Laporan Praktikum Bioanal p2
June 29, 2018 | Author: Inne Rosalina Yunianti | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Praktikum Bioanal p2...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM BIOANALISIS PERCOBAAN 2 PENETAPAN KADAR SGPT PADA TIKUS TERINDUKSI PARASETAMOL
Disusun Oleh : Rani Saskia Jeanita
G1F011049
Ines Nur Hendriani
G1F011051
Reza Satria Bayu Aji
G1F011053
Inne Rosalina Y
G1F011055
Sharon Susanto
G1F011057
KELOMPOK 2 KELAS A Asisten : Mohammad Nur Khasan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO
2014
PERCOBAAN 2 PENETAPAN KADAR SGPT PADA TIKUS TERINDUKSI PARASETAMOL
A. Tujuan
Melakukan penetapan kadar SGPT pada sampel darah tikus terinduksi parasetamol Pendahuluan
Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah kanan atas rongga perut, tepat dibawah diafragma (sekat yang membatasi daerah dada dan perut). Bentuk hati seperti prisma segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,251,5 kg dengan berat jenis 1,05. Ukuran hati p ada wanita lebih kecil dibandingkan pria dan semakin kecil pada orang tua, tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar dan kemampuan untuk regenerasi yang besar pula. Jaringan hati dapat diambil sampai tiga perempat bagian dan sisanya akan tumbuh kembali sampai ke ukuran dan bentuk yang normal. Jika hati yang rusak hanya sebagian kecil, belum menimbulkan gangguan yang berarti (Wija yakusuma, 2008). Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh deretan sel-sel hati sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hati terkena infeksi virus seperti hepatitis, sel-sel hati bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu bercampur (Wijayakusuma, 2008). Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat metabolisme kebanyakan zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum operasi terencana (Sabiston, 1992). Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari 500 fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hati : 1.
Menampung darah
2.
Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3.
Memproduksi dan mengekskresikan empedu
4.
Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat)
5.
Membantu metabolisme lemak
6.
Membantu metabolisme protein
7.
Metabolisme vitamin dan mineral
8.
Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi)
9.
Mempertahankan suhu tubuh
(Wijayakusuma, 2008). Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama yang masih populer (Saucher dan McPherson, 2002). Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut “ glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “ glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim
ini seandainya terjadi
defisiensi vitamin b6 (missal,
hemodialysis, malnutrisi) (Saucher dan McPherson, 2002). Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur-jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT (Saucher dan McPherson, 2002). Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan peningkatan
baik
aminotransferase
AST setiap
maupun minggu
ALT
menjadi
mungkin
sangat
ribuan
IU/Liter.
bermanfaat
untuk
Pngukuran memantau
perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain (Saucher dan McPherson, 2002). Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim transaminase yang dihasilkan oleh sel-sel hati. Bila sel-sel hati mengalami kerusakan, biasanya kadar enzim ini akan meningkat. Enzim SGPT (ALT) berpern dalam deaminasi asam amino, pengeluaran gugus amino dari asam amino (Hayes, 2007). Pada SGPT, serum yang akan dianalisis direaksikan dengan α-ketoglutarat dan :-alanin dalam larutan buffer. Penurunan NADH diukur secara fotometri yang sebanding dengan aktivitas enzim SGPT (Sandritter dan Thomas, 1988). Berikut adalah reaksi dan kerja enzim SGPT
Peningkatan SGPT dalam darah dapat terjadi apabila ada pelepasan enzim secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan oleh nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut, misalnya nekrosis hepatoseluler atau infark miokard akut (Elya, 2010). Enzim tersebut akan meningkat terlebih dahulu dan peningkatannya lebih drastis bila dibandingkan dengan enzim-enzim lainnya (Amin, 1995). B. Prinsip Analisa
Pemilihan metode bergantung pada tujuan studi, metode analisis untuk penetapan kadar obat dan sifat produk obat. Data darah dan data urin lazim digunakan untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiat telah diketahui cara dann validitasnya. Jika cara dan validitasnya belum diketahui dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif, seperti efek pada kecepatan denyut jantung atau tekanan darah yang dapat digunakan sebagai indeks ketersediaan hayati obat. Untuk evaluasi keters ediaan hayati menggunakan data respon klinis dapat mengalami perbedaan antar individu akibat farkokinetika dan farmakodinamik obat yang berbeda. Faktor farmakodinamik yang berpengaruh meliputi: umur, toleransi obat, interaksi obat dan faktor-faktor patofisiologik yang tidak diketahui (Shargel, 2005). Dalam ilmu kefarmasiaan spektrofotometri digunakan untuk menganalisis kadar obat. Spektrofotometri dapat mengindikasikan bahwa setiap obat harus dapat bekerja secara maksimal dalam tubuh terutama dalam hal penyerapannya. Prinsip yang digunakan adalah suatu molekul obat dapat menyerap ultraviolet dan cahaya tampak dengan kemungkinan bahwa elektron molekul obat akan tereksitasi ke tingkat energi yang tinggi. bertujuan untuk menetukan kadar obat secara spekrofotometri serapan pada daerah ultraviolet dan cahaya tampak (Gandjar, 2007). Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm (Anonim, 1979). Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet (Khopkar, 2003).
C. Alat Dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum adalah spektrofotometer uv-vis, vortex, tabung reaksi, pipet ukur, beaker glass, pipet tetes, vacutainner , sentrifugator, pipet volum, filler, sonde, mortir, stemper. Bahan-bahan yang digunakan adalah parasetamol, CMC-Na, aquades, piridoksil fosfat, reagen 1 (Buffer tris pH 7,5 100 mmol/L; L- alanine 500 mmol/L; LDH ≥1800 U/L), reagen 2 (2-oxoglutarat 15 mmol/L; NADH 0,18 mmol/L).
D. Prosedur Percobaan
1. Perlakuan Parasetamol dosis toksik
- Dilarutkan dalam CMC – Na 1% - Dipejankan pada tikus satu hari sebelum percobaan Hasil
2. Pengukuran kadar SGPT 400 µl sampel darah
Ditampung dalam vacutainer
Didiamkan selama 15 menit
Disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm
Beningan
Direaksikan dengan piridoksil fosfat
Direaksikan dengan 2000 µl reagen 1
Dicampurkan dan diinkubasi selama 5 menit
Ditambahkan 500 µl reagen 2 dan dicampur
Larutan Sampel
Hasil
diukur absorbansinya pada panjang gelombang ƛ 340 nm
E. Hasil
A1 = 1,19
ƛ = 340 nm
A2 = 1,09 A3 = 1,18 A4 = 1,12
A3-A4 = 1,18 – 1,12 = 0,06 Y = 0,048 + 0,06 x
r = 0,984
ALT = Δ A /min x faktor = 0,06 x 2148 = 128,88 U/L Kadar normal SGPT untuk tikus antara 17,5-30,2 IU/L. Hasil percobaan lebih besar dari kadar normal SGPT pada tikus yang sebenarnya.
F. Pembahasan
Pemerian 1. Paracetamol Parasetamol atau asetaminofen adalah turunan a para-aminophenol memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan aktivitas antiradang yang lemah. Parasetamol merupakan analgesik non-opioid sering dicoba pertama untuk pengobatan gejala berbagai tipe sakit kepala termasuk migrain dan sakit kepala tipe tensi (Sweetman, 1982). Struktur Kimia Paracetamol Pemerian
: Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
Berat jenis
: 1.263 g/cm3
Titik lebur
: 169°C (336°F)
Rumus struktur
:
Kelarutan
: Dalam air 1,4 g/100 mL atau 14 mg/mL (20°C); larut dalam air medidih, dan dalam NaOH 1 N; mudah larut dalam etanol, methanol, dimetilformamide, etilendiklorid, aseton, etil asetat, tidak larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter, pentana dan benzene
Inkompatibilitas
: Ikatan hidrogen pada mekanismenya pernah dilaporkan oleh karena itu parasetamol dihubungkan dengan permukaan dari nilon dan rayon.
Farmakodinamik : Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek anti inflamasinya sangat lemah. Farmakokinetik
: Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. (Galichet, 2004).
2. Buffer tris Tris buffer digunakan oleh ahli biokimia untuk mengontrol pH dalam kisaran fisiolagis (sekitar 7 sampai) karena fosfat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Namun ketika pengukuran pH harus dibuat pada larutan jenis lain dari efek :efek samping yang tidak diinginkan”, yang melibatkan system elektroda pH. Umumnya elektroda Chloride The Silver digunakan dengan sebagian besar kombinasi pH elektroda yange memiliki Potassium Chloride salt-bridge ini bekerja dengan baik pada sebagian besar sampel, tetapi tidak pada sampel biologis yang mengandung protein atau bahan lainnya. Konsentrasi cukup rendah pada silver ion (sekitar 0,0001M) sudah cukup untuk bereaksi dengan protein dan menghasilkan endapan larut dalam struktur cairan elektroda berpori dan dengan demikian menyebabkan kesalahan dalam pengukuran pH (R.G.Bates, 1961) 3. L-alanine Alanina (Ala, A) atau asam 2-aminopropanoat merupakan salah satu asam amino bukan esensial. Bentuk yang umum di alam adalah L-alanin (S -alanin) meskipun terdapat pula bentuk D-alanin ( R-alanin) pada dinding sel bakteri dan sejumlah antibiotika. L-alanin merupakan asam amino proteinogenik yang paling
banyak dipakai dalam protein setelah leusin (7,8% dari struktur primer dari 1.150 contoh protein)
(Tranggono, 1991) 4. LDH Laktat dehidrogenase (LD, LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah. LDH merupakan suatu molekul tetramerik yang mengandung empat subunit dari dua bentuk; H (jantung) dan M (otot), yang berkombinasi sehingga menghasilkan lima isoenzim yang diberi nama LDH1 (H4) sampai LDH5 (M4). Isoenzim-isoenzim tersebut memiliki spesifisitas jaringan yang sangat berguna dalam menentukan organ asal, yaitu :
LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, otak
LDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, otak
LDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal, tiroid
LDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, ginjal
LDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, ileum (Anonim, 2010)
5. NADH NADH adalah sebutan bagi molekul NAD+ yang tereduksi dengan penambahan 1 atom hydrogen. NADH merupakan bentuk koenzim aktif dari vitamin B3. Metabolisme etanol akan menghasilkan NADH dan mempercepat laju konversi asam piruvat menjadi asam laktat (Wikipedia, 2010)
6. CMC Na 1% Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri pangan, atau digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, Karen and Lund, 1996) . Reaksi : R OH + NaOH → RONa + H 2O R ONa + ClCH2COONa → O CH2COONa + NaCl Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (1800 U/liter. Tris pH 7,5 dalam reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas SGPT karena enzim sangat sensitif terhadap perubahan pH. L-Alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah menjadi L-
glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Piruvate Transaminase (GPT). LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan mengkatalisis reaksi dari produk perubahan L-Alanin yang dikatalis oleh SGPT, yaitu piruvat, yang akan diubah menjadi laktat. Setelah diinkubasi selama 5 menit, campuran dalam kuvet ditambahkan reagen II sebanyak 500 µl. Reagen II yang digunakan ini berisi 2-oxoglutarat 15 mmol/liter dan NADH 0,18 mmol/liter. 2-oxoglutarat akan bereaksi dengan L-Alanin membentuk L-glutamat dan piruvat dengan dikatalisis oleh enzim GPT. Enzim GPT ini akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-Alanin ke gugus keto dari alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat. Selanjutnya piruvat direduksi menjadi laktat (Marks, 2000). Reaksi tersebut dikatalisis oleh Laktat Dehidrogenase (LDH) yang membutuhkan NADH dan H+. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD+. Banyaknya NADH yang dioksidasi menjadi NAD+ sebanding dengan banyaknya enzim GPT. Hal itulah yang akan diukur secara fotometri.
Skema reaksi : Alpha-ketoglutarat + L-alanin
SGPT
Piruvat + NADH +H+
L-Laktat + NAD+
LDH
L-glutamat + Piruvat
(Marks, 2000) Campuran yang telah berisi reagen II diinkubasi selama 3 menit agar seluruh reagen
bereaksi
sempurna
dengan
sampel.
Pada
setiap
menitnya
diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 340 nm karena pada panjang gelombang tersebut, sampel akan memberikan serapan maksimum. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis karena mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaanya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang baik.Kuvet dimasukkan ke dalam Spektrofotometer UV/Vis untuk diukur absorbansinya. Namun sebelumnya dilakukan pengukuran blanko terlebih dahulu. Pembuatan larutan blanko sama dengan pembuatan larutan sampel yang akan diuji, tetapi hanya berisi reagen I dan II tanpa adanya sampel. Blanko ini berfungsi supaya alat spektrofotometer UV/Vis mengenal matriks selain sampel sebagai komponen reagen I dan reagen II. Kemudian setting blank sehingga ketika pengukuran hanya sampel yang diukur absorbansinya. Setelah itu, kuvet yang berisi sampel dimasukkan ke tempat kuvet dan
dilihat absorbansinya pada layar readout. Kuvet diambil dan diukur lagi setelah interval waktu 1 menit selama 3 menit. Selama proses pemeriksaan ini, bagian bening kuvet tidak boleh disentuh oleh tangan karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian bening kuvet terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi karena protein-protein yang terdapat pada tangan akan ikut menempel pada permukaan kuvet. Hal ini akan memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh. Pada prinsipnya, suatu molekul yang dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai akan menyerap energy dan energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, sehingga terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, dan jumlah cahaya yang diabsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasinya sesuai hukum lambert-beer. Setelah dilakukan pengukuan aborbansi, data dicatat untuk dihitung dan diinterpretasikan. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT tikus adalah 17,5-30,2 IU/L. Kemudian, dilihat dari hasil data yang didapat, menunjukan bahwa aktivitas GPT yang didapat adalah 128,88 U/L. Hasil percobaan lebih besar dari kadar normal SGPT pada tikus yang sebenarnya. Hal tersebut menunjukan bahwa ada kemungkinan hewan uji mengalami kerusakan hari atau nekrosis hati (akibat toksisitas obat atau kimia).
G. Kesimpulan
Pemeriksaanfungsi hati dapat dilakukan dengan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) dimana sampel direaksikan dengan reagen dari kit, lalu diukur absorbansi hasil reaksi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm dimana nilai SGPT yaitu 128,88 U/L, nilai tersebut lebih dari nilai rujukan yaitu 17,5-30,2 IU/L.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Ed. III , Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim. 2004. Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulose. diakses tanggal 8 Mei 2014.
Anonim. 2010. http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/laktat-dehidrogenase.html diakses tanggal 19 April 2014. Belitz, H. D. and W. Grosch. 1986. Food Chemistry. Springer Veralag Berlin Heldenberg, New York. Fardiaz, Srikandi, Ratih Dewanti, Slamet Budijanto. 1987. Risalah Seminar ; Bahan Tambahan Kimiawi (FoodAdditive). Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fennema, O. R., M. Karen, and D. B. Lund. 1996. Principle of Food Science. The AVI Publishing, Connecticut. Fennema,O.R. 1986. Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc. New York and Basel.
Gandjar, Ibnu G., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Khopkar, S. M.,
2003, Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta. Marks, Dawn B., 2000, Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis, Jakarta, EGC. Potter, N. Norman. 1986. Food Science. The AVI Publishing. Inc. Westport, Connecticut
Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Shargel Leon, Yu Andrew B.C.,
2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetik Edisi ke-2,
Airlangga University Press, Surabaya. Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal . Pustaka Bunda. Jakarta.
View more...
Comments