A’yunil Hisbiyah, Hisbiyah, S.Si., M.Si

Penyusun : 1. Ike Yuyun Winarsih

(15010100005) (15010100005)

2. Susi Hartiningsih Hartining sih

(15010102012)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS ANWAR MEDIKA SIDOARJO 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada praktikum ini adalah a. Bagaimana cara menentukan menentukan pemeriksaan pemeriksaan kualitatif kualitatif protein protein urine ? b. Bagaimana cara menentukan menentukan pemeriksaan pemeriksaan semi kuantitatif protein protein urine ? c. Bagaimana cara menentukan pemeriksaan protein Bence Jones ? d. Bagaimana cara menentukanpeme menentukanpemeriksaan riksaan semi kuantitatifglukosa kuantitatifglukosa pada urine? 1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah : a. Mahasiswa dapat menentukan menentukan pemeriksaan pemeriksaan kualitatif protein protein urine. urine. b. Mahasiswa dapat menentukan menentukan pemeriksaan pemeriksaan semi kuantitatif protein protein urine. c. Mahasiswa dapat menentukan pemeriksaan protein Bence Jones. d. Mahasiswa dapat menentukan pemeriksaan semi kuantitatif kuantitat if glukosa pada urine

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cairan Serebrospinalis

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat Peralatan yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, pipet Thoma leukosit, kamar hitung, mikroskop, gelas objek/cover glass, pipet tetes, dan sentrifuge. 3.2 Bahan Bahan yang dipergunakan dalam dipergunakan dalam ini adalah cairan serebrospinalis, larutan Trunk, reagen Giemsa/Wright, larutan amonim sulfat  jenuh, larutan asam asetat 10%, reagen Pandy (10mL fenol dalam 100mL aquades), dan aquades. 3.3 Prosedur Kerja a. Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis 1. Warna dan kejernihan Sampel -

Dituang ke dalam tabung reaksi Diamati warna dan kejernihan cairan secara visual dengan latar belakang putih dan terang Dibandingkan warna cairan LCS dengan aquades.

Hasil 2. Bekuan

Sampel -

Dituang ke dalam tabung reaksi Diperhatikan terjadinya bekuan dan (renggang, berkeping, sangat halus, dll).

diterangkan

sifatnya

Hasil b. Pemeriksaan mikroskopis (menghitung jumlah leukosit) 1. Mengisi pipet leukosit Sampel -

Diisap dengan pipet leukosit sampai tanda 1 Dihapus kelebihan sampel diujung pipet dengan tisu Dimasukkan pipet kedalam larutan Turk sambil menahan sampel pada garis tadi, pipet dipegang dengan sudut 45 o Diisaplah larutan Turk sampai tanda 11

Dikocok pipet selama 15 – 30 detik Diletakkan pipet secara horizontal, jika tidak segera akan dihitung.

-

Hasil 2. Mengisi kamar hitung Kamar hitung -

-

-

Diletakkan yang bersih dengan kaca penutupnya terpasang mendatar diatas meja Dikocok pipet yang diisi tadi selama 3 menit terus-menerus,  jangan sampai ada caira terbuang dari dalam pipet sewaktu mengocok Dibuang cairan yang ada dibatang kapiler pipet (3  – 4 tetes), segera sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30 o  pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup Dibiarkan kamar hitung selama 5 menit supaya leukositnya mengendap.

Hasil 3. Menghitung jumlah leukosit Mikroskop -

Disiapkan dan digunakan lensa objektif 10x Dihitung semua leukosit dalam 4 bidang besar yang ada pada sudut-sudut Dihitung sel yang menyinggung garis batas kiri dan garis batas atas, sedangkan sel yang menyinggung garis batas kanan dan garis batas bawah tidak boleh dihitung.

Hasil c. Pemeriksaan mikroskopis (menghitung jenis sel leukosit) 1. Membuat sediaan apus Sampel -

-

Disentrifuge terlebih dahulu untuk cairan yang jernih, dengan kecepatan sedang 1500  –  2000 rpm selama 10 menit. Cairan bagian atas dibuang dan sedimen dipakai untuk membuat sediaan apus Disiapkan kaca objek bersih, kering, dan bebas lemak, diletakkan diatas meja Diteteskan satu tetes LCS yang telah disentrifuge pada sebelah kanan kaca objek

-

Diambil cover glass dengan tangan kanan dan diletakkan disebelah kiri tetesan LCS Digeser cover glass ke kanan setelah cairan menyebar geser kearah kiri dengan satu gerakan yang cepat sehingga terbentuk apusan yang tipis.

Hasil 2. Mengecat sediaan apus dengan Giemsa Sampel -

-

Diletakkan diatas bak pengecatan dengan apusan berda diatas Diteteskan methanol sampai memenuhi seluruh hapusan, dibiarkan mongering selama 5 menit Dituang kelebihan methanol dari kaca ke dalam bak pengecatan Diteteskan larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan penyangga. Jmlah tetesan larutan Giemsa sebanyak jumlah tetesan methanol Dibiarkan selama 20 menit Dibilas dengan aquades Diletakkan sediaan dalam sikap vertical dan dibiarkan mongering di udara.

Hasil 3. Mengecat sediaan apus dengan Wright stain  Apusan -

-

Diletakkan diatas bak pengecatan dengan apusan LCS berada diatas Diteteskan 20 tetes larutan Wright (untuk sediaan diatas kaca penutup 5 tetes) Diteteskan larutan penyangga pH 6,4 sejumlah sama dengan tetesan Wright dan dibiarkan selama 5 – 12 menit Disiram sediaan tersebut dengan aquades, pertam siram dengan perlahan (untuk membuang zat warna yang terapung diatas) kemudian siram dengan cepat ntuk membersihkan sedian tersebut dari kotoran Diletakan sediaan dengan sikap vertical dan dibiarkan mengering Dihitung jenis sel leukosit dibawah mikroskop.

Hasil d. Pemeriksaan protein total Sampel -

Dimasukkan dalam tabung reaksi

-

Dikocok cairan dalam tabung dengan kuat Diamati terbentuknya busa dan hilangnya busa Dicatat waktunya.

Hasil e. Pemeriksaan globulin metode None Apelt Reagen -

Dituang kedalam tabung reaksi larutan ammonium sulfat jernih sebanyak 1 mL Ditambahkan secara hati-hati cairan otak sebanyak 1  –  2 mL melalui dinding tabung reaksi, sehingga terbentuk dua lapisan Didiamkan selama 3 menit, diamati batas kedua lapisan.

Hasil f.

Pemeriksaan untuk albumin Sampel -

Dimasukkan dalam tabung reaksi, dikocok dengan kuat, dan disaring Ditambahkan satu tetes asam asetat 10% dalam filtrate Dididihkan, adanya presipitasi pada sampel menandakan terdapat albumin pada cairan serebrospinalis.

Hasil g. Pemeriksaan albumin dan globulin metode Pandy Sampel -

-

Hasil

Diteteskan sebanyak 3 tetes kedalam tabung reaksi yang berisi 1 mL reagen Pandy, setetes demi setetes menggunaka pipet tetes, dan diletakkan tabung pada papan kartu hitam Diamati perubahan reagen setiap penambahan satu tetes cairan otak, dibaca hasil dengan cepat.

BAB IV DATA HASIL PERCOBAAN

Nama Pasien : Tn. Agus Kode sampel : LCS (A) Umur : 46 tahun Tanggal pemeriksaan : 1. Pemeriksaan makroskopis Parameter

Keterangan

Hasil

Warna dan kejernihan

Merah dan keruh

Menandakan adanya darah didalam cairan serebrospinalis

Bekuan

Tidak mengandung bekuan

Normal

2. Pemeriksaan mikroskopis a. Hitung jumlah sel leukosit

Perhitungan :

44

53

Σ = 188 

X . .P N=

43

48

N= N=

t

A 188 .

 ,

. 10

4 18800

4 N = 4700 sel/µL

b. Hitung jenis sel leukosit Jenis leukosit

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

%

Limfosit Monosit Basofil Eusinofil Neutrofil batang Neutrofil segmen

9

8

7

9

8

7

9

7

7

7

78%

1

2

2

3

1

10%

1

1

2

12%

1 1

2

2

1

1

1

c. Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis Nama sampel : LCS (B) No

Parameter

Hasil

Keterangan

Positif

Timbul sedikit busa yang belum hilang setelah didimkan sampai 5 menit.

1

Protein total

2

Globulin metode Nonne Apelt

Positif (4+)

Cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan menjadi sangat keruh.

3

 Albumin

Positif (3+)

Kekeruhan seperti awan dengan flokulasi banyak.

Positif

Terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak tercampur reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang kemudian hilang.

4

Globulin dan albumin metode Pandy

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Prinsip Percobaan 5.1.1 Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis a. Warna dan kekeruhan Prinsip : Membandingkan warna dan kekeruhan cairan otak dengan larutan  jernih (aquades) dengan latar belakang berwarna putih dan terang. b. Bekuan Prinsip : Mengamati adanya bekuan dalam LCS dan diterangkan sifatnya (renggang, berkeping, sangat halus, dll). 5.1.2 Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis a. Menghitung jumlah leukosit Prinsip : Cairan otak diencerkan dengan larutan Turk, selanjutnya sel leukosit dihitung secara mikroskopis dalam kamar hitung. b. Menghitung jenis sel leukosit - Metode : Apusan - Prinsip : setetes cairan serebrospinalis dibuat apusan pada kaca objek, kemudian dicat dan dilihat dibawah mikroskop. 5.1.3 Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis a. Protein total Prinsip : Merupakan tes kasar untuk menilai kadar protein. LCS normal hanya berbusa sedikit dan hilang setelah 1 – 2 menit. b. Globulin metode Nonne Apelt - Metode : Nonne Apelt - Prinsip : Cairan serebrospinalis yang ditambahkan dalam larutan ammonium sulfat dan didiamkan selama 3 menit, diamati ada tidaknya cincin putih pada perbatasan larutan. c. Albumin - Metode : Asam asetat 10% - Prinsip : Keberadaan albumin dalam sampel LCS yang ditunjukkan dengan timbulnya kekeruhan. Percobaan ini dilakukan dengan cara menambahkan suatu asam yang akan lebih mendekatkan ke titik isoelektrik protein. Selanjutnya, dilakukan pemanasan yang bertujuan mendenaturasi protein sehingga terbentuk presipitat yang dapat dinilai secara kuantitatif. d. Globulin dan albumin metode Pandy - Metode : Pandy - Prinsip : LCS yang ditambahkan dalam reagen Pandy akan terjadi kekeruhan/kabut putih ketika cairan serebrospinalis tercampur dengan reagen. Hasil dibaca dengan cepat.

5.2 Analisa Prosedur 1. Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis yang dilakukan oleh praktikan meliputi pemeriksaan warna dan kekeruhan, serta bekuan. Pemeriksaan warna dan bekuan dilakukan dengan membandingkan warna dan kekeruhan sampel dengan aquades. Sampel dituang dalam tabung reaksi dan diamati secara visual dengan latar belakang putih dan terang. Hal ini dilakukan agar pengamtan secara visual tidak mengalami ganguan. Warna cairan LCS dibandingkan dengan aquades. Warna merah pada cairan LCS menandakan bahwa adanya darah di dalam sampel, warna coklat menandakan ada pendarahan kronik karena eritrosit yang hemolisis dan jika diendapkan akan berwarna kuning, warna kuning menandakan adanya ikterus atau kadar protein yang tinggi, keabu-abuan menandakan adanya leukosit dalam jumlah banyak. Cairan LCS yang normal tidak berwarna dan jernih ( _ ). Pemeriksaan bekuan dilakukan dengan menuangkan sampel ke dalam tabung reaksi dan diamati adanya bekuan, dan diterangkan sifatnya seperti renggang, berkeping, sangat halus, dan lain sebagainya. Cairan LCS normal tidak mengandung bekuan. Pada Meningitis tuberculosa dapat dilihat terbentuknya bekuan yang sangat halus dan sangat renggang yang mulai dibentuk pada permukaan cairan dan tumbuh sampai ke pertengahan cairan. Meningitis purulenta dapat terlihat adanya bekuan yang besar atau kasar. Pada sinroma froin dan pada pendarahan besar terdapat bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku seluruhnya. Pada encephalitis dan  poliomyelitis biasanya tidak terjadi bekuan. 2. Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis yang dilakukan oleh praktikan meliputi pemeriksaan jumlah sel leukosit dan pemeriksaan jenis sel leukosit. Pada pemeriksaan hitung jumlah sel leukosit dalam cairan LCS dilakukan dengan mengencerkan cairan LCS dengan pipet Thoma leukosit, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Larutan pengencer yang digunakan adalah larutan Turk. Cairan LCS diisap hingga tanda 1 pada pipet Thoma leukosit, dan selanjutnya dengan menahan cairan LCS pada tanda 1 diisap larutan turk hingga tanda 11. Dihomogenkan sampel yang ada dalam pipet Thoma selama 15-30 detik. Sampel cairan yang ada dibatang kapiler pipet dibuang 3 tetes, hal ini dilakukan untuk membuang laruan pengencer agar cairan LCS yang diteteskan diatas kamar hitung hasilnya representatif. Setelah sampel di buang 3 tetes, segara disentuhkan ujung pipet Thoma pada sudut 30o pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Sebelum dilakukan perhitungan kamr hitung yang berisi sampel dimasukkan ke dalam cawan Petri yang berisi tisu basah, ditutup cawan Petri selama 2-3 menit. Hal tersebut dilakukan agar leukosit dalam cairan LCS mengendap, sehingga akan mudah diamati. Leukosit dihitung pada semua 4 bidang besar yang ada pada sudut-sudut kamar hitung. Sel yang menyinggung garis batas kiri dan garis batas kanan boleh dihitung sedangkan sel yang menyinggung garis batas kanan dan garis bawah tidak

boleh dihitung. Prosedur yang dilakukan praktikan adalh untuk cairan otak  jernih yang jumlah selnya sedikit. Untuk cairan otak yang keruh maka pilihlah pengenceran yang sesuai dengan kekeruhan tersebut, misalnya dengan pengenceran yang digunakan untuk menghitung jumlah leukosit dalam darah ( _ ). Dalam keadaan normal jumlah leukosit 0  – 5 sel/µL cairan otak dan 0 – 20 sel/µL cairan otak (untuk balita). Ambang batas normal, jumlah leukosit 6 – 10 sel/µL cairan otak. Abnormal, jumlah leukosit 6  – 10 sel/ µL cairan otak. Poliomyelitis, enchephalitis, meningitis tuberculosa, dan neurosyphilis disertai pleiositosis ringan sampai 200sel/ µL cairan otak (Bakti, 2015). Pemeriksaan hitung jenis sel leukosit dilakukan dengan meneteskan cairan LCS diatas kaca objek, dibuat apusan tipis, untuk selanj utnya diwarnai menggunakan pewarna Giemsa atau Wright, dan diamati dibawah mikroskop. Membuat sediaan apus cairan pleura harus dilakukan setipis mungkin, hal ini dilakukan agar sel leukosit tidak menggerombol sehingga akan mudah untuk diamati. Kecepatan penggeseran ketika membuat sediaan apus berpengaruh terhadap hasil apusan. Semakin cepat penggeseran akan menghasilkan sediaan apus yang lebih panjang. Sudut antara kaca objek daengan cover glass diusahakan antara 30 o dan 45o, hal ini dilakukan agar sediaan apus yang dihasilkan tipis. Sediaan apus dikering anginkan sebelum dilakukan pewarnaan. Pewarnaan sediaan apus dengan pewarna Giemsa. Sediaan apus difiksasi dengan larutan metanol selama 5 menit. Hal tersebut dilakukan agar apusan cairan pleura tidak hilang pada saat proses pewarnaan. Larutan Giemsa diteteskan sebanyak larutan metanol dan didiamkan selama 20 menit. Kelebihan pewarna dibuang dengan membilas sediaan apus menggunakan aquades. Pewarnaan sediaan apus dengan menggunakan pewarna Wright. Sediaan apus cairan pleura ditetesi 20 tetes larutan Wright dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan larutan buffer pH 6,4 sejumlah pewarna yang ditambahkan. Penambahan buffer dilakukan bertujuan untuk mempertahankan konsistensi sel leukosit. Dalam keadaan normal cairan LCS terlihat limfosit saja ( Bakti, 2015 ). 3. Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis yang dilakukan oleh praktikan meliputi pemeriksaan protein total, globulin metode Nonne Apelt, albumin, dan pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy. Pemeriksaan protein total merupakan test kasar terhadap kadar protein yang meningkat. Hal ini dilakukan dengan sampel LCS dituang dalam tabung reaksi dan dikocok dengan kuat. Hasil ditunjukkan dengan adanya busa yang mudah hilang atau hilangnya lama. Dalam keadaan normal setelah dikocok sampel LCS timbul sedikit busa dan mudah hilang setelah 1  – 2 menit. Sampel LCS yang positif mengandung protein timbul banyak busa yang tidak hilang setelah didiamkan sampai 5 menit. Pemeriksaan globulin metode Nonne Apelt bertujuan untuk menguji kadar globulin, menggunakan larutan ammonium sulfat jenuh. Hal ini dilakukan dengan ammonium sulfat jenuh dituang kedalam tabung reaksi

sebanyak 1 mL, dan ditambahkan dengan hati-hati cairan LCS sebanyak 12 mL melalui dinding tabung sehingga terbentuk 2 lapisan. Larutan sampel didiamkan selama 3 menit, dan diamati batas kedua lapisan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi ( _ ). Hasil uji dituliskan negatif bila tidak terbentuk cincin. Positif apabila terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua lapisan cairan. Hasil dilaporakan dalam 1+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menghilang dan cairan jernih. 2+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menyebabkan cairan menjadi sedikit keruh. 3+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menyebabkan cairan tampak seperti awan. 4+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menyebabkan cairan menjadi sangat keruh ( _ ). Pemeriksaan albumin dilakukan dengan metode asam asetat 10%. Hal ini dilakukan dengan sampel dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan satu tetes asam asetat 10% ke dalam filtrat cairan LCS, kemudian didihkan menggunakan api bunsen secara langsung. Penambahan asam bertujuan untuk mendekatkan albumin dalam sampel LCS ke titik isoelektrik protein. Pemanasan dilakukan bertujuan untuk mendenaturasi protein sehingga terbentuk presipitat yang dapat dinilai secara kuantitatif ( _ ). Hasil uji dinyatakan negatif apabila tidak timbul kekeruhan/keruh sedikit. Hasil uji 1+ jika kekeruhan seperti awan dengan sedikit endapan, 2+ jika kekeruhan seperti awan dengan flokulasi, dan 3+  jika kekeruhan seperti awan dengan flokulasi banyak ( _ ). Pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy dilakukan bertujuan untuk menyatakan adanya globulin dan albumin. Reagen yang digunkan adalah reagen Pandy yang terbuat dari 0,0415 gr dalam 5 mL aquades ( _ ). Pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy dilakukan dengan dimasukkan 1 mL reagen Pandy pada tabung reaksi dan ditambahkan 3 tetes sampel cairan LCS secara perlahan, setetes demi setetes menggunakan pipet tetes. Perubahan larutan diamati dengan cepat setiap penambahan satu tetes cairan LCS. Hasil uji dibaca dengan cepat. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif jika tidak ada kekeruhann/sedikit keruh. Uji positif jika terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak tercampur reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang kemudian hilang. Hasil dinyatakan 1+  jika kekeruhan jelas (kurang lebih 50 – 100 mg%), 2+ jika kekeruhan seperti awan (kurang lebih 100 – 300 mg%), 3+ jika kekeruhan seperti awan besarbesar (kurang lebih 300-500 mg%), dan 4+ jika larutan menjadi sangat keruh (>500 mg%) ( _ ). 5.3 Analisa Hasil Cairan serebrospinal merupakan cairan yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Cairan serebrospinalis diproduksi dari aliran darah arterial oleh pleksus koroideus ventrikel ke-4 dan ke-3 otak melalui proses difusi, pinositosis, dan transpor aktif. Sebagian kecil cairan LCS diproduksi oleh sel ependim. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 mL, volume otak sekitar 1400 mL, volume cairan serebrospinal 52-162

mL (rata-rata 104 mL) dan darah sekitar 150 mL. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 mL/menit atau 500 mL/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 mL dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan  jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4  –  5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika. Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dan konsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebihrendah dari darah. 1. Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan memperhatikan warna dan kekeruhan, bekun, jumlah leukosit,  jenis leukosit, dan beberapa pemeriksaan protein (protein total, globulin metode Nonne Apelt, albumin, dan globulin, albumin metode Pandy). Keadaan normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna kuning, santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein ( _ ). Peningkatan protein yang penting dan bermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm 3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu  jam dan akan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal, hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang dilakukan pada sampel cairan serebrospinal. Hasil uji pemeriksaan warna dan kekeruhan, cairan LCS yang diperiksa praktikan berwarna merah daan keruh. Hal ini menandakan adanya darah didalam sampel LCS yang diperiksa. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/mL ( _ ). Cairan otak normal tidak memperlihatkan adanya bekuan karena tidak mengandung fibrinogen jika pada sampel cairan pleura terjadi bekuan maka dapat dilaporkan bentuk bekuan seperti halus, sangat halus, menyusn keping  – keping, menyusun serat – serat berupa selaput atau bekuan yang kasar dan besar ( _ ). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh praktikan didapatkan hasil bahwa sampel cairan LCS yang diperiksa tidak mengandung bekuan, sehingga dilihat dari segi pemeriksaan makroskopis bekuan sampel LCS diasumsikan normal. Hal ini sesuai dengan literatur Bakti (2015) yang menyatakan bahwa cairan serebrospinalis normal tidak mengandung bekuan.

2. Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis Pemeriksaan mikroskopis hitung jumlah leukosit dilakukan
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF