Laporan Praktikum Fitofarmaka Penetapan Kadar Ekstrak Rimpang Kencur
September 22, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Praktikum Fitofarmaka Penetapan Kadar Ekstrak Rimpang Kencur...
Description
PRAKTIKUM FITOFARMAKA TUGAS 3 Penetapan Kadar Senyawa Marker Pada Ekstrak E kstrak galang nga a L Rimpang K aempf er i a gala Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka
KELOMPOK : 9 KELAS: E INTAN DWIJAYANTI (20161041 (2 01610410311230) 0311230)
DOSEN PEMBIMBING: Siti Rofida, M.Farm., Apt. Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu dari lima jenis tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia. Kencur merupakan tanaman obat yang bernilai cukup ekonomis cukup tinggi hingga banyak dibudidayakan (Rostiana dkk,2003). Akar rimpang kencur adalah bagian yang digunakan sebagai obat. Rimpang kencur mengandung beberapa senyawa aromatic dan alifatik yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi bahan dasar industry kimia dan farmasi, terutama dua komponen utamanya yaitu trans-p-metoksi sinamat, etil ester dan borneol (Hudha, 2013). Senyawa marker dibutuhkan sebagai pembanding dalam konfirmasi keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam produk obat bahan alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan indikator mutu suatu obat herbal. Studi tentang senyawa marker dapat pula diterapkan pada proses spesies, pencarian barustruktur atau pengganti bahan mentah,pemastian optimasi keaslian metode ekstraksi, purifikasi,sumber elusidasi dan penentuan kemurnian. Penelusuran yang sistematis menggunakan senyawa marker memungkinkannya menjadi acuan dalam penemuan dan pengembangan terhadap obat baru (BPOM RI, 2009). 1.2. Tujuan Berdasarkan latar belakang di atas maka, tujuan dari praktikum ini antara lain : 1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang penetapan kadar senyawa marker pada ekstrak rimpang Kaempferia rimpang Kaempferia galanga galanga 2. Mahasiswa mampu melakukan prosedur penetapan kadar senyawa marker pada ekstrak rimpang Kaempferia galanga yang telah dihasilkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kencur Sistematika tanaman kencur menurut para ahli botani adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo
: Zingiberales
Famili : Zingiberceae Kaempferia galanga L Genus : Kaempferia Spesies
: Kaempferia galanga L. : Kaempferia L. (Nurhayati, 2008).
Nama lain kencur : Nama daerah : Sumatera Sumater a : ceuku (Aceh), tekur t ekur (Gayo), kaciwer (Karo), cakue (Minangkabau), cokur (Lampung). Jawa: kencur (Jawa), cikur (Sunda), kencor (Madura). Sulawesi :batako (Manado), watan (Minahsa), cakuru (Makasar), ceku (Bugis). Nusa Tenggara: cekuh (Bali), cekur (Sasak), cekur (Sumba), sokus (Roti), sukung (Timor). Maluku: suha (Seram), assuli (Ambon), one gai (Buru). Irian: ukap (Irian) (Nurhayati, (Nurha yati, 2008).
Pemerian
Bau khas aromatik; rasa pedas, hangat, agak pahit, akhirnya menimbulkan rasa tebal.
Morfologi Tanaman
Secara umum dikenal dua tipe kencur, yaitu jenis berdaun lebar dan berdaun sempit (Syukur dan Hernani, 2001). Kencur merupakan terna kecil daunnya lebar, letaknya mendatar, hampir rata dengan permukaan tanah. Bunganya tersusun dalam bulir. Mahkota bunga berjumlah 4-12, rimpangnya bercabangcabang banyak sekali, dibagian terletak diatas tanah. pada akarnya sering kali terdapat umbi yang bentuknya bulat. Warnanya putih kekuningan, bagian tengahnya berwarna putih, sedangkan pinggirnya berwarna coklat, berbau harum (Sugeng, 2001).
Khasiat tanaman
Kencur telah dimanfaatkan cukup banyak sebagai tonikum yaitu sebagai obat bengkak-bengkak, reumatik, obat batuk, obat sakit perut, manghilangkan
keringat, penambah nafsu makan, infeksi bakteri, ekspektoran (memperlancar keluarnya dahak), disentri, karminatif, menghangatkan badan, pelangsing, penyegar, mengobati luka dan bengkak perut, encok, obat batuk, dan sakit perut (Anonim, 2000). 2000).
Kandungan Kimia dari Kencur
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini, 1990 yaitu (1) Etil sinamat, (2) Etil p Etil p-metoksisinamat, -metoksisinamat, (3) p (3) p-Metoksisitiren, -Metoksisitiren, (4) Karen, (5) Borneol, dan (6) Parafin. Diantara kandungan kimia ini, Etil p Etil p-metoksisinamat -metoksisinamat merupakan komponen utama dari kencur (Afriastini, 1990). Kandungan ekstrak kencur antara lain asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%),beta-sitosterol (9,88%), dan etil pmetoksisinamat (80,05%) (Umar et al., 2012). Etil p-metoksisinamat merupakan senyawa yang terbanyak di dalam kencur . Kencur dapat dapat diekstraksi menggunakan pelarut yang mempunyai variasi kepolaran seperti etanol, etil asetat, methanol, air, dan heksana. Etil p-metoksisinamat memiliki kepolaran yang mendekati kepolaran heksana karena etil pmetoksisinamat memiliki dua gugus yang mendukung sifat non polar dan satu gugus yang mendukung sifat polar (Taufikurohmah, 2008). 2.2 EPMS Salah satu kandungan kimia dari rimpang kencur adalah Etil parametoksisinamat (EPMS) dari rimpang kencur. Senyawa tersebut banyak digunakan didalam industri kosmetika yaitu sebagai bahan dasar senyawa tabir surya (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) dan dimanfaatkan sebagai obat asma dan anti jamur (Hudha dkk, 2015). EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut pelarut-pel arut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana. Etil parametoksisinamat (EPMS) merupakan komponen utama turunan dari senyawa sinamat. Kadar EPMS dalam simplisia dapat mencapai 2,5% (Hudha dkk, 2015)
Gambar 2. Senyawa turunan asam sinamat: para hidroksi sinamat si namat (7), 3,4dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9)
2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dai dua fase atau lebih, salah satunya bergerak berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalam zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, tekanan uap, ukuran mplekul atau kerapatan ion, sehingga masing-masing zat dapat diidentifikasi dengan metode analitik (Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan RI, 1995). Teknik kromatografi biasanya membutuhkan zar terlarut yang terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran partikel dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resousinya. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang melebar dan puncak ganda. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sedangkan mekanisme yang utama dalam KLT adalah partisi dan adsorpsi. Fase gerak merupakan pelarut pengembang yang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara mekanik (ascending) atau karena pengaruh pengaruh gravitasi pada pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007). Kromatografi dapat dibedakan dalam beberapa macam tergantung dari pengelompokannnya. pengelompokannny a. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : kromatografi adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi pasang ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran dan kromatografi afinitas. Berdasarkan pada penggunaan alat yang digunakan dapat dibedakan menjadi : kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (Gandjar dan Rohman, 2007). Parameter dari kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf) yaitu perbandingan jarak yan ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut : =
ℎ () ()
ℎ () ()
Rf=(jarak yang ditempuh solut (cm))/(jarak yang ditempuh fase gerak (cm))
Nilai Rf biasanya lebih keci dari 1, sedangkan jika dikalikan dengan 100 akan bernilai 1-100, sehingga parameter ini dapat digunakan untuk perhitungan kualitatif dalam pengujian sampel pada kromatografi lapis tipis (Sumarno, 2001). Pada Rf kurang dari 0,2 belum terjadi kesetimbangan antara komponen senyawa dengan fase diam dan fase gerak sehingga bentuk noda biasanya kurang simetris. Pada bilangan Rf diatas 0,8 noda analit akan diganggu oleh absorbansi pengotor lempeng fase diam yang teramati pada visualisasi dengan lampu UV (Wulandari, 2011). KLT-Densitometri adalah salah satu s atu metode yang banyak digunakan untuk penetapan kadar bahan aktif. Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radio elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Analisis Densitometri dibutuhkan standar dan sampel yang cukup murni. Penetapan kadar dengan menggunakan kombinasi KLT dan Densitometer cukup ekonomis, karena menggunakan fase gerak sedikit, waktu yang relatif singkat dan dapat dilakukan penetapan kadar beberapa sampel secara simultan (Nining, 2012). Metode KLT densitometri ini memiliki beberapa kelebihan yaitu memiliki spesifitas yang tinggi, dapat dipercaa, pengerjaannya relatif mudah dan cepat, biaya pengoprasian relatif murah, polaritas pelarut dan pelarut campuran dapat diubah dalam waktu yang singkat dan dalam jumlah pelarut yang digunakan sedikit (Wulandari, 2011). Jika dibandingkan dengan metode KCKT, metode KLT memiliki kelebihan yaitu pelaksanaan yang lebih mudah dan lebih murah, serta peralatan yang digunakan lebih sederhana. Selain itu, metode KLT memberikan flesibilitas yang besar dalam hal fase gerak, mempunyai berbagai teknik dalam berbagai pemisahan, proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan semua komponen dalam sampel dapat dideteksi karena metode ini memungkinkan terjadinya pemisahan sampel secara serentak (Wulandari, 2011). 2.4 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu proses penilaian terhadap metode analisis tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan (Harmita, 2004). Ada beberapa parameter dalam validasi yaitu: a) Selektivitas Selektivitas suatu metode analisis adalah kemampuan untuk mengukur analit secara cermat dan seksama dengan adanya komponen yang mungkin ada dalam sampel. Selektivitas sering dinyatakan sebagai derajat bias dari hasil yang diperoleh dengan membandingkannya terhadap impurities, produk degradasi, atau senyawa kimia yang mirip. Bias dapat dinyatakan sebagai perbedaan antara hasil uji antara 2 kelompok sampel. Selektivitas ditentukan dengan menginjeksikan
sampel pada sistem kromatografi. Puncak yang muncul tidak boleh terpengaruh oleh puncak lain yang dibuktikan dengan perhitungan resolusi (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Selektivitas metode analisis dapat ditentukan oleh kemampuan senyawa utama dalam menunjukkan pemisahan puncak dengan senyawa lain dari kromatogram dan kemudian ditentukan nilai resolusinya (Rs). Harga Rs > 1,5 disebut baseline resolution, yaitu pemisahan sempurna dari dua puncak dengan ukuran yang sama. Namun dalam prakteknya, pemisahan dengan harga Rs = 1,0 (kedua puncak berhimpit lebih kurang 2%) dianggap memadai (Pescok dkk., 1976). b) Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis untuk menunjukkan hasil uji yang secara langsung atau dengan persamaan matematis proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada rentang tertentu. Linearitas dapat ditentukan dengan pengukuran pada beberapa konsentrasi analit. Hasil slope (b), intersep (a) dan koefisien korelasi (r) menggambarkan informasi linearitas. Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi (r) pada analisis regresi linear y = bx + a. Hubungan linear yang ideal dicapai apabila nilai a = 0 dan r = +1 atau – 1 tergantung pada arah garis. Nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita, 2004). Nilai koefisien korelasi 0,999 diterima untuk sebagian besar metode khususnya komponen dalam jumlah besar pada metode pengujian. Jika koefisien korelasi memiliki nilai kurang dari 0,999 maka perlu dilakukan perhitungan terhadap parameter lain yaitu Vxo ≤ 5 % (Yuwono dan Indrayanto, 2005).Rentang adalah jarak antara kadar terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat diterapkan dengan ketepatan, ketelitian dan linearitas yang dapat diterima. Rentang dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil yang diperoleh dengan metode analisis (Harmita, 2004).
c) Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ) LOD digunakan untuk mengetahui jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. LOQ digunakan untuk mengetahui jumlah analit pada sampel yang masih dapat memberikan kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). d) Ketepatan (akurasi) Ketepatan adalah ukuran kedekatan antara hasil analisis dan kadar analit yang sebenarnya. Ketepatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery). Ketepatan hasil analisis sangat tergantung pada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk mencapai ketepatan yang tinggi dapat dilakukan dengan mengurangi galat sistematik tersebut seperti
menggunakan peralatan yang terkalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang dapat melarutkan senyawa dengan sempurna, pengontrolan suhu, pelaksanaan yang cermat dan taat asas serta sesuai prosedur (Harmita, 2004). Kesulitan utama yang dihadapi pada evaluasi ketepatan suatu metode analisis adalah fakta bahwa nilai sebenarnya kadar analit biasanya tidak diketahui. Secara internasional, dikenal tiga macam cara yang umum digunakan untuk mengevaluasi ketepatan metode analisis kimia, yaitu dengan menggunakan bahan rujukan baku (Standard Reference Material / SRM), menggunakan baku sebagai pembanding (standard method), dan recovery dengan menempatkan analit plasebo (spiked placebo recovery) (Snyder dkk., 1997). SRM digunakan untuk mengevaluasi ketepatan suatu metode dengan kesepakatan bahwa komposisi yang direkomendasikan oleh badan pembuat dianggap sebagai nilai sebenarnya. Dalam metode penggunaan baku sebagai pembanding, dilakukan pengujian secara paralel atas sampel menggunakan metode analisis yang sedang dievaluasi dan metode analisis lain yang telah diakui secara internasional sebagai metode baku. Jika dalam analisis tidak terdapat kesalahan sistematik maka pengujian menggunakan metode baku dianggap memiliki ketepatan yang tinggi sehingga menghasilkan data yang dapat dianggap sebagai hasil yang sebenarnya. Metode spiked placebo recovery dilakukan dengan menganalisis sampel suatu obyek yang diperkaya dengan sejumlah analit baku yang telah ditetapkan. Berat total analit yang diperoleh dari analisis sampel yang diperkaya dikurangi dengan berat analit dalam sampel yang tidak diperkaya, dibandingkan terhadap jumlah analit baku yang ditambahkan (Snyder dkk., 1997). Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Persen perolehan kembali yang dapat diterima bergantung pada matriks analit, prosedur pengolahan analit dan konsentrasi analit (Anonim, 2004). Berikut ini adalah rentang recovery yang masih dapat diterima: (United States Pharmacopeial Convention, 2007) e) Ketelitian (Presisi) Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan kesesuaian antara hasil uji individual diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Snyder dkk., 1997). Ketelitian diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif/koefisien variasi (Harmita, 2004). Pengertian presisi suatu metode dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keterulangan (repeatability), intermediet presisi, dan ketertiruan (reproducibility). Intermediet presisi adalah keseuaian pengukuran ketika metode analisis yang sama diaplikasikan beberapa kali pada hari, instrumen atau analis yang berbeda pada laboratorium yang sama (Snyder dkk., 1997). Ketertiruan adalah ketelitian metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda (Harmita, 2004).
Suatu metode akan memenuhi persyaratan presisi apabila memberikan koefisien variasi (KV) < 2 %, namun persyaratan ini tergantung pada konsentrasi analit. KV meningkat dengan menurunnya konsentrasi analit. Karena presisi suatu metode merupakan fungsi penetapan konsentrasi pada rentang yang dapat diterima, maka pada analisis menggunakan KCKT digunakan ketentuan seperti pada tabel berikut:
Konsentrasi analit (%)
Unit
presisi (KV, %)
100
100 %
1,3
≥ 10 10
10 %
2,7
≥ 1 1
1%
2,8
≥ 0,1 0,1
0,1 %
3,7
0,01
100 ppm
5,3
0,001
10 ppm
7,3
0,0001 0,00001
1 ppm 100 ppb
11 15
0,000001
10 ppb
21
0,0000001
1 ppb
30
Tabel kriteria akurasi dan presisi yang masih dapat diterima (United States Pharmac Pharmacopeial opeial Convention, 2007)
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
5.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013. “Penunutun dan Buku Kerja Praktikum Fitokmia I”.Laboratorium Bahan Alam Fakultas Farmasi.Makassar Departemen Kesehatan RI. (1995). Meteria (1995). Meteria Medika Indonesi, Jilid IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ditjen POM, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-11,16. Sumarno, 2001, Kromatografi Teori Dasar, Bagian Kimia Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Yogyakarta. Mohanbabu, V. A., Shanbhag, T., K. Kumari M., Bairy K. L., and Shenoy S. 2011. Evaluation of Antiinflammatory and Analgesic Activities of Alcoholis Extract of Kaempferia galanga galanga in Rats. Indian J Physiol Pharmac Pharmacol. ol. 55 (1): 13-24 Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1 (3), 117-134, Departemen Farmasi FMIP, Universitas Indonesia, Jakarta. Tewtrakul, S., S. Yuenyongwad, S. Kummee and L. Atsawajaruwan. 2005. Chemical component and biological activities of volatile oil of Kaempferia galanga Linn. Songkla-nakarin Songkla-naka rin J. Sci. Technol. Pescok, R. L., Shields, L. D. and Cains, T., 1976, Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd edition, John Wiley Sons, Canada, 51. Snyder, L.R., Kirkland, J.J. and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, 2nd edition, , John Wiley and Sons, Inc., New York 687- 688, 690, 691, 695.
View more...
Comments