Laporan Praktikum Bioetanol Kel 6
December 19, 2018 | Author: Reno Hidayat | Category: N/A
Short Description
prsktikum bioetanol polsri...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG
I.
TUJUAN PRAKTIKUM Mahasiswa diharapkan dapat: 1. Membuat hidrolisat kulit pisang (glukosa) melalui hidrolisis dengan asam kuat. 2. Mengolah hidrolisat kulit pisang menjadi alkohol melalui proses fermentasi .
II.
DASAR TEORI Adanya krisis energi di dunia telah mendorong para peneliti untuk mendapatkan bahan bakar alternatif sebagai penggantai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi. Bahan bakar alternatif yang layak dikembangkan adalah bahan bakar yang bersifat renewable atau terbarukan, ramah lingkungan dan efisien, khususnya yang berasal dari bahan nabati. Salah satu jenis bahan bakar nabati yang layak dikembangkan adalah bioetanol, etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi glukosa menggunakan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae. cerevisiae. Bioetanol tersebut merupakan biofuel pengganti pengganti premium ataupun biokerosin (bahan bakar nabati untuk memasak). Biokerosin merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang prospektif pada masa depan. Sebagai bahan bakar alternatif, biokerosin digunakan untuk memasak. Biokerosin dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku berupa glukosa, pati, atau selulosa. Bahan baku berupa glukosa atau gula sederhana misalnya adalah gula tebu dan buah – buahan yang telah masak. Sumber pati yang dapat diolah menjadi biokerosin contohnya adalah singkong, jagung, ubi jalar. Adapun sumber selulosa untuk bahan baku biokerosin dapat berupa merang padi, klobot jagung, singkong, ilalang, kulit pisang, kulit nanas, serat kayu dan sebagainya. Dibandingkan dengan glukosa, bahan baku berupa pati atau selulosa lebih awet dan tidak mudah rusak oleh pengaruh lingkungan. lingkungan. Jika digunakan bahan baku berupa pati atau selulosa, maka sebelum dilakukan tahap fermentasi senyawa kompleks tersebut harus terlebih dahulu diuraikan sehingga terbentuk gula sederhana. Pemecahan senyawa kompleks menjadi glukosa dapat dilakukan dengan cara hidrolisis dengan katalis asam mineral encer. Apabila bahan
baku berupa pati, maka penguraian karbohidrat kompleks dapat dilakukan secara enzimatis menggunakan cendawan aspergillus s.p. cendawan itu menghasilkan enzim alfaamilase dan glukoamilase yang berperan mengurai pati menjadi gula sederhana. Setelah menjadi gula, dilakukan fermentasi menjadi etanol dengan bantuan ragi roti (sacharomyces cereviceae). Proses utama dalam pembuatan biokerosin adalah fermentasi glukosa. Fermentasi merujuk pada proses yang meliputi pemecahan molekul organik besar menjadi molekul yang lebih sederhana sebagai hasil kinerja dari suatu mikroorganisme. Reaksi yang terjadi pada proses fermentasi biokerosin adalah : C6H12O6 + khamir
2C2H5OH + 2CO2 + panas
Pada tahun 1930-an, G. Embden dan O. Meyerhof mempelajari mekanisme fermentasi glukosa menjadi alkohol. Diketahui bahwa prosess fermentasi tersebut merupakan suatu sekuen yang terdiri atas 12 tahapan reaksi. Sejumlah enzim diperlukan untuk menjalankan serangkaian reksi tersebut. Enzim terpenting dalam proses fermentasi adalah zymase, yang diperoleh dari sel khamir saccharomyces cereviceae. Sejauh ini, bahan baku unggulan untuk produksi biokerosin di Indonesia adalah gula tebu, jagung dan singkong. Akan tetapi bahan-bahan tersebut merupakan komoditas pertanian yang ekonomis dan tergolong dalam komoditas pangan, maka perlu di upayakan penggunaan bahan baku nonpangan untuk mendukung terwujudnya industri biofuel dalam negeri. Bahan baku dari sumber nabati yang banyak mengandung selulosa merupakan alternatif yang layak untuk dikembangkan. Salah satu jenis selulosa yang dapat digunakan untuk substrat pada pembuatan biokerosin adalah limbah singkong, selain murah juga tersedia melimpah di Indonesia. Selain itu kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. (Tim Dosen Praktikum Teknologi Bioproses, 2013) 1. Bahan Baku Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat dalam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar, batang buah, kulit, dan biji sebagai cadangan makanan. Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya ketela pohon, pisang, jagung,dan lainlain (Poedjiadi A, 1994).
Kulit pisang digunakan karena mengandung karbohidrat. Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis kemudian di fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol. Bioetanol (C 2H5OH) adalah cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang mengandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium (Khairani, 2007). Komposisi kulit pisang ditunjukan pada tabel 1. Tabel 1 Kandungan Kulit Pisang Unsur
Komposisi
Air
69,80 %
Karbohidrat
18,50%
Lemak
2,11%
Protein
0,32%
Kalsium
715mg/100gr
Pospor
117mg/100gr
Besi
0,6mg/100gr
Vitamin B
0,12mg/100gr
Vitamin C
17,5mg/100gr
(Anynomous, 1978) Berdasarkan tabel 1, komposisi terbanyak kedua pada kulit pisang adalah karbohidrat. Mengingat akan hal tersebut dan prospek yang baik di masa yang akan datang, maka dari itu mencoba mencari peluang untuk memanfaatkan kulit pisang sebagai bahan baku dalam pembuatan bioethanol (Prescott and Dunn, 1959). 2. Mikroorganisme pada Fermentasi Alkohol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis reaksi biokimia pada perubahan substrat organic. Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir, jamur, dan bakteri. Mikroorganisme tersebut tidak mempunyai klorofil, tidak mampu memproduksi makanannya dengan cara fermentasi, dan menggunakan substrat organic untuk sebagai makanan.
Saccharomyces cereviseae lebih banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alkohol yang tinggi. Kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Saccharomyces cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial, karena kebanyakan bakteri tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi (Sudarmadji K., 1989). 3. Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002). Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, maka untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator. Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air, sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering digunakan adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asa m klorida. Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida sehingga persamaan reaksi yang terbentuk sebagai berikut. (C6H10O5)n+ nH2O
n(C6H12O6)
(Agra dkk, 1973) 4. Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya berlangsung agak lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki lebih cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan
mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan yang telah mengalami fermentasi serupa). Manusia
memanfaatkan
saccharomyces
cereviseae
untuk
melangsungkan
fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K., 1989). Proses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energi serta serangkaian reaksi lain yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi. Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu memutuskan ikatan glikosida se hingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam. Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel mikroba. Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah perubahan glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel saccharomyces cereviseae. C6H12O6 + saccharomyces cereviseae Glukosa
enzim zimosa
C2H5OH + 2CO2 etanol
karbondioksida
(Sudarmadji K., 1989) Fermentasi bioethanol dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : a. Media Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi bioethanol (Prescott and Dunn, 1959) b. Suhu Suhu optimum bagi pertumbuhan saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35oC. Suhu memegang peranan penting karena secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas saccharomyces cereviseae dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan (Prescott and Dunn, 1959). Pada penelitian ini pertumbuhan saccharomyces cereviseae dijaga pada suhu 27oC (Rhonny.A dan Danang J.W, 2003).
c. Nutrisi Selain sumber karbon, saccharomyces cereviseae juga memerlukan sumber nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya sebagian besar saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat, kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and Dunn,1959). d. pH pH substrat atau media fermentasi merupakan salah menentukan
satu
faktor
yang
kehidupan saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat saccharomyces
cereviseae adalah bahwa pertumbuhan dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH 4 – 6 (Prescott and Dunn, 1959). e. Volume starter Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi. Jumlah volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta dapat menghasilkan kadar alkohol yang relative tinggi (Monick, J. A., 1968). Penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah 5% dari volume fermentasi (Prescott and Dunn, 1959).Volume starter yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan volume starter akan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi. Tetapi jika volume starter berlebihan akan mengakibatkan hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri sangat tinggi. f. Waktu fermentasi Waktu fermentasi yang normal yaitu 3-14 hari, jika waktunya terlalu cepat, bakteri Saccharomyces cerevisiae masih dalam masa pertumbuhan, dan jika terlalu lama maka bakteri akan mati dan etanol yang dihasilkan tidak maksimal. g. Konsentrasi gula Konsentrasi gula yang cocok adalah 10-18 %, jika konsentrasi gulanya rendah menyebabkan fermentasi tidak optimal sedangkan apabila konsentrasi gulanya terlalu tinggi akan menyebabkan terhambatnya perkembangan saccharomyces cereviseae. 5. Alkohol Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung pati dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Bioethanol merupakan senyawa organik
yang mengandung gugus hidroksida dan mempunyai rumus umum CnHn+1OH. Istilah bioethanol dalam industri digunakan untuk senyawa etanol atau etil bioethanol dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol termasuk bioethanol primer yaitu bioethanol yang gugus hidroksinya terikat pada atom karbon primer. Sifat-sifat bioethanol yang mudah menguap, mudah terbakar, berbau spesifik, cairannya tidak berwarna, dan mudah larut dalam air, eter, khloroform, dan aseton (Rhonny. A dan Danang J.W., 2003).
III.
ALAT DAN BAHAN 1) Alat a. Blender b. Set distilasi c. Botol kaca, selang kecil, gelas plastik d. Termometer e. Hot plate f. Magnetic stirrer g. Beaker glass 50 mL h. Beaker glass 200 mL i.
Pengaduk kaca
j.
Indikator universal
k. Pipet ukur l.
Ball filler
2) Bahan a. Kulit pisang kering 120 g b. HCl 0,5 N 8,3 ml c. Gula 20 g d. Urea 0,24 g e. Ragi roti ( saccharomyces cereviceae) 10 g f. NaOH 24 butir
IV.
CARA KERJA Kulit pisang dicuci, dipotong-potong, dijemur ± 3 hari Kulit pisang kering diblender dengan campuran kulit pisang 120 gram dan air 480 ml dengan campuran kulit pisang 120 gram dan air 480 ml Bubur kulit pisang Disaring dan diambil filtratnya 200 ml filtrat Filtrat dihidrolisis dengan HCl 8,3 ml dipanaskan pada suhu 120ºC selama 35 menit Filtrat berwarna coklat pekat Filtrat ditambah gula 10% dan urea 0,12% dari volume hidrolisat Campuran filtrat + 24 butir NaOH Cek pH. Jika pH
View more...
Comments