Laporan Praktikum Biologi Perilaku - Preferensi Suhu Ikan Guppy
March 4, 2017 | Author: Rifki Muhammad Iqbal | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Praktikum Biologi Perilaku - Preferensi Suhu Ikan Guppy...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU “Preferensi Suhu Black-Molly dan Guppy (Poecillia sp)”
Disusun Oleh : Nama
: Rifki Muhammad Iqbal
NIM
: 1211702067
Nama Asisten
: Tiessa Pertiwi
Nama Dosen
: Ucu Julita, M.Si
Tanggal Praktikum
: 19 November 2013
Tanggal Pengumpulan
: 26 November 2013
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan
keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut Artinya bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dantingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Tunas, 2005). Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Aprianto dan Liviawati, 1992). Menurut Soetjipta (1993), air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripadadi udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama. Oleh karena itu, mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Hooleet al., dalam Tunas, 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta, 2004). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa species mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu airyang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya, 2005). Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius, 1992). 1.2.
Tujuan Mengetahui preferensi suhu pada ikan guppy (Poecilia reticulata) terhadap suhu air
yang berbeda-beda.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Adaptasi Organisme Adaptasi diartikan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan (Djamal. 1992; 58). Djamal menambahkan bahwa bahwa ada beberapa jenis adaptasi yakni; adaptasi morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku.
2.2. Biologi Ikan Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki keanekaragaman sangat besar (Sukiya. 2005; 33). Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia (Fujaya,1999 dalam Dhamadi. 2009). Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air, seperti vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat tergantung atas suhu lingkungan (Sukiya.2005;9-10). Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa beberapa ikan mempunyai perilaku istimewa seperti ikan Glodok yang dapat berjalan di atas daratan dan memanjat pohon.
2.3. Fisiologi Respirasi Ikan Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999; 103). Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan masuk menuju farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang, peristiwa ini melibatkan kartilago sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa lamella insang berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam air.
Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk mengeluarkan air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang operkulum di sebelah sisi lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan operculum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan.
2.4. Pengaruh Suhu Air terhadap Ekosistem Perairan Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan air peka terhadap perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografisnya, ketinggian tempat, lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air (Tunas. 2005;16, 18). Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Kanisius. 2005; 22-23): a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. b. Kecepatan reaksi kimia meningkat c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. Selanjutnya menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu air dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawasenyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25 menjadi 300C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter.
2.5. Pengaruh Suhu Air terhadap Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ikan Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit (Tunas. 2005;16). Selanjutkan Tunas menambahkan bahwa ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas. 2005;16-17). Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
Penelitihan oleh Kuz’mina et al. (1996 dalam Tunas. 2005) menunjukkan bahwa suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-proses biologis ikan. Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu, aktivitas protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi dijumpai pada musim gugur (Hofer, 1979a ; 1979b dalam Tunas. 2005; 18). Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.
BAB III METODE
3.1. Alat dan Bahan Bahan
Alat
10 ekor guppy (Poecillia reticulate)
Kanal pengamatan preferensi suhu
Air bersih
Stop watch
Es batu
Thermometer
Korek api
Jaring kecil / Kasa
Label
Bunsen / Pembakar spirtus
3.2. Cara Kerja 1. Pengamatan morfologi Poecillia sp a)
Sebagai objek penelitian perilaku preferensi suhu digunakan 10 ekor ikan. Jaring kecil dibutuhkan untuk memindahkan ikan.
b) Ambil seekor Poecillia sp dan amatilah morfologinya melalui mikroskop stereo dan catatlah bagian tubuh ventral.
2. Penyusun kotak kanal pengamatan a)
Susun dan siapkan kotak kanal pengamatan preferensi suhu. Kotak ini memiliki ruang di kedua ujungnya untuk menaruh es dan tempat memanaskan air dengan menggunakan pembakar bunsen.
b) Isi kotak kanal dengan air ledeng yang bersih. c)
Kotak kanal dibagi menjadi lima zona dengan panjang masing-masing bagian sekitar 10 cm.
d) Sebagai alat pengukur suhu, digunakan thermometer raksa sebanyak 5 buah dan simpan satu buah di setiap zona dengan cara digantungkan pada penyangga yang dirangkaikan pada kanal.
3. Pengamatan perilaku preferensi suhu a)
Masukkanlah 10 ekor Poecillia ke dalam kotak kanal pengamatan suhu yang sebelumnya telah disusun.
b) Mula-mula, kanal dirangkai seperti pada tahap 2. Kotak percobaan diisi dengan air secukupnya sehingga ikan yang dimasukkan ke dalamnya dapat berenang bebas. Ikan diberi waktu 10-15 menit untuk menyesuaikan diri (habituasi). Saat habituasi tersebut, catat pada zona mana ikan berada. c)
Masukkan es ke salah satu ujung kanal dan pembakar Bunsen di ujung lainnya. Waktu t0 dihitung mulai ketika es sudah dimasukkan ke satu sisi dan pembakar Bunsen dinyalakan di sisi lainnya.
d) Setiap interval waktu 10 menit, banyak ikan di setiap zona suhu dihitung dan perubahan suhu pada zona tersebut dicatat. Perhitungan dalam satu interval waktu (10 menit) dilakukan sebanyak lima kali pengulangan (berarti penghitungan dilakukan setiap 2 menit sekali). e)
Penghitungan dan pencatatan dilakukan sebanyak 5 interval waktu, yaitu selama 50 menit. Jadi, jumlah total data untuk setiap kelompok pengamtan adalah 25 buah (5 interval waktu dikalikan 5 pengulangan).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan Tabel 1. Data hasil pengamatan perilaku ikan guppy terhadap preferensi suhu pada setiap zona. Waktu (tiap 10 menit)
(1) 10’
(2) 10’
(3) 10’
(4) 10’
(5) 10’
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Zona I T C ∑ ikan 25 3 25 0 24 2 24 0 23 0 23 0 23 0 23 0 23 0 23 0 23 0 23 3 23 3 23 0 23 2 23 0 23 1 23 5 24 2 24 0 24 0 24 0 24 10 24 10 24 0 0
Zona II T C ∑ ikan 28 0 27 6 26 0 25 0 25 1 25 4 25 4 25 0 25 0 25 8 25 2 25 6 25 6 25 1 25 10 26 7 26 11 26 7 26 10 26 2 26 11 26 10 26 2 26 2 26 12 0
Zona III T C ∑ ikan 29 0 29 0 29 3 29 1 29 7 29,5 6 30 6 30 12 30 1 29,5 3 30 1 30 3 29 0 29 0 29 9 29 0 29 0 29 0 29 0 29 0 29 0 29 1 30 0 30 0 30 0 0
Zona IV T C ∑ ikan 29 3 29 4 29 0 31 0 32 4 33 2 33 0 33 0 33 0 34 0 34 0 34 0 34 0 34 0 34 0 32 0 32 2 32 0 32 0 31 0 30 0 30 2 30 1 30 0 30 0 0
Zona V T C ∑ ikan 31 5 32 3 33 3 32 8 32 1 36 0 35 0 33 0 32 9 34 0 33 3 33 3 32 2 32 2 32 0 34 5 34 0 33 0 32 0 32 9 34 0 35 0 35 0 34 0 34 0 0
4.2. Pembahasan Pada praktikum ini sampel yang digunakan yaitu ikan guppy (Poecillia reticulata), karena ikan ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, berdarah dingin, pergerakan yang mudah diamati, serta mudah mengatur suhu lingkungannya. Ikan ini adalah jenis ikan hias kecil yang mudah ditemukan di pasaran.
Preferensi suhu melibatkan banyak fungsi fisiologis dalam mempertahankan homeostatis, dengan homeostatis sebagai mekanisme pengaturan diri agar tetap terjadi kestabilan lingkungan internal sebagai tanggapan terhadap kondisi lingkungan eksternal yang dapat diubah-ubah. Setelah dilakukan pengujian dan pengamatan terhadap perilaku ikan ini, didapatkan data seperti diatas, dan dilakukan pengolahan statistik menggunakan analisis variasi (ANOVA), dan didapatkan sebagai berikut : Tabel 2. ANOVA jumlah ikan untuk setiap zona suhu. ANOVA Jumlah ikan Sum of Squares
Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1652.032
4
413.008
144.800
120
1.207
1796.832
124
F
342.272
Sig.
.000
Berdasarkan tabel ANOVA diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikasi jumlah ikan pada setiap zona memiliki nilai signifikasi 0.000, dengan ini nilai signifikasi yang < dari 0.05 menujukkan bahwa nilai signifikasi pada uji tersebut berbeda nyata. Tabel 3. Suhu pada masing-masing zona 10 Min Max Range Rata-rata
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Zona 4
Zona 5
23 25 23-25 23.52
25 28 25-28 25.64
29 30 29-30 29.34783
29 34 29-34 31.8
31 36 31-36 33.16
Berdasarkan data pengamatan jumlah ikan relatif banyak di zona II yang memiliki suhu antara 25-26oC, sedangkan zona yang jarang terdapat ikan yaitu pada zona IV, hal ini mungkin dikarenakan suhu air pada kedua zona ini terlalu dingin dan terlalu panas atau mungkin karena pada saat pengamatan ikan / penghitungan ikan pada setiap 2 menit sekali ikan terkejut atau dikejutkan dengan gerakan kami yang mendekati ikan karena kan menghitung jumlahnya.
Grafik banyaknya ikan pada masing-masing zona yang berbeda-beda suhunya.
Jumlah ikan pada masing-masing zona 140
Jumlah ikan (Total)
120 100 80 60 40 20 0 Zona I
Zona II
Zona III
Zona IV
Zona V
Zona
Grafik diatas menunjukan jumlah ikan yang terbanyak pada zona II dan yang paling sedikit pada zona IV. BAB V KESIMPULAN Berdasarkan data dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tempat atau zona yang paling banyak terdapat ikan pada saat penghitungan adalah zona II karena suhu air pada zona II ini tidak terlalu panas, yaitu sekitar 25-26oC, sedangkan zona yang paling sedikit terdapat ikan adalah zona IV.
DAFTAR PUSTAKA Djamal, Zoer’aini.1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Penerbit P.T Bumi Aksara: Jakarta. Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit Institut Teknologi Bandung: Bandung. Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Penerbit P.T Rineka Cipta: Jakarta. Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbis Kanisius: Yogjakarta. Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Yogjakarta. Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Penerbit Universitas Negeri Malang: Malang. Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Yogjakarta.
View more...
Comments