laporan praktikum HPLC

December 19, 2017 | Author: meidinayellisafertia | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

praktikum HPLC...

Description

laporan praktikum HPLC LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan Instrumen HPLC Tanggal Praktikum : 28 September 2012

DOSEN PEMBIMBING : Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi DISUSUN OLEH : KELOMPOK 11 HANIK MASFUFATUL 1001114 NOVI NURLAELI 1004563 VEGA ISMA ZAKIAH 1006336

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

Tanggal Praktikum : 28 September 2012 Judul Praktikum : Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan Instrumen HPLC Tujuan Praktikum : 1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif. 2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti manual pengoperasian HPLC. 3. Dapat menentukan/menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman.

A. DASAR TEORI Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang berupa partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4). Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. (Wiji, dkk. 2010 : 17). HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk komponenkomponen yang berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553). HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal digunakan bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran sampai 3-5 μm (1μm = 10 -6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut. Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting) ialah telah menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan- kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan. Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu : a) Fase Normal HPLC HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6

mm (dan kemungkinan kurang dari nilai ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase normal. b) Fase Balik HPLC Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus ini, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-molekul polar akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-molekul non polar akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.

Gambar fase normal dan fase balik Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-masing tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan karakteristik senyawa ini memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC yang menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar. Vitamin C atau asam askorbat Vitamin berupa kristal putih dengan rumus molekul C 6H8O6, larut dalam air dan alkohol, dialam ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, dapat disintesis dari glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan manusia untuk perawatan kulit. Kekurangan vitamin ini dapat menimbulkan sariawan, luka pada gusi, badan kurus, dan anemia. Setiap hari diperluka 70100 mg. Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa geak polar seperti metanol atau air. Natrium Benzoat atau natrium benzena karboksilat

Kristalin tanpa warna atau atau serbuk amorf putih, C6H6COONa. Larutan dalam iar dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui reaksi natrium hidroksida dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri zat warnadan sebagai pengawet makanan. Zat ini dulu digunakan sebagai antiseptik. Kafein Suatu alkohol dengan rumus molekul C5H10N4O2. Berupa padatan kristal berwarn aputih dan berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari pohin kopi, dalam daun teh, dalam biji kola. Reservoir Pelarut Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut organik seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau fasa terbalik atau metode kromatografilainnya. Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau mempunyai lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-campuran pelarut dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu programener, maka diperlukan lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan untuk melakukan elusi bergradien dimana komposisi pelarut diubah-ubah selama pengelusian. Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian sehingga campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa denyutan (pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit. Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus dibuang terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu agar bebas dari partikel-partikel kecil yang tidak larut. Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-10 mμ) untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk kedalam kolom. Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi penyumbatan. Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem HPLC adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating). Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap yang tetap. Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama dengan waktu untuk langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan perendam denyutan yang baik. Oleh karena itu, pompa jenis ini umumnya menggunakan dua pengisap yang masing-masing bekerja kebalikan satu dari yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup pengendali. Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi bergradien diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu atau dua penghisap. Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu pecampuran tekana tinggi yang mempunyai hantaran dua pompa dan pencampuran tekana rendah dengan hantaran satu pompa. Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran tekanan tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing pompa menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur kecepatan aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang diinginkan dan juga berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik oleh suatu pengaduk dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan setiap

penghisap mempunyai dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi bertekanan rendah hanya mempunyai satu penghisap. Untuk melakukan elusi gradien hanya diperlukan satu pompa. Pompa ini mempunyai katup pembagi, tidak mempunyai pengendali gradien. Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu campuran terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi untuk melakukan gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-katup pembagi ini dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka selama langkah pemasukan pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 3440) Prinsip kerja instumentasi HPLC HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari sebuah campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan setiaap komponen dalam sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa diam yang biasa digunakan (pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah RMe 2SiCl, dimana R adalah rantai alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa larutan yang diatur komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah. Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Keunggulan menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak pada kemampuannya untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu tinggi. HPLC tidak terbatas pada senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa anorganik, mampu menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer. Cara kerja instumentasi HPLC Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

Gambar skema instrumentasi HPLC Komponen-komponen instrumentasi HPLC 1. Fasa Gerak

a) b) c) d) e)

Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut. Dalam HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen campuran menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penetu keberhasilan proses pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak sebagai berikut: Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan dianalisis Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat mengganggu interpretasi kromatogram Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikelpartikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama do pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien diguakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.

2. Kolom Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector selain kolom utama dikenal pula kolom pengaman. Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada keperluan, misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion. Kolom utama untuk HPLC biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm. Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya sebelum sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran yang terbawa oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa diam oleh aliran pelarut. Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a) Kolom analitik Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm. b) Kolom preparatif Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm. 3. Pompa

a) b) c) d)

Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair dapat melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit Bahan tahan korosi Keluaran bebas pulse

Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu : a) Pompa Reciprocating Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan piston memberikan aliran eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil (35-400 mL) menghasilkan tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa batang gelas dan berkontak lengsung dengan pelarut. b) Pompa Displacement

Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang dilengkapi pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang cenderung tidak tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Memiliki keterbatasan kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk pergantian pelarut. c) Pompa Pneumatic Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa jenis ini murah, tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan ( 0,997 , maka boleh melanjutkan perhitungan kadar zat aditif dalam sampel. Dihitunglah kadarnya dalam satuan % w/w . Bila tidak diperoleh kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk mencari penyebabnya. D. HASIL DAN ANALISIS DATA Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.

Struktur Fasa diam Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu. Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan dari pengotornya. Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya. Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah

   

larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram. Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38. Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak, yaitu : Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar 220807 Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar 1779127 Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar 15581524 Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar 478118 Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan waktu retensi natrium benzoat. Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium benzoat. Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.

DAFTAR PUSTAKA Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Lampiran A.

Data Pengamatan

1. Cara pembuatan larutan a) KH2PO4 Pembuatan fasa gerak (pelarut) 

 

Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan

Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat  Larutan KH2PO4 0,01 M

Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat



Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE

 Asetonitril Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit

 Fasa gerak (pelarut) Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40) b) Zat standar Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein 

Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg

 Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu ukur  Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator Larutan induk natrium benzoat, vitamin c dan kafein

c)

Larutan induk natrium benzoat, vitamin c dan kafein Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein

    

Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL Dihomogenkan larutannya Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit. Larutan standar

d) Larutan sampel Pembuatan larutan sampel



Dipipet 5 mL

 Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur  Dilakukan penyaringan dengan PTFE  Ditampung dalam botol vial bertutup

 Larutan sampel Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

2. Data pengamatan

a. 

 

Cara Kerja Pembuatan fasa gerak (pelarut) Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500 mL dalam aquades Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4 menggunakan membrane selulosa nitrat

Pengamatan

  

Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan PTFE Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40)

Larutan sudah ada. Larutan tidak berwarna

Larutan asetonitril = larutan tidak berwarna Larutan KH2PO4 = 120 mL Asetonitril = 80 mL Fasa gerak = larutan tidak berwarna b. Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein  Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg  Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu ukur  Dihomogenkan selama 5 menit Larutan induk natrium menggunakan ultrasonic vibrator. benzoat, vitamin c , dan kafein = larutan tidak berwarna c. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein

 Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL  Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL  Dihomogenkan larutannya  Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE  Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label  Dilakukan degassing selama 5 menit Larutan deret standar = larutan tidak berwarna d. Pembuatan larutan sampel  Dipipet 5 mL larutan sampel  Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur  Dilakukan penyaringan dengan PTFE  Ditampung dalam botol vial bertutup  Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit. e. Penyiapan instrumen HPLC Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah berikut: a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien dengan kondisi: Waktu %Asetonitril % KH2PO4 (menit) 0 60 40 1 40 60 2 20 80 3 30 70 4 40 60 5 60 40 Kolom Panjang gelombang Laju alir Volume injeksi

: C-18 (12,5 cm) : 254 nm : 0,75 mL/menit : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik

Sampel berupa minuman MIZONE Sampel = larutan tidak berwarna

Laju alir diubah menjadi 0,5 mL/menit

telah tersambung dengan benar. c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik. d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan dikosongkan botol penampung. e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power, detektor, dan pompa. f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti langkahnya sesuai instruksi dalam komputer. g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi instrumen h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar , maka instrumen siap digunakan i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan sampel. j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya. k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa dalam komputer. l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer. m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa, detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan sambungan listrik.

1.

Hasil Pengukuran

 Pengukuran deret standar

Vitamin C

Der et

Konsentr asi

1

2.2

3

6.6

4

8.8

5

11

Area 1846 67 5363 15 7429 76 9587 51

Kafei n Konsent Deret rasi 1

10.4

3

31.2

4

41.6

5

52

Area 4618 95 1391 986 1891 473 2398 312

Tr 2.54 2.82 2.55 2.84

Tr 1.98 2.08 1.99 2.08

Natrium Benzoat Der Konsentr et asi

B.

1

5.6

3

16.8

4

22.4

5

28

Area 2314 3 1236 28 1318 03 2323 08

Perhitungan

1.

Pembuatan Larutan KH2PO4 Massa KH2PO4 yang diperlukan n = MxV m = n x Mm = M x V x Mm Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol = 0,68 gram

2. 

Pembuatan Larutan standar 10 mL dari 1 mL larutan induk V 1 M1 = V2 M2 1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 10 ppm standar 10 mL dari 2 mL larutan induk V 1 M1 = V2 M2 2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2



Tr 4.38 4.48 4.46 4.53







3.

M2 = 20 ppm standar 10 mL dari 3 mL larutan induk V 1 M1 = V2 M2 3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 30ppm standar 10 mL dari 4 mL larutan induk V 1 M1 = V2 M2 4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 40ppm standar 10 mL dari 5 mL larutan induk V 1 M1 = V2 M2 5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 50 ppm Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm a. vitamin C Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm = Massa Vitamin C = 22 mg b. kafein Konsentrasi (ppm)

=

1000 ppm =

Massa kafein = 104 mg b. Natrium Benzoat Konsentrasi (ppm)

=

1000 ppm =

Massa Natrium Benzoat = 56 mg 2.

Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C

 Larutan Standar 1 mL V 1 M1 = V2 M2 1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 2,2 ppm

 Larutan Standar 2 mL V 1 M1 = V2 M2 2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 4,4 ppm

 Larutan Standar 3 mL V 1 M1 = V2 M2 3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 6,6 ppm  Larutan Standar 4 mL V 1 M1 = V2 M2 4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 8,8 ppm  Larutan Standar 5 mL V 1 M1 = V2 M2 5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 11 ppm

3.

Pembuatan Deret Larutan Standar kafein

 Larutan Standar 1 mL V 1 M1 = V2 M2 1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 10,4 ppm

 Larutan Standar 2 mL V 1 M1 = V2 M2 2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 20,8 ppm  Larutan Standar 3 mL V 1 M1 = V2 M2 3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 31,2 ppm  Larutan Standar 4 mL V 1 M1 = V2 M2 4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 41,6 ppm  Larutan Standar 5 mL V 1 M1 = V2 M2 5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 52 ppm

4.

Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat

 Larutan Standar 1 mL V 1 M1 = V2 M2 1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 5,6 ppm

 Larutan Standar 2 mL

V 1 M1 2 mL x 56 ppm M2

= V2 M2 = 10 mL x M2 = 11,2 ppm

 Larutan Standar 3 mL V 1 M1 = V2 M2 3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 16,8 ppm  Larutan Standar 4 mL V 1 M1 = V2 M2 4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 22,4 ppm  Larutan Standar 5 mL V 1 M1 = V2 M2 5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 28 ppm

5. Perhitungan hasil analisis # Vitamin C Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x – 26551 Luas area vitamin c = 1779127 y = 252891x – 26551 1779127 = 252891x – 26551 x= x = 7,140 ppm Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL = x 10 mL = 0,0714 mg Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c =

x 0,0714 mg

= 3,57 mg # Natrium Benzoat Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –31197 Luas area natrium benzoat = 15581524 y = 63567x –31197 15581524 = 63567x –31197

x= x = 245,610 ppm Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL = x 10 mL = 2,4561 mg Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar natrium benzoat = x 2,4561 mg = 122,805 mg Diposkan 9th January oleh Novie Nurlaeli

LABORATORIUM KROMATOGRAFI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 ABSTRAK Tiga metode yang handal, cepat dan selektif telah dikembangkan dan divalidasi untuk penentuan lamotrigin di hadapan kenajisannya, 2,3-asamdichlorobenzoic. Metode pertama adalah metode spektrofotometrimenggunakan asam p-chloranilic membentuk produk berwarna dengan λ maks519±2 nm. Semua variabel yang mempengaruhi reaksi memiliki telah diselidiki dan kondisi yang dioptimalkan. Hukum Beer adalah dipatuhi selama rentang konsentrasi 10 - 200µg/ml dengan akurasi rata-rata 100,13±0,44%. Rasio molar dari ion-asosiasi yang dibentuk kompleks ditemukan menjadi 1: 1 seperti yang disimpulkan dengan metode Job. Kondisi stabilitas konstan (Kf), standar energi bebas, molar absorptivitas ( ), dan indeks sensitivitas dievaluasi. Metode kedua adalah didasarkan pada pemisahan KLT dikutip dari obat (Rf = 0,75±0,01) dari kenajisannya (Rf = 0,23±0,01) diikuti dengan pengukuran densitometri dari utuhobat bintik-bintik pada 275 nm. Pemisahan dilakukan pada pelat silika gel menggunakan etil asetat: metanol:amonia 35% (17: 2: 1 v/v/v) sebagai fase gerak. Rentang Linearitas adalah 0,510µg / spot dengan akurasi rata-rata 99,99±1,33%. Metode ketiga adalah akurat dan sensitif stabilitas-menunjukkan HPLC metode yang didasarkan pada pemisahan lamotrigin dari pengotor pada kolom fase terbalik C18, menggunakan fase gerak asetonitril : metanol : 0.01Mkalium orthophosphate (pH 6,7±0,1) (30: 20: 50 v / v / v) pada suhu ambien 25±5 ° C dan deteksi UV pada 275nm dalam waktu analisis keseluruhan dari sekitar 6 menit, berdasarkan pada daerah puncak.. Pengulangan injeksi, intraday dan interday pengulangan dihitung. Prosedur ini memberikan respon linier selama rentang konsentrasi 1-12µg/ml dengan akurasi, rata-rata 99,50±1,30%. Metode yang diusulkan telah berhasil diterapkan untuk penentuan dari lamotrigin dalam bubuk massal, dalam bentuk dosis dan di hadapan pengotornya. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA untuk menilai bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing tiga metode dan melaporkan satu. Validasi dilakukan sesuai dengan pedoman USP.

PENDAHULUAN A. Tinjauan Pustaka Saat ini Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau biasa juga disebut HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu

sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. KCKT dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970an. Kegunaan umum KCKT adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organic, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non volatil), penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun switter ion, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace element) dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode tidak desktruktif dan dapat digunakan baik dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif. Kromatografi merupakan teknik yang mana solute (zat terlarut) terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Interaksi KCKT pada dasarnya terdiri atas 8 komponen pokok, yaitu : wadah fase gerak, system penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detector, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, suatu computer atau integrator atau penekan. (Rohman & Ganjar, 2009) KCKT sangat cocok untuk memisahkan minyak atsiri dan kadang-kadang menunjukkan keuntungan yang berarti kesetimbangan metode kolom terbuka (kapiler) dan KG yang sekarang dipakai, pendadahan keudara minimum, hasil urai karena suhu tinggi dicegah, senyawa yang tidak atsiri dapat dipisahkan, dan laju perolehan kembali cuplikan tinggi. Akan tetapi, minyak atsiri sering terdiri atas campuran yang sangat rumit menjadi golongan-golongan senyawa atau memisahkan golongan senyawa menjadi komponennya. (Hostettmann, 1995) Pada kromatografi cair ini digunakan kolom tabung gelas dengan bermacam dimeter. KCKT berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan kolom dengan diameter kecil, 2-8mm dengan ukuran partikel penunjang penunjang 50mm, sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi. (Khopkar, 1990) Terdapat 2 mode operasional HPLC yaitu mode isokratik dan metode gradient. Mode isokratik serupa dengan instrumental dalam KG, hanya dalam HPLC komposisi fase geraknya yang sama selama pengukuran berlangsung. Sebaliknya, dalam mode gradient komposisi fase gerak divisualisaikan selama pengukuran berlangsung. (Hendayana, 2006) KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan koefisien kolom dan kecepatan analisis. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan ataupun padat. Kelebihan KCKT antara lain dapat dilaksanakan pada suhu kamar, cepat dan mudah pelaksanaannya, peka dari detector KCKT dapat divariasi dan unik, pelarut pengembang dapat dipakai berulang kali demikian juga dengan kolomnya, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah memperoleh cuplikan, daya pisahnya baik, dan dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis. (Harbone, 1987) Berdasarkan sistem peralatannya maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai pada fase diam yang terpacking dalam kolom sedangkan berdasarkan proses pemisahannya HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorbs dan partisi. Prinsip kromatografi partisi linarut antara 2 pelarut yang tidak bercampur yang ada pada fase diam dan

fase gerak. Jika linarut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri dari dua pelarut yang tidak tercampur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang, linarut akan tersebar antara dua fase. (Anonim, 1995) B. Tujuan Diharapkan mampu memahami : 1. Cara pemisahan dan identifikasi suatu senyawa (analisis kualitatif) dengan menggunakan KCKT/HPLC 2. Penetapan kadar suatu senyawa (analisis kuantitatif) menggunakan KCKT

METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat :  Gelas ukur  Corong  Kertas saring  Pipet ukur  Mikropipet  Mikrosyringe (syringe Hamilton)  Shimadzu UV / VIS spektrofotometer 1601  Labu ukur  Split injector Bahan :  asam 2,3-diklorobenzoic  etil asetat  metanol  amonia  asetonitril  kalium orthophosphate 0,01M  Lamotrigin  Lamictal tablet  Aseton  Silika C-18

B. Preparasi Sampel 10 tablet ditimbang seksama dan digerus halus Diambil 100mg lamotrigin dimasukkan dalam labu takar 100ml Dilarutkan dalam 50 ml aseton atau methanol Larutan diaduk dengan pengaduk magnetic selama 10 menit

Disaring dan diukur volumenya Dilakukan replikasi tiga kali C. Prosedur dan Sistem Kromatografi Prosedur Fase diam: silica C18 Fase gerak: campuran asetronitril:methanol:kalium ortophosfat 0,01M (pH 6,7±0,1 ) (30:20:50 v/v/v) Deteksi: digunakan sebuah model 600LC pompa seri dan 600 kontroler unit,detector absorbansi uv 275 nm,745 modul data. Flow rate : 1,5ml/min Pengkondisian kolom 30 menit dilakukan pada suhu kamar 25±5˚C Volume injeksi 20µl Pembuatan fase gerak Dilakukan pencampuran asetonitril:Metanol:Kalium ortophosfat 0,01M (30:20:50 v/v/v) dengan pH 6,7±0,1 Disaring menggunakan membrane filter 0,45 µm Degassed dalam ultrasonic sebelum digunakan Kalibrasi Larutan baku 0,04mg/ml (setara dengan 0,01-0,12 mg lamotrigin) dipindah ke labu ukur, diadkan 10ml dengan fase gerak Disuntikkan 20µl dari masing-masing konsentrasi Dihitung daerah puncak rata-rata dan diplot terhadap konsentrasi Didapatkan persamaan regresi linier Dilakukan Aplikasi tablet sesuai dengan preparasi sampel

HASIL PERCOBAAN tabel 2. Hasil kesesuaian sistem HPLC Tabel 1.Validasi laporan HPLC untuk penentuan lamotrigin Tabel 3. Penentuan kadar lamotrigin dalam campuran sintesis

PEMBAHASAN Metode HPLC dikembangkan dan diterapkan untuk penentuan lamotrigin dengan campuran asam 2,3-dichlorobenzoic. Untuk mengoptimalkan HPLC dilakukan uji parameter,untuk komposisi fase gerak dan pH. Pemisahan yang memuaskan diperoleh dengan fase gerak asetonitril: metanol: 0,01 M kalium orthophosphate pH 6,7 ±0,1 (30: 20: 50 v / v / v) menggunakan kolom C18 di suhu ruang. Analisis dilakukan oleh elusi isokratik dengan laju aliran 1,5 ml / menit dan dideteksi pada 275 nm (Gambar 6). Jangkauan linier 1-12µg ml-1 Diperoleh dengan akurasi rata-rata 99,50 ±1,30% seperti yg ditunjukkan pada Tabel 1. Tes kesesuaian sistem metode HPLC dievaluasi pada Tabel 2. Hasil dalam (Tabel 4) menunjukkan tidak ada gangguan dari eksipien tablet seperti kalsium karbonat, hidroksipropil selulosa, aluminium magnesium silikat, povidone, natrium glikolat pati,sakarin natrium dan magnesium stearat. Selain itu, Asam 2,3-dichlorobenoic ditemukan kurang dari batas 0.2%.

KESIMPULAN

 Metode HPLC dikembangkan dan diterapkan untuk penentuan lamotrigin dengan campuran asam 2,3-dichlorobenzoic.  Ditemukan asam 2,3-diklorobenzoik kurang dari batas 0,2%  Diperoleh akurasi rata-rata lamotrigin 99,50 ±1,30%

DAFTAR PUSTAKA

http://bangpae.blogspot.com/2012/09/laporan-kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Tujuan Percobaan Praktikum Pemisahan senyawa dengan metode High Performance Liquid Chromatografr (HPLC). 1.2. Teori Kromatografi gas adalah salah satu mode pemisahan kromatografi yang digunakan untuk Memisahkan semua zat yang berbentuk uap/gas atau dapat diuapkan ,tanpa mengalami penguraian dan menggunakan gas sebagai fase geraknya.prinsip kerja dari metode kromatografi gas adalah menyuntikkan contoh kedalam ujung kolom kromatografy gas,lalu contoh tersebut diuapkan dan dielusi oleh gas inert yang digunakan sebagai fase geraknya.perbedaan yang cukup mencolok dari sebagian besar metode kromatografi lainnya yaitu terletak pada fase geraknya .fase gerak yang digunakan tidak ikut berinteraksi dengan senyawa atau molekul dari alat tersebut,sehingga fase gerak yang digunakan hanya berfungsi sebagai zat yang membawa alat kedalam kolom. Keuntungan dari analisis menggunakan kromatografi gas adalah kecepatan analis yang relative lebih cepat dalam memisahkan komponen dari suatu senyawa yang tentunya sangat beragam.selain itu kromatografi gas dapat memisahkan senyawa-senyawa yang memiliki perbedaan titik didih yang sangat kecil dan tidak mungkin dipisahkan dengan cara penyulingan atau cara lain. Analisis dengan menggunakan kromatografi gas merupakan salah stu teknik analisis yang memiliki tingkay kepekaan yang sangat tinggi,sehingga dapat digunakan untuk analisis dengan rentang yang sangat luas kepekaan dari kromatografy gas adalah dapat mendeteksi sampai satuan ppb (part per billion).keuntungan tambahan dari tingkat kepekaan yang tinggi adalah cuplikan yang diperlukan sangat sedikit sekali .dengan beberapa mikroliter saja,sudah mampu untuk menganalisis secara lengkap .komponen-komponen kromatografi gas umumnya terdiri atas tangki gas pembawa ,injector ,kolom berikut oven ,detector dan system pengolah data. Kromatografi gas-cair (biasa disebut kromatografi gas) merupakan analisis yang sangat bermanfaat Pelaksanaan kromatografi gas-cair Pengantar Seluruh bentuk kromatografi terdiri dari fase diam dan fase gerak. Dalam seluruh bentuk kromatografi yang lain, anda akan menemui fase gerak adalah cairan. Dalam kromatografi gascair, fase gerak adalah gas seperti helium dan fase diam adalah cairan yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan.Bagaimana kecepatan suatu senyawa tertentu

bergerak melalui mesin, akan tergantung pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya melekat pada cairan dengan jalan yang sama. Diagram alir kromatografi gas-cair Injeksi

sampel

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat dikontrol. Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya. Bagaimana

  

kerja kolom? 

Material padatan Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Untuk menyederhanakan, kita akan melihat pada kolom terpadatkan. Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan panjang antara 1 sampai 4 meter, dengan diameter internal sampai 4 mm. Kolom digulung sehingga dapat disesuaka dengan oven yang terkontrol secara termostatis. Kolom dipadatkan dengan tanah diatomae, yang merupakan batu yang sangat berpori. Tanah ini dilapisis dengan cairan bertitik didih tinggi, biasanya polimer lilin. Temperatur kolom Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC. Temperatur kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven, sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada aw.al Kolom Dalam beberapa kasus, seperti yang anda akan lihat pada bagian bawah, kolom memulai pada temperatur rendah dan kemudian terus menerus menjadi lebih panas dibawah pengawasan. Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom: Molekul dapat berkondensasi pada fase diam. Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam Molekul dapat tetap pada fase gas Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat permanen. Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 100 oC. Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam kolom. Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan waktunya untuk diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka larut akan menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas. Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan







dalam satu pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai partisi.Sekarang, anda bisa beralasan untuk memperdebatkan bahwa gas seperti helium tidak dapat dijelaskan sebagai “pelarut”. Tetapi, istilah partisi masih dapat digunakan dalam kromatografi gas-cair. Anda dapat mengatakan bahwa substansi antara fase diam cair dan gas. Beberapa molekul dalam substansi menghabiskan waktu untuk larut dalam cairan dan beberapa lainnya menghabiskan waktu untuk bergerak bersama-sama dengan gas. Waktu retensi Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunujukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada: Titik didih senyawa. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kolom, akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama. Kelarutan dalam fase cair. Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase cair, akan mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh gas pembawa.. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu retensi yang lama. Temperatur kolom. Temperatur tinggi menyebakan pergerakan molekul-molekul dalam fase gas; baik karena molekul-molekul lebih mudah menguap, atau karena energi atraksi yang tinggi cairan dan oleh karena itu tidak lama tertambatkan. Temperatur kolom yang tinggi mempersingkat waktu retensi untuk segala sesuatunya di dalam kolom. Untuk memberikan sampel dan kolom, tidak ada banyak yang bisa dikerjakan menggunakan titik didih senyawa atau kelarutannya dalam fase cair, tetapi anda dapat mempunyai pengatur temperatur. Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan yang akan anda dapatkan, tetapi akan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan senyawa karena kondensasi yang lama pada bagian awal kolom Dengan kata lain, menggunakan temperatur tinggi, segala sesuatunya akan melalui kolom lebih cepat, tetapi pemisihannya kurang baik. Jika segala sesuatunya melalui kolom dalam waktu yang sangat singkat, tidak akan terdapat jarak antara puncak-puncak dalam kromatogram. Jawabannya dimulai dengan kolom dengan suhu yang rendah kemudian perlahan-lahan secara teratur temperaturnya dinaikkan. Pada awalnya, senyawa yang menghabiskan lebih banyak waktunya dalam fase gas akan melalui kolom secara cepat dan dapat dideteksi. Dengan adanya sedikit pertambahan temperatur akan memperjelas “perlekatan” senyawa. Peningkatan temperatur masih dapat lebih `melekatan` molekulmolekul fase diam melalui kolom. Detektor Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan lebih mudah untuk dijelaskan daripada detektor alternative lainnya. Detektor ionisasi nyala Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi. Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam detektor.

Jika tidak terdapat senyawa organik datang dari kolom, anda hanya memiliki nyala hidrogen yang terbakar dalam air. Sekarang, anggaplah bahwa satu senyawa dalam campuran anda analisa mulai masuk ke dalam detektor. Ketika dibakar, itu akan menghasilkan sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dalam nyala. Ion positif akan beratraksi pada katoda silinder. Ion-ion negatif dan elektron-elektron akan beratraksi pancarannya masing-masing yang mana merupakan anoda. Hal ini serupa dengan apa yang terjadi selama elektrolisis normal. Pada katoda, ion positif akan mendatangi elektron-elektron dari katoda dan menjadi netral. Pada anoda, beberapa elektron dalam nyala akan dipindahkan pada elektroda positif; ion-ion negatif akan memberikan elektron-elektronnya pada elektroda dan menjadi netral. Kehilangam elektronelektron dari satu elektroda dan perolehan dari elektroda lain, akan menghasilkan aliran elektronelektron dalam sirkuit eksternal dari anoda ke katoda. Dengan kata lain, anda akan memperoleh arus listrik. Arus yang diperoleh tidak besar, tetapi dapat diperkuat. Jika senyawa-senyawa organik lebih banyak dalam nyala, maka akan banyak juga dihasilkan ion-ion, dan dengan demikian akan terjadi arus listrik yang lebih kuat. Ini adalah pendekatan yang beralasan, khususnya jka anda berbicara tentang senyawa-senyawa yang serupa, arus yang anda ukur sebanding dengan jumlah senyawa dalam nyala. Kekurangan utama dari detektor ini adalah pengrusakan setiap hasil yang keluar dari kolom sebagaimana yang terdeteksi. Jika anda akan mengrimkan hasil ke spektrometer massa, misalnya untuk analisa lanjut, anda tidak dapat menggunakan detektor tipe ini. Hasil akan direkam sebagai urutan puncak-puncak; setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang anda mengontrol secara hati-hati kondisi dalam kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak-tentu saja anda atau seseorang lain telah menganalisa senyawa murni dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama. Area dibawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui komputer yang dihubungkan dengan monitor. Area yang akan diukur tampak sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar yang disederhanakan. Perlu dicatat bahwa tinggi puncak tidak merupakan masalah, tetapi total area dibawah puncak. Dalam beberapa contoh tertentu, bagian kiri gambar adalah puncak tertinggi dan memiliki area yang paling luas. Hal ini tidak selalu merupakan hal seharusnya.. Mungkin saja sejumlah besar satu senyawa dapat tampak, tetapi dapat terbukti dari kolom dalam jumlah relatif sedikit melalui jumlah yang lama. Pengukuran area selain tinggi puncak dapat dipergunakan dalam hal ini. Perangkaian kromatogram gas pada spectrometer massa Hal ini tidak dapat dillakukan menggunakan detektor ionisasi nyala, karena detektor dapat merusak senyawa yang melaluinya. Anggaplah anda menggunakan detektor yang tidak merusak. Senyawa, Ketika detektor menunjukkan puncak, beberapa diantaranya melalui detektor dan pada waktu itu dapat dibelokkan pada spektrometer massa. Hal ini akan memberikan pola fragmentasi yang dapat dibandingkan dengan data dasar senyawa yang telah diketahui sebelumnya pada komputer. Itu berarti bahwa identitas senyawa-senyawa dalam jumlah besar dapat dihasilkan tanpa harus mengetahui waktu retensinya OBSERVASI BIOTA PENGHASIL BIOTOKSIN DAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN BANJARMASIN

ABSTRAK Telah dilakukan penelitian observasi biota penghasil biotoksin dan kualitas perairan di Perairan Sungai Barito Banjarmasin, pada bulan Juni, Agustus dan Oktober 2003. Contoh diambil dari 9 stasiun, 3 stasiun berjarak 1 mil, 3 stasiun berjarak 2 mil dan 3 stasiun yang lainnya berjarak 3 mil dari pantai, sedangkan jarak antar stasiun adalah 1 mil. Parameter yang diamati meliputi unsur hara dan kualitas air laut, jenis dan kelimpahan plankton serta kandungan saxitoksin pada kerang yang ditangkap nelayan di lokasi studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Perairan Banjarmasin unsur haranya masih cukup baik dan jenis planton cukup banyak hanya kelimpahannya masih rendah. Terdapat fitoplankton jenis dinoflagellata yaitu Dinophysis dan Protoperidinium pada Perairan Banjarmasin walaupun tidak di semua stasiun dan dengan kelimpahan yang masih rendah. Adapun kandungan saxitoksin pada kerang yang hidup di perairan tersebut masih sangat rendah sehingga kerang masih aman untuk dikonsumsi. PENDAHULUAN Kekerangan merupakan makanan yang disukai oleh konsumen dalam dan luar negeri, serta dipasarkan di warung pinggir jalan sampai restoran kelas internasional. Kerang-kerangan mempunyai harga yang murah sampai yang mahal. Kekerangan juga merupakan produk perikanan yang diekspor terutama ke Eropa yang mensyaratkan harus bebas dari semua jenis marine biotoxin dan kandungan logam berat di bawah ambang batas. Kekerangan hidup melekat benda-benda di dasar laut dan pada umumnya hidupnya tidak bergerak, atau bergerak sedikit sekali dan sangat lambat. Makanan kerang adalah partikel halus baik yang tersuspensi maupun yang mengendap di dasar perairan. Sebagai filter feeder, senyawa biotoksin dan logam berat dapat terakumulasi dalam tubuh kerang tetapi dia sendiri tidak teracuni. Keracunan biotoksin akibat makan ikan belum banyak dilaporkan di Indonesia, tetapi di Amerika Serikat dikatakan bahwa keracunan makan ikan yang disebabkan oleh biotoksin ciguatera adalah sekitar 31% (Bryan, 1987). Di Kalimantan Timur dilaporkan terjadi keracunan setelah makan kerang kepah (Meristrix meristrix) pada bulan Januari 1988 (Setiapermana 1992). Hal ini menunjukkan bahwa persentase keracunan biotoksin setara dengan keracunan akibat skromboid yang mencapai 33%. Bean & Griffin (1990) juga melaporkan bahwa kejadian keracunan biotoksin dari fin fish adalah 80% dibandingkan dengan shellfish sebesar 9,8 %. Resiko terkena racun ciguatera lebih tinggi apabila mengkonsumsi ikan karang herbivora atau carnivora. Peristiwa keracunan ciguatera telah dialami oleh penduduk di kepulauan Mariana karena makan Morea laut (Gymnothoraxm undulatus). Ikan–ikan yang mengandung ciguatera adalah bubara (Caranx sp), kakap merah (Lutjanus sp), kerapu ( Plectropomus sp) (Ruyitno, 1982). Biotoksin yang terdapat pada ikan dan kekerangan disebabkan karena adanya alga yang bersifat toksik. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) telah meluas ke seluruh dunia dan spesies yang dominan dari dinoflagellata yang menimbulkan PSP di Kanada adalah Alexandrium yang sering disebut Gonyaulax. Sedangkan Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP) disebabkan oleh dinoflagelata Gymnodium, Ciguatera Shellfish Poisoning (CSP) salah satunya disebabkan oleh Gambierdiscus dan Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) disebabkan oleh Pseudonitzchia. Peranginangin et al. (2001) melaporkan kandungan okadaic acid (asam okadaat) pada ikan karang yang ditangkap di P. Seribu yang diuji menggunakan alat HPLC. Ikan gigi jarang mengandung asam okadaat tertinggi terdapat dalam isi perut yaitu 34,8 ppb, sedangkan pada daging hanya 16,3 ppb. Kandungan asam okadaat pada kerang hijau dan kerang darah di Teluk Jakarta berturut-turut adalah 10,3 ppb dan 5,4 ppb, kerang darah dari Sidoarjo sebesar 7,1 ppb dan kerang darah dari Lampung tidak terdeteksi. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan perlunya dilakukan monitoring secara terus menerus terhadap perairan Indonesia mengingat jenis fitoplankton penghasil toksin telah ditemukan di

beberapa lokasi dan kandungan asam okadaat telah terdeteksi pada kerang dan ikan karang. Namun demikian belum ada batas aman kandungan okadaat pada kerang untuk dikonsumsi manusia. Penelitian biota penghasil toksin dan kualitas perairan di lokasi perairan Banjarmasin perlu dilakukan sebagai dasar penentuan kebijakan dalam menentukan tindakan pengawasan keamanan pangan bagi produk kekerangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis dan kelimpahan plankton terutama penghasil biotoksin di perairan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. BAHAN DAN METODE Contoh diambil dari 9 stasiun : 3 stasiun di perairan laut sejauh 1 mil dari garis pantai, 3 stasiun sejauh 2 mil dan 3 stasiun lain sejauh 3 mil dari garis pantai. Jarak antar stasiun adalah 1 mil. Penetapan stasiun berdasarkan peta laut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro Oseanografi TNI AL, No. 289 Edisi Januari 2002. Dari peta laut tersebut ditentukan posisi yang tepat untuk 9 stasiun, kemudian posisi tersebut digunakan untuk penentuan pengambilan contoh di lapangan. Untuk mencari posisi yang telah ditetapkan di laut digunakan alat Global Positioning System (GPS). Pengamatan diulang 3 kali yaitu pada bulan Juni, Agustus dan Oktober 2003. Contoh yang diambil adalah air laut (menggunakan alat water sampler), plankton (menggunakan alat planktonet) dan kerang kepah (Meristrix meristrix) yang ditangkap oleh nelayan setempat. Posisi pengambilan contoh di perairan di depan muara sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter yang diamati adalah suhu dan oksigen terlarut (DO) menggunakan DO meter, sedangkan untuk pH menggunakan PH meter. Analisis unsur hara air laut meliputi nitrat, nitrit, fosfat amonia dan sulfur (menggunakan alat kolorimeter), sedangkan analisis saxitoksin menggunakan HPLC (Kirschbaum et al., 1993). Tabel 1. Stasiun lokasi pengambilan contoh di perairan Banjarmasin Table 1. Sampling location at Banjarmasin waters HASIL DAN BAHASAN Hasil pengamatan terhadap kondisi fisik perairan di depan muara Sungai Barito disajikan pada Tabel 2. Air laut yang diambil pada bulan Juni pada jarak 1 dan 2 mil sangat terpengaruh oleh air sungai sehingga salinitasnya cukup rendah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh bertiupnya angin darat, tetapi pada jarak 3 mil salinitasnya cukup tinggi yakni sekitar 27- 36 ppt. Pada pengambilan contoh bulan Agustus pengaruh sungai terjadi sampai jarak 1 mil, hal ini kemungkinan disebabkan karena bertiupnya angin tenggara yang mengakibatkan air sumber penduduk di sekitar aliran sungai menjadi asin dan tidak dapat digunakan sebagai air minum. Pada bulan Oktober salinitas air laut kembali menurun, karena pengaruh air hujan. Nilai pH air laut pada bulan Juni dan Oktober pada jarak satu dan dua mil di bawah 8,0, sedangkan yang berjarak 3 mil sudah melebihi 8,0. Kelarutan oksigen cukup bagus, di atas ambang batas minimal yang ditentukan (3 mg/l), dan perairan tidak begitu jernih cenderung berlumpur. Pantai perairan Banjarmasin landai dengan kedalaman hanya sekitar 3 m. Tabel 2. Kondisi fisik air laut di perairan di depan muara sungai Barito, Banjarmasin Table 2. Physical condition of seawater at Barito Estuary in Banjarmasin Tabel 3. Kelimpahan fitoplankton di perairan Muara S. Barito, Banjarmasin pada bulan Juni Table 3. Phytoplankton abudance at Barito Estuary Water Banjarmasin in June Kelimpahan fitoplankton di perairan Banjarmasin pada bulan Juni disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3. Fitoplankton yang terdapat di perairan Banjarmasin adalah dinoflagellata jenis Protoperidinium (Gambar 1) dan Dinophysis (Gambar 2) pada bulan Juni dan bulan Agustus

(Tabel 5) tetapi pada bulan Oktober Dinophysis tidak ditemukan (Tabel 7). Jumlah kedua jenis dinoflagellata tersebut masih cukup rendah (kurang dari 1 x 106) sehingga belum mengkawatirkan. Terdapat 15-18 jenis genus baciallariophyceae, tetapi jenis ini tidak menghasilkan toksin dan jumlahnya masih cukup rendah. Dalam pengambilan contoh plankton air laut terikut juga zooplankton dalam jumlah relatif sedikit. Jenis yang terikut yaitu silliata, krustasea, ekinodermata, moluska, sagittoidea, tentakulata, urokordata dan larva (Tabel 4). Pada pengambilan contoh bulan Agustus jenis yang tertangkap hampir sama dengan contoh bulan Juni tetapi tidak terdapat tentakulata (Tabel 6). Sedangkan pada contoh bulan Oktober terdapat 6 genus yaitu silliata, krustacea, moluska, sagittoidea, urokordata dan larva trochopore (Tabel 8). Gambar 1. Protoperidinium

Gambar 2. Dinophysis

Tabel 4. Kelimpahan Zooplankton di perairan Banjarmasin pada bulan Juni Table 4. Zooplankton abundance at Banjarmasin waters in June Tabel 5. Kelimpahan fitoplankton di perairan Banjarmasin pada bulan Agustus Table 5. Phytoplankton abundance at Banjarmasin waters in August Hasil analisis unsur hara dan BOD perairan Banjarmasin disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis unsur hara di depan muara Sungai Barito di Banjarmasin Table 9. Nutrients concentration at Barito Estuary in Banjarmasin water Kandungan amonia terendah terjadi pada bulan Juni sedangkan kandungan amonia tertinggi pada bulan Oktober. Kandungan nitrit pada contoh air laut tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Oktober. Meskipun demikian bila mengacu pada batas maksimum yang diijinkan, kadar yang tinggi tersebut masih di bawah ambang batas. Kandungan ammonia dan nitrit di perairan Banjarmasin sangat rendah mendekati nol, begitu juga kandungan nitrogen dari nitrat tidak sebanyak kandungan fosfatnya kemungkinan tidak terjadi blooming. Perairan dikatakan subur apabila perbandingan antara N dari nitrat dan P adalah 1 : 5. Apabila nitrat sangat tinggi kemungkinan terjadi pertumbuhan plankton yang cukup tinggi. Kadar sulfat hampir tidak ada, tetapi kandungan fosfatnya berfluktuasi dan tertinggi pada bulan Agustus. Hasil analisis kandungan saksitosin disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kandungan saxitoksin pada kerang kepah (Meritrix meritrix) dari Banjarmasin Table 10. Saxitoxine content of Meritrix meritrix from Banjarmasin waters. Kandungan saxitoxin pada kerang kepah yang dianalisis dengan menggunakan HPLC ternyata masih cukup rendah yaitu sekitar 1,43-3,32 ppb (batas maksimal 80 ppb). Hal ini kemungkinan berasal dari plankton Dinophysis dan Protoperidinium, yang termakan oleh kerang. Batas kandungan maksimal saxitoksin yang diperbolehkan adalah 80 mg/kg (Setiapermana, 1992). KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan Banjarmasin salinitasnya sangat dipengaruhi oleh Sungai Barito dan angin tenggara. Adapun unsure haranya masih cukup baik dan jenis plankton cukup banyak hanya kelimpahannya cukup rendah. Jenis dan jumlah plankton bervariasi pada setiap pengambilan contoh. Plankton yang kemungkinan mengandung saxitoksin adalah jenis dinoflagellata Dinophysis dan Protoperidinium, ditemukan tidak pada semua stasiun yang di ambil contohnya. Kelimpahannya masih relatif rendah yaitu kurang dari 1 x 106. Kandungan saxitoksin pada kerang yang hidup di perairan tersebut masih sangat rendah di bawah ambang batas (80 ppm), sehingga masih aman untuk dikonsumsi.

BAB II PROSEDUR KERJA

a. 1. 2. 3. 4.

2.1. Alat dan Bahan a. Alat yang digunakan - Satu set peralatan GC - Kertas saring Whatman - Erlenmeyer - Gelas ukur - Labu untuk tekanan vakum - Pompa vakum - Corong - Botol semprot - Pipet volum - Stirer b. Bahan yang digunakan - Sampel 1. Metanol 2. Etanol 3. Iso Propil Alkohol 4. Amil Alkohol - Aquadest 2.2. Prosedur Kerja. Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah : Persiapan Sampel Memipet 50 ml sampel lalu masukkan ke gelas ukur. Menyaring sampel tersebut dengan system vakum (sebelumnya alat dibilas dengan aquades). Kemudian hasil saringan dicampurkan dengan larutan yang telah disediakan asisten. Menghomogenkan kedua larutan tersebut ,dengan cara menggetarkan botol pada alat stirrer.

b. Penyiapan Larutan Standard 1. Memipet larutan standard methanol dengan menggunakan pipet volum (10μl) sebanyak 15 kali (untuk standart 15:15) 2. Melakukan langkah 1 untuk larutan etanol,iso propil alcohol (dengan pipet volum yang berbeda. 3. Menghomogenkan larytan dengan stirrer. c. 1. 2. 3. 4. 5.

Injeksi larutan standard. Mengecek dan menghidupkan alat Membuka aliran gas dari tabung gas. Mengidupkan kompresor. Menginjeksikan sampel sebanyak 2 μl. Mengamati hasil pada detektor.

d. Injeksi Sampel. Melakukan langkah seperti injeksi pada larutan standard untuk larutan sampel. http://instrumentituasyiklhoo.blogspot.com/2012/05/laporan-hplc.html

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF