Laporan Praktikum Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu
March 20, 2017 | Author: Edi Siswanto | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Praktikum Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU Disusun oleh: Nama
: Edi Siswanto
NIM
: H13112071
Kelompok
: 5 (Lima)
Tgl Praktikum
: 11 Maret 2014
Asisten
: Joshua Karisma dan Eka
Prodi
: Kimia
Anggota kelompok
: 1. Alpius Suriadi 2. Gloria Sindora 3. Indri Puspa Ningrum 4. Mai Nurhayati 5. Muhammad Arief 6. Susi Linda Sari 7. Tiara Handayani
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2013
ABSTRAK
Kelarutan merupakan ukuran jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada suhu dan tekanan yang diberikan dalam proses pelarutan tersebut, semakin tinggi suhu yang diberikan akan semakin cepat dan besar juga kelarutan yang dihasilkan. Proses penentuan kelarutan zat pada berbagai suhu dapat dilakukan dengan mengamati pristiwa larutnya asam oksalat pada berbagai suhu yang digunakan dalam percobaan (20oC, 30oC dan 40oC). Sedangkan penentuan kalor pelarutan diferensial dapat dilakukan dengan berdasarkan hasil percobaan yang akan dibuat dalam bentuk grafik antara log m terhadap 1/T dan apabila tidak tergantung pada suhu, maka grafik log m terhadap 1/T akan linier sehingga kalor diferensial pelarutan dapat ditentukan. Berdasarkan hasil percobaan, bahwa suhu tinggi memang menghasilkan kelarutan yang besar. Kalor pelarutan diferensial dari hasil percobaan adalah sebesar -3140,37 J/mol. Kata kunci : Kelarutan, suhu, tekanan, kalor pelarutan diferensial
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah.Larutan dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh. Dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur dan sedikit tekanan. Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah pada pembuatan reaktor kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan granul -granul pada industri baja. Oleh karena aplikasi kelarutan yang bermanfaat dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan maka praktikum kelarutan zat padat dalam cairan perlu dilakukan. 1.2 Tujuan Percobaan Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan menentukan kalor pelarutan diferensial. 1.3 Prinsip Percobaan Proses penentuan kelarutan zat pada berbagai suhu dapat dilakukan dengan mengamati pristiwa larutnya asam oksalat pada berbagai suhu yang digunakan dalam percobaan (20oC, 30oC dan 40oC). Sedangkan penentuan kalor pelarutan diferensial dapat dilakukan dengan berdasarkan hasil percobaan yang akan dibuat dalam bentuk grafik antara log m terhadap 1/T dan apabila tidak tergantung pada suhu, maka grafik log m terhadap 1/T akan linier sehingga kalor diferensial pelarutan dapat ditentukan. 2NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + 2H2O
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelarutan dan Kalor Pelarutan Suatu zat dikatakan tak larut, jika zat tersebut larut dalam jumlah yang sangat sedikit. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada temperatur dan tekanan yang diberikan. Jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu merupakan ukuran kelarutan suatu zat yang larut tersebut (Chang, 2005). Banyaknya kalor yang dilepaskan pada saat proses pencairan disebut kalor pelarut. Suatu kalor pelarut biasa diberikan simbol
pelarutannya. Defenisi lain
mengatakan bahwa kalor pelarutan merupakan perbedaan antara energi setelah berupa cairan dan energi komponen larutan sebelum dicampurkan, dapat dituliskan sebagai berikut: (Brady, 1999). pelarut = H pelarut – H komponen 2.2 Larutan Jenuh dan Persamaan Van’t Hoff Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah mencapai maksimal sehingga penambahan solute dalam larutan lebih lanjut tidak dapat larut.Konsentrasi solute dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solute padat maka larutan jenuhnya terjadi kesetimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul – molekul ion dengan fase cair yang mengkristal menjadi fase padat. (Chang, 2005). Persamaan Van’t Hoff merupakan suatu bentuk persamaan umum yang menyatakan tentang hubungan tetapan kesetimbangan suatu proses dengan suhu pada tekanan tetap. Adapun persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: (Atkins, 1990). 𝜕 ln 𝐾 𝐻𝑜 𝑃= 𝜕𝑇 𝑅𝑇
2.3 Titrasi dan Indikator Titrasi merupakan bagian dari analis kimia yang didasarkan pada metode volumetri. Proses titrasi dilakukan dengan melakukan penambahan secara hatihati sejumlah zat tertentu kepada zat lain hingga terjadi titik ekuivalen dan titik akhir tittrasi. Dalam prakteknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi terjadi secara bersamaan (Day dan Underwood, 2002). Proses titrasi akan selalu menggunakan larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer merupakan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui saat penimbangan. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya akan diketahui setelah dititrasi bersama larutan standar perimer. Indikator merupakan suatu zat warna yang larut dengan perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH tertentu ( Brady, 1999). 2.4 Analisa Bahan 2.4.1 Akuades (H2O) Akuades merupakan pelarut tidak berwarna dengan konstanta dielektrik yang tinggi. H2O berguna sebagai pelarut dalam beberbagai reaksi kimia. Akudes memiliki titik didih pada suhu 100 0 C dan titik lebur yang mencapai suhu 0,0 0C (Kusuma, 1983). 2.4.2. Asam Oksalat (H2C2O4) Asam oksalat merupakan padatan kristal dengan rumus umum H2C2O4 yang sedikit larut dalam air. Asam oksalat menjadi anhidrat jika dipanaskan pada suhu 110oC, termasuk asam yang sangat beracun. Asam oksalat memiliki berat molekul (BM) sebesar 90,05 gr/mol (Daintith, 1994). 2.4.3 Indikator PP (C2H14O4) Indikator PP merupakan suatu indikator yang umum digunakan dalam tittasi asam-basa. Indikator PP sangat mudah larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya. C2H14O4 tidak memberikan perubahan warna pada kondisi di bawah pH=8 dan mamberikan warna di atas pH=9,6 (Daintith, 1994).
2.4.4 Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida mudah larut dalam etanol maupun pelarut air. NaOH berwarna putih, lembab dan dapat menyerap gas CO2 dari udara bebas. NaOH 50% pada temperatur tertentu dapat sebagai media oksida anodik yang tumbuh pada baja (Burleigh, dkk, 2008; Daintith, 1994).
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang pengaduk, botol semprot, bulb, buret, erlenmeyer, gelas ukur, hot plate, labu ukur, pipet volume, pipet ukur, spatula, statif, termometer dan timbangan. 3.1.2 Bahan Bahan–bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, asam oksalat, indikator PP dan natrium hidroksida. 3.2 Prosedur kerja 3.2.1 Pembuatan Larutan H2C2O4 0,025 N Pembuatan larutan asam oksalat 0,025 N atau 0,0125 M dilakukan dengan melarutkan padatan asam oksalat yang telah ditimbang sebanyak 0,2 gr. Pelarutan sambil diaduk dan panaskan untuk mempermudah larutnya padatan asam oksalat di dalam pelarut air. Kemudian, ditepatkan dengan akuades hingga 100 ml. 3.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N Proses pembuatan larutan NaOH 0,2 N atau 0,2 M dapat dilakukan dengan menimbang sebanyak 0,8 gr padatan NaOH. Kemudian dilarutkan dengan akuades dan dilakukan pengadukan, setelah semua larut dilakukan penambahan akuades sampai 100 ml banyaknya volume keseluruhan larutan. 3.2.3 Standarisasi Larutan NaOH Standarisasi dilakukan dengan menggunakan larutan asam oksalat 0,125 M, setelah peralatan untuk titrasi disiapkan. Lakukan penuangan terhadap larutan NaOH kedalam buret hingga volume buret penuh. Kemudian dilakukan titrasi dengan 5 ml larutan asam oksalat bersama indikator PP dan lakukan duplo titrasi tersebut. Setelah titrasi berlangsung hingga mencapai perubahan warna merah muda, catat volume NaOH yang digunakan dalam titrasi.
3.2.4 Penentuan Kalor Pelarutan Diferensial Proses penentuan kalor pelarutan diferensial dilakukan dengan cara menjenuhkan larutan asam oksalat dengan akuades pada suhu tertentu, lalu dilakukan penyesuaian suhu terhadap larutan asam oksalatnya yang sudah dijenuhkan. Kemudian bentuk suhu asam oksalat dalam suhu yang bervariasi (20oC, 30oC dan 40oC), kemudian ditepatkan dengan akudes hingga volume 100 ml. Setelah pengenceran, dilakukan pemipetan sebanyak 5 ml untuk dititrasi dengan larutan NaOH menggunakan indikator PP. Catat volume NaOH yang digunakan dalam titrasi tersebut. 3.3 Rangkaian Alat
Gambar 1. Pemanasan Larutan
Gambar 2. Pengukuran Suhu Larutan
Gambar 3. Tirtasi NaOH dan H2C2O4
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan No Suhu 1
40oC
Vol. Titrasi
Vol. Rata-rata
Perubahan
V1 = 6 ml
6,25 ml
Bening
V2 = 6,5 ml 2
30oC
V1 = 4,3 ml
Pink
4,45 ml
V2 = 4,6 ml 3
20oC
V1 = 2,8 ml
Pink
2,90 ml
V2 = 3 ml Standarisasi NaOH
Bening
Bening Pink
V1 = 0,8 ml V2 = 0,8 ml
4.2 Pembahasan Kelarutan merupakan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut atau solute, untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut. Ada 2 reaksi dalam larutan, yaitu, eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan turun dan endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan naik. Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Defenisi lain, adalah larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya temperatur yang tinggi berbeda kelarutan dengan temperatur rendah, banyaknya zat juga berbeda dengan zat yang jumlahnya sedikit dilarutkan dan tekanan rendah juga akan berbeda kelarutannya dengan tekanan tinggi.
Proses penentuan kalor pelarutan diferensial dilakukan dengan cara menjenuhkan larutan asam oksalat tersebut hingga tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut lagi, pelarutan dengan menggunakan akuades pada suhu tertentu. Lalu dilakukan penyesuaian suhu terhadap larutan asam oksalatnya yang sudah dijenuhkan sebelumnya guna untuk melihat perbedaan kelarutan asam oksalat tersebut pada setiap suhu yang diinginkan. Kemudian bentuk suhu asam oksalat dalam suhu yang bervariasi (20oC, 30oC dan 40oC), setelah itu ditepatkan asam oksalatnya dengan menggunakan pelarut akudes hingga pengenceran mencapai volume 100 ml. Setelah pengenceran terhadap asam oksalat jenuh tersebut dengan akuades, lalu dilakukan pemipetan sebanyak 5 ml dari total volume yang sudah diencerkan untuk dititrasi dengan larutan NaOH menggunakan indikator PP. Indikator PP tidak memberikan perubahan warna pada kondisi di bawah pH=8, yaitu pada kondisi indikator tersebut dimakukan ke dalam asam oksalat dan akan mamberikan warna di atas pH=9,6 dimana kondisi tersebut terjadi pada saat sudah dilakukan titrasi dengan larutan basa NaOH. Perubahan warna menjadi merah mudah tersebut menunjukkan bahwa pada hasil titrasi sudah pada pH di atas 9,6. Dalam praktiknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi juga terjadi bersamaan saat kondisi perubahan warna tersebut.
Gambar 1. Perubahan Warna Indikator PP, dari pH 8,3-10 Titik akhir titrasi merupakan suatu titik yang berlangsung saat kondisi kesetimbangan antara titran dan titer terjadi dan menandakan bahwa berakhirnya proses titrasi. Sedangkan titik ekuivalen merupakan titik yang terjadi saat mol titran tan titrat mencapai kesimbangan secara sempurna. Secara teoritis, titik
ekuivalen akan terjadi terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh titik akhir titrasi. Namun, berdasarkan fakta yang terjadi bahwa titik ekuivalen dan titik akhir titrasi
dalam praktiknya
berlangsung
bersamaan
waktu.
Setelah
titrasi
berlangsung, catat volume NaOH yang digunakan dalam titrasi tersebut untuk memuatnya ke dalam data hasil praktikum yang dilakukan, kemudian data tersebut akan diolah menjadi bentuk grafik guna untuk digunakan sebagai media dalam menentukan nilai kalor pelarutan diferensial dari percobaan.
Gambar 2. Reaksi antara NaOH + indikator PP Kalor pelarutan merupakan perbedaan antara energi setelah berupa cairan dan energi komponen larutan sebelum dicampurkan tersebut. Hasil untuk percobaan menunjukkan bahwa suhu yang tinggi sangat berpengaruh terhadap kelarutan asam oksalat. Kalor pelarutan diferensial merupakan suatu pristiwa perubahan panas pelarutan yang timbul bila ditambahkan sebanyak 1 mol zat terlarut dalam larutan dengan volume banyak. Dalam percobaan ini, kelarutan asam oksalat terbukti menunjukan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan (40oC), maka kelarutannya akan semakin tinggi jika dibandingkan pada kondisi yang mengunakan suhu rendah (20oC dan 30oC). Kelarutan pada suhu 30oC juga lebih tinggi dibandingkan pada suhu 20oC. Dengan demikian, pengaruh suhu terhadap kelarutan terbukti berbanding lurus. Sedangkan, banyaknya kalor diferensial yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah sebesar -3140,37 J/mol.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Setelah melakukan percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu dan berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan, maka disimpulkan bahwa kelarutan asam oksalat pada temperatur tinggi (40oC) lebih cepat dan banyak dibandingkan dengan suhu 30oC dan 20oC. Kalor pelarutan diferensial yang dihasilkan dalam percobaan adalah sebesar -3140,37 J/mol. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu berikutnya adalah mengantikan asam oksalat dengan tembaga sulfat, guna untuk mengetahui tingkat kelarutan tembaga sulfat pada setiap variasi suhu.
DAFTAR PUSTAKA Atkins, P.W. 1990. “Kamus Lengkap Kimia”. Rineka Cipta. Jakarta. Burleigh, T., D., Schmuki. P., Virtanen, S. 2008. “Properties Of The Nanoporus Anodic Oxide Elektrochemically Grown On Steel In Hot 50% NaOH “: Materials and Metalluargical Engineering Departement. New Mexico Tech. Acta. 45-53. Brady, J. 1999. “Kimia Universitas, Asas dan Struktur”. Bina Aksara. Jakarta. Chang, R. 2005. “Konsep-konsep Inti Kimia Dasar”. Erlangga. Jakarta. Day, R., A. Dan Underwood, A. L. 2002. ”Analisis Kimia Kuantitatif”. Edisi Ke6. Erlangga. Jakarta. Daintith, J. 1994. “Kamus Lengkap Kimia: Oxport”. Erlangga. Jakarta. Kusuma, S. 1983. “Pengetahuan Bahan-Bahan”. Erlangga. jakarta.
PERTAYAAN 1. Pencuplikan untuk menentukan kelarutan disini dilakukan pada suhu tinggi ke suhu rendah. Bagaimana pendapat anda kalau pencuplikan itu dilakukan dengan arah yang berlawanan, yaitu dari suhu rendah ke suhu tinggi! 2. Dalam integrasi persamaan Van’t Hoff diandaikan bahwa
tidak tergantung
pada suhu. Bagaimana bentuk persamaannya, bila kalor pelarutan merupakan fungsi kuadrat dari suhu?
JAWABAN PERTANYAAN 1. Jika pelarutan suhu larutan bertambah dari sebelumnya, berarti proses pelarutannya menghasilkan kalor. Proses pelarutan yang menghasilkan kalor disebut proses eksoterm. Penurunan suhu akan menambah jumlah zat yang dapat larut. Hal tersebut akan membuat kelarutan akan mengalami perbedaan proses, yaitu endoterm. 2. ⟦
⟧
=
d ln m 2 H dT T RT 2 1 T
d ln m
T2
H
RT
2
dT
T1
1 T A BT CT 2 ln m dT R T1 T2 ln m
1T AT 2 BT CT R T1
View more...
Comments