Laporan Praktikum Amami 2 Smt 4 - Rani Rasyida Ikrasaputri (p27834115023)
March 24, 2019 | Author: rafa | Category: N/A
Short Description
Laporan ini merupakan Hasil Praktikum analisa Air makanan dan minuman...
Description
OLEH: Rani Rasyida Ikrasaputri (P27834115023) KELOMPOK C
D-IV ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA TAHUN 2017
KEMENTERIAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN SURABAYA JL. KARANG MENJANGAN NO. 18 A SURABAYA TELP. 031.5020718. FAX. 031.5055023
Website : www.poltekkesdepkes-sby.ac.id Email : admin@poltekkesdepkes-
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN MATA KULIAH MATERI
DOSEN PENGAJAR
KIMIA AMAMI II 1. Analisa kadar air dalam bahan pangan dengan metode oven 2. Analisa kadar Vitamin C 1. Indah Lestari, S.Si., M.Kes. 2. Christ Kartika Rahayuningsih, ST., M.Si
TINGKAT/SEMESTER TINGKAT/SEMESTER HARI/ TANGGAL
2 / IV Jum’at, 19 Mei 2017
PERTEMUAN
II
1. ANALISA KADAR AIR DENGAN METODE OVEN A. Tujuan
Untuk mengetahui kadar air dalam bahan contoh dengan metode oven udara
B. Prinsip
Metode ini didasarkan pada pengeringan (proses penghilangan air) bahan makanan pada temperatur yang diatur (±105˚C) (±105˚C) hingga berat konstan dari bahan makanan tersebut dicapai (pada saat ini diasumsikan sudah tidak ada lagi air yang dapat dikeringkan). Pengeringan dilakukan menggunakan oven udara. Kehilangan bobot pada pemanasan dengan suhu ±105˚C dianggap sebagai kadar kadar air yang terdapat pada sampel. Metode ini dapat digunakan untuk bahan pangan yang mengandung gula dan lemak < 10%.
C. Dasar Teori Metode oven udara adalah salah satu jenis penentuan kadar aiar metode pengeringan.
Metode ini umum dilakukan karena tidak memerlukan peralatan yang rumit. Pada metode ini, air dihilangkan dari bahan pangan dengan pengubahan suhu yaitu diatas titik didih air
pada tekanan 1 atm (> 100 0C). perubahan suhu ini menyebabkan air dalam bahan pangan menjadi uap dan tidak terikat lagi. Beberapa persyaratan harus dipenuhi agar pemeriksaan kadar air metode oven udara dapat dilakukan, yaitu : 1. Sampel bahan pangan tidak mengandung senyawa yang mudah menguap selain air. Misalnya alkohol, eter. 2. Sampel bahan pangan tidak mengandung senyawa yang dapat menghambat penguapan air, seperti glukosa, maltosa, laktosa dan senyawa hidrat hidrat lain. 3. Sampel bahan pangan tidak mengandung senyawa yang mengalami dekomposisi pada suhu tertentu dengan mengeluarkan air dan senyawa menguap lainnya, seperti fruktosa. Sedangkan faktor yang harus diperhatikan pada penentuan kadar air metode oven udara agar menghasilkan hasil yang akurat adalah : 1. Suhu pada oven harus stabil dan tidak mengalami perubahan. 2. Hindari penyerapan air dari udara oleh bahan pangan selama proses penimbangan, didalam oven dan proses pemindahan sampel dari oven ke deksikator. Berat sampel sebelum dan sesudah perubahan suhu diukur. Perbedaan berat sampel bahan pangan tersebut dianggap sebagai berat air yang terkandung dalam bahan pangan.
D. Alat 1. Oven udara 2. Penjepit (tongs) 3. Neraca analitik 4. Desikator 5. Cawan porselin E. Bahan - Kubis F. Prosedur praktikum PERSIAPAN SAMPEL
Untuk sampel yang banyak mengandung air seperti daging, sayuran dan buah segar, timbang sampel ± 20 gram.
PERSIAPAN OVEN
Memastikan suhu di dalam oven konstan sesuai dengan suhu yang ditunjukkan secara digital.
Mengatur suhu pada oven dan biarkan stabil selama 15 menit sebelum digunakan.
PROSEDUR KERJA (SNI 01-2891-1992)
1. Cawan porselin dan tutup dikeringkan dalam oven udara selama 15 menit (tutup diletakkan disampingnya), dan didinginkan dalam desikator selama 20 menit. Timbang berat cawan porselin tersebut dan catat. Lakukan langkah tersebut berulang, hingga diperoleh berat cawan yang tetap. 2. Menimbang dengan seksama sampel yang diletakkan pada cawan porselin yang telah dikeringkan (seperti pada prosedur kerja no. 1), tanpa tutup. 3. Mengeringkan cawan porselin berisi sampel pada oven udara dengan suhu 105 0C selama 1 jam. Peletakkan cawan porselin berisi sampel dalam oven harus diperhatikan agar tidak sampai menyentuh dinding oven, serta tutup diletakkan di sampingnya. 4. Membuka oven, tutup cawan porselin berisi sampel, keluarkan dari oven udara. Dinginkan dalam desikator selama 20 menit (tutup diletakkan di samping), kemudian timbang beratnya. 5. Mengulangi prosedur 3 – 4 hingga diperoleh berat konstan. 6. Mengerjakan secara minimal duplo dengan perbedaan hasil tidak lebih dari 5%.
G. Hasil praktikum
Rumus Perhitungan : Kadar air (%) =
Keterangan : A
= Bobot cawan kosong (gram)
B
= Bobot sampel + bobot cawan mula mula (gram)
C
= Bobot sampel + bobot cawan setelah pengeringan (gram)
W = % Kadar air
Berat cawan porselin kosong (w 0) Cawan 1 = 83,1495 gram Cawan 2 = 88,6419 gram
Berat cawan porselin berisi sampel sebelum dikeringkan (w 1) Cawan 1 = 103, 232 gram Cawan 2 = 108,601 gram
Berat cawan porselin berisi sampel sebelum dikeringkan (w 2) Cawan 1 = 84,8170 gram Cawan 2 = 89,8407 gram
Penimbangan 1 :
Kadar Air (Wet Basis [W%])
= = 103,232-(84,8170-83,1495) x 100% 103,232 = 98,3%
Penimbangan 2 :
Kadar Air (Wet Basis [W%])
= = 108,601-(89,8407-88,6419) x 100% 108,601 = 98,9%
H. Pembahasan
Penetapan kadar air dalam sampel – sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan metode oven pengering, yang mana pengeringan tersebut dengan cara memasukkan cawan kosong pada oven yang telah diatur suhu dan waktunya yaitu 105˚C selama 15 menit, kemudian didesikator selama 20 menit dan ditimbang dengan neraca analitik (penimbangan dilakukan tanpa tutup). Proses ini dilakukan beberapa kali hingga diperoleh berat cawan petri kontan atau tetap (selisih berat pada penimbantan pertama dan s elanjutnya ± 0,0001 gram). Pada praktikum digunakan sampel sayur kubis dan didapat hasil perhitungan analisis kadar airnya adalah 98,6%. Menurut USDA (United States Department of Agriculture), kadar air dalam kubis adalah 92,18 g/100 g. adapun hasil praktikum menunjukkan hasil yang melebihi kadar kubis yang ditentukan karena beberapa factor seperti kelembapan udara ruangan analisa, penanganan sampel yang kurang benar dimana pada saat analisa, sampel kubis
dipotong terlalu kecil kemudian dibiarkan terlalu lama dalam ruang terbuka, sehingga kandungan air dalam sampel kubis sudah tidak dalam kondisi kubis yang benar-benar segar.
Sumber : USDA (United States Department of Agriculture) https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/2888?fgcd=&manu=&lfacet=&format=&count=&max=50&o ffset=&sort=default&order=asc&qlookup=cabbage&ds=&qt=&qp=&qa=&qn=&q=&ing=
Selain itu perbedaan ini dapat disebabkan karena pengaruh alat-alatnya seperti timbangan analitik yang sulit stabil dan karena bahan yang digunakan sudah terkontaminasi dengan bahan lain ketika penyimpanan atau ketika berada dalam desikator. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat analisis kadar air adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisa diantaranya, yaitu: 1.
Faktor yang berhubungan dengan udara pengering Yang termasuk golongan ini adalah: Suhu (Makin tinggi suhu udara maka
pengeringan akan semakin cepat), Kecepatan aliran udara pengering (Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat), Kelembaban udara (Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat), Arah aliran udara (Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin cepat kering)
2.
Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan Yang termasuk golongan ini adalah: Ukuran bahan (Makin kecil ukuran
benda, pengeringan akan makin cepat), Kadar air (Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat). Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terjadinya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan dihasilkan kadar air yang sebenarnya. Untuk bahan-bahan yang mengandung kadar gula tinggi maka pemanasan dengan suhu 100o C dapat mengakibatkan pergerakan pada permukaan bahan. Sehingga terlihat masih memiliki berat kering yang cukup tinggi.
I. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan didapat hasil analisis kadar air sampel sayur kubis adalah 98,6% Hal – hal yang perlu diperhatikan ketika analisis kadar ai r untuk menghindari terjadinya keslahan hasil akhir, adalah : 1. kelembapan udara ruang analisa dan ruang timbang tidak kurang dari 70% 2. penimbangan segera dilakukan 3. Bahan pada wadah pengering yang telah dikeringkan dalam oven harus dijaga agar tetap kering, yaitu langsung dimasukkan kedalam desikator yang kering dan berisi bahan penyerap air 4. Analisis kadar air bahan dilakukan pada saat lingkungan kelembaban udara kering atau tidak hujan.
J. Dokumentasi Analisis Kadar Air
(perlakuan sampel)
(mengoven sampel)
(menghitung berat kosong)
(menghitung cawan dan sampel yang sudah dioven)
2. ANALISA KADAR VITAMIN C A. Tujuan
Untuk menentukan kadar vitamin C pada sampel, menggunakan metode titrimetri (titrasi Iodimetri).
B. Prinsip
Vitamin C di reaksikan dengan iodine. Indikator yang dipakai adalah amilum. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari amilum. C. Dasar Teori
Vitamin C disebut juga asam askorbat, struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C 6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O 2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat merupakan vitamin yang paling sederhana. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat oksidasi namun stabil jika merupakan kristal (murni). mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia (Safaryani, dkk., 2007). Penentuan vitamin C pada suatu produk dapat dilakukan dengan cara titrasi iodimetri (dilakukan dengan PH netral asam 5-8), yaitu berdasarkan reaksi oksidasi antara iodine dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari iodin. Dalam titrasi iodimetri, iodin digunakan sebagai pengoksidasi, dan Vitamin C merupakan pereduksi yang sangat kuat maka tepat jika digunakan titrasi iodimetri. Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium , karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil maka dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi.
D. Alat
1. Buret
6. Gelas beaker
2. Pipet volume
7. Gelas ukur
3. Pipet maat
8. Blender
4. Labu ukur
9. Pipet Pasteur
5. Erlenmeyer
E. Bahan - Indikator Amylum 1%
-
Aquadest dingin
-
Larutan standar Iodium 0,01 N
-
Sampel : Buah Kiwi
F. Prosedur Kerja 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Sample ditimbang 200-300 gram dan diancurkan dalam blender sampai diperoleh slurry 3. Timbang 10-30 gram slurry, masukkan kedalam labu ukur 100 mL dan tambahkan aquadest dingin sampai tanda 4. Saring dengan krus gooch atau centrifuge untuk memisahkan filtratnya. 5. Lalu di ambil 5-25 mL filtrat dengan pipet dan masukkan kedalam erlenmeyer 125 mL 6. Tambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan tambahkan 20 mL aquadest kalau perlu 7. Kemudian titrasi dengan larutan standart iodium 0,01 N yang mengandung 16 gram KI per liter.
G. Hasil praktikum
PE NE TAPA N VI TAMI N C pada Buah Ki wi
Pembakuan Iodometri Membuat larutan baku primer KIO 3 0,01 N ; 100,0 mL
Perhitungan : g
= N x V x BE = 0,01 N x 0,1 L x 214/6 grek = 0,0357 gram ….. (Berat Rencana)
Penimbangan : Berat arloji
: 12,88555
gram
Berat rencana
: 0,0357
gram +
Rencana
: 12,92125
gram
Hasil penimbangan : 12,92135
gram
Berat arloji
: 12,88555
gram –
Berat real
: 0,03580
gram
Normalitas larutan baku primer KIO 3 0,03580 gram 100,0 mL
Massa
= N x V x BE
= N x 0,1 x 214/6
N
= 0,01005 N ….. (Normalitas KIO3)
Membuat larutan baku sekunder Na 2S2O3 . 5 H2O 0,01 N; 1000 mL
Perhitungan : Massa
= N x V x BE = 0,01 Nx 1 L x 248,21/1 grek = 2,4821 gram ….. (Berat Rencana)
Penimbangan : Berat arloji
: 7,7108
gram
Berat rencana
: 2,4832
gram +
Rencana
: 10,1929
gram
Hasil penimbangan : 10,2003
gram
Berat arloji
: 7,7108
gram –
Berat real
: 2,4895
gram
Standarisasi Na2S2O3 . 5 H2O (Iodometri)
Volume I
= 10,23 mL
Volume II = 10,70 mL
Untuk volume I (N1 x V1)KIO3
= (N2 x V2)nathio
0,01005 N x 10,0 mL = N 2 x 10,23 mL N2
= 0,0098 N ... (Normalitas Na 2S2O3.5 H2O)
Untuk volume II (N1 x V1)KIO3
= (N2 x V2)nathio
0,01005 N x 10,0 mL = N 2 x 10,70 mL N2
= 0,0094 N ... (Normalitas Na 2S2O3.5 H2O)
Pembakuan Iodimetri Standarisasi I2
Volume I
= 6,40 mL
Volume II = 6,30 mL
Untuk volume I (N1 x V1) Nathio
= (N2 x V2)Iodium
0,0098 N x 10,0 mL
= N 2 x 6,40 mL
N2
= 0,0153 N ... (Normalitas I 2)
Untuk volume II (N1 x V1)KIO3
= (N2 x V2)nathio
0,0094 N x 10,0 mL
= N 2 x 6,30 mL
N2
= 0,0149 N ... (Normalitas I 2)
Hasil Perhitungan Titrasi Sampel dengan metode Iodimetri Sampel : BUAH KIWI
Penimbangan sampel (slurry) Penimbangan 1 : Berat arloji
: 47,8355
gram
Berat rencana
: 30,000
gram +
Rencana
: 77,8355
gram
Hasil penimbangan : 77,5460
gram
Berat arloji
: 47,8355
gram –
Berat real
: 30,0205
gram
Berat arloji
: 54,2802
gram
Berat rencana
: 30,000
gram +
Rencana
: 84,2802
gram
Hasil penimbangan : 84,2846
gram
Berat arloji
: 54,2802
gram –
Berat real
: 30,0044
gram
Penimbangan 2:
Volume I 2 dalam Titrasi I odimetri Menggunakan air dingin
= 3,275 mL
Menggunakan air biasa
= 2,95 mL
Kadar Vitamin C dalam % a. Menggunakan air dingin o
Nilai N rata-rata I2 : (0,0153+0,0149) : 2 = 0,0151 N Berat sampel rata rata % Vitamin C =
: 30,1423 gram x 0,88x Pengenceran x 100%
=
x 0,88x 20 x 100%
= 0,29 % dalam gram sampel
1 ml 0,01 N iodium
= 0,88 mg Asam Askorbat
Maka, 3,275 mL I 2 x 0,88 mg Asam Askorbat = 2,882 mg Asam askorbat dalam
gram sampel B uah K iwi atau 9,5613 mg Vitamin C per 100 gram
b. Menggunakan air biasa
Nilai N rata-rata I2 : (0,0153+0,0149) : 2 = 0,0151 N Berat sampel rata rata % Vitamin C =
: 30,1423 gram x 0,88x Pengenceran x 100%
=
x 0,88x 20 x 100%
mg = 0,26 % dalam gram sampel
1 ml 0,01 N iodium
= 0,88 mg Asam Askorbat
Maka, 2,95 mL I 2 x 0,88 mg Asam Askorbat = 2,596 mg Asam askorbat dalam
gram sampel B uah Kiwi atau 8,61 mg Vitamin C per 100 gram
H. Pembahasan
Menurut (Perricone, 2007:117) Vitamin C merupakan asam askorbat, senyawa kimia yang larut dalam air. Ascorbyl palmitate adalah asam askorbat yang berkaitan dengan asam lemak untuk membuat sistem pengantar yang larut di dalam lemak untuk vitamin C. Vitamin C disebut juga asam askorbat, struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C 6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O 2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat merupakan vitamin yang paling sederhana. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat oksidasi namun stabil jika merupakan kristal (murni), Vitamin C mudah rusak dan mudah larut dalam air. Vitamin C mudah teroksidasi oleh panas, sinar, atau enzim oksidasi serta katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah. Dalam praktikum dilakukan dua perlakuan terhadap sampel yaitu, sampel pertama ketika dititrasi menggunakan air dingin sebagai campurannya dan mendapat hasil sebesar 0,29 %
dalam gram sampel. Sampel kedua ketika dititrasi menggunakan air dengan suhu normal untuk campurannya dan mendapat hasil = 0,26 % dalam
gram sampel.
Kadar vitamin C pada sampel perlakuan pertama nilai lebih besar dibandingkan dengan kadar vitamin C pada perlakuan sampel kedua. Perbedaan hasil tersebut dipengaruhi oleh suhu air yang digunakan, dimana pada suhu dingin dan dalam suasana dapat menjaga kandungan vitamin C pada sampel, mengingat sifat dari vitamin C adalah mudah rusak, mudah larut dan mudah teroksidasi jika terkena suhu panas. Sehingga pada sampel dengan perlakuan diberi campuran air suhu normal, kadar vitamin C tidak sebanyak pada sampel dengan diberi air bersuhu dingin. I. Kesimpulan
Terdapat perbedaan hasil pada analisis kadar vitamin C dalam sampel buah Kiwi, dimana sampel perlakuan pertama yaitu dengan diberi air bersuhu rendah (air dingin) memiliki nilai lebih besar, yaitu 0,29% dibandingkan sampel dengan perl akuan kedua diberi air bersuhu normal, karena pada suhu dingin kadar vitamin C lebih terjaga dan tidak mudah rusak dan teroksidasi
J. Dokumentasi analisis kadar vitamin C
(persiapan sampel)
(Hasil Standarisasi Na 2S2O3 / metode iodimetri)
(Hasil titrasi sampel aquades dingin dan suhu normal/metode iodimetri)
(Hasil standarisasi KIO 3 / metode iodometri)
(Hasil titrasi sampel aquades dingin dan suhu normal/metode iodimetri)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN SURABAYA JL. KARANG MENJANGAN NO. 18 A SURABAYA TELP. 031.5020718. FAX. 031.5055023
MATA KULIAH
Website : www.poltekkesdepkes-sby.ac.id Email : admin@poltekkesdepkes-
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN KIMIA AMAMI II
MATERI DOSEN PENGAJAR
1. Penetapan Kadar Etanol (Distilasi-Pikno) 2. Analisis Minyak Pangan 1. Indah Lestari, S.Si., M.Kes. 2. Christ Kartika Rahayuningsih, ST., M.Si
TINGKAT/SEMESTER
2 / IV
HARI/ TANGGAL
Rabu, 24 Mei 2017
PERTEMUAN
III
1. PENETAPAN KADAR ETANOL (DISTILASI-PIKNO) A. Tujuan
Untuk menentukan kadar etanol dalam suatu sampel minuman beralkohol, dengan metode destilasi.
B. Prinsip
Sampel minuman alkohol dipanaskan sampai tercapainya suhu 70°C – 80°C (titik didih etanol), etanol yang terkandung dalam minuman akan menguap dan disalurkan ke dalam sebuah pipa panjang, disaat yang bersamaan suhu uap etanol yang panas akan diturunkan suhunya secara ekstrem sehingga fase uap etanol akan berubah menjadi cair kembali (dengan kondensor liebig) Selanjutnya etanol yang sudah mencair ditampung di tempat penampungan yaitu labu ukur 100 mL.
C. Dasar Teori
Dalam ilmu kimia yang di maksud alkohol adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (-OH) sebagai gugus fungsionalnya. Alkohol adalah istilah yang umum di pakai di masyarakat, sedangkan istilah kimia dari alkohol adalah etil alkohol
(etanol) dengan rumus C 2H5OH. Alkohol murni adalah alkohol yang hanya mengandung etil alkohol, sediki air, serta bebas dari bahan-bahan lain yang berbahaya bagi manusia. Alkohol ini biasa di gunakan untuk pembuatan minuman keras, pelarut minyak, pelarut obat-obatan, serta untuk keperluan industri lainnya. Alkohol teknis adalah alkohol yang selain mengandung etil alkohol dan juga masih mengandung bahan ikutan lain yang membahayakan manusia antara lain : metil alkohol, aldehid, ester, dan lain-lainnya (Day, R.A,1992). Destilasi adalah suatu proses penguapan yang diikuti oleh pengembunan. Destilasi dilakukan untuk memisahkan suatu cairan dari campurannya apabila komponen lain memiliki titik didih jauh lebih tinggi tidak ikut menguap (Ristiyani, 2008). Prinsip destilasi yaitu pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkkan perbedaann titik didih. Dalam penyulingan, campuran zat didihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didingankan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.metode ini termasuk suku unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. (Widjaja, 2011). Jenis-jenis dari destilasi adalah destilasi sederhana, destilasi fraksionasi, destilasi azeotrop, destilasi kering dan destilasi vakum (Van Winkel, 1967). Bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25°C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama (Depkes RI, 1979). Kadar etanol dapat ditetapkan berdasarkan bobot jenis destilat Setelah sampel ditampun akan diukur berat jenisnya dengan piknometer, berat jenis larutan etanol dapat diukur dengan piknometer. Berat jenis larutan etanol semakin kecil, maka kadar etanol di dalam larutan tersebut semakin besar. Hal ini dikarenakan etanol mempunyai berat jenis lebih kecil daripada air sehingga semakin kecil berat jenis larutan berarti jumlah atau kadar etanol semakinbanyak.Lalu hasilnya dilihat menggunakan Tabel Bobot Jenis dan Kadar Etanol pada farmakope. D. Alat a. Neraca Analitik
g. Labu iod
b. Piknometer
h. Lemari pendingin
c. Kondensor liebig
i.
Labu ukur 100 mL
d. Pompa air
j.
Corong
e. Statif
k. Heater
f. Labu destilasi
l.
Erlenmeyer
E. Bahan
Sampel : minuman beralkohol cukrik Aquadest
F. Prosedur praktikum 1. Memipet sebanyak 100,0 ml sampel, masukkan dalam labu destilasi
2. Melakukan destilasi sampel pada suhu 70°C - 80°C dan ditampung pada destilat pada labu ukur 100,0 mL. 3. Setelah destilasi selesai, menunggu hingga destilat dalam labu ukur dingin kemudian add aquades hingga tanda tera. 4. Menuang larutan destilat ke dalam labu iod dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin . 5. Menentukan BJ larutan destilat pada suhu 20°C dengan menggunakan piknometer.
Perhitungan 1) Massa piknometer kosong
=
A
gram
2) Massa piknometer + aquades
=
B
gram
(20°C)
3) Massa piknometer + destilat
=
C
gram
(20°C)
4) Massa jenis aquades
=
D
gram
(20°C)
5) Volume piknometer :
6) BJ etanol :
7) Melihat tabel hubungan Y dengan kadar etanol
G. Hasil praktikum Hasil perhitungan :
Bobot piknometer kosong (A)
= 43,5585 g
Bobot piknometer + Aquades (B)
= 94,2741 g
Bobot piknometer + Destilat alkohol (C)
= 93,1631 g
Berat jenis Aquades 20 oC
= 0,99823
Volume piknometer (X) =
=
= 50,8055
BJ Alkohol (Y)
=
=
= 0,9763 (lihat tabel)
Dari tabel :
0,9760 = 19,4 0,9770 = 18,5
Selisih kadar = 19,4 – 18,5 = 0,9 Selisih BJ
= 0,9770 – 0,9760 = 0,001
Kadar Alkohol
=19,4
=19,4
= 19,4
– 0,27
= 19,13%
Golongan Kadar Alkohol menurut SN I :
Golongan A
= 1-5 % (Bir)
Golongan B
= 5-20 % (Anggur)
Golongan C
= 20-55 % (Whisky dan Brandy)
H. Pembahasan
Destilasi sederhana sdalah tehnik pemisahan kimia dua atau lebih komponen yang memiliki ntitik didih sehingga yang titik didihnya kebih rendah akan lebih dulu menguap. Selama proses destilasi suhu di pertahankan pada suhu 70°C, agar yang menguap adalah alkohol bukan air atau senyawa lain yang terkandung pada sampel. Dalam proses destilasi, terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembalian kembali uap menjdi cair. Proses destilasi pada sampel minuman beralkohol diawali dengan tahap pemanasan, dimana senyawa yang tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan menguap terlebih dahulu karna itik didihnya rendah, dan uap tersebut bergerak menuju kondensor. Dikondensor terjadi proses pendinginan karena air dialirkan kedinding sehingga uap akan kembali menjadi cair, proses ini terjadi sampai larutan terpisah. Pemasangan kondensor (kondesor Liebig) berfungsi untuk mendinginkan uap yang masuk lalu mengubahnya menjadi dalam bentuk cairan yang murni sebagai hasil destilasi (destilat). Kondensor harus dialiri dengan air dingin, air dingin masuk melalui pipa bawah kondensor karena jika dari atas, air dalam kondensor tidak memenuhi isi kondensor secara sempurna sehingga tidak dapat digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap yang mengalir,. Kemudian uap yang mengembun pada kondensor diubah menjadi dalam bentuk cairan murni sebagai destilatnya, destilat tersebut ditampung dalam erlenmeyer atau labu ukur. Untuk mendapatkan distilat murni yang maksimal diperlukan suhu pemanasan yang konstan. Pada proses destilasi ini, etanol / alkohol akan menguap terlebih dahulu pada suhu sekitar 70 – 80 °C. Labu destilasi diisi sampel dan aquades sebaiknya tidak melebih 2/3 bagian dari labu destilat karena ketika mendidih, cairan bisa naik ke atas dan keluar ke penampung destilat karena perbedaan suhu dan tekanan sehingga menghasilkan destilat yang tidak murni.
Proses destilasi dihentikan ketika sudah tidak terlihat lagi butiran butiran uap alkohol yang mengalir pada kondensor, labu destilasi jangan dibiarkan hingga kering, karena ditakutkan labu destilasi tersebut akan pecah karena isi didalamnya telah habis dan suhu labu destilasi sangatlah tinggi. Pada praktikum digunakan sampel cukrik, hasil destilasi sampel tersebut diperoleh kadar etanolnya adalah 19,13%. Dimana menurut SNI tentang golongan kadar alcohol, sampel cukrik termasuk kedalam golongan B (5 - 20%)
I. Kesimpulan
Hasil dari praktikum ini, didapatkan kadar etanol/alkohol dalam sampel cukrik murni tanpa oplosan yaitu 19,13%
J. Dokumentasi Hasil Analisis Kadar Alkohol
(menghitung massa piknometer, massa piknometer + distilat, massa piknometer +aquades, dan menghitung vulome piknometer )
Rangkkaian proses destilasi
2. ANALISIS MINYAK PANGAN
Penentuan Bilangan Asam A. Tujuan
Untuk menentukan Bilangan Asam pada minyak pangan menggunakan metode titrimetric (titrasi alkalimetri) B. Prinsip
Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak atau lemak. Penentuan jumlah asam lemak bebas dalam sampel menggunakan titrasi alkalimetri. Jumlah asam lemak bebas dalam sampel ekuivalen dengan jumlah basa yang digunakan sebagai titran. C. Dasar Teori
Kualitas minyak goreng ditentukan dari komponen asam lemak penyusunnya, yakni golongan asam lemak jenuh atau tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh mengandung ikatan rangkap. Sebaliknya, asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap. Asam lemak yang memiliki semakin banyak ikatan rangkap akan semakin reaktif terhadap oksigen sehingga cenderung mudah teroksidasi. Sementara itu, asam lemak yang rantainya dominan mengandung ikatan tunggal cenderung lebih mudah terhidrolisis. Kedua proses kerusakan tersebut dapat menurunkan kualitas minyak. Reaksi penting lain adalah hidrogenasi, yaitu penjenuhan ikatan rangkap oleh hidrogen. Beberapa studi yang melakukan pengujian kimiawi terhadap minyak jelantah, memperlihatkan bahwa kualitas minyak menurun terutama pada bilangan peroksida
dan bilangan asam dibandingkan dengan nilai
rujukan
yang
disyaratkan.Nilai rujukan yang dipakai di dalam negeri untuk minyak goring adalah nilai dari Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti pada Tabel 1 :
Sumber : Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol 3.2.2013: 77-88, Kualitas Minyak Goreng… (Asri Sulistijowati Suroso)
Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada minyak terutama pada saat pengolahan . Asam lemak merupakan struktur kerangka dasar untuk kebanyakan bahan lipid (Agoes, 2008).Bilangan Asam atau angka asam adalah jumlah miligram KOH (Kalium Hidroksida) yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. C. Alat 1. Neraca analitik
7.
Pipet tetes
2.
Erlenmeyer 250 mL
8.
Gelas beaker
3.
Labu ukur 100 mL
9.
Corong kaca
4.
Pipet volume 10 mL
10. Kertas saring
5.
Gelas ukur
11. Tissue
6.
Buret 50 mL
D. Bahan Sampel : minyak jelantah
REAGENSIA :
Aquadest NaOH / KOH 0,1 N
H2C2O4 0,1 N
Indikator PP 1%
Alkohol netral (50 ml alkohol 96% ditambah indikator PP 2 tetes lalu tambahkan tetes demi tetes NaOH 01 N
sampai terbentuk warna
merah muda, homogenkan)
E. Prosedur praktikum
PENI MBANGAN SAMPEL Sampel yang di analisis ditimbang dengan jumlah seperti pada tabel B. Bilangan asam yang diharapkan
Berat sampel (g)
˂1
20
1-4
10
4-15
2,5
15-75
0,5
˃75
0,1
Tabel B. Jumlah penimbangan sampel untuk analisis bilangan asam pada minyak
pangan
PR OSED UR K E R JA (SNI 01-35 -3555-19 -1994) 1. Menimbang sample dan memasukkan ke dalam erlenmeyer. 2. Menambahkan 100 mL etanol 95% netral, kocok. Tambahkan 3-5 tetes indikator fenolftalein. 3. Mentitrasi larutan dengan larutan KOH 0,1 N yang telah distandarisasi. Titik akhir tercapai bila warna merah muda (pink) nampak selama 10 detik. Jika larutan KOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi melebihi 20,0 mL gunakan larutan KOH dengan konsentrasi 0,5 N. 4. Melakukan minumal secara duplo hingga perbedaan hasil ˂ 5%
F. Hasil praktikum
Pembakuan Alkalimetri a. Pembuatan Larutan Standar Primer H 2C2O4 0,1 N 100 mL
Gram = V x N x BE BE = 0,1 L x 0,1
⁄ x 190,685 ⁄
= 0,63035 gram b. Penimbangan H2C2O4
Wadah = 12,88562 Zat
= 0,63035
+
W + Z = 13,51597 (target penimbangan) penimbangan) (Hasil penimbangan) penimbangan) W + Z = 13,51588 Wadah = 12,88562 Zat
= 0,63026 gram (berat sebenarnya)
c. Normalitas H2C2O4
N
=
=
=
= 0,0999 N
d. Standarisasi KOH dengan H2C2O4
Diperoleh : Titrasi 1 11,7 mL Titrasi 2 11,7 mL Vrata-rata =
= 11,7 mL
NORMALITAS KOH
N1
x
V1
=
N2
x
V2
10,0
=
N2
x
11,7
=
N2
NKOH
= 0,0853 N
0,0999 x
A. HASIL ANALISIS SAMPEL TANPA PERLAKUAN PEMANASAN 1. Penimbangan Sampel Tanpa Perlakuan Pemanasan
Diperoleh Berat Sampel Sampel pada Erlenmeyer 1 = 20,0153 gram Berat Sampel pada Erlenmeyer 2 = 20,0096 gram
Total berat sampel =
= 20,03 gram
2. Titrasi Sampel Tanpa Perlakuan Pemanasan
Diperoleh :
Titrasi 1 = 3,20 mL Titrasi 2 = 3,25 mL
Volume rata-rata
=
=
= 3,225 mL
3. Penetapan Kadar Sampel Tanpa Perlakuan Pemanasan
Bilangan Asam
=
=
= = 0,77
⁄
B. HASIL ANALISIS SAMPEL DENGAN PERLAKUAN PEMANASAN 1. Penimbangan Sampel Dengan Perlakuan Pemanasan
Diperoleh
Berat Sampel pada Erlenmeyer 1 = 20,0045 gram Berat Sampel pada Erlenmeyer 2 = 20,0670 gram
Total berat sampel = 2. Titrasi Sampel Dengan Perlakuan Pemanasan
Diperoleh :
Titrasi 1 = 2,30 mL Titrasi 2 = 2,35 mL
= 20,04 gram
Volume rata-rata
=
=
= 2,325 mL
3. Penetapan Kadar Sampel Dengan Perlakuan Pemanasan Bilangan Asam
=
= = = 0,55
⁄
G. Pembahasan Bilangan asam adalah menandakan jumLah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 gram sampel minyak goreng. Pada praktikum yang dilakukan menggunakan metode titrimetri (titrasi alkalimetri). Penambahan alkohol pada sampel dengan tujuan agar minyak dapat mudah larut sehingga dapat bereaksi dengan basa alkali dan dapat dengan mudah dititrasi, mengingat sifat dasar dari minyak adalah tidak dapat larut dalam air. Pada praktikum dilakukan dua perlakuan pada sampel, yaitu sampel yang dipanaskan terlebih dahulu kemudian dititrasi dan sampel yang tidak dipanaskan (langsung dititrasi setelah penambahan alkohol). Hasil praktikum menunjukkan perbedaan pada kedua sampel tersebut dimana sampel
dengan perlakuan
dipanaskan memiliki nilai bilangan asam 0,5 (lebih kecil) daripada sampel yang tidak dipanaskan, dan termasuk ke dalam nilai standart mutu minyak berdasarkan SNI yaitu maksimal nilai bilangan asam suatu minyak goreng adalah 0.60. seharusnya sampel yang digunakan dapat memiliki nilai bilangan asam lebih besar mengingat kondisi secara fisik sampel yang dianalisis
ini sudah kental dan berwarna coklat gelap, menandakan bekali-kali bekas pakai. Proses pemanasan pada perlakuan pertama sampel minyak adalah untuk menekan proses hidrolisis suatu minyak, agar jumlah jumlah minyak yang terhidrolisis tidak terlalu banyak, sehingga ketika proses titrasi dengan basa alkali, hanya membutuhkan sedikit KOH untuk menetralkan kandungan asam lemak bebas dalam sampel.
Mengingat sifat minyak yang mudah teroksidasi pada suhu kamar tanpa diberi perlakuan apapun, oleh krn itu Untuk menekan terjadinya hidrolisis pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yg tidak terlalu tinggi sekitar 177-221 derajat C. Minyak yg digunakan dlm praktikum ini sudah berbulan – bulan digunakan berkali-kali, seharusnya untuk hasil perlakuan normal pun nilainya lebih tinggi dari yang didapat (bisa sampai nilai 1 lebih) namun hasil yang didapat ini hanya berbeda tidak jauh dr SNI mutu minyak 0,6. Diketahui sampel yg digunakan sering dipakai untuk menggoreng bawang-bawangan. (dimana golongan bawang-bawangan memiliki antioksidan yang berguna untuk menghambat proses oksidasi pada minyak sehingga tidak terbentuk peroksida yg akan menguraikan asam lemak menjadi aldehid dan keton sebagai penyebab ketengikan)
H. Kesimpulan Terdapat perbedaan hasil pada analisis bilangan asam pada sampel d engan perlakuan pemanasan dengan sampel yang tidak dipanaskan. Sampel yang dipanaskan memiliki bilangan asam 0,55 0,77
⁄ sedangkan sampel yang tidak dipanaskan didapat nilai
⁄ . Pemanasan bertujuan untuk menekan proses hidrolisis pada minyak
sehingga didapat nilai bilangan asam yang tidak terlalu besar.
I. Dokumentasi analisis bilangan asam
Penentuan Bilangan Iodium Metode Hanus A. Tujuan
Untuk menentukan Bilangan Iodium menggunakan metode Hanus pada minyak pangan. B. Prinsip
Bilangan Iodium didefinisikan sebagai jumlah gram Iodium yang diserap oleh 100 gram lipid. Nilai yang didapat menunjukkan derajat ketidakjenuhan lipid C. Dasar Teori Bilangan iodine menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan yang jenuh. Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dimana asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan yang jenuh. Bilangan iodine juga menyatakan
jumlah gram iodine yang diserap dalam satu gram minyak. Metode yang dapat digunakan pada penetapan bilangan Iodium adalah metode Hanus dan metode Wijs. Analisis dengan kedua metode ini akan memberikan hasil sedikit berbeda tetapi masih dalam rentang variasi perbedaan bilangan Iodium dalam lemak/minyak tersebut. Penentuan bilangan Iodium dalam lemak/minyak dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah Iodium (berlebih) ke dalam lemak/minyak. Iodium akan berikatan dengan asam lemak tak jenuh pada sampel dan memberikan sisa Iodium yang tidak bereaksi. Kemudian titrasi Iodometri dilakukan untuk menentukan jumlah Iodium awal (titrasi blanko) dan jumlah Iodium sisa (titrasi sampel). Jumlah Iodium yang bereaksi dan setara dengan jumlah asam lemak tak jenuh pada sampel, didapatkan dari pengurangan jumlah Iodium awal dan Iodium sisa. Reaksi titrasi Iodometri yang dilakukan, ditunjukkan pada reaksi : I2 + 2Na2S2O3
D. Alat 1. Neraca analitik
Na2S4O6 + 2NaI
7.
Pipet tetes
2.
Erlenmeyer 250 mL
8.
Buret 50 mL
3.
Labu ukur 100 mL
9.
Gelas beaker
4.
Labu Iod
10. Corong kaca
5.
Pipet volume 10 mL
11. Kertas saring
6.
Gelas ukur
12. Tissue
E. Bahan
Sampel : Minyak Jelantah
REAGENSIA : a. Pereaksi Hanus Larutkan 13,2 gram I2 dalam 1 L asam asetat glasial. Jika selurh Iodium sudah larut dan larutan telah dingin, tambahkan Brom (Br 2) secukupnya, umumnya 3 mL.
b. Kloroform c. Larutan KI 15% d. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N e. Indikator amilum 1%
F. Prosedur praktikum
A.
PENI MBANGAN SAMPE L Sampel ditimbang dengan jumlah seperti tabel C. Bilangan Iod yang diharapkan (g Iod / 100 g)
Berat Sampel (g)
3
10,58 – 8,46
10
3,17 – 2,54
20
1,59 – 1,27
40
0,79 – 0,63
80
0,40 – 0,32
120
0,26 – 0,21
160
0,20 – 0,16
200
0,16 – 0,13
Tabel C. Jumlah penimbangan sampel untuk analisis bilangan Iod pada minyak pangan
B.
PROSEDUR KE RJA (SNI 01-3555-1994) 1. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Iod. 2. Tambahkan 10 mL kloroform. Tambahkan 25,0 mL pereaksi Hanus dan biarkan 30 menit di tempat gelap sambil sesekali di kocok (sesudah reaksi diharapkan terdapat banyak kelebihan Iodium, sedikitnya 60%).
3. Setelah reaksi sempurna ke dalam larutan tambahkan 10 mL larutan KI 15% kocok. Bilas Erlenmeyer dan tutupnya dengan 100 mL aquades. Inkubasi dalam ruang gelap. 4. Titrasi Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang tlah distandarisasi hingga warna larutan memudar. 5. Tambahkan 2 mL indikator amilum da lanjutkan kemali titrasi. Jika warna biru hampir hilang, hentikan titrasi. Erlenmeyer digoyang-goyang dengan cepat sehingga Iodium yang masih tinggal dalam kloroform akan pindah ke larutan KI. 6. Lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. 7. Lakukan prosedur yang sama untuk blanko. Blanko berisi 25,0 mL pereaksi Hanus. 8. Lakukan minimal secara duplo hingga hasil presisi.
G. Hasil praktikum Pembakuan Iodometri a. Pembuatan Larutan Standar Primer KIO 3 0,1 N 100 mL
Perhitungan : Massa KIO3
= V x N x BE = 0,1 L x 0,1
⁄ x 35,67 ⁄
= 0,3560 gram b.
Penimbangan KIO3
Wadah = 12,88562
gram
Zat
gram
= 0,3560
W + Z = 13,24162
+
gram (target penimbangan)
(Hasil penimbangan) W + Z = 13,29722
gram
Wadah = 12,88562
gram
Zat
gram (berat sebenarnya)
= 0,4116
c.
N
Normalitas KIO3
=
=
=
= 0,1154 N
d.
Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Diperoleh : Titrasi 1 12,1 mL
NORMALITAS Na2S2O3
N1
x
V1
=
N2
x
V2
10,0
=
N2
x
12,1
=
N2
N Na2S2O3
= 0,0954 N
0,1154 x
PENIMBANGAN SAMPEL
a. Sampel pertama
Berat botol timbang
= 38,34909
gram
Sampel
= 0,70
gram +
Botol timbang + Sampel = 39,04909
gram (target penimbangan)
(Hasil penimbangan) = 39,04184
gram
Botol timbang
= 38,34909
gram
Sampel pertama
= 0,69275
gram (berat sebenarnya)
b. Sampel kedua Berat botol timbang Sampel
Botol timbang + Sampel
= 47,1548 = 0,70
gram gram +
= 47,8548
gram (target penimbangan)
(Hasil penimbangan) = 47,8725 Botol timbang = 47,1548
gram gram
Sampel kedua
gram (berat sebenarnya)
Berat rata-rata sampel =
= 0,7177
= 0,7052 gram
PENETAPAN KADAR SAMPEL
Hasil titrasi blanko
= 52,2 mL
Hasil titrasi sampel pertama = 14,95 mL Hasil titrasi sampel kedua
= 18,30 mL
Volume rata-rata titrasi sampel =
= 16,625 mL
Bilangan Iod (g Iod / 100 g) = =
=
=
= 62,17
⁄
H. Pembahasan
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonya, asam lemak ini mudah mengalami oksidasi, bila asam lemak ini teroksidasi maka ikatan rangkap yang ada pada asam lemak tak jenuh tersebut akan putus dan membentuk ikatan jenuh. Salah satu faktor penyebab putusnya ikatan rangka pada asam lemak tak jenuh ini adalah pengaruh pemanasan terutama pada saat digunakan untuk menggoreng. Seberapa banyak ikatan rangkap yang terputus pada saat menggoreng dapat diketahui melalui penentuan bilangan iod. Penentuan bilangan iod merupakan salah satu cara untuk menentukan tingkat ketidak jenuhan minyak. Semakin tinggi bilangan iod minyak maka
semakin
tinggi
tingkat
ketidakjenuhan
minyak.
Semakin
tinggi
tingkat
ketidakjenuhannya maka semakin baik dikonsumsi oleh tubuh, karena minyak yang tinggi kandungan lemak tak jenuhnya tidak meningkatkan kolesterol t ubuh. Dari praktikum yang dilakukan hasil analisis bilangan iod dengan sampel minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai berulang) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan bilangan Iod. Hal ini disebabkan karena banyaknya garam iodium yang tidak diikat oleh minyak yang digunakan sebagai sample, akibat telah digunakan berkali-kali, mengalami pemanasan berulang sehingga rantai asam lemak yang pada minyak normal adalah rantai ganda menjadi rantai tunggal (rantai asam lemak jenuh), dimana pada sifat asam lemak jenuh adalah sulit untuk mengikat iodium.
I. Kesimpulan
Hasil analisis bilangan iod dengan sampel minyak jelantah (minyak bekas pakai goreng berulang) menunjukkan adanya kenaikan nilai bilangan iod, yaitu = 62,17
⁄ .
sedangkan mutu minyak goreng menurut SNI seharusnya nilai bilangan iod adalah
⁄ .
40
J. Dokumentasi hasil analisis bilangan iod
(blanko iodium)
Hasil titrasi bilangan Iod
Penentuan Bilangan Peroksida A. Tujuan
Untuk menentukan bilangan peroksida dalam minyak pangan yang menandakan kualitas dari minyak pangan tersebut.
B. Prinsip
Pengukuran sejumlah iodium yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida di dalam pelarut asam asetat / kloroform. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat melalui titrasi iodometri.\
C. Dasar Teori
Kualitas minyak goreng ditentukan dari komponen asam lemak penyusunnya, yakni golongan asam lemak jenuh atau tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh mengandung ikatan rangkap. Sebaliknya, asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap. Asam lemak yang memiliki semakin banyak ikatan rangkap akan semakin reaktif terhadap oksigen sehingga cenderung mudah teroksidasi. Sementara itu, asam lemak yang rantainya dominan mengandung ikatan tunggal cenderung lebih mudah terhidrolisis. Kedua proses kerusakan tersebut dapat menurunkan kualitas minyak. Reaksi penting lain adalah hidrogenasi, yaitu penjenuhan ikatan rangkap oleh hidrogen. Beberapa studi yang melakukan pengujian kimiawi terhadap minyak jelantah, memperlihatkan bahwa kualitas minyak menurun terutama pada bilangan peroksida
dan bilangan asam dibandingkan dengan nilai
rujukan
yang
disyaratkan.Nilai rujukan yang dipakai di dalam negeri untuk minyak goring adalah nilai dari Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti pada Tabel 1 :
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain
D. Alat 1. Neraca Analitik
2. Erlenmeyer bertutup asah 250 ml
6. Gelas ukur 7. Buret 50 mL 8. Pipet tetes
3. Labu ukur 100 mL
9. Bulb
4. Pipet volume 10 mL
10. Tissue
5. Pipet maat
E. Bahan
Sampel : Minyak Jelantah
REAGENSIA : 1. Kloroform + Asam asetat glasial dengan perbandingan 3 : 2 2.
KI jenuh
3.
Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
4.
Indikator amilum 1%
5.
KIO3 0,1 N
6.
KI 10%
7.
H2SO4 2N
F. Prosedur praktikum A. Standarisasi Na2S2O3 0,1 N dengan KIO3 0,1 N
1. 10 ml larutan standar KIO 3 0,1 Ndimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml 2. Tambahkan KI 10% 10 ml dan H 2SO4 2 N 10 ml 3. Tutup, biarkan dalam tempat gelap beberapa saat lalu titrasi dengan Na 2S2O3 0,1 N hingga warna kuning muda 4. Tambahkan indikator amilum 1 %titrasi lagi hingga warna biru tepat hilang B. Penetapan kadar
1.
Timbang kurang lebih 25 gram sampel dalam erlenmeyer tutup asah 250 ml
2.
Tambah 30 ml larutan asam asetat-kloroform perbandingan 3:2
3.
Goyang bahan hingga lrut sempurna
4.
Tambahkan 0,5 ml KI jenuh
5.
Diamkan 1 menit lalu goyangkan, lalu tambahkan 30 ml aquadest
6.
Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna kuning muda lalu tambahkan amilum 1% titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang
Perhitungan Bilangan Peroksida (meqO2 / kg) =
G. Hasil praktikum c. Pembuatan Larutan Standar Primer KIO 3 0,1 N 100 mL
Perhitungan : Massa KIO3
= V x N x BE = 0,1 L x 0,1
⁄ x 35,67 ⁄
= 0,3560 gram d.
Penimbangan KIO3
Wadah = 12,88562
gram
Zat
gram
= 0,3560
W + Z = 13,24162
+
gram (target penimbangan)
(Hasil penimbangan) W + Z = 13,29722
gram
Wadah = 12,88562
gram
Zat
gram (berat sebenarnya)
c.
N
= 0,4116
Normalitas KIO3
=
=
=
= 0,1154 N
e.
Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3
Diperoleh : Titrasi 1 12,1 mL
NORMALITAS Na2S2O3
N1
x
V1
=
N2
x
V2
10,0
=
N2
x
12,1
=
N2
N Na2S2O3
= 0,0954 N
0,1154 x
PENIMBANGAN SAMPEL 1. Sampel pertama
Berat botol timbang
= 38,35693
gram
Sampel
= 4,5
gram +
Botol timbang + Sampel = 42,85693
gram (target penimbangan)
(Hasil penimbangan) = 42,86040
gram
Botol timbang
= 38,35693
gram
Sampel pertama
= 4,50347
gram (berat sebenarnya)
2. Sampel kedua Berat botol timbang Sampel
= 47,1526 = 4,5
gram gram +
Botol timbang + Sampel
= 51,6526
gram (target penimbangan)
(Hasil penimbangan) = 51,6866 Botol timbang = 47,1526
gram gram
Sampel kedua
gram (berat sebenarnya)
Berat rata – rata sampel
= 4,5340 =
= 4,518735 gram
PENETAPAN KADAR SAMPEL
Hasil titrasi sampel pertama = 0,45 mL Hasil titrasi sampel kedua
= 0,70 mL
Volume rata – rata titrasi sampel =
= 0,575 mL
Bilangan Peroksida =
=
=
⁄
H. Pembahasan
Sebagian besar kerusakan minyak disebabkan oleh proses oksidasai dan hidrolisis (secara enzimatik ataupun nonenzimatik). Pada saat pertama proses oksidasi, akan terbentuk senyawa peroksida yang merupakan senyawa labil dan mudah bereaksi lebih lanjut. Selanjutnya terbentuk senyawa keton dan aldehid yang menyebabkan bau dan cita rasa tengik pada minyak sehingga menjadi pertanda minyak telah rusak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya hingga membentuk senyawa peroksida, Jumlah peroksida yang terdapat dalam minyak ditetapkan dengan metode iodometri. Pada metode ini iod mereduksi peroksida-peroksida yang terbentuk dalam minyak. Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakkan minyak karena oksidasi. Tingginya angka peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakkan pada minyak tersebut dan minyak akan segera mengalami ketengikan dan sudah mengalami oksidasi. Pada praktikum yang dilakukan didapat hasil bilangan peroksida =
⁄ . dimana nilai tersebut tergolong tinggi.
Metode titrimetric yang dilakukan tidak menggunakan blanko, karena disini blanko tidak akan menghasilkan suatu reaksi yang signifikan ketika ditambah amilum dan dititrasi dengan Na2S2O3, sehingga blanko hanya berfungsi sebagai pengkoreksi nilai saja. Mg = meq x BM per valensi (soalnya di SNI mutu minyak bil.peroksida maks nilainya 1,00 mg 02/100 g) I. Kesimpulan
Hasil analisis bilangan peroksida sampel minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai) adalah
⁄ . dimana pada standar mutu minyak goreng menurut SNI nilai
bilangan peroksida suatu minyak goreng tidak boleh melebihi 1 (maks = 1 mg O 2 / 100g)
J. Dokumentasi hasil analisis bilangan peroksida
Penentuan Bilangan Persabunan A. Tujuan
Untuk menentukan Bilangan Persabunan dalam minyak pangan. B. Prinsip
Bilangan persabunan dinyatakan sebagai jumlah (mg) KOH yang dibutuhkan untuk mempersabunkan satu gram lemak atau minyak C. Dasar Teori
Minyak merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi kebutuhan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi dimana satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal (Winarno, 2002). Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goring ditentukan oleh titik asapnya yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (suhu penggorengan 177 0C 2210C). Angka penyabunan sama dengan bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya ( mg ) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Lemak yang mengandung komponen yang tidak tersabunkan seperti sterol mempunyai bilangan penyabunan rendah. Namun untuk minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh tidak mempunyai bilangan penyabunan tinggi. Tingginya bilangan penyabunan ini disebabkan ikatan tidak jenuh dapat teroksidasi menghasilkan pembentukan gugus karbonil yang pada akhirnya dapat juga bereaksi dengan alkali (Harun, 2006).
D. Alat a. Neraca Analitik
i.
Buret 50 mL
b.
Labu Iod 250 mL
j.
Erlenmeyer
c.
Labu ukur 100 mL
k.
Pendingin tegak
d.
Pipet volume 10 mL
l.
Serbet
e.
Pipet tetes
m. Corong kaca
f.
Pipet maat
n.
Heater
g.
Bulb
o.
Tissue
h.
Gelas ukur
p.
Kertas saring
E. Bahan
Sampel : Minyak Jelantah
REAGENSIA :
Alkohol netral
Lindi alkohol Larutkan 40 gram KOH dalam 1 L alkohol 96%
HCl 0,5 N
Indikator MO
F. Prosedur praktikum
A.
PROSEDUR KE RJA (SNI 01-3555-1994) 1) Sampel ditimbang sejumlah 5 gram di erlenmeyer 2) Tambahkan 25,0 mL lindi alkohol. Beri pendingin tegak. 3) Persabunkan campuran di atas penangas air sampai mendidih hingga minyak tersabunkan sempurna. Dinginkan 4) Tambahkan indikator MO, titrasi dengan HCl 0,5 N yang telah distandarisasi. 5) Lakukan juga titrasi blanko.
G. Hasil praktikum Rumus Bilangan Persabunan =
Keterangan : N
= Normalitas HCl sebagai titran (N)
Vb
= Volum HCl untuk titrasi blanko (mL)
Vs
= Volum HCl untuk titrasi sampel (mL)
BE
= Berat ekuivalen KOH (g/mol.ek)
W
= Berat sampel (g)
a. Pembuatan Larutan Standar Primer Na 2B4O7 0,1 N 100 mL
Massa Na2B4O7
= N V BE = 0,1 L x 0,1
⁄ x 190,685 ⁄
= 1,90685 gram
b. Penimbangan Na2B4O7
Wadah
= 14,14827
gram
Zat
= 1,90685
gram
W+Z
= 16,05512
gram (target penimbangan)
+
(Hasil penimbangan) W + Z = 16,05722
gram
Wadah = 14,14827
gram
Zat
gram (berat sebenarnya
= 1,90695
c. Normalitas Na2B4O7
N
=
=
=
= 0,1000 N
d. Standarisasi HCl dengan Na 2B4O7 Diperoleh : Titrasi 1 3,3 mL Titrasi 2 3,5 mL Volume rata-rata titrasi =
= 3,4 mL
NORMALITAS HCl
N1
x
V1
=
N2
x
V2
10,0
=
N2
x
3,4
=
N2
N HCl
= 0,2941 N
0,1000 x
A. PENETAPAN KADAR SAMPEL DENGAN PERLAKUAN 1 Setelah dipanaskan (masih dalam kondisi panas) langsung dititrasi
Diperoleh : Hasil titrasi Blanko
= 45,70 mL
Hasil titrasi sampel pertama
= 23,80 mL
Hasil titrasi sampel kedua
= 24,0 mL
Volume rata-rata hasil titrasi sampel
Bilanngan penyabunan
=
= 23,90 mL
= =
= 71,94
B. PENETAPAN KADAR SAMPEL DENGAN PERLAKUAN 2 Setelah dipanaskan, didinginkan terlebih dulu / diturunkan suhunya baru kemudian dititrasi
Diperoleh : Hasil titrasi Blanko
= 45,70 mL
Hasil titrasi sampel pertama
= 17,89 mL
Hasil titrasi sampel kedua
= 17,20 mL
Volume rata-rata hasil titrasi sampel
Bilanngan penyabunan
=
= 17,545 mL
=
=
= 92,92
H. Pembahasan Penambahan HCl untuk mendapatkan suasana asam sehingga membantu membebaskan
lemak yang terkandung dalam sampe tetapi dalam praktikum ini, fungsi HCl tersebut digantikan oleh lindi alcohol dimana lindi alcohol terdiri dari KOH + alcohol 96%
fungsi
alcohol untuk mengasamkan, sedangkan KOH untuk menetralkan asam lemak bebas dalam sampel, pemanasan dilakukan untuk mencegah menyebarnya uap asam yg ditimbulkan dari hasil pemanasan. KOH akan bereaksi dengan trigliserida, alkali yg tertinggal, dititrasi dengan asam sehingga jumlah alkali yang bereaksi dapat diketahui. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan KOH adalah alcohol. Penambahan alcohol untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar membantu mempermudah reaksi dg basa dalam pembentukan sabun. Proses refluks (pemanasan pake pendingin tegak) berguna untuk proses penyabunan. Harus disumbat rapat agar uap tidak keluar. Tujuan pendinginan untuk menurunkan suhu larutan agar tidak terlalu panas, karena ditakutkan terjadi penguapan KOH. Kesalahan yang sering terjadi adalah KOH dilarutkan dengan aquades bukan dengan alcohol. Tujuan menggunakan alcohol untuk melarutkan KOH dalam pembuatan lindi alcohol, adalah karena sifat lipid itu tidak larut dalam air. Pada praktikum diperoleh hasil yang berbeda dari perlakuan yang berbeda di kedua sampel, perlakuan pertama adalah setelah dipanaskan lansung dititrasi terlebih dulu dan didapat hasil 71,94 sedangkan pada sampel dengan perlakuan setelah dipanaskan sampel didiamkan/didinginkan terlebih dulu untuk diturunkan suhunya baru kemudian dititrasi, diperoleh nilai 92,92. Dari hasil tersebut sampel yang dengan suhu dingin/normal baru
dititrasi memiliki nilai lebih besar, dalam arti kandungan KOH dalam sampel tidak banyak yang hilang atau menguap. Angka penyabunan adalah banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Jika angka penyabunan besar maka menandakan berat molekul minyak kecil, berat molekul erat hubungannya dengan banyaknya rantai asam lemak tak jenuh yang dimiliki minyak, sedangkan jika angka penyabunan kecil maka, berat molekul minyak besar sehingga masih banyak ikatan rantai asam lemak tak jenuh. Jika angka penyabunan besar maka dapat dikatakan minyak tersebut sudah rusak atau kualitasnya buruk dan kemungkinan telah digunakan secara berulang I. Kesimpulan
Diperoleh hasil yang berbeda dari perlakuan yang berbeda di kedua sampel, perlakuan pertama adalah setelah dipanaskan lansung dititrasi terlebih dulu dan didapat hasil 71,94 sedangkan pada sampel dengan perlakuan setelah dipanaskan sampel didiamkan/didinginkan terlebih dulu untuk diturunkan suhunya baru kemudian dititrasi, diperoleh nilai 92,92.
J. Dokumentasi hasil analisis angka penyabunan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN SURABAYA JL. KARANG MENJANGAN NO. 18 A SURABAYA TELP. 031.5020718. FAX. 031.5055023
Website : www.poltekkesdepkes-sby.ac.id Email : admin@poltekkesdepkes-
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN MATA KULIAH
KIMIA AMAMI II
MATERI
1. Analisis Karbohidrat Penentuan Kadar Sukrosa Metode Luff Schoorl Penentuan Kadar Laktosa Metode Luff Schoorl 2. Analisis Zat Warna Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1. Indah Lestari, S.Si., M.Kes. 2. Christ Kartika Rahayuningsih, ST., M.Si
DOSEN PENGAJAR TINGKAT/SEMESTER
2 / IV
HARI/ TANGGAL
Jum’at, 26 Mei 2017
PERTEMUAN
II
1. PENENTUAN KADAR SUKROSA METODE LUFF SCHOORL A. Tujuan
Untuk menentukan kadar sukrosa dalam bahan pangan menggunakan metode Luff Schoorl. B. Prinsip
Sukrosa adalah suatu disakarida non pereduksi. Jika sukrosa dihidrolisis menjadi monosakarida, maka apabila ditambahkan larutan Luff Schoorl, monosakarida hasil hidrolisis akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Kelebihan (sisa) Cu2- kemudian dititrasi dengan titrasi iodometri.
Menentukan Cu2+ dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi
blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).
Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan Cu 2+ yang terbentuk dan ekuivalen dengan gula reduksi.
C. Dasar Teori
Pada analisis kadar sukrosa maetode Luff Schoorl, kadar karbohidrat selain sukrosa (yang umumnya berupa gula sederhana) dihitung tersendiri yaitu mereaksikan contoh dengan Luff Schoorl. Kemudian kadar gula total dihitung dengan menghidrolisis sukrosa menjadi gula invert, yang dapat mereduksi Cu 2+ (dalam larutan Luff Schoorl) menjadi Cu + yang berupa endapan, seperti yang dapat diperlihatkan pada reaksi 1. Cu 2+ yang tersisa kemudian direaksikan dengan kalium iodida dengan suasana asam kuat, dan membebaskan I2, seperti ditunjukkan reaksi 2. Pada titrasi iodometri I2 tersebutkan beraksi natrium thiosulfat sebagai titran mengikuti reaksi 3. Jumlah CuSO4 yang bereaksi dengan gula invert ekuivalen dengan jumlah gula invert pada contoh. Nilainya didapatkan dari pengurangan jumlah CuSO 4 awal (titrasi blanko) dang jumlah CuSO4 sisa (titrasi contoh). Kadar gula invert berdasarkan perbedaan antara kadar gulatotal (dengan hidrolisis) dan kadar gula sederhana (tanpa hidrolisis). Karena adanya perlakuan hidrolisis dari sukrosa menjadi gula invert, maka kadar sukrosa didefinisikan sebagai kadar gula dikalikan dengan faktor konversi. R-COH + 2CuO
Cu2O + R-COOH ......................................... (reaksi 1)
2Cu2+ + I2 2CuI + I2 .................................................................. (reaksi 2) 2S2O32- + I2 S4O62- + 2I- .......................................................... (reaksi 3)
D. Alat 1. Buret 50 mL
7. Kondensor tegak
2. Erlenmeyer tutup asah
8. Heater
3. Pipet volume 10 mL
9. Beaker glass
4. Pipet ukur 10 mL dan 1 mL
10. Corong kaca
5. Neraca analitik
11. Serbet
6. Gelas ukur
12. Kertas saring
E. Bahan
Sampel : Susu Frissian Flag full cream
REAGENSIA : NaOH
30%
Larutan Luff Schoorl Larutan Luff Schoolr dibuat dengan cara melarutkan 143,8 g Na 2CO3 anhidrat dalam 300 ml aquades. Aduk dan tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml aquades. Tambahkan 25 g CuSO 4.5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 ml aquades. Pindahkan larutan tersebut hingga tanda , kocok. Biarkan semalam dan saring bila perlu. Larutan Luff Schoorl harus mempunyai ph 9,3 – 9,4.
Larutan KI 20%
Larutan H2SO4 25%
Larutan N2S2O3.5H2O 0,1 N
Indikator amilum 0,5%
F. Prosedur praktikum A. Stadarisasi natrium thiosulfat 0,1 N dengan kalium iodat 0,1 N
1. Pipet10,0 mL larutan standar kalium iodat 0,1 N masukkan dalam labu iod 250 mL 2. Tambahkan 10 mL KI 10% dan asam sulfat 2N 10 mL 3. Tutup, diamkan ditempat gelap beberapa saat. Lalu titrasi dengan natrium thiosulfat 4. Ketika warna menjadi kunging muda tambahkan indikator amilum 1% 5. Titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang
a. Penimbangan Sampel
1. Menimbang sampel, apabila sampel berupa bahan pangan yang tidak mengandung banyak sukrosa (seperti minuman, cookies, buah, dll) maka penimbangan adalah 5 – 10 g. Apabila sampel berupa bahan pangan yang mengandung banyak sukrosa (sirup), maka penimbangan adalah 1 – 2 g. 2. Memasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, tambahkan aquades tepat tanda garis. b. Gula Sederhana Sebelum Hidrolisis
1. Memipet filtrat (pada tahap penimbangan sampel sebanyak 5 ml, masukkan ke dalam labu iod 250 ml. 2. Menambahkan 25 ml Luff Schoorl. Beri pendingin, panaskan. Usahakan dalam waktu 3 menit larutan mendidih. Sampai larutan berwarna sedikit kehijauan dan terdapat endapan merah kemudian dinginkan.
3. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H 2SO4 25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap. 4. Mentitrasi larutan dengan N2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah distandarisasi dengan indikator amilum 0, 5%. c. Total Gula setelah Hidrolisis
1. Memipet 50 ml filtrat (pada tahapan penimbangan sampel), masukkan ke dalam gelas beaker 250 ml, tambahkan 5 ml HCL pekat. 2. Memanaskan larutan selama 30 menit dengan suhu 70 o C. 3. Mengangkat dan dinginkan, kemudian larutan dinetralkan dengan penambahan NaOH 30%. Beri indikator pp sebelumnya. Tambahkan NaOH 30% hingga warna larutan merah muda. 4. Masukkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquades hingga tanda garis, kocok hingga homogen. 5. Memipet 5 ml larutan tersebut, masukkan pada labu iod, tambahkan 25 ml Luff Schoorl. Beri pendingin , panaskan. Usahakan dalam waktu 3 menit larutan mendidih. Sampai larutan berwarna sedikit kehijauan dan terdapat endapan merah kemudian dinginkan 6. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H 2SO4 25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap. 7. Mentitrasi larutan dengan N2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah distandarisasi dengan indikator amilum 0, 5%. d. Blanko
1. Memipet blanko berisi 25 ml larutan Luff Schoorl masukkan dalam labu iod, tambahkan 25 ml aquades. Panaskan larutan, usahakan dalam waktu 3 menit larutan mendidih. Sampai larutan berwarna sedikit kehijauan dan terdapat endapan merah kemudian dinginkan. 2. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H 2SO4 25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap. 3. Mentitrasi larutan dengan N2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah distandarisasi dengan indikator amilum 0, 5%.
G. Hasil praktikum Pembuatan larutan standart primer KIO3 0,1 N 100 mL
G
= N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x 35,67 = 0,356 g
Penimbangan Wadah = 25,5435 g
Zat
= 0,356 g
w+z
= 25,89954 g
hasil penimbangan
= 25,90200 g
berat zat
= 0,35846 g
Normalitas KIO3
Pembakuan larutan standart sekunder Na 2 S 2O 3.5H 2O : Diperoleh volume titrasi : Volume standarisasi 1
= 10,5 mL
Volume standarisasi 2
= 10,5 mL
Normalitas N2S2O3.5H2O V1 x N1
=
V2 x N2
=
10,5 mL . N 2
N2
=
N2
=
0,0957 N ( Normalitas N 2S2O3.5H2O)
10 ml . 0,1005 N
A. Kadar Gula Sebelum Inversi
Vtitras blanko
= 25,4 ml
Vtitrasi sampel 1
= 11,5 ml
Vtitrasi sampel 1
= 11,5 ml
ml Titrasi Blanko - ml Titrasi Sampel = ...... ml 25,4 ml – 11,5 ml =
= ... (Lihat tabel)
=
= 13,9 ml
= 13,3023 V
Glukosa,
Na2S2O3.5H2O
Fruktosa, gula
0,1 N (ml)
invert (mg)
13 14
Laktosa
Maltosa
(mg)
(mg)
33,0
48,4
51,6
35,7
52,2
55,7
Rumus interpolasi
=
= = 0,3023 = y =
=
=
= 68% (Kadar gula sebelum inversi)
33,81621 mg
B. Kadar Gula Sesudah Inversi
ml Titrasi Blanko - ml Titrasi Sampel = ...... ml 25,4 ml – 8,75 ml
= 16,65 ml
=
=
= ... (Lihat tabel)
= 15,93
Rumus interpolasi
=
= = y =
=
=
= 41% (Kadar gula sesudah inversi)
C. Kadar Gula Total
= % gula sesudah inversi x 0,95 = 41% x 0,95 = 38,95%
41,104 mg
D. Kadar Sukrosa
= (% sesudah inversi - % sebelum inversi) x 0,95 = (68% - 41%) x 0,95 = 25,65% H. Pembahasan
Pada praktikum penentuan kadar sukrosa metode luff schoorl ini menggunakan sample produk minuman susu cair kemasan “Frissian Flag” full cream. Hasil analisis kadar sukrosa didapat nilai 25,65%. Namun kadar sukrosa yang tertera pada kemasan sampel adalah 0 g, gula 11g dan kadar karbohidrat total 13g. adapun karena nilai yang berbeda dapat karena pada analisis terjadi kesalahan – keslahan seperti penimbangan, alat timbang yang kurang stabil, dan kemungkinan pada sampel sebenarnya terdapat kandungan sukrosa namun dalam jumlah yang sangat sedikit hanya untuk menimbulkan rasa manis pada sampel tersebut.
I. Kesimpulan
Hasil analisis kadar sukrosa pada sampel minuman susu cair kemasan “Frissian Flag” full cream didapat nilai 25,65%. J. Dokumentasi hasil analisis kadar sukrosa
(hasil titrasi blanko)
(proses pemanasan sampel uji gula sebelum inversi)
(sampel gula sebelum inversi)
2. PENENTUAN KADAR LAKTOSA METODE LUFF SCHOORL A. Tujuan
Untuk menentukan kadar laktosa dalam susu, menggunakan metode Luff Schoorl. B. Prinsip
Laktosa adalah suatu disakarida yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi sehinga digolongkan menjadi gula pereduksi. Tidak seperti sakarida lainnya, laktosa tidak dapat difermentasikan oleh ragi. Jika ditambahkan larutan Luff Schoorl maka laktosa akan mereduksi Cu2+ kemudian dititrasi dengan titrasi Iodometri. C. Dasar Teori
Karena laktosa merupakan gula pereduksi, maka pad analisis kadr laktosa menggunakan metode Luff Schoorl, tidak perlu dihidrolisis. Penghilangan karbohidrat selain laktosa pada susu, yang umumnya berupa glukosa dan asam amino, didasarkan pada sifat laktosa yang berbeda dengan gula sederhana lain yaitu tidak dapat difermentasi oleh ragi. Setelah karbohidrat selain laktosa pada sampel dihilangkan, maka hanya laktosa yang akan mereduksi Cu2+ (dalam larutan Luff Schoorl) menjadi Cu + (berupa endapan) seperti diperlihatkan pada reaksi 1. Cu 2+ yang tersisa kemudian direaksikan dengan Kalium Iodida dalam suasana asam kuat dan membebaskan I2, seperti ditunjukkan pada reaksi 2. Pada titrasi Iodometri I2 tersebut akan bereaksi dengan Natrium Tiosulfat sebagai titran mengikuti reaksi 3 R-COH + 2 CuO
Cu2O + R-COOH
.......... (Reaksi 1)
2CuO2+ + 4I-
2CuI + I2
.......... (Reaksi 2)
2S2O32- + I2
S4O62- + 2I-
........... (Reaksi 3)
Jumlah CuSO4 yang bereaksi dengan laktosa ekuivalen dengan jumlah laktosa pada sampel. Nilainya didapatkan dari pengurangan jumlah CuSO 4 sisa (titrasi sampel).
D. Alat 1. Buret
7. Kondensor
2. Labu iod
8. Heater
3. Pipet volume 10 mL
9. Beaker glass
4. Pipet ukur 10 mL dan 1 mL
10. Corong kaca
5. Neraca analitik
11. Serbet
6. Gelas ukur
12. Kertas saring
E. Bahan
Sampel : Susu Frissian Flag full cream REAGENSIA :
1. Aquades 2. Kalium iodat 0,1 N 3. Natrium Thiosulfat 0,1 N 4. KI 10% 5. KI 30% 6. Asam sulfat 2 N 7. Asam sulfat 4 N 8. NaOH 30% 9. Indikator amilum 1% 10. larutan Luffschoorl : larutan asam citrat (50 gram asam citrat dalam 50 ml air) dimasukan dalam larutan natrium karbonat (144 gram natrium karbonat dalam 400 ml air panas). Setelah dingin masukan larutan CuSO 4 (25 gram CuSO 4 dalam 100 ml air). Tanpa diaduk. Encerkan hingga tanda labu 1000 ml dan biarkan selama satu malam. 11. Asam sulfat 25 % 12. Kalium fero Cyanida 5% 13. zinc Asetat 5%
F. Prosedur praktikum A. Stadarisasi natrium thiosulfat 0,1 N dengan kalium iodat 0,1 N 1. Pipet10,0 mL larutan standar kalium iodat 0,1 N masukkan dalam labu iod 250 mL
2. Tambahkan 10 mL KI 10% dan asam sulfat 2N 10 mL 3. Tutup, diamkan ditempat gelap beberapa saat. Lalu titrasi dengan natrium thiosulfat 4. Ketika warna menjadi kunging muda tambahkan indikator amilum 1% 5. Titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang
B. Penetapan kadar 1. Timbang 10 gram bahan, larutkan dalam air panas 50 ml. Setelah dingin masukkan dalam labu ukur 100 ml lalu encerkan hingga garis 2. Pipet 50 ml larutan lalu tambahkan 5 ml kalium fero cyanida 5% sambil di goyang, lalu tambahkan 5 ml zink asetat 5% dan goyang lagi. Setelah itu encerkan hingga 250 ml dalam labu ukur. Dikocok lalu disaring. 3. Pipet 5 ml filtrat tambahkan 25 ml pereaksi Luffschoorl, lalu panaskan dengan pendingin tegak hingga terbentuk endapan merah Cu 2O 4. Setelah dingin tambahkan KI 30% sebanyak 15 ml dan dengan hati-hati tambahkan asam sulfat 25% hingga terbentuk I2 lalu titasi dengan natrium thiosulfat 0,1 N hingga warna kuning muda lalu tambahkan indikator amilum, titrasi kembai sampai warna biru tepat hilang
C. Blanko Pipet 25 ml larutan Luffschoorl masukkan dalam erlenmeyer lalu tambahkan 15 ml K I 30% dan 25 ml asam sulfat 4 N. Titrasi dengan natrium thiosulfat sampai wana kuning muda. Hentikan titrasi lalu tambahkan indikator amilum dan titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang.
G. Hasil praktikum
H . Pembakuan larutan standart primer KI O 3 : g
=
N
x
V
x BE
= 0,1 N x 0,1 L x
= 0,3567 g
Penimbangan : Berat arloji
: 25,54354
Berat rencana : 0,357
gram
gram +
Rencana
: 25,89954
gram
Hasil penimbangan
: 25,90200
gram
Berat arloji
: 25,54354
gram –
Berat real
: 0,35846
gram
Normalitas larutan baku primer KIO 3 0,35846 gram 100,0 mL
Massa
= N x V x BE
= N x 0,1 x 214/6 N
= 0,1005 N ….. (Normalitas KIO3)
Pembakuan larutan standart sekunder Na 2 S 2O 3.5H Volume l
= 10,5 ml
Volume 2
= 10,5 ml
Volume rata-rata =
= 10,5 mL
Standarisasi Na2S2O3
V1 x N1 = V2 x N2 10 ml x 0,1005 N = 10,5 ml x N 2 V2 = 0,0957 N
Hasil titrasi sample pada uji laktosa :
V blanko
= 25,50 mL
V1 sampel
= 23,00 mL
V2 sampel
= 22,40 mL
PERHITUNGAN SAMPEL 1
ml Titrasi Blanko - ml Titrasi Sampel = ...... ml 25,50 ml – 23,00 ml
= 2,5 ml
=
= ... (Lihat tabel)
=
= 2,3925
V
Glukosa,
Na2S2O3.5H2O
Fruktosa, gula
0,1 N (ml)
invert (mg)
2 3
Laktosa
Maltosa
(mg)
(mg)
4,8
7,3
7,8
7,2
11,0
11,7
Rumus interpolasi :
=
= = 0,3925 = y =
8,75225 mg
=
= ...%
=
= 8,75225 %
PERHITUNGAN SAMPEL 2
ml Titrasi Blanko - ml Titrasi Sampel = ...... ml 25,50 ml – 22,40 ml
= 3,10 ml
=
= ... (Lihat tabel)
=
= 2,96667
V
Glukosa,
Na2S2O3.5H2O
Fruktosa, gula
0,1 N (ml)
invert (mg)
2 3
Laktosa
Maltosa
(mg)
(mg)
4,8
7,3
7,8
7,2
11,0
11,7
Rumus interpolasi
=
= = 0,9667 = y =
=
=
10,87679 mg
= 10,87679 %
Kadar laktosa pada susu
=
=
= 9,81452 %
I. Pembahasan
Penentuan kadar laktosa dilakukan dengan metode Luffschrool. Prinsip dari metode ini adalah laktosa bersifat sebagai gula pereduksi maka akan mereduksi Cu 2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+ ditetapkan dengan titrasi iodometri. Dengan menetapkan larutan blanko, maka volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi kelebihan Cu 2+ dapat diketahui, dan setara dengan jumlah laktosa yang terdapat dalam sampel.
Iodometri adalah titrasi tidak langsung yang digunakan untuk menetapkan senyawasenyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Melalui titrasi tak langsung ini maka semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya direaksikan terlebih dahulu dengan ion iodida berlebih sehingga I 2 dapat dibebaskan. Selanjutnya I 2 yang dibebaskan ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na 2S2O3dengan indikator amilum. Selain itu, titrasi iodometri ini digunakan untuk pembakuan larutan Na 2S2O3 yang akan digunakan sebagai pentitran. Laktosa merupakan satu-satunya gula/karbohidrat yang terkandung didalam susu murni. Laktosa merupakan gula pereduksi tidak seperti sukrosa dan pati. Sifatnya yang mudah larut air seperti sukrosa akan sedikit mengganggu analisis ketika berada didalam sampel nonmurni. Oleh sebab itu, sampel harus dilarutkan terlebih dahulu kemudian ditambahkan ragi ketika sampel dalam keadaan larut dan hangat (tidak panas), kemudian disumbat dengan kapas dan disimpan ditempat hangat selama beberapa jam untuk proses fermentasi, kemudian didihkan selama 10 menit guna mematikan mikroorganisme dan enzim (sumbat kapas dibuka). Lalu, dilakukan penyaringan agar filtrat yang diperoleh hanya mengandung laktosa. Penambahan kalium ferro sianida dan zink asetat berguna untuk memisahkan protein dan lemak dari dalam sampel, dalam suasana basa, yang kemudian disaring. Fungsi dari pemisahan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya pengendapan protein akibat penambahan reagen Luff Schoorl yang sebagian besar mengandung Cu(logam berat). Filtrat dipipet kemudian ditambahkan dengan Luff Schrool, kemudian direfluks hingga terbentuk endapan merah bata (CuO menjadi Cu 2O). Tujuan dari perefluksan adalah untuk menghidrolisis
sampel
agar
larutan
menjadi
bentuk
monosakaridanya
dan
untuk
menghindari keluarnya zat-zat volatil ke lingkungan. Saat proses tersebut, larutan Luff Schoorl akan bereaksi dengan sampel yang mengandung gula pereduksi. Fungsi penambahan H 2SO4 untuk mengoksidasi CuO menjadi CuSO 4. Selanjutnya CuSO4 akan bereaksi dengan KI. Fungsi penambahan KI adalah untuk membuat zat oksidator tersebut menjadi terduksi sehingga mampu membebaskan I2. Proses inkubasi didalam ruang gelap bertujuan untuk mempercepat proses reaksi dan menghindarkan I 2 dari proses oksidasi selanjutnya larutan ditirasi dengan menggunakan larutan Na 2S2O3 hingga berubah warna menjadi berwarna kuning jerami. Selanjutnya ditambahkan indikator amilum. Indikator amilum ditambahkan saat campuran mendekati TAT (titik akhir titrasi) karena amilum dapat mengikat iod dengan kuat, Jika ditambahkan pada awal titrasi maka dapat menyebabkan
warna pada saat TAT menjadi kurang jelas. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai didapatkan warna abu-abu yang cenderung putih susu. Pada praktikum digunakan sampel minuman susu cair kemasan Frissian Flag full cream dan diperoleh kadar laktosanya adalah 9,81452 %.
J. Kesimpulan
Hasil analisis kadar laktosa sampel minuman susu cair kemasan Frissian Flag full cream diperoleh kadar laktosanya adalah 9,81452 %.
K. Dokumentasi Hasil analisis kadar laktosa
(hasil titrasi sampel laktosa)
(titrasi blanko laktosa)
3. ANALISIS ZAT WARNA METODE KLT A. Tujuan
Untuk mengetahui zat pewarna sebagai bahan tambahan pada pangan dengan metode kromatografi kertas B. Prinsip
Partisi dari zat warna terhadap dua fase yang tidak bercampur, yaitu kandungan air dalam kertas sebgai fase diam dan larutan pengembang sebagai fase gerak. Analisa kualitatifnya didasarkan pada harga Rf sampel dan dibandingkan dengan harga Rf baku pembanding. C. Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang berdasarkan pada prinsip adsorbsi, dengan menggunakan dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Fase diam berupa padatan yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau aluminium sebagai penyangganya sedangkan fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena adaanya kapiler. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran. Bahan pewarna merupakan zat yang digunakan untuk memberi member i dan memperbaiki warna, dan atau suatu pigmen yang berasal dari sayuran, hewan, mineral atau sumber lain yang bila ditambahkan pada makanan obat dan kosmetik dapat memberikan warna tertentu (Depkes RI, 1985). Berdasarkan sumbernya ada dua jenis zat pewarna yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna buatan. Yang dimaksud dengan pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan
alami
baik
nabati,
hewani,
ataupun mineral
(Ika
Kurniawati, 2009:27). Uji analisis kualitatif pewarna makanan dilakukan dengan metode kromatografi kertas atau lapis tipis. Prinsip dari metode ini adalah pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen komponen-komponen bergerak pada laju la ju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Sepotong kertas saring Whatmann no.1 ukuran 25-30 cm panjangnya dan 1,5 cm lebarnya, ditanda garis tipis dengan pensil sekitar 5 cm dari garis ujung. Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas. Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan oleh uap pelarut. Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Untuk
tujuan identifikasi, noda-noda dikarakteristikkan berdasarkan nilai Rf-nya. Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang sama.
Rf=(jarak yang ditempuh noda)/(jarak noda)/(jarak yang ditempuh pelarut) atau ( ds/de).
D. Alat 1. Beaker glass 100 mL, 250 mL 2. Batang pengaduk 3. Kertas saring 4. Bejana kromatografi 5. Plat KLT 6. Heater 7. Bulu domba bebas lemak 8. Mortil dan alu
E. Bahan
Asam asetat glasial
Larutan asam asetat 6%
Amonia BJ 0,88
Larutan baku zat warna makanan
Eter
Pembanding warna (rhodamin, panceou, carmoisin, tartrazine, metanil Y, sunset Y)
Eluent
F. Prosedur praktikum
A. A . P er sia si apan Bulu B ulu D omba/ Wool Wool Bahan dicuci dengan eter sampai bebas lemak kemudian dikeringkan.
B . P er sia si apan E luent da dalam B ej ana a) n- Butil alkohol
40 bagian volume
Asam acetat glacial
10 bagian volume
Aquadet
24 bagian volume
b) iso butanol
30 bagian volume
Etanol
20 bagian volume
Aquadest
20 bagian volume
Pada 99 bagian volume, tambahkan 1 bagian volume amonia pekat. c) Etil metil keton
350 bagian volume
Aseton
150 bagian volume
Aquadest
150 bagian volume
Ammonia pekat
1 bagian volume
d) Etil metil keton
70 bagian voume
Aseton
30 bagian volume
Aquadest
30 bagian volume
e) Etil asetat
11 bagian volume
Piridin
5 bagian volume
Aquadest
4 bagian volume
C. Persiapan Kertas Kromatogr afi Memotonglah kertas dan tandai dengan pensil seperti pada gambar :
Garis dimana baiknya eluen berhenti
6 - 12 cm
2 cm
Tempat totolan
D. Mempersiapkan contoh Bila contoh / sampel berupa :
Cairan, misalnya minuman ringan. Tambahkan asam asetat 6% hingga beraksi sedikit asam.
Minuman beralkohol, misalnya anggur. Didihkan untuk menghilangkan alkohol, kemudian asam kan dengan asam asetat 6%.
Makanan yang larut, misalnya kembang gula. Larutkan dalam air dan asamkan dengan asam asetat 6%.
Makanan yang mengandung pati, misalnya roti, biskuit. Giling baik-baik 10 g contoh dengan 50 mL amonia 2 % dalam etanol 70%, biarkan beberapa jam dan pusingkan. Tuang cairan yang terpisah ke dalam cawan dan uapkan di atas
penangas air. Larutkan sisa penguapan dalam 30 mL air dan asamkan dengan asam acetat 6%.
Makanan berlemak, misalnya daging, ikan, sosis. Giling contoh baik – baik dengan etanol 50% atau aseton dan sedikit amonia ppekat, biarkan selama 30 menit, saring. Uapkan filtrat hingga kering, larutkan sisanya dalam air dan asamkan dengan asam acetat 6%.
E . Penetapan
Sampel yang sudah siap (telah ditambah asam asetat dan wool) dipanaskan, kemudian warna melekat pada wool. Setelah wool dicuci, kemudian dilarutkan dengan amonia 10% lalu ditotolkan pada kertas whatman no.1. Disampingnya ditotolkan pula zat warna baku pembanding.
Setelah totolan kering, dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang berisi eluent.
Menunggu sampai larutan naik pada garis.
Kemudian kertas dikeluarkan dan dibirkan kering, lalu diamati bercak yang terjadi dibandingkan dengan bercak zat warna baku pembanding serta dihitung harga Rf-nya.
Umumnya bercak diamati secara visual.
G. Hasil praktikum Rf =
Rf carmoisin
Rf metanil Y
Rf ponceau
Rf rhodamin
=
=
0,7
=
=
0,85
=
=
0,8
=
=
0,93
Rf sunset Y
Rf tartrazine
Rf sampel 1
Rf sampel 2
=
=
0,86
=
=
0.3
=
=
0,86
=
=
0,86
H. Pembahasan
Bahan pewarna merupakan zat yang digunakan untuk memberi dan memperbaiki warna, dan atau suatu pigmen yang berasal dari sayuran, hewan, mineral atau sumber lain yang bila ditambahkan pada makanan obat dan kosmetik dapat memberikan warna tertentu (Depkes RI, 1985). Uji analisis kualitatif pewarna makanan dilakukan dengan metode kromatografi kertas atau lapis tipis. Prinsip dari metode ini adalah pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Sepotong kertas saring Whatmann no.1 ukuran 25-30 cm panjangnya dan 1,5 cm lebarnya, ditanda garis tipis dengan pensil sekitar 5 cm dari garis ujung. Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas. Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan oleh uap pelarut. Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Untuk tujuan identifikasi, noda-noda dikarakteristikkan berdasarkan nilai Rf-nya. Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang sama. Pada praktikum dengan sampel sirup Freiss rasa jeruk, didapat hasil Rf adalah 0,86 dan hasil Rf sampel mutiara adalah 0,86. Hasil tersebut sama dengan nilai Rf milik pewarna Sunset Y (Sunset Yellow), sehingga pada kedua sampel yang digunakan sama-sama mengandung pewarna buatan Sunset Y. hasil pada plat KLT diketahui banyak yang berbentuk meroket, terdapat beberapa factor yang menyebabkan perambatan zat warna bukan membentuk titik, yaitu kemungkinan pelarut yang digunakan tidak cocok untuk zat warna tersebut.
I. Kesimpulan
Hasil praktikum dengan sampel sirup Freiss rasa jeruk, didapat hasil Rf adalah 0,86 dan hasil Rf sampel mutiara adalah 0,86. Hasil tersebut sama dengan nilai Rf milik pewarna Sunset Y (Sunset Yellow), sehingga pada kedua sampel yang digunakan sama-sama mengandung pewarna buatan Sunset Y. J. Dokumentasi hasil analisis zat warna
(persiapan sampel)
(uji kromatografi lapis tipis)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN SURABAYA JL. KARANG MENJANGAN NO. 18 A SURABAYA TELP. 031.5020718. FAX. 031.5055023
Website : www.poltekkesdepkes-sby.ac.id Email : admin@poltekkesdepkes-
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN MATA KULIAH
KIMIA AMAMI II
MATERI
1.
DOSEN PENGAJAR
Analisis Karbohidrat Penentuan Kadar Pati Metode Luff Schoorl 2. Analisis Kadar Lemak 3. Bahan Tambahan Makanan (Analisis kualitatif pemanis dan pengawet Makanan) 1. Indah Lestari, S.Si., M.Kes. 2. Christ Kartika Rahayuningsih, ST., M.Si
TINGKAT/SEMESTER
2 / IV
HARI/ TANGGAL
Rabu, 31 Mei 2017
PERTEMUAN
II
1. PENENTUAN KADAR PATI METODE LUFF SCHOORL A. Tujuan
Untuk menentukan kadar pati dalam bahan pangan B. Prinsip
Hidrolisis pati dengan asam sehingga diperoleh gula reduksi yang dapat ditetapkan dengan metode Luff Schrool sepert pada penetapan karbihidrat, hasilnya dikalikan dengan faktor konversi sebesar 0,9. C. Dasar Teori
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Kadar pati dari suatu bahan pangan dapat diketahui dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Prinsip dari penetapan kadar pati dengan metode Luff Schoorl adalah gula pereduksi (glukosa dan matosa) dapat mereduksi Cu 2+ menjadi Cu+. Kemudian sisa Cu2+ yang tidak tereduksi dititer secara iodometrik . Jumlah Cu 2+ asli ditentukan dalam suatu percobaan blanko dan dari penetapannya dapat ditentukan jumlah gula dalam suatu bahan pangan yang dianalisis . Oleh karena itu, dilakukan analisis kadar pati untuk mengetahui kadar pati dari suatu bahan pangan. Metode Luff Schoorl menggunakan reagen alkalin yang mengandung tembaga sitrat (ion Cu2+) . Setelah memanaskan reagen ini dengan larutan yang mengandung gula pereduksi lalu kalium iodida (KI) dan asam (asam sulfat) ditambahkan setelah didinginkan, iodin dibebaskan dari reaksi redoks . Iodin yang dibebaskan sepadan dengan tembaga non-pereduksi (Cu2+), yaitu : 1 mol I 2 dari 1 mol Cu 2+. Iodin yang dibebaskan (berwarna coklat-hitam) kemudian dititrasi (menjadi tidak berwarna) dengan agen pereduksi yaitu natrium tiosulfat.Reagen Luff Schoorl memiliki sedikit alkali daripada larutan Fehling . Akibatnya, Luff Schoorl merupakan agen oksidasi yang lebih lemah dan memerlukan pemanasan sampel yang lebih lama daripada teknik Lane dan Eynon (Nielsen 1998).Proses ometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam, penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan banyaknya oksidator (Winarno 1997).
D. Alat
Neraca Analitik
Kertas saring
Erlenmeyer
Pipet volum 10 mL dan 25 mL
Labu Iod 250 mL
Heater
Beaker glass
Gelas ukur
Pendingin tegak
Buret
Labu ukur 500 mL
Pipet tetes
Corong
E. Bahan
Sampel : Pati gembili REAGENSIA :
NaOH 30% Larutan KI 30% Larutan H2SO4 4N Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N Indikator amilum 1% Larutan Luff Schoorl Aquadest Kalium iodat 0,1 N
F. Prosedur praktikum a. Stadarisasi natrium thiosulfat 0,1 N dengan kalium iodat 0,1 N
1. Pipet10,0 mL larutan standar kalium iodat 0,1 N masukkan dalam labu iod 250mL 2. Tambahkan 10 mL KI 10% dan asam sulfat 2N 10 mL 3. Tutup, diamkan ditempat gelap beberapa saat. Lalu titrasi dengan natrium thiosulfat 4. Ketika warna menjadi kunging muda tambahkan indikator amilum 1% 5. Titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang
b. Penetapan kadar 1. Timbang 2-5 gram sampel yang telah dihaluskan ke dalam labu iod, tambahkan 50 ml aquadest biarkan selama 1 jam dengan sesekali di gojog. Suspensi disaring dengan kertas saring, dan dicuci dengan air hingga volume filtrat 250 ml. Filtrate ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. 2. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer, lalu dicuci dengan menambahkan 200 ml aquadest dan 20 ml HCl 25% lalu dipanaskan 2,5 jam dengan pendingin tegak. 3. Setelah dingin, saring ke dalam labu ukur 500 ml, lalu netralkan dengan NaOH setelah itu encerkan sampai tanda lalu kocok.
4. Pipet 5 ml larutan dari labu ukur 500 ml kedalam labu od, tambahkan 25 ml pereaksi Luffschoorl kemudian panaskan dengan pendingin hingga terbentuk endapan merah Cu2O 5. Setelah dingin tmbahakan KI 30% 15 ml lalu panaskan dengan hati-hati tambahakan 25 ml asam sulfat 4 N. Titrasi dengan natrium thiosulfat 0,1 N hingga warna kuning muda lalu tambahkan indikator amilum, titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang.
c.Blanko Pipet 25 ml larutan Luffschoorl masukkan dalam erlenmeyer lalu tambahkan 15 ml KI 30% dan 25 ml asam sulfat 4 N. Titrasi dengan natrium thiosulfat sampai wana kuning muda. Hentikan titrasi lalu tambahkan indikator amilum dan titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang.
G. Hasil praktikum a. LSP KIO3 0,1 N 100 mL
G
= N x V x BE = 0,1 N x 0,1 L x 35,67 = 0,356 g
Penimbangan :
Wadah = 25,5435 g Zat
= 0,356 g
w+z
= 25,89954 g
hasil penimbangan
= 25,90560 g
berat zat
= 0,35662 g
b. Normalitas KIO3
Hasil titrasi Volume standarisasi 1
= 10,40 mL
Volume standarisasi 2
= 10,55 mL
Δ volume standarisasi1 & 2
= 10,475 mL
Standarisasi Na2S2O3 V1 x N1 10 ml . 0,0999 N
=
V2 x N2
=
10,475 mL . N 2
N2
=
N2
=
0,0953 N
Volume titrasi blanko
= 25,5 mL
Volume titrasi sampel 1
= 16,5 mL
Volume titrasi sampel 2
= 18 mL
Δvolume titrasi sampel 1&2
= 17,25 mL
Kadar pati
H. Pembahasan
Pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabil an rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati (Fortuna at al l 2001). Berdasarkan reaksi warnanya dengan iodium, pati juga dapat dibedakan dengan amilosa dan amilopektin. Pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna biru karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul yodium dan membentuk warna biru. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila polimer glukosanya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin, akan dihasilkan warna merah atau ungucoklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima, tidak memberi warna dengan iodium (Koswara 2009). Kadar pati dapat menggunakan beberapa metode. Metode tersebut, antara lain metode Luff Schoorl dan metode polarimetri. Pada praktikum ini menggunakan metode Luff Schoorl untuk menganalisis kandungan pati dalam pati gembili. Metode ini menggunakan reagen Luff Schoorl yang mengandung tembaga sitrat (CuO) sebagai oksidator bagi gula pereduksi hasil hidrolisis pati dalam keadaan asam. Gula pereduksi mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Ion Cu berasal dari reagen Luff Schoorl yang memiliki tembaga sitrat (CuO). Gula pereduksi yang
dipanaskan dengan KI dan H2SO4 akan membebaskan i odium. Suasana yang sedikit asam akan membuat zat oksidator tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan banyaknya oksidator (Winarno 1997). Proses penambahan HCl dan pemanasan bertujuan untuk menghidrolisis pati dalam sampel pati gembili tersebut dengan memecah ikatan glikosidik di dalamnya sehingga terbentuk molekul pati yang lebih pendek. Setelah dipanaskan, sampel dalam erlenmeyer dinetralkan dengan larutan NaOH 4 N. Pemilihan NaOH didasarkan pada penggunaan H 2SO4 yang merupakan asam kuat pada tahapan sebelumnya. Maka dari itu, NaOH sebagai basa kuat dipilih sebagai penetral. Setelah larutan netral, ditambahkan CH 3COOH yang memberikan suasana sedikit asam pada larutan sebagai syarat terjadinya reaksi selanjutnya. Setelah itu larutan dipindahkan dalam labu ukur 500 ml dan diencerkan dengan menambahkan aquades sampai tanda tera. Larutan tersebut disaring dan diambil filtratnya. Filtrat tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan Luff Schrool dan aquades. Reaksi tersebut akan menghasilkan Cu 2O melalui proses pemanasan yang ditandai perubahan larutan menjadi biru kehijauan dengan sediit endapan merah. Perlakuan yang dilakukan di atas dilakukan agar gula-gula pereduksi dapat mereduksi tembaga (Cu 2+) menjadi Cu+. Kemudian Cu 2+ yang tidak tereduksi (sisa) dapat dititer secara Iodometri dengan menambah larutan KI 30% dan H 2SO4 4N. Akhirnya larutan dititer dengan larutan Na2S2O3 0,1N dan indikatornya digunakan larutan amilum 1%. Jumlah Cu 2+ dapat ditentukan dari percobaan blanko dan perbedaannya, dapat ditentukan jumlah gula dalam larutan yang di analisis. Setelah itu, larutan didinginkan dan ditambahakan KI serta H 2SO4 sebagai senyawa yang akan membebaskan iodium dalam larutan. Kelebihan iodium pada larutan sedikit asam perlu dititrasi dengan larutan tiosulfat (Na2S2O3) sehingga jumlah iodium yang terikat sama dengan jumlah oksidatornya Banyaknya larutan tiosulfat untuk menitrasi larutan sampel merupakan indikator yang sama dalam menentukan jumlah Cu2+ yang tersisa. Indikator amilum sendiri digunakan sebagai penanda apakah masih terjadi proses reduksi atau tidak. Prosedur di atas dilakukan juga terhadap blanko yang sampelnya diganti dengan akuades. Selisih antara banyaknya larutan tiosulfat untuk menitrasi blanko dan sampel dikali dengan gram ekuivalen dari larutan tiosulfat dan dibagi molaritasnya sehingga diperoleh banyaknya larutan tio sulfat dalam mililiter. Jumlah tiosulfat tersebut dikonversi menjadi jumlah glukosa dalam satuan miligram
melalui tabel yang sudah tersedia. Hasil konversi dikali dengan faktor pengenceran dan konstanta 0,95 dibagi berat sampel untuk memeperoleh kadar pati sampel. Hasil praktikum ini dengan sampel pati gembili menunjukkan kadar patinya adalah 58% I. Kesimpulan
Hasil praktikum ini dengan sampel pati gembili menunjukkan kadar patinya adalah 58% J. Dokumentasi hasil analisis kadar pati
2.
ANALISIS KADAR LEMAK A. Tujuan
Untuk menentukan kadar lemak dalam sampel B. Prinsip
Lemak bebas diekstraksi dari contoh uji dengan pelarut polar. Hasil ekst rasi dimurnikan dari pelarut dan ditimbang. C. Dasar Teori
Lipid merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut air. Sifat kelarutan lipd sangat tergantung pada struktur umumnya dan ini menjadi dasar penggolongan jenis lipid. Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal, yakni : 1. Lipid sederhana yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya: lemak atau gliserida dan lilin(waxes) 2. Lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya : fosfolipid 3. Derivate lipid yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis li pid, contohnya : asam lemak, gliserol, dan sterol. Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam pelarut organik (seperti eter, heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air. Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alatekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien,karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan (Ketaren, 1986:36). Prinsip soxhlet ialah
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yangumumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi (Whitaker 1915).
D. Alat
1. Kertas saring 2. Labu lemak 3. Soxhlet ekstraktor 4. Heater 5. Oven 6. Neraca analitik 7. Kapas bebas lemak 8. Benang 9. Gunting
E. Bahan
Sampel: Susu Dancow Fortigo sachet rasa vanilla Es batu sebagai pengontrol suhu dingin Pereaksi :
Pelarut organik (eter)
F. Prosedur praktikum a. Siapkan alat dan bahan 0
b. Masukkan labu didih ke dalam oven dengan suhu sedang 70 C selama 15 menit c. Keluarkan labu didih dari oven kemudian dinginkan pada deksikator 5-10 menit d. Timbang labu didih hingga mencapai berat konstan e. Pasang labu didih pada rangkaian soxhlet yang telah dirangkai f. Pasang heater dibawah labu didih
g. Timbang sampel kurang lebih 2-5 gram sample h. Pindahkan sampel yg telah ditimbang ke kertas saring berbentuk persegi kemudian lipat
kertas saring hingga menutupi seluruh sampel. i. Ikat dengan benang wol dengan kuat,kemudian masukkan sampel susu kedalam soxhlet j. Tuangkan pelarut organik (eter) hingga membasahi sampel dan meluap melalui pipa
soxlet sebanyak 2 kali k. Panaskan dengan heater, amati kenaikan pelarut pada pipa soxlet, apabila telah meluap
hingga 4 kali segera angkat sampel dari soxhlet l. Lanjutkan pemanasan, pada luapan ke 5 biarkan pelarut organik meluap untuk
melarutkan sisa-sisa sampel lemak pada soxhlet m. Lanjutkan pemanasan hingga volume eter 1/2 dari pipa soxhlet, kemudian matikan
pemanas,tuang eter murni dari ekstraktor ke dalam botol kosong. Lakukan hingga volume filtrat di labu didih mengendap di permukaan. n. Bila telah mengendap matikan heater, lepaskan labu didih dari soxhlet. o. Diamkan labu didih beberapa menit hingga suhu turun, kemudian masukkan labu
penampung (kedjal) kedalam waterbath dengan suhu 100 0C sampai bau eter hilang. p. Bila aroma eter sudah hilang, angkat labu penampung, kemudian dinginkan 5 menit suhu
ruangan. q. Timbang labu didih beserta filtrat hasil ekstraksi r. Lakukan perhitungan kadar lemak.
G. Hasil praktikum
Penimbangan sample seharusnya
Wadah
= 25,34 gram
Zat
= 2, 0 gram +
Wadah + zat = 27,34 gram
Penimbangan yang didapat
Wadah + zat
= 27,72 gram
Wadah
= 25,34 gram –
Massa sample = 2,38 gram
Penimbangan labu penampung
W1 = 819,525 gram
Massa labu lemak + lemak setelah penguapan
W = 820, 685 gram Perhitungan kadar lemak
H. Pembahasan
Pada praktikum analisa lemak, digunakan sample berupa susu sachet dancow yang berbentuk serbuk. Pada analisa lemak kali ini menggunakan metode soxhletasi untuk mendapatkan berat lemak yang terkandung dalam sample, dengan cara malakukan pemisahan lemak (susu formula) dengan pelarutnya (eter). Proses ekstraksi menggunakan pelarut eter yang mempunyai titik didih kurang dari titik didih air, maka penangas yang digunakan adalah penangas air/ waterbath karena suhu yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi di bawah titik didih air. Sample akan disimpan dalam alat soxhlet dan tidak tercampur langsung dengan pelarut dalam wadah yang dipanaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang selanjutnya mengekstraksi sample. Setelah sample diekstraksi dengan soxhlet, maka akan dilanjutkan dengan penguapan eter dengan menggunakan waterbath. Eter diuapkan sampai tidak tercium lagi bau eter sehingga didapatkan lemak murni pada susu formula kemudian ditimbanga pada neraca analitik. Sehingga di dapat kadar lemak pada susu formula adalah
. Hasil yang
diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sedikit lebih tinggi daripada hasil yang terdapat dalam informasi gizi pada kemasan yang menunjukkan bahwa susu formula (dancow) memiliki kandungan lemak sebanyak 47%. Hal ini dapat terjadi karena
adanya kandungan eter yang masih belum teruapkan secara sempurna didalam waterbath. Dan metode analisa yang digunakan oleh pabrik menggunakan metode yang berbeda sehingga didapatkan hasil yang sedikit berbeda, karena ekstraksi dengan shoxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi dengan soxlet memberikan hasil ekstrak lebih tinggi. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi. (Whitaker, 1915) Adapun langkah awal yang kami lakukan adalah menimbang 2,000 gram susu bubuk tersebut diatas kertas saring kemudian dimasukkan kedalam soxlet. Selanjutnya, pelarut eter dimasukkan dari atas pendingin soxhlet hingga mendekati tanda penuh. Lalu direfluks, tujuannyan agar dapat menurunkan tekanan suhu larutan agar tidak terlalu tinggi. Perefluksan dilakukan sampai pelarut yang turun kembali ke erlenmeyer lagi kurang lebih dilakukan selama 3x hingga berwarna jernih. Pada proses refluks atau penurunan pertama warna nampak kecoklatan. Pada proses kedua warna cairan nampak agak pudar. Hingga pada proses penurunan ketiga warna menjadi jernih atau warna keciklatan mulai pudar. Proses yang terjadi pada percobaan ini ketika pelarut dididihkan, upaya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dididihkan melalui bagian luar condenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fasa cair. Kemudian menetes ke timbel. Pelarut melarutkann lemak didalam timbel, larutan sari ini terkumpul dalam timbel dan bila volemenya telah mencukupi, sari akan dialirkan menuju erlenmeyer.
I. Kesimpulan
Hasil praktikum analisis kadar lemak dengan sampel susu dancow fortigo sachet diperoleh kadar lemak sebesar 48.74%
J. Dokumentasi hasil analisis kadar lemak
(persiapan sampel)
(hasil destilasi)
(proses destilasi)
(hasil destilasi setelah penguapan)
Sampel susu dancow fortigo sachet
3.
ANALISIS BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
A. Analisis Pemanis Buatan Sakarin pada Sampel Coca cola a. Tujuan Untuk mengetahui adanya pemanis sakarin yang terkandung dalam bahan pangan.
b. Prinsip Sample yang digunakan harus bersifat asam. Bila tidak, maka sample harus
diasamkan dengan menggunakan HCl kemudian diekstraksi dengan bantuan ether, dan diuapkan . residu yang mengandung sakarin akan diuji secara organoleptik.
c. Dasar Teori
Sakarin merupakan garam natrium dari asam sakarin yang memiliki tingkat kemanisan 300 kali dari gula biasa (sukrosa). Sedangkan siklamat merupakan salah satu jenis pemanis buatan yang memiliki tingkat kemanisan 30 kali daripada sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang sangat tinggi, maka sering disebut dengan “Biang gula” .Sifatnya sebagai pemanis tanpa kalori dan harga murahnya menjadi faktor penarik utama dalam penggunaan sakarin. Selain itu sakarin tidak bereaksi dengan bahan makanan, sehingga makanan yang ditambahkan sakarin tidak mengalami kerusakan. Sifat yang penting untuk industri minuman kaleng atau kemasan. Karena itulah, sakarin dalam hal ini sering digunakan bersama dengan aspartame; agar rasa manis dalam minuman tetap bertahan lama. Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, aspartame tidak bertahan lama dalam minuman kemasan.Sifat fisik sakarin yang cukup dikenal adalah tidak stabil pada pemanasan. Sakarin yang digunakan dalam industri makanan adalah sakarin sebagai garam natrium. Hal ini disebabkan sakarin dalam bentuk aslinya yaitu asam, bersifat tidak larut dalam air. Sakarin juga tidak mengalami proses penguraian gula dan pati yang menghasilkan asam; sehingga sakarin tidak menyebabkan erosi enamel gigi.Sakarin merupakan pemanis alternatif untuk penderita diabetes melitus, karena sakarin tidak diserap lewat sistem pencernaan. Meskipun demikian, sakarin dapat mendorong sekresi insulin karena rasa manisnya; sehingga gula darah akan turun.Sakarin mulai diteliti sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Ahli yang pertama kali menentang penggunaan sakarin, karena dianggap merugikan kesehatan; adalah Harvey Wiley. Menurut beliau, sakarin memang manis seperti gula pasir biasa, namun karena struktur kimianya yang menyerupai tar batubara; tetap saja yang dikonsumsi adalah tar batubara yang seharusnya tidak dimakan. Namun pernyataan terus dibantah keras oleh presiden Amerika Serikat saat itu, Theodore Roosevelt. Memang sejak pertama diperkenalkan secara luas kepada masyarakat sampai saat itu, belum ada efek buruk sebagai akibat konsumsi sakarin. Sejak saat itu, keamanan penggunaan sakarin terus diperdebatkan sampai sekarang. Adapun bahaya yang ditimbulkan sakarin adalah efek karsinogenik. Pada sebuah penelitian di tahun 1977, mencit percobaan mengalami kanker empedu setelah mengkonsumsi sakarin dalam jumlah besar. Penentuan efek serupa pada manusia lebih sulit, karena sebagian besar produk makanan yang ada saat ini menggunakan beberapa pemanis buatan sekaligus. Penelitian oleh Weihrauch & Diehl (2004) menunjukkan bahwa konsumsi kombinasi pemanis buatan dalam jumlah besar (>1.6 gram/hari) meningkatkan risiko kanker empedu sebanyak hanya 1.3 kali lipat pada manusia. Namun pemanis manakah yang menimbulkan efek ini tidak diketahui. Setelah beberapa tahun meneliti, sebagian besar ahli akhirnya menyimpulkan bahwa sakarin tidak bersifat karsinogenik pada manusia. Batas maksimum penggunaan siklamat menurut ADI (acceptable daily intake) yang dikeluarkan oleh FAO ialah 50 - 300 ppm, sedangkan siklamat lebih besar yaitu 500 - 3000 ppm. Meski demikian, penggunaan jenis-jenis pemanis buatan ini hanya disarankan bila memiliki gangguan kesehatan, seperti penderita diabetes.
d. Alat 1. Corong Pisah
2. Statif 3. Tabung Reaksi 4. Pipet Mat 5. Pipet Tetes 6. Heater 7. Cawan Porselin 8. Gelas Arloji 9. Neraca Analitik
e. Bahan
Sampel: Coca Cola REAGENSIA : 1. Eter 2. FeCl3 0,5% 3. BTB 4. Aseton 5. NaOH 2N 6. Fenol asam sulfat 7. H2SO4 2N 8. KMnO4 2N 9. Resolsinol 10. HCl encer 11. NaOH 10%
f. Prosedur praktikum 1. SNI 01-2893-1992
a. Sampel 100 mL diasamkan dengan HCl, kemudian diekstrak 1 kali dengan 25mL eter. b. Setelah larutan terpisah, eter diuapkan dalam tabung reaksi di udara terbuka.Menambahkan 10 tetes H2SO4 dan 40 mg resorsinol. Kemudian dipanaskan perlahan-lahan dengan api kecil hingga berubah menjadi warna hijau kotor.
c. Mendinginkan sampel kemudian menambahkan 10 mL aquades dan larutan NaOH10% berlebihan. d. Bila terbentuk warna hijau fluoresense berarti sampel positif mengandung sakarin.
2. UJI FeCl3
a. Larutkan residu dari corong pisah dalam air panas b. Tambahkan 3 tetes asam sulfat 2 N. Panaskan hingga mendidih c. Tambahkan KMnO 4 2 N hingga terbentuk warna merah muda konstan d. Tambahkan sepucuk NaOH teknis masukkan dalam cawan penguap, uapkan hinggakering. e. Larutkan residu dalam air panas, asamkan dengan HCl encer f. Tambahkan FeCl 3 0,5% tetes demi tetes hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu. Positif berwarna ungu
3. UJI BROM THYMOL BLUE
a. Larutkan residu dalam air panas, tambahkan 2 tetes aseton b. Tambahkan 2 tetes brom thymol blue c. Tambahkan NaOH 2 N tetes demi tetes, sampel positif sakarin bila berwarna biru.
4. UJI FENOL ASAM SULFAT
a. Ke dalam residu tambahkan 3 tetes reagen fenol asam sulfat b. Panaskan dalam penangas air selama 10 menit c. Larutkan dalam air panas d. Tambahkan NaOH 2 N sampai suasana basa. Jika terbentuk warna magenta/ungu kemerahan maka sampel positif sakarin.
g. Hasil praktikum NO.
NAMA PROSEDUR UJI
HASIL
1.
SNI 01-2893-1992
Larutan berwarna hijau, dan tidak terjadi warna hijau fluoresen. Menunjukkan hasil negative (-).
2.
UJI FeCl3
Terdapat endapan hitam, dan larutan berwarna kuning. Menunjukkan hasil negative (-) karena tidak menunjukkan adanya perubahan warna menjadi warna ungu.
3.
UJI BROM THYMOL BLUE
Larutan berubah warna dari putih bening menjadi biru. Menunjukkan hasil positive (+)
4.
UJI FENOL ASAM SULFAT
Terdapat endapan putih. Menunjukkan hasil negative (-)
h. Pembahasan
Pada uji pemanis buatan pada bahan tambahan makanan, masing msing proses uji telah memperoleh hasil. Berikut ini penjelasannya : HASIL ANALISA PEMANIS SAKARIN
Hasil (-) negatif sakarin, karena dari hasil analisa sampel tidak menunjukkan warna hijau flouresense yang terbentu warna hijau soft. HASIL ANALISA UJI FeCl3
Hasil (-) negatif karena sampel ungu tidak terjadi perubahan warna menjadi ungu, tetapi kunig keruh. HASIL ANALISA BTB (BROM THYMOL BLUE)
Hasil (+) positif karena sampel terbentuk perubahan warna biru lautan. HASIL ANALISA UJI FENOL - ASAM SULFAT
Hasil (-) negatif karena pada sampel tidak terjadi perubahan warna magenta atau ungu kemerahan.
Dari data diatas, hanya uji BTB ( Brom Thymol Blue) saja yang mendapati hasil positif (+) sakarin. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa, untuk uji pemanis zat makanan sebaiknya kita tidak menggunakan 1 jenis paramater saja, karena belum tentu satu parameter jenis uji hasilnya sama dengan jenis uji yang lain. Melalui praktikum ini, pengujian dilakukan dengan berbagai jenis parameter sehinga hanya didapati satu macam uji saja yang hasilnya sesuai dengan etiket kemasan yaitu positif sakarin. i.
Kesimpulan
Hasil praktikum analisis bahan tambahan makanan, penentuan sakarin diperoleh : Analisa sakarin = (-) negative Uji FeCl3 = (-) negative Uji BTB = (+) positif Uji Fenol – Asam Sulfat = (-) negative
j.
Dokumentasi hasil analisis Sakarin
B. Analisis Pemanis Buatan Siklamat pada Sampel Sirup Freiss a. Tujuan
Untuk mengetahui adanya pemanis siklamat dalam bahan pangan.
b. Prinsip
Sampel disaring berulang kali kemudian ditambahkan berbagai pereaksi dan dipanaskan hingga terbentuk endapan putih hasil reaksi BaCl2 dan Na2SO4, menandakan sampel positif mengandung siklamat.
c. Dasar Teori
Siklamat adalah salah satu jenis pemanis buatan yang umum dipakai sebagai pengganti gula. Penggunaannya tidak boleh melebihi batas, untuk siklamat berkisar antara 500 mg – 3 g/kg bahan pangan. Industri makanan dan minuman memanfaatkan zat-zat ini untuk menekan ongkos produksi. Sebab, rasa manis yang dihasilkannya bisa mencapai 30 – 300 kali gula biasa. Sebenarnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menentukan batas Acceptable Daily Intake (ADI), yaitu jumlah yang boleh dikonsumsi sepanjang hidup. Dr Nurhasan dari tim riset LKJ menemukan, berdasarkan data BPOM, pada November-Desember 2002, penggunaan siklamat sudah mencapai 240 % ADI, sedangkan sakarin 12,2 % ADI. Hal ini jelas menunjukkan tren penggunaan telah over dosis. Persoalan ini sangat mungkin terjadi karena pengguna dan konsumen jarang mengetahui batas aman mengkonsumsi pemanis buatan itu.
d. Alat
1. Erlenmeyer 2. Hotplate 3. Maat pipet 4. Gelas ukur 5. Pipet tetes 6. Kertas saring
e. Bahan
Sampel: Sirup Freiss rasa Jeruk REAGENSIA : 1. BaCl 10% 2. NaNO2 10% 3. HCl 10%
f. Prosedur Praktikum 1. Sampel ditimbang sejumlah 100 mL di erlenmeyer.
2. Menambahkan aquades hingga tanda.
3. Menyaring larutan dengan kertas Whatman No. 1 yang berukuran 15 cm x 15 cm, kemudian ditambahkan 10 mL larutan HCl 10%. 4. Menambahkan 10 mL larutan BaCl 2 10%, dibiarkan 30 menit kemudian disaring menggunakan kertas Whatman No. 1 yang berukuran 15 cm x 15 cm. 5. Menambahkan NaNO2 10% 10 mL, kemudian dipanaskan di atas hotplate atau penangas air pada suhu ± 125°C - 130°C. 6. Hasil dapat diamati setelah 20 – 30 menit setelah dipanaskan dengan mengamati adanya endapan putih.
g. Hasil Praktikum
Pada praktikum analisis pemanis buatan siklamat dengan sampel yang digunakan adalah sirup Freiss diperoleh hasil (-) negative, ditandai dengan tidak adanya endapan berwarna putih setelah proses pemanasan h. Pembahasan
Pada analisis sirup freiss yang diduga mengandung bahan tambahan pangan berupa siklamat menunjukkan hasil analisis yang negatif. Hal tersebut dapat diartikan dalam sampel sirup freiss tidak mengandung bahan tambahan pangan berupa pemanis siklamat. Namun pada kemasan tertera bahwa sampel mengandung siklamat sedangkan hasil praktikum menyatakan negative karena tidak adanya endapan putih setelah sampel direaksikan dengan pereaksi dan dipanaskan. Kemungkinan sampel sebenarnya mengandung pemanis siklamat namun dalam jumlah yang sangat sedikit, kemungkinan juga karena metode analisis yang digunakan tidak cocok dengan kandungan sampel tersebut.
i.
Kesimpulan
Hasil analisis kandungan pemanis siklamat dalam sampel sirup Freiss adalah negative, ditandai dengan tidak adanya endapan berwarna putih
j.
Dokumentasi hasil analisis pemanis siklamat
(persiapan sampel)
(hasil uji sakarin negatif/tidak ada endapan putih )
C. Analisis Pengawet Benzoat pada Sampel Sirup Freiss a. Tujuan Untuk mengetahui adanya pengawet benzoat dalam bahan pangan.
b. Prinsip Sampel dibuat alkali dengan penambahan NaOH 10% kemudian ditambahi eter
dan diekstraksi . Kemudian residu sampel dicuci dan dipanaskan . Ketika ditetesi
FeCl3 netral 0,5% terbentuk endapan merah bata, maka sampel positif mengandung benzoat.
c. Dasar Teori
Asam benzoat termasuk salah satu jenis zat pengawet organik. Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang organik karena bahan ini lebih mudah dibuat dan dipakai dalam bentuk asam maupun garamnya seperti asam sorbat, asam propionat, asam benzoat dan asam asetat. Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, asam benzoat juga berperan sebagai antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi berhenti Batas atas benzoat yang diijinkan dalam makanan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5%. Sedang di Indonesia, berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 batas maksimal penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0,1% atau 1 gram asam benzoat setiap 1 kg bahan makanan. d. Alat 1. Pipet maat
2. Pipet tetes 3. Heater 4. Corong pemisah 5. Cawan porselin 6. Beaker glass 7. Statif 8. Batang pengaduk 9. Gelas ukur
e. Bahan
Sampel: Sirup Freiss rasa Jeruk
REAGENSIA : 1. HCl encer 2. NaOH 10% 3. Eter 4. NH3 5. FeCl3 netral 0,5%
f. Prosedur Praktikum 1. Persiapan sampel : A. Padatan atau semi padatan
1. Sampel sebanyak 50-100 g ditambah dengan 300-400 mL air. 2. Kemudian dihancurkan menggunakan blender 3. Selanjutnya campuran ditambah dengan NaOh 10% hingga alkalis dan dibiarkan selama kurang lebih 2 jam, setelah itu disaring. B. Cairan 1. Sampel sebanyak 50-100 mL dibuat menjadi alkalis dengan penambahan
NaOH 10%. 2. Kemudian disaring dengan kapas. Jika sampel berkadar gula tunggi, maka
harus diencerkan sampai total padatan 10-15%
2. Langkah kerja :
1. Sebanyak 100 ml atau lebih filtrat dari persiapan sampel dimasukkan ke dalam labu pemisah. 2. Kemudian ditambahkan HCL sampai asam dan ditambahkan lagi 5-10 ml HCL 3. Setelah itu, larutan tadi diekstrak dengan 75-100 ml eter. Jika perlu lapisan air diekstrak kembali dengan eter. Ekstrak ester di cuci sebanyak 3 kali, masingmasing dengan 5 ml air. Ekstrak eter yang telah di cuci dimasukkan ke dalam pinggan porselin dan diuapkanke dalam penagngas air. 4. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam air. Jika perlu dipanaskan sampai 80-85 C selama 10 menit 5. Larutkan tersebut ditambahkan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa. Kemudian larutan diuapkan untuk menghilangkan keleihan NH3 Residu yang tersisa dilarutkan kembali dengan air panas ( residu A ). Setelah itu larutan disaring jika perlu
3. Uji Ferri Klorida
1. Ke dalam larutan ditambahkan beberapa tetes Fecl3 net ral 0,5% 2. Terbentuknya endapan feeribenzoat yang bewarna salmon (merah bata) mengandung adanya asam benzoat.
g. Hasil Praktikum
Pada penentuan hasil analisis benzoat pada BTM dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif dengan uji FeCl 3 menunjukkan sampel yang dianalisis mengandung benzoate, ditandai dengan adanya endapan berwarna merah bata setelah penambahan pereaksi FeCl 3.
h. Pembahasan
Uji Kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidanknya asam benzoat pada sampel sirup Freiss rasa jeruk tersebut. Uji Kualitatif dilakukan dengan dua cara yaitu uji FeCl 3. Hasil Analisa Kualitatif Pengawet Benzoat pada sirup Freiss adalah (+) positif karena terbentuk perubahan warna sampel menjadi salmon atau merah bata serta terdapat endapan merah bata. Tetapi dalam komposisi kemasan sampel terdapat pengawet benzoate namun tidak tertera berapa kadarnya.
i.
Kesimpulan
Hasil Analisa Kualitatif Pengawet Benzoat pada sirup Freiss adalah (+) positif karena terbentuk perubahan warna sampel menjadi salmon atau merah bata serta terdapat endapan merah bata.
j.
Dokumentasi Hasil analisis pengawet Benzoat
(proses ekstraksi, filtrat yang tidak berwarna dimasukkan dalam cawan porselin)
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesi]. 1985. Peratutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Tentang Zat Pewarna Tertentu Yang Dinyatakan Berbahaya. Jakarta Ika Kurniawati Y. 2009. Mengenal Zat Adiktif Makanan. Jakarta : Sinar Cemerlang Retno Lestari A. 2012. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan (Tartazine). http://retno-ani-lestari.blogspot.com. Diakses 15 Juni 2017, Pkl.20:30 WIB. Apriyantono, A., Fardiaz D., Puspitasari N. L., Sedarnawati, dan Budiyanto S., 1989, Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 Permenkes RI No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 Poedjiadi, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta Winarno.F.G, 1982, Analisa Bahan Pangan, UI Press, Jakarta Bazhar, Yashid.(2016). Laporan Hasil Praktikum Kadar Vitamin C pada Buah. [Online]. Tersedia: http://www.atlm.web.id/2016/11/laporan-praktikum-analisa-kadar-vitamin.html. Diakses pada 21 April 2017
Wulaniriky. (2011). Penetapan Kadar Air (Metode Oven Pengering .[Online]. Tersedia: https://wulaniriky.wordpress.com/2011/01/19/penetapan-kadar-air-metode-oven-pengering-aa/. Diakses pada 21 April 2017 Prestianti, Ika.(2015). Laporan Destilasi. [Online]. Tersedia : http://ikkaqyutz.blogspot.co.id/2015/06/laporan-destilasi.html. Diakses pada 22 April 2017
Sudarmanto, Fadel Muhammad. (2014 ). Laporan Lengkap Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan. [Online]. Tersedia: http://smakmakassarfadelmuhammad3a.blogspot.co.id/2014/09/laporan-lengkap-bilanganasam-dan_3.html. Diakses pada 22 April 2017 Deviana, Wahyu Sisilia. (2015). Penetapan Lemak dengan metode Ekstraksi Soxhlet. [Online]. Tersedia: http://wahyusisilia.blogspot.co.id/2015/10/laporan-penetapan-lemak-denganmetode.html. Diakses pada 23 April 2017 Jayana, Rmmona.dkk. (2011). Pentapan Kadar Pati dengan Metode Luff Schoorl. [Online]. Tersedia: http://akuuhmona.blogspot.co.id/2011/05/penetapan-kadar-pati.html. Diakses pada 23 April 2017
View more...
Comments