Laporan Praktikum Hortikultura (Pencoklatan Enzimatis Dan Pengpasan)
April 21, 2018 | Author: Rizkiyanti Rahayu | Category: N/A
Short Description
Buah maupun sayuran merupakan bahan makanan yang sifatnya mudah rusak, apabila buah dan sayuran terkontaminasi dengan ud...
Description
LATAR BELAKANG Sayuran dan buah-buahan biasa dijualan dipasaran dengan keadaan segar. Namun dalam penanganannya kurang baik, masih banyak diantara kita yang tidak tepat dalam mengolahnya. Seringkali buah dan sayuran yang telah dikupas dibiarkan begitu saja dan tampak menjadi tidak segar dan layu, selain itu selama pengupasan banyak diantara kita tidak memperhatikan cara pengupasan yang baik dan benar, serta penggunaan alat pengupasan yang kurang tepat masih sering dilakukan karena tidak menyesuaikan bahan yang dikupasnya. Perlu penanganan yang baik, terutama dalam pengolahannya, penangan yang tidak baik akan menimbulkan salah satunya yaitu pencoklatan enzimatis yang pada akirnya kenampakan k enampakan sayur dan buah menjadi tidak segar kembali oleh karenanya dalam praktikum ini di bahas mengenai penanganan dalam menghadapi pencoklatan enzimatis, selain itu kita dapat mengetahui cara pengupasan sayur dan dan menyesuaikan dengan karakteristiknya.
Nama : Rizki Yanti Rahayu
Tanggal Praktikum
: 22 Maret 2017
NIM
Tanggal Laporan
: 29 Maret 2017
: 1500753
PEMBAHASAN 1. Non Aktif Enzim PFO ( Polifenol Oksidase) Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan enzymatic , disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard, karamelisasi atau oksidasi asam askorbat (Wahyuningsih). Proses pencoklatan sebenarnya dimulai dari sayur maupun buah yang dikupas , dipotong-potong, oksidasi asam askorbat, senyawa phenol seperti senyawa tirosin sebagai substrat, akan dikatalisis enzim PPO menjadi quinon dan berpolimerisasi
membentuk
o-quinon,
sehingga
menghasilkan
warna
kecoklatan. Besarnya nilai pH sangat erat kaitannya dengan aktivitas fenolase. Nilai pH menentukan besarnya aktifitas enzim fenolase. Menurut Nurdjannah dan Hoerudin (2008) enzim fenolase aktif pada kisaran pH 3-8,5 dan optimal pada pH 7. Fenolase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap reaksi pencoklatan. Reaksi pencoklatan umumnya menghasilkan warna kuning, coklat kemerahan sampai coklat gelap pada produk. Menurut Mangalakumari et al . (1983) dan Bandyopadhyay et al . (1990), enzim polifenolase mempunyai aktifitas optimum pada suhu 73-78o C.
A. Perendaman
Pada praktikum dilakukan perlakuan dengan cara perendaman dalam larutan Na-bisulfit dan larutan asam askorbat, hal tersebut salah satu langkah untuk menon-aktifkan enzim Pholiphenoloksidase, diperkuat dengan teori yang di kemukakan bahwa penghambatan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan baik dengan perlakuan fisik (pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi tekanan tinggi, irradiasi, dan lain-lain), maupun penambahan zat penghambat
(pereduksi, pengkelat, asidulan, penghambat enzim, dan agen pengkompleks) (Nurdjannah dan Hoerudin, 2008). Dalam hal ini fungsi dari larutan yang digunakan dalam perendam pada praktikum ini yang diantaranya natrium bisulfat, asam sitrat dan asam askorbat yang berperan untuk menghambat pencoklatan yang mengarah pada pembusukkan. Perendaman dalam asam organik menyebabkan penurunan nilai pH sehingga aktivitas enzim fenolase dapat diminimalisir. Meningkatnya pH menyebabkan fenolase menjadi lebih aktif sehingga terjadi reaksi pencoklatan enzimatik. Penelitian Mondy dkk (1993) asam askorbat dapat menghambat aktivitas enzim, sehingga pembentukan melanin terhambat. Asam askorbat dapat berfungsi pada reaksi enzimatik dan non enzimatik (Eskin, 1991). Menurut Winarno (1986), vitamin C atau asam askorbat merupakan suatu senyawa reduktor dan dapat bertindak sebagai prekursor untuk pembentukan warna coklat non-enzimatik. Asam askorbat merupakan jenis asam larut dalam air yang lebih efektif dalam menghambat aktivitas enzim polifenolase jika dibandingkan dengan asam sitrat dan asam malat. Asam askorbat tidak berflavor sehingga tidak mengganggu produk akhir yang dihasilkan, selain itu tidak bersifat korosif terhadap logam serta merupakan vitamin C (Eskin, Henderson & Towsend, 1971). Asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversibel dengan membentuk senyawa diketoglukonat dan kemudian berlangsunglah reaksi pencoklatan. Dalam reaksi pencoklatan enzimatis, asam askorbat berperan sebagai antioksidan yang menghasilkan oksigen pada permukaan. Selain itu secara langsung dengan mereduksi o-quinon kembali menjadi o-diphenol, bereaksi dengan quinonquinon pada komponen yang mengalami perubahan warna dan menekan kerja enzim (Zawitowski, Biliaderis & Eskin, 1991). Secara tidak langsung asam askorbat mereduksi ion logam Cu2+ menjadi Cu+, asam askorbat termasuk sebagai pereduktor logam yang kuat. Asam askorbat mereduksi o-quinon dengan 2 gugus hidroksilnya (pada C2 dan C3), sehingga o-quinon yang dapat
berperan sebagai oksidator yang baik, asam askorbat sebagai pereduksi mengakibatkan reaksi oksidasi-reduksi berlangsung relatif cepat. Reaksi ini mencegah terbentuknya polimer o-quinon. Oksigen dapat mengoksidasi vitamin C menghasilkan asam dehidroaskorbat dan hidrogen peroksida. Oksigen yang telah bereaksi dengan vitamin C mencegah oksidasi o-difenol. Dengan tidak terbentuknya o.quinon sebagai hasil oksidasi o-diphenol berarti pencoklatan dapat dicegah (Schuler, 1990). Sedan gkan Asam sitrat merupakan asam organik yang biasa ditambahkan dalam bahan makanan sebagai bahan pengawet karena mudah dicerna, mempunyai rasa asam, tidak beracun, dan mudah larut. Dalam reaksi enzim PPO asam sitrat berfungsi sebagai penurun pH dan chelatting agent (Hutchings, 1994). Asam sitrat merupakan suku estran yang dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan komples sehingga mengalahkan sifat dan pengaruh logam yang buruk terhadap bahan pangan dan dapat menstabilkan warna, cita rasa, dan tekstur ( Winarno, 1992). Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH sehingga enzim polifenolase (PPO) menjadi inaktif (Winarno, 1997) Berdasarkan hasil praktikum uji pertama yang dilakukan yaitu terhadap warna karena warna merupakan faktor pertama yang menentukan mutu suatu bahan. Selanjutnya terhadap produk terpilih dilakukan uji lanjutan terhadap tekstur. Untuk diketahui pengaruh dari setiap pelarut yang dijadikan bahan perendam berdampak atau tidaknya terhadap sayuran dan buah-buahan yang diuji. Warna dari setiap buah dan sayuran yang direndam selama 15 menit pada pelarut asam organik, maupun natrium bisulfit rata-rata menghasilkan warna yang cerah dan sesuai dengan warna sayur dan buah tersebut, tidak ada yang mengarah pada warna pencoklatan, artinya pelarut disini berperan sesuai fungsinya yaitu menghambat pencoklatan. Kecuali pada mangkuk yang kosong dengan bahan kentang dan belimbing yang mulai mengalami pencoklatan akibat kontak dengan oksigen, tanpa mendapat perlakuan direndam dipelarut
dan didiamkan selama 15 menit. Dengan adanya oksigen di udara, enz im dapat mengkatalisis langkah pertama dalam konversi biokimia fenolat menjadi quinon, yang selanjutnya menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan warna gelap, yaitu poplimer tak larut yang dikenal sebagai melanin. PPO mengkatalisis dua reaksi dasar: hidroksiasi dan oksidasi. Secara tekstur masing-masing buah dan sayur rata-rata menghasilkan tektur yang enyesuaikan dengan karakter buah dan sayur tersebut, ada yang keras da nada yang lunak pada perlakuan hasil perendaman selama 15 menit.
B. Boiling
Boiling merupakan suatu perlakuan pemanasan pada bahan pangan dengan merebus bahan pangan tersebut dengan waktu yang telah ditentukan. Tujuannya yaitu untuk menghambat atau mencegah aktivitas aktivitas enzim dan mikroorganisme pada bahan pangan. Boiling ini menginaktivasi enzim baik oksidasi maupun hidrolisis selain itu juga mencegah dan menghambat perubahan warna yang tidak dikehendaki, melayukan dan melunakkan jaringan bahan (Muchtadi, 2013). Menurut
Nurdjannah dan Hoerudin (2008) proses pemanasan juga
merupakan langkah dalam penghambatan pencoklatan. Setelah bahan direndam dalam pelarut Natrium bisulfit, asam sitrat, asam askorbat, selanjutnya bahan mendapat perlakuan blansing dengan metode boiling selama 2-3 menit. Berdasarkan hasil pengamatan, sayur dan buah yang telah mendapatkan perlakuan boiling warna dari masing-masing bahan rata-rata menghasilkan warna yang cerah dan sesuai khas bahan. Namun dari segi tekstur semua bahan rata-rata menghasilkan tekstur yang lunak namun adapun yang masih agak keras itu dikarenakan waktu boiling hanya sebentar pada bahan yang memiliki tekstur yang awalnya keras sehingga kelunakkan setiap bahan setelah mendapat perlakuan boiling berbeda-beda teksturnya dan waktu yang digunakan degan pemanasan boiling berbeda-beda pada setiap bahannya.
C. Steaming
Steaming merupakan perlakuan pemanasan pada bahan pangan sama halnya dengan boiling namun bedanya apabila boiling itu dilakukan perebusan sedangkan steaming yaitu bahan pangan dilakukan pemanasan dengan dikukus. Tujuannya pun sama dengan boiling yaitu untuk menghambat atau mencegah aktivitas aktivitas enzim dan mikroorganisme pada bahan pangan. Boiling ini menginaktivasi enzim baik oksidasi maupun hidrolisis selain itu juga mencegah dan menghambat perubahan warna yang tidak dikehendaki, melayukan dan melunakkan jaringan bahan (Muchtadi, 2013). Berdasarkan hasil praktikum dari setiap bahan yang dilakukan perlakuan steaming menghasilkan warna yang masih sama dengan warna khas bahan tersebut berbeda dengan perlakuan yang diboiling. Apabila ditinjau dari segi tekstur rata-rata bahan pangan yang diujikan menghasilkan tekstur yang agak keras dan yang masih keras. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan steaming bahan tidak kontak langsung dengan air yang telah mendidih sehingga warna dan tekstur bahan tidak berpengaruh besar terhadap perubahan warna dan teksturnya. 2. Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kulit atau penutup luar buah atau sayur. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan meminimalisir terjadinya kontaminasi dan memperbaiki penampakan. Pengupasan dikatakan efisien jika kehilangan komoditas yang dikehendaki kecil. Tujuan pengupasan ialah membuang bagian-bagian luar yang tidak dapat dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat atau busuk. Faktor yang berpengaruh selama pengupasan adalah lama pengupasan, kecepatan pengupas dan jumlah bahan yang dimasukkan. A. Pengupasan Manual Pengupasan manual merupakan pengupasan yang umum dan sering digunakan dalam ehidupan sehari-hari, pengupasan ini digunakan
menggunakan pisau atau staniless steel. Pengupasan dengan metode ini efisensi nya rendah dan lebih efektif untuk pengupasan dengan bahan yang berukuran besar. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan berat rendemen dari wortel dan kentang yang telah dikupas lebih besar karena ketebalan pengupasan tidak sama rata. Apabila ditinjau dari segi waktu pengupasan wortel dan kentang waktu yang dihasilkan yaitu cukup paling lama diantara waktu pengupasan lainnya. Karena pengupasannya kurang efisien apabila ditinjau dari alat pengupas yang digunakan dan dari segi kenamp akan tekstur wortel dan kentang cukup halus. B. Pengupasan Peeler Pengupasan peeler merupakan pengupasan dengan menggunakan alat khusus, dan biasanya pengupasan peeler ini umum digunakan dengan untuk mengupas buah dan sayur yang berulit tipis seperti halnya wortel dan kentang. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan berat rendemen dari wortel dan kentang yang telah dikupas dibawah hasil rendemen dari pengupasan wortel dan kentang yang menggunakan pengupasan dengan pisau, karena ketebalan pengupasan sama rata dan lebih efisien karena alat yang digunakan sesuai dengan bahan yaitu pengupasan untu bahan berkulit tipis seperti kentang dan wortel. Apabila ditinjau dari segi waktu pengupasan wortel dan kentang waktu yang dihasilkan yaitu lebih cepat dibandingkan dengan pengupasan dengan menggunakan pisau. Karena pengupasannya efisien dan lebih mudah, dan dari segi kenampakan tekstur wortel dan kentang sangat halus diantara kenampakan hasil pengupasan lainnya. C. Pengupasan Abrasi Pengupasan abrasi merupakan pengupasan menggunakan sikat (sikat nilon) dan abrasi biasa digunakan untuk komoditas umbi-umbian. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan berat rendemen dari wortel dan kentang yang telah dikupas sangat rendah hasil rendemennya
diantara
pengupasan
wortel
dan
kentang
yang
menggunakan
pengupasan dengan pisau atau peeler, karena pengupasan dengan cara abrasi ini cuup dengan sikat tidak membuang kulit dengan tebal sepert pengupasan dengan cara lainnya cukup seperti disikat. Apabila ditinjau dari segi waktu pengupasan wortel dan kentang waktu yang dihasilkan yaitu
sangat
cepat
dibandingkan
dengan
pengupasan
dengan
menggunakan pisau atau peeler. Karena pengupasannya efisien dan lebih mudah, dan dari segi kenampakan tekstur wortel dan kentang sangat kasarkarena cara pengupasannya dengan cara disikat itu sehngga mempengaruhi tekstur yang dihasilkan. 3. Pencoklatan O2 Pada umumnya proses pencoklatan ada dua macam yaitu pencokaltan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan pada buah ini tergolong pada pencoklatan enzimatis, hal ini di karenakan buah apel atau pada buah-buahan pada umumnya banyak mengandung substrat senyawa fenolik (Winarno, 1986). Ada banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah di kupas disebabkan oleh aktifitas enzim polypenol oxidase, yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi fenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis yaitu, blasir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH, dehidrasi, iradiasi, HPP ( High Pressure Processing ), penambahan inhibitor, ultrafiltrasi, dan juga ultrasonikasi. (Zulfahnur, 2009). Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa dari setiap buah dan sayur yang direndam pada air maupun larutan gula dan larutan garam memiliki warna yang tetap seperti warna bahan buah dan sayur tersebut dan tetap mempertahankan warnya, karena pada dasarnya larutan gula dan gara berfungsi menegah terjadinya pencoklatan dan biasanya larutan gula dan gara
ini umum digunakan sebagai pengawet alami (Koswara, S.2009), sedangkan buah dan sayur yang direndam dalam air biasa standar untuk mempertahankan warna dari terjadinya pencoklatan itu hanya sementara dan tidak begitu lama. Sedangkan pada sayur dan buah yang dibiarkan dalam kondisi suhu ruang tanpa perlakuan apapun terjadi pencoklatan akibat terjadinya oksidasi pada bahan pangan tersebut. Apabila ditinjau dari segi tekstur, raa rata buah dan sayur yangd biarkan terbuka, memiliki tekstur yang keras dibandingkan dengan buah dan sayur yang di rendam dalam air, hal itu disebabkan pelarut berfungsi mempertahankan tekstur bahan pangan dan pada beberapa sayur maupun buah yang diuji menjadi berubah teksturnya ketika direndam dalam larutan garam dan gula menjadi lunak hal ini berpengaruh akibat pH antara sayur dan buah dengan pH pelarut sehingga timbul perubahan tekstur, apabila pada buah dan sayur yang didiamkan terbuka lama kelamaan akan mengerut karena teroksidasi sehingga kandungan air dalam bahan tersebut hilang menyebabkan keras dan kasar pada sayur dan buah tersebut.
KESIMPULAN 1. Hasil praktikum yang telah dilakukan kita dap at menganalisis cara pencegahan pencoklatan enzimatis yang terjadi pada sayur dan buah. 2. Kita juga dapat mengetahui cara pengupasan sayur dan uah yang benar dan baik dengan alat pengupasan yang sesuai dengan bahan yang dikupas. SARAN Setelah dilakukannya praktikum ini dapat mengevaluasi cara pencegahan pencoklatan enzimatis dengan baik kedepannya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari selain itu juga cara pengupasan yang baik dan benar perlu dilakukan terutama alat yang digunakan perlu menyesuaikan bahan pangan yang dikupas.
DAFTAR PUSTAKA Bandyopadhyay, C., V.S. Narayan, and P.S. Variyar, 1990. Phenolic of green pepper berries (Piper nigrum). J. Agric. Food Chemi. 38 : 1696-1699. Eskin, N.A.M.,et al. 1991. Biochemistry of Food . NewYork: Academic Press 116 121. Eskin, N.A.M., H.M. Henderson, and R.J. Townsend. 1971. Biochemistry of Foods. New York, San Francisco, London: Academic Press Hutchings, JB. 1994. Food Colour and Appearance. London: Blackie Academic and Professional. Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan ayuran dan Buah-buahan (Teori dan Praktek). eBookPangan.com. Mangalakumari, C.K., V.P. Sreedharan and A.G. Mathew, 1983.Studies on blackening of pepper (Piper nigrum) during dehydration. Journal of Food Science. 48 (2) : 604-606. Nurdjannah, N dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman dalam Asam Organik dan Metoda Pengeringan terhadap Mutu Lada Hjau Kering. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bul Litro 109(2). 181-196. Muchtadi. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: ALFABETA. Wahyuningsih. Pengaruh Tirosin, Asam Askorbat, Enzim Polifenol, Xidase (PPO) terhadap Perubahan Warna Kentang . Program Diploma III Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi Pangan. Jakarta: Gramedia. Winarno, F.G. 1997. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Zawitowski, J., C.G. Biliaderis & N.A.M. Eskin. 1991. Poliphenol Oxidase. Dalam Robinson & N.A. M. Eskin (Eds.). Oxydative Enzym in Food. Elsevier. New York. pp. 217-253. Zulfahnur. 2009. Mempelajari Pengaruh Reaksi Pencoklatan Enzimatis Pada Buah dan Sayur. Bogor: Intitut Pertanian Bogor.
View more...
Comments