Laporan Praktikum Farmakognosi Alkaloid
December 31, 2017 | Author: Dion Abimanyu | Category: N/A
Short Description
Laporan Praktikum Farmakognosi Alkaloid...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI IDENTIFIKASI ALKALOID
GOLONGAN PRAKTIKUM : III JUMAT, 12 MEI 2017
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3C
MADE DION ABIMANYU
(1608551036)
NI PUTU DIAH KUSUMA DEWI
(1608551037)
NI KOMANG AYU MEIANTARI
(1608551038)
NI KADEK SRIANI
(1608551039)
ALFRED SILVESTER SERAN NAHAK
(1608551040)
I GUSTI AGUNG GDE CAHYADININGRAT ADHI P.
(1608551041)
I KOMANG NIKO SANJAYA
(1608551042)
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pemanfaatan bahan – bahan alamiah sebagai obat atau bahan obat sudah dilakukan sejak zaman
dahulu. Terutama bahan alamiah yang berasal dari tumbuhan, tumbuhan dapat bermanfaat dikarenakan banyak terdapat senyawa-senyawa yang mampu menyembuhkan sakit seseorang meskipun dapat terjadi akibat dari adanya sugesti dari masyarakat atau kepercayaan dari masyarakat setempat. Penggunaan dari obat yang berasal dari bahan alam sudah banyak digunakan oleh masyarakat luas serta penggunaannya saat ini juga semakin meningkat diakibatkan karena mudahnya masyarakat untuk menemukan dan mendapatkan tanaman obat dengan menanam tanaman obat dipekarangan rumahnya atau disebut dengan tanaman obat keluarga atau dapat juga ditemukan di alam dan lingkungan sekitar masyarakat. Tetapi dengan mudahnya masyarakat untuk mendapatkan tanaman bahan obat tersebut, masyarakat kebanyakan enggan dan memiliki sedikit rasa ingin tau mengenai senyawa apa yang dapat menyebabkan tanaman yang diolah tersebut dapat berkhasiat dan menyembuhkan sakitnya. Oleh karena itu, mahasiswa khusunya mahasiswa farmasi berlomba untuk memaksimalkan fungsi dari bahan alam dan senyawa yang terkandung didalamnya untuk dijadikan sebagai obat yang dapat dipergunakan oleh masyarakat luas dan sudah teridentifikasi dengan baik dan benar. Dalam setiap jenis tanaman umumnya mengandung senyawa yang berbeda-beda dan untuk mengidentifikasinya pun memerlukan cara atau metode yang berbeda, sehingga sebagai seorang farmasis yang tentunya mendalami dan mempelajari tentang bagian dan kegunaan dari suatu senyawa yang berasal dari berbagai jenis tanaman dan hewan serta mineral yang terdapat di lingkungan sekitar, kita harus lebih mengerti dan paham bagaimana cara atau metode untuk memperoleh senyawa tersebut serta mengidentifikasinya untuk nantinya dapat diolah dan dipergunakan dengan benar dan sesuai dengan kegunaanya. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan terdapat berbagai macamnya diantaranya senyawa minyak, dimana minyak dapat dikelompokkan sebangai minyak lemak dan minyak atsiri. Selain itu terdapat juga senyawa glikosida yaitu glikosida jantung dan glikosida flavonoid. Serta senyawa alkaloida. Senyawa – senyawa tersebut tentunya memiliki perberbedaan antara satu dengan yang lainnya khususnya yang akan dibahas pada laporan kali ini adalah senyawa alkaloida dan cara pengidentifikasiaannya, sehingga pada praktikum ini dilakukan pengidentifikasian terhadap senyawa alkaloida baik identifikasi umum yang terdiri dari identifikasi pengendapan dan identifikasi warna. identifikasi umum lainnya dari alkaloid yang akan dibahas nantinya dalam laporan praktikum ini, selain itu terdapat juga identifikasi kimia terhadap alkaloida yang terkandung dalam Piperis nigri Fructus yaitu senyawa piperina, dan Chinchona succirubra Cortex yaitu senyawa kinina, serta dilakukan juga identifikasi terhadap alkaloida golongan kinolin berdasarkan uji kromatografi lapis tipis dimana ini adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa dalam hal ini adalah senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanaman yang mengandung alkaloid berdasarkan tingkat kepolarannya.
1.2
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum identifikasi alkaloida adalah :
1. Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui identifikasi alkaloid secara kimia dan kromatografi lapis tipis, serta cara penyarian alkaloid.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa nitrogen organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersifat basa, sering bersifat optis aktif dan kebanyakan berbentuk kristal. Menurut Achmad (1986) Alkaloid dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: 1.
Alkaloida Sesungguhnya Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino.
2.
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam aminotidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa.
3.
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat basa.
2.2 Sifat Fisika dan Kimia Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi (Solomon, 1983). Sedikit alkaloid berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin dan koiinin berupa cairan (Cordell, 1981). Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies aromatis berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin merah. Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung dari adanya pasangan elektron pada nitrogen. (Harjono, 1996).
2.3 Alkaloid Piperin Piperin berbentuk sebagai kristal berbentuk jarum, berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa, lama-kelamaan pedas, larut dalam etanol, asam cuka, benzen, dan kloroform. Piperin dapat ditemukan pada buah mentah yang kering dari tanaman spesies Piper nigrum L., Piper longum L., Piper retrofractum Vahl dan tanaman yang termasuk dalam Piperaceae.
Dalam kehidupan sehari-hari,
piperin digunakan sebagai insektisida serta bumbu dalam makanan olahan (Cordel, 1981).
2.4 Alkaloid Kinin Kinina atau kinin berbentuk serbuk bergranul atau mikrokristalin, berwarna putih atau praktis putih, tidak berbau, rasanya sangat pahit, menggelap jika terpapar cahaya, dan sedikit mengembang di udara kering. Identifikasi pada kinin, seperti tes fluoresensi memberikan warna biru yang kuat yang diperlakukan dengan asam oksigenasi, seperti asam asetat. Kinin dapat ditemukan pada bagian kulit tanaman Cinchona calisaya Wedd; Cinchona ledgeriana Moens ex Trimen; Cinchona officinalis Linn. f.; Cinchona robusta How; dan Cinchona succirubra Pavon ex Klotzsch yang termasuk dalam famili Rubiaceae (Kar, 2007).
2.5 Alkaloid Nikotin Nikotin adalah suatu alkaloid dengan nama kimia 3-(1-metil-2 pirolidil) piridin. Saat diekstraksi dari daun tembakau, nikotin tak berwarna, tetapi segera menjadi coklat ketika bersentuhan dengan udara. Nikotin dapat menguap dan dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. (susilowati, 2006) 2.6 Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan salah satu teknik pemisahan. Cuplikan yang akan dipisahkan
akan
terdistribusi diantara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak sehingga akan terurai menjadi komponenkomponen tunggal. Beberapa faktor yang menunjang teknik KLT di antaranya fase diam, penotolan cuplikan , fase gerak dan bejana kromatografi (Puspita, 2009). Fase gerak yang digunakan dalam metode KLT yaitu toluena: eter: dietilamina (55:35:10) v/v. Toluena merupakan fase gerak yang memiliki sifat semi polar dan mudah menguap sementara eter merupakan senyawa non polar (Hahn dand Deinstroop, 2007) dan dietilamina merupakan fase gerak yang bersifat non polar (Sarker et all, 2006). Fase gerak ini sudah digunakan karena memiliki kemampuan untuk uji positif adanya kandungan alkaloid quinin pada larutan yang diuji (Flieger, 2000).
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Uji Identifikasi Umum a. Larutan Percobaan Untuk membuktikan adanya kandungan senyawa alkaloida pada suatu spesies tanaman, maka dilakukan uji identifikasi umum. Sampel yang digunakan adalah serbuk simlisia kulit kina atau Cinchona Cortex dan melalui beberapa tahapan. Kulit kayu tanaman spesies Cinchona succirubra Pavon famili Rubiaceae mengandung alkaloid golongan kuinolina 5 – 15%. Alkaloid utamanya kuinina dan kuinidina, serta sinkonina dan sinkodinina, bersama-sama dengan 20 macam alkaloid sekunder. Selain itu terdapat tannin, kuinovin (2%), suatu glikosida triterpena yang pahit, damar, stearin dan pati (Stahl, 1985). Tahap awal dilakukan penambahan HCl 2N dan air terhadap serbuk simplisia serta pemanasan di atas penangas air bersuhu kurang lebih 100oC, sehingga alkaloid berada dalam bentuk garamnya. Proses menghasilkan larutan berwarna coklat kekuningan. Larutan hasil sebanyak 3 tetes kemudian diuji menggunakan dua reagen yaitu Bouchardat LP dan Mayer LP. Hasil penambahan Bouchardat LP sebanyak 2 tetes memberikan sinyal positif dengan memberikan reaksi berupa endapat berwarna coklat kehitaman. Sedangkan penambahan Mayer LP juga memberikan sinyal positif yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih kekuningan yang menggumpal. Larutan sisa filtrat digojok dan dilakukan penambahan 3 ml ammonia P, menghasilkan larutan berwarna coklat kemerahan. Penambahan amonia bertujuan melepaskan ikatan alkaloid dengan asamnya sehingga alkaloid kembali berada dalam kondisi bebas (Yanti, 2014). Larutan kemudian ditambahkan 5 ml kloroform. Kloroform memiliki sifat semipolar sehingga dapat dengan baik melarutkan alkaloid. Larutan bereaksi dengan menghasilkan dua fase larutan yang berbeda. Fase atas berwarna coklat kemerahan, sedangkan fase bawah merupakan larutan yang jernih. Larutan kembali digojog dan menghasilkan larutan berwarna coklat secara keseluruhan. Setelah beberapa menit, larutan terbagi menjadi dalam dua fase. Fase atas berwarna coklat dan fase bawah berupa larutan bening bergelembung coklat. Fase yang bening diambil sebagai fase organik. Larutan kemudian dicampur dengan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat air yang masih terkandung pada larutan dan diaduk rata. Hasil akhir menghasilkan larutan berwarna bening. Selanjutnya larutan digunakan sebagai sampel untuk reaksi pengendapan dan reaksi warna.
b. Reaksi Pengendapan Pada reaksi pengendapan , filtrat Chincona Cortex diuapkan diatas pnangas air untuk menguapkan pelarut yang tercampur dengan alkaloid. Sisa filtrate yang sudah diuapkan dilarutkan dalam 5 ml HCl 2N . Penambahan HCl berfungsi untuk membentuk garam alkaloid sehingga alkaloid dapat tertarik dari larutannya. Alkaloid dalam bentuk garamnya inilah yang nantinya akan bereaksi dengan reagent atau larutan pereaksi dan membentuk endapan. Ditambahkan larutan pereaksi Gol II : Bourchadat LP, Wagner LP Gol III : Mayer LP
Dari hasil pengamatan didapat hasil dari percobaan di bagi kedalam 3 tabung reaksi pada tabung reaksi I ditambahkan 1 tetes Bourchardat LP akan terbentuk endapan ungu pada bagian bawah, pada tabung 2
ditambah
3 tetes Mayer LP akan terbentuk endapan kuning , pada tabung 3
ditambahkan 4 tetes wagner LP akan terbentuk endapan kuning.
c. Reaksi Warna Reaksi warna dilakukan untuk mengidentifikasi suatu kandungan senyawa dalam simplisia dengan penambahan beberapa larutan percobaan setelah itu diperhatikan perubahan warna yang terjadi sebelum dan sesudah penambahan larutan percobaan seperti asam sulfat P dan asam nitrat P serta Frohde LP dan Erdman LP yang digunakan dalam identifikasi warna dari senyawa alkaloid. Tetapi dalam praktikum yang telah dilaksanakan hanya digunakan asam sulfat P dan asam nitrat P (Depkes RI, 1977). Chinchona succirubra Cortex sebanyak 2 mg apabila diteteskan dengan asam sulfat P sebanyak 5 tetes larutan akan berubah menjadi warna cokelat, ditetskan dengan asam klorida pekat P terjadi warna kuning (Depkes RI, 1980). Sebelum ditambahkan larutan percobaan asam sulfat P dan asam nitrat P, filtrat yang telah diperoleh dari pembuatan larutan pada identifikasi umum diuapkan terlebih dahulu diatas cawan porselen, namun karena tidak terdapat cawan porselen digunakan beaker glass karena memiliki permukaan yang sama dengan cawan porselen. Setelah itu larutan dibagi menjadi dua dalam wadah yang sama. Dalam wadah satu ditambahkan 3 tetes asam nitrat P, terjadi warna kehijauan. Dan dalam wadah dua ditambahkan 3 tetes asam sulfat P namun, tidak terjadi perubahan warna. Ketika ditambahkan asam sulfat P hingga 20 tetes sudah mulai terbentuk warna larutan cokelat muda kekuningan. Perubahan warna tersebut menandakan adanya reaksi dari senyawa alkaloid yang bersifat basa dengan larutan asam nitrat dan asam sulfat yang bersifat asam. Tetapi seharusnya, larutan yang ditambahkan asam sulfat sudah berubah warna ketika ditambahkan 5 tetes asam sulfat namun pada saat praktikum dilakukan ketika ditambahkan 5 tetes asam sulfat belum terjadi perubahan warna, hal tersebut dapat terjadi akibat ketidaktelitian dari praktikan dan juga faktor lain seperti suhu dan lamanya filtrate harus diuapkan sehingga dimungkinkan dapat berpengaruh pada hasil yang diperoleh.
5.2 Uji Identifikasi a. Piperin Pada identifikasi senyawa piperin yang terdapat pada serbuk Piper nigrum Fructus dimulai dengan penyarian serbuk dengan menggunakan pelarut organik yaitu dengan kloroform. Senyawa piperin termasuk golongan alkaloid sehingga lebih mudah larut dalam pelarut organik, selanjutnya digojog untuk mempercepat larutnya piperin dalam zat pelarut. Setelah penyarian selesai, hasil sari ditambahkan dengan asam sulfat P dan kristal kadminium sulfat. Penambahan asam sulfat bertujuan untuk membentuk garam yang akan berikatan membentuk kristal kadminium sulfat dan penambahan kristal kadminium sulfat untuk memperjelas bentuk kristal. Hasil pengamatan diamati secara visual diperoleh kristal piperin kadminium sulfat terbentuk berwarna putih. Jadi, pada uji piperin positif mengandung alkaloid karena membentuk kristal piperin kadminium sulfat.
b. Kinina Pengujian ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya alkaloid kinina pada Cichona Cortex. Adapun pengujian ini dilakukan dengan cara maserasi serbuk Cinchona Cortex dengan 20 ml air dan 2 tetes asam sulfat. Diperoleh maserat berwarna coklat muda. Proses maserasi ini bertujuan untuk menarik alkaloid sehingga dapat bereaksi dengan asam membentuk garam yang larut dalam air. Setelah maserasi, kemudian dilakukan penyaringan atau filtrasi dengan kertas saring untuk memisahkan parikel-partikel yang kasar atau relative besar yang dapat mengganggu pada saat proese pengamatan. Setelah dihasilkannya filtrat, dilakukan penambahan Asam Sulfat encer yang bertujuan untuk menarik alkaloid karena alkaloid bersifat basa lemah dan jika direaksikan dengan asam maka akan terbentuk garam yang larut dalam air sehingga garam alkaloid dapat terpisah menuju fase cair. Setelah filtrat ditambahkan Asam Sulfat encer, didihkan dan ditambahkan arang jerap yang bertujuan untuk mengabsorpsi pengotor. Dari penambahan arang jerap ini dihasilkan filtrat yang jernih. Kemudian filtrat yang telah jernih tersebut diamati pada lampu UV, terjadinya flourosensi biru. Flourosensi ini terjadi karena filtrat menyerap cahaya pada panjang gelombang 366 nm. Dari hasil percobaan menunjukkan hasil positif untuk kinina karena alkaloid kinina mampu menyerap gelombang cahaya untuk membentuk flourosensi berwana biru. Hal ini menunjukkan bahwa Chincona Cortex mengandung alkaloid kinina.
5.3 Uji Identifikasi Alkaloid dengan Metode KLT a. Larutan Percobaan Pemeriksaan golongan kinolin dengan kromatografi lapis tipis ini yang pertama dilakukan adalah diambil 200 mg serbuk chinchona cortex kami mengambil sebanyak 205 mg kemudian dibasahi dengan 5 tetes ammonia 25% larutan berwarna coklat hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana basa sehingga alkaloid mudah untuk disari. Simplisia kemudian disari dengan 3 ml kloroform selama 10 menit dengan cara mengojog saat pengojogkan dilakukan kelompok kami tepat 10 menit 2 detik, saat digojog larutan berwarna coklat kemerahan. Tujuan simplisia disari dengan kloroform adalah untuk mengambil alkaloidnya karena alkaloid larut dalam pelarut organik. Filtrat kemudian disaring dan didapatkan hasil penyaringan berwarna merah kecoklatan dengan serbuk-serbuk kecil hal ini karena penyaringan dilakukan kurang efektif sehingga masih ada serbuk-serbuk yang tidak ikut tersaring kemudian diuapkan diatas penangas air larutan berwarna kemerahan dengan serbuk kecil dari hasil penyaringan yang kurang efektif kemudian ditambahkan metanol secukupnya karena penyarian yang kurang efektif maka metanol yang kami tambahkan kurang lebih sebanyak 1 ml kemudian disaring untuk mendapat larutan percobaan. didapat larutan berwarna bening kemerahan yang digunakan sebagai larutan uji KLT. b. Hasil identifikasi dengan menggunakan metode KLT KLT adalah salah satu metode pemisahan fisika kimia berdasarkan tingkat kepolaran suatu senyawa. Fase diam yang digunakan adalah Silika Gel GF 254 yang artinya silika gel terdapat pada plat KLT adalah gypsum dengan fluoresensi pada panjang gelombang 254 nm dan fase geraknya adalah toluena : kloroform : dietilamina (55:35:10). Perhitungan dari pembuatan eluen:
55
Toluena= 100 × 10 𝑚𝐿 = 5,5 𝑚𝐿 35
Kloroform= 100 × 10 𝑚𝐿 = 3,5 𝑚𝐿 10
Dietalamina= 100 × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿 Metode KLT diawali dengan pembuatan larutan percobaan kemudian diamati dengan sinar UV 254 nm terjadi pemedaman fluoresensi pada larutan percobaan diperoleh satu bercak dan larutan pembanding yaitu kinina diperoleh dua bercak. Plat KLT kemudian disemprot dengan campuran metanol : asam sulfat pekat (9:1)v/v. Perhitungan larutan deteksi semprot: 9
Metanol = 10 × 10 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿 1
Asam sulfat pekat= 10 × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿 Setelah disemprot kemudian plat KLT dipanaskan pada suhu 1050C kemudian dilihat pada UV 366 nm. Pada larutan percobaan diperoleh satu bercak berfluoresensi biru dan pada larutan pembanding diperoleh dua bercak berfluoresensi biru dan hijau. Berikut merupakan hasil perhitungan nilai Rf dan HRf dari masing-masing spot: 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡
Menurut Gandjar dan Rohman (2012) Cara menghitung Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 Menurut Stahl (1985) cara menghitung HRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 Larutan
Percobaan (Cinchona
Jarak yang
Jarak
ditempuh solut
pengembangan
Spot 1 = 1,6 cm
succirubra Cortex) Pembanding (kinina)
Spot 1 = 1,6 cm Spot 2 = 2,5 cm
7 cm
7 cm
Rf
HRf
0,228
22,8
0,228
22,8
0,357
35,7
Berdasarkan perhitungan Rf dan HRf ternyata untuk larutan percobaan memiliki nilai HRf 22,8 nilai tersebut mendekati nilai HRf kinina menurut pustaka yaitu 25-35 (Stahl, 1985), perbedaan nilai dapat terjadi karena sensitifitas nilai HRf yang dipengaruhi oleh perbedaan penggunaan fase gerak. Fase gerak yang digunakan pada pustaka yaitu benzena-eter-dietilamina. Hasil pengamatan juga menunjukan bahwa adanya spot pada larutan percobaan dan larutan pembanding (kinina) yaitu 22,8 sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut merupakan kinina dengan nilai HRf mendekati 2535 dan memiliki fluoresensi biru ketika diamati pada sinar UV 366 nm. Pada larutan pembanding juga ditemukan spot ke dua pada HRf 35,7 hal tersebut menunjukan adanya kesalahan yang dilaksanakan oleh praktikan yaitu kurang bersih dalam menggunakan pipet mikro pada saat penotolan larutan pembanding.
BAB VI SIMPULAN Berdasarkan pembahasan maka dari praktikum identifikasi glikosida dapat disimpulkan adalah sebagai berikut. 1. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dalam penyarian senyawa alkaloid harus disesuaikan dengan sifat alkaloid yang akan disari, jika alkaloid dalam wujud basa maka lebih mudah larut dalam pelarut organik namun jika alkaloid dalam bentuk garam akan lebih mudah larut dalam air atau pelarut polar. Identifikasi kimia yang dilakukan pada alkaloid yaitu pada serbuk simplisia Piper nigrum Fructus ditandai dengan terbentuknya kristal piperin kadminium sulfat dan serbuk simplisia Cinchona succirubra Cortex ditandai dengan fluoresensi biru pada sinar UV 366 nm. Pada pemeriksaan senyawa alkaloid dengan metode KLT diperoleh nilai HRf yaitu 22,8 dan spot berwarna biru pada sinar UV 366 nm nilai tersebut mendekati nilai HRf senyawa kinin pustaka yaitu 25-35.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. S.A. 1986.Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta :Universitas Terbuka. Cordel, A. 1981. Pengantar Alkaloid Sebuah Pendekatan Biogenetik. New York: Jons Wiley and Sons Incorporation. Depkes RI. 1977. Materia Medika Indonesia. Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Hal. 142 Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Hal. 26 Flieger, J.. 2000. Thin-Leyer (Lanar) Chromatography. Polland : Academic Press. Pp. 1956-1973. Hahn, E. and Deinstrop. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography; Best Practice and Avoidance of Mistakes. Second Edition. Germany : Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KgaA. Pp 25,55, 68. Harjono, S. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Kar, A.. 2007. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. New Delhi : New Age International Limited Publisher. Pp 160. Merck. 2001. Ensiklopedia Kimia dan Biologi Obat-obatan. New Jersey: Whitehouse Station. Puspita, M. D. A.. 2009. Pengoptimuman Fase Gerak KLT Menggunakan Desain Campuran Untuk Pemisahan Komponen Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri) . Skripsi. Bogor: Departemen Kimia FMIPA IPB. Sarker, S. D., Z. Latif, and A. I. Gray. 2006. Natural Products Isolation. Second Edition. New Jersey : Humana Press Inc. Pp 85. Stahl, E.. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : ITB Susilowati, E. Y.. 2006. Identifikasi Nikotin Dari Daun Tembakau (Nicotiana Tabacum) Kering Dan Uji Efektivitas Ekstrak Daun Tembakau Sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi (Scirpophaga innonata). Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Hal 17. Wallis, T.E. 2005. Textbook of Pharmacognosy. Fifth Edition. New Delhi : CBS Publishers & Distributors. Yanti, Mella. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Ekstrak Daun Sirsak Hutan (Annona glabra). Skripsi. Bogor : Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor.
View more...
Comments