Laporan Praktikum 1 TPT - (6)

November 8, 2017 | Author: Mohamad Robi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

laporan praktikum tpt...

Description

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN (Pengukuran Total Padatan Terlarut dengan Refraktometer)

Oleh : Nama NPM Hari, Tanggal Praktikum Waktu Co. Ass

: Anggis Utomo Putri : 240110140082 : Selasa, 27 September 2016 : 12.30 - 15.00 WIB : 1. Rifki Amrullah 2. Adryani Tresna W. 3. Arinda Nur Ariva 4. Bintari Ayuningtyas 5. Eki Dwiyan Saputra 6. M. Hanief Bayhaqqi 7. Mizanul Hakam 8. Umaya Nur Uswah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pemanenan merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman. Output dari proses pemanenan adalah sayur dan buah. Salah satu indeks pengukuran pemanenan bahan hasil pertanian adalah tingkat kematangan buah dari bahan hasil pertanian. Tingkat kematangan buah mempengaruhi harga jual dan waktu simpan dari bahan hasil pertanian. Jika pada proses pemanenan bahan hasil pertanian dilakukan terlalu dini maka pada tingkat penjualan konsumen, bahan hasil pertanian masih dalam keadaan mentah, tentu hal ini akan mempengaruhi harga jual hasil panen tersebut, sebaliknya jika pemanenan dilakukan terlalu lama maka pada proses pendistribusiannnya bahan hasil pertanian akan mengalami kebusukan dan akan memiliki rasa yang tidak terlalu enak untuk dikonsumsi karena terlalu banyak biji dan tinggi serat. Bahan pertanian hasil pemanenan akan berdaya jual tinggi apabila proses pemanenan dilakukan pada saat telah mencapai kematangan fisiologis yang optimal. Secara langsung kematangan secara fisiologis dapat mengurangi penyusutan pada proses sortasi bahan hasil pertanian, sehingga rendemen penyusutan semakin kecil. Menimbang begitu pentingnya tingkat kematangan bahan hasil pertanian dalam proses pemanenan, maka harus adanya indek kematangan untuk menentukan standar kematangan fisiologis yang tepat. Faktor yang mempengaruhi tingkat kematangan suatu bahan hasil pertanian adalah persentase kandungan total padatan terlarut ( TPT ) yang terkandung pada bahan hasil pertanian. Maka pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai pengukuran TPT menggunakan alat refraktometer. 1.2 Tujuan Instruksional 1.2.1 Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa dapat mempelajari karakteristik kematangan bahan hasil 1.2.2

pertanian. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat menganalisis dan menerapkan pengukuran kematangan bahan hasil pertanian dengan menentukan total padatan terlarut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Buah Tingkat kematangan pada buah dan sayuran dipengaruhi oleh kualitas benih yang digunakan pada tahapan budidaya tanaman, Tingkat kematangan pada buah dan sayuran maupun hasil tanaman lainnya tidak akan berlangsung secara bersamaan. Benih yang memiliki bobot yang lebih tinggi adalah benih yang berasal dari tanaman yang sudah benar-benar matang dan memiliki warna merah yang penuh, sehingga proses pembenihan yang baik berasal dari proses pemanenan yang bertahap (Kartasaputra, 1989). Produk yang memiliki tingkat kematangan optimal adalah produk yang dipanen lebih awal ketika rasa sayuran lebih enak dan berharga jual tinggi ataupun proses pemanenan saat buah telah mencapai kematangan stadium masak dan memiliki rasa penuh dengan proses pemanenan yang dilakukan secara berulang (Kitinoja,2003). Kondisi kematang pada buah tropis dapat terlihat dari warna yang diklasifikasikan menjadi tanaman dengan kondisi mentah, setengah matang, matang dan busuk. Ciri dari buah tropis ini digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan pada buah pada keperluan industri. Setiap bahan hasil pertanian memiliki standar kematangan yang berbeda. Pada proses pematangan buah terjadi perubahan dalam berbagai aspek seperti, perubahan tekstur, struktur, warna, rasa dan proses biokimia yang terjadi didalamnya (Abidin,1991). Struktur buah yang telah matang akan memiliki tekstur yang lebih lunak, pelunakan pada buah terjadi karena adanya hidrolisis poliskarida pada dinding sel, serta terjadinya proses hidrolisisprotopektin menjadi pektin yang terlarut sehingga daya rekat antar sel berkurang dan mengakibatkan terjadinya pelunakan. Tabel 1 dibawah ini menunjukan beberapa indeks kematangan pada buah.

Tabel 1. Indeks kematangan pada buah Indeks Waktu dalam hari mulai

Apel,pir

Contoh

pembungaan sampai panen. Rata-rata unit panas selama

Kacang polong, apel, jagung manis

perkembangan. Perkembangan dari lapisan absisi Morfologi dan struktur permukaan

Beberapa melon, apel, feijoas Formulasi kutikula pada anggur, tomat.

Pembentukan

permukaan

jaring-jaring

beberapa

melon,

permukaan bercahaya, beberapa buah Ukuran Berat jenis Bentuk

(perkembangan lapisan lilin) Semua buah dan kebanyakan sayuran Ceri, semangka dan kentang Bentuk penampang pisang, penuh atau keberisian pipi mangga, kekompakan

Kepadatan Sifat tektur : Kekerasan Kelembutan Warna, luar Warna dan struktur dalam

brokoli dan bunga kol Selada, kol dan brussel sprouts Apel, pir dan stone fruits Kacang polong Semua buah dan kebanyakan sayuran Pembentukan bahan berbentuk seperti jeli didalam buah tomat, dan warna daging untuk beberapa buah

Faktor komposisi : Kandungan tepung Kandungan gula Kandungan asam, rasio gula/asam

Apel dan pir Apel, pir, buah batu dan anggur Delima, citrus, pepaya, melon dan

Kandungan jus

buah kiwi Buah citrus

Tabel 1. Indeks kematangan pada buah (Lanjutan) Kandungan minyak

Alpukat

Kesepetan (kandungan tannin)

Persimmon dan kurma

Konsentrasi etilen internal

Apel dan pir

Sumber: Kader, A.A. 1983. Postharvest Quality Maintenance of Fruits and Vegetables in Developing Countries. In: Lieberman, M., Post-Harvest Physiology and Crop Preservation. Plenum Publishing Corporation. p. 455-469, dalam Kitinoja (2003).

Namun pada sayuran memiliki indeks tingkat kematang yang lebih beragam, tergantung dari bagian tanaman yang akan dipanen, berikut merupakan salah satu contoh indeks kematangan pada sayuran menurut Bautista (dalam Kitinoja, 2002). Tabel 2. Indeks kematangan pada sayuran

Sumber: Bautista, O.K. and Mabesa, R.C. (eds). 1977. Vegetable Production. University of the Philippines at Los Banos. Detil tambahan indeks kematangan untuk buah, sayuran dan bunga potong dapat dilihat online pada http://postharvest.ucdavis.edu dengan kisaran luas Produce Fact Sheets, dalam Kitinoja (2003).

Struktur buah yang telah matang akan memiliki tekstur yang lebih lunak, pelunakan pada buah terjadi karena adanya hidrolisis poliskarida pada dinding sel, serta terjadinya proses hidrolisisprotopektin menjadi pektin yang terlarut sehingga daya rekat antar sel berkurang dan mengakibatkan terjadinya pelunakan. Pada proses pematangan buah terjadi perubahan karbohidrat, pada buah muda karbohidrat terbentuk dalam pati sehingga menyebabkan rasa buah tidak terlalu

manis. Selama proses pematangan buah, melalui reaksi enzimatis, pati akan dipecah menjadi gula sederhana seperti glukosa, fruktosa dan sukrosa sehingga buah menjadi manis.Buah akan menjadi lebih manis setelah asam organik atau molekul pati diubah menjadi gula yang bisa mencapai konsentrasi 20% pada buah matang. Gula merupakan zat padat yang diindikasikan sebagai penghasil rasa manis pada buah. Selain kandungan gula didalam buah juga terdapat kandungan oksigen yang terlarut didalam air. Pada proses penumpukan buah secara berlebih akan terjadi proses akumulasi panas, air dan gas oksigen yang akan mengakibatkan buah terlalu masak, lunak dan akan mengalami pembusukan (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Pengukuran tingkat kematangan buah dapat menggunakan alat Refraktometer dengan mengukur kadar total padatan terlarut (TPT). Penggunaan refraktometer harus disesuaikan dengan suhu karena suhu dapat mempengaruhi pengukuran yaitu meningkatnya total padatan terlarut (TPT) sekitar 0,5% untuk setiap peningkatan suhu 5°C atau 10°F (Kitinoja, 2003). Kadar minimum % TPT pada setiap buah berbeda. Berikut beberapa sampel % TPT pada komoditas buah. Tabel 3. % TPT minimum pada komoditas buah

Sumber: Kader, A.A. 1999. Fruit maturity, ripening and quality relationships. Acta Hort 485: 203-208, dalam Kitinoja (2003)

2.2 Refraktometer Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar air dalam total padatan terlarut dengan prinsip pembiasan cahaya ketika melewati suatu larutan. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang ilmuan asal jerman pada permulaan abad ke-20. Salah satu jenis refraktometer yang digunakan adalah Refraktometer Abbe. Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk mengukur indeks bias cairan, padatan dalam cairan atau serbuk dengan indeks bias dari 1,300 sampai 1,700 dan persentase padatan 0 sampai 95%, alat untuk menentukan indeks bias minyak, lemak, gelas optis, larutan gula, dan sebagainnya, indeks bias antara 1,300 dan 1,700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian sampai 0,001 dan dapat diperkirakan sampai 0,0002 dari gelas skala di dalam (Mulyono, 1997). Menurut Atago pada tahun 2000 menyatakan bahwa refraktometer terdiri dari kaca prisma berfungsi sebagai pembacaan skala dari zat terlarut, penutup kaca prisma, sekrup pemutar skala, grip pegangan dan lubang teropong. Satuan skala dari hasil pembacaan refraktometer adalah °Brix, yaitu satuan skala yang menunjukan besaran pengukuran kandungan pada zat terlarut (Purwono, 2002 ). Gambar 1. Bagian-bagian refraktometer

Gambar 1. Bagian-bagian refraktometer (Sumber: Purwono, 2002)

Sebelum

penggunaan

refraktometer,

sebaiknya

dilakukan

proses

kalibrasi.proses kalibrasi refraktometer dapat dimulai dengan dengan membuka penutup kaca prisma, kemudian di atas kaca prima diteteskan satu atau dua tetes akuades. Penutup kaca prisma lalu ditutup lagi dengan perlahan dan dipastikan

akuades memenuhi permukaan kaca prisma. Refraktometer diarahkan pada cahaya terang, kemudian dilihat pembacaan skala melalui lubang teropong. Jika skala kabur, lubang teropong diputar hingga pembacaan skala tampak jelas. Pastikan garis batas biru tepat pada skala 0°Brix (% maks. sukrosa). Jika garis batas biru tidak tepat pada skala 0°Brix, sekrup pengatur skala diputar hingga garis batas biru tepat pada skala 0°Brix. Setelah kalibrasi selesai, kaca prisma dibersihkan denga menggunakan kertas tisu.

BAB III METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah: 1. Pisau 2. Refraktometer 3. Talenan 3.1.2 Bahan Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 3.2

Anggur Aquadest Jeruk Kapas Kiwi Pir

1. 2. 3.

Prosedur Percobaan Prosedur praktikum kali ini adalah: Memastikan refraktometer terbaca 0% setiap memulai pengukuran. Mengambil potongan bagian ujung atas, bawah dan bagian tengah buah. Meremas buah untuk mendapatkan jus buah atau sari buah untuk

4.

pengukuran. Mengukur TPT dengan mengambil beberapa tetes jus buah atau sari buah

5.

kemudian membaca skala brixnya pada refraktometer. Melakukan tiga kali pengulangan untuk setiap sampel.

BAB IV HASIL PERCOBAAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4. Data Hasil Pengukuran %TPT dari Percobaan Buah Anggur Jeruk Kiwi Pir

Ulangan 1 21,15 10 15 10

% TPT Ulangan 2 20 10 15,3 11

Ulangan 3 19,8 11 15 10,5

SD 0,7285830998 0,577350269 0,1732050808 0,5

BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai karakteristik kimia dengan menkaji total padatan terlarut yang terkandung didalam buah. Sampel yang digunakan pada percobaan percobaan ini yaitu anggur, jeruk, kiwi dan pir. Pada percobaan ini dilakukan pengukuran total padatan didalam zat terlarut dengan menggunakan alat uji yaitu Refraktometer. Pada percobaan ini dilakukan tiga kali pengulangan pengukuran pada setiap sampel. Percobaan dimulai dengan kalibrasi alat yang bertujuan agar pembacaan refraktometer berada pada 0% total padatan terlarut, yang selajutnya dilakukan dengan pemotongan sampel buahbuahan menjadi lebih kecil, agar mempermudah dalam pengambilan sampel sari buah yang akan di ujikan. Sari buah pada setiap sampel diteteskan pada kaca prisma refraktometer sebanyak 3 tetes kemudian ditutup dan diarahkan ke cahaya matahari lalu dibaca nilai % total padatan terlarut yang terkandung pada setiap sampel. Dari hasil percobaan yang dilakukan pada sampel anggur didapatkan nilai total padatan terlarut pada pengulangan 1, 2 dan 3 secara berurutan yaitu 21,15 % , 20 % dan 19,8 %. Dengan rata-rata total padatan terlarut pada anggur adalah 20,316 % . Jika dibandingkan dengan standar persentase total padatan terlarut pada buah anggur adalah 14-17.5 %. Pada percobaan kedua dengan sampel jeruk didapatkan persentase total padatan terlarut pada pengulangan pertama dan kedua adalah 10 %, sedangkan pada pengulangan ketiga adalah 11 % dengan rata-rata persentase padatan terlarut adalah 10,33 %. Pada sampel buah kiwi didapatkan persentase padatan terlarut pada pengulangan pertama dan ketiga adalah 15 % sedangkan pada pengulangan kedua adalah 15,3 % dengan rata-rata padatan terlarut yang diperoleh adalah 15,1 %. Sebagai sampel buah terakhir adalah buah pir. Buah pir memiliki nilai padatan terlarut pada pengulangan satu, dua dan tiga adalah 10 %, 11% dan 10,5 % dengan rata-rata persentase padatan terlarut adalah 10,5 %. Dari data tersebut jika dibandingkan dengan kandungan persentase total padatan terlarut pada teori, diperoleh data bahwa persentase total padatan terlarut

minimum pada buah anggur adalah 14 – 14,7 % dibandingkan dengan data hasil percobaan

menunjukkan bahwa sampel anggur yang digunakan memiliki

kandungan persentase zat terlarut diatas minimum. Pada buah jeruk, kiwi dan pir jumlah persentase total padatan terlarut minimum berdasarkan teori adalah 10 %, 6,5 % dan 13 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa buah jeruk dan kiwi yang digunakan memiliki persentase padatan pada zat terlarut diatas minimum, sedangkan buah pir kurang dari nilai minimum persentase total padatan terlarut. Pada proses pemasakan buah terjadi perubahan karbohidrat. Dimana pada kandungan buah muda karbohidrat berbentuk pati padat sehingga pada buah muda tidak terasa manis. Lalu pada proses pematangan buah dengan adanya reaksi enzimatis pati dipecah menjadi gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa yang terlarut didalam buah, dan menyebabkan buah terasa manis. Oleh karena itu semakin banyaknya persentase padatan terlarut didalam sari buah maka buah tersebut akan semakin manis, dalam hal ini sampel buah pir yang digunakan masih berada dalam kondisi mentah. Perubahan pati menjadi glukosa ini selain menyebabkan buah menjadi manis juga menyebabkan buah menjadi lebih lunak. Dengan adanya proses metabolisme dan pemecahan karbohidrat dalam buah mengakibatkan kadar air dalam buah meningkat sehingga dapat mengakibatkan pembusukan dan daya simpan yang lebih singkat. Dari data percobaan yang diperoleh untuk menentukan keakuratan hasil percobaan berdasarkan tingkat keseragaman data dilakukan peritungan standar devisiasi, didapatkan bahwa hasil percobaan pada anggur, jeruk, kiwi dan pir adalah 0,7285830998 ; 0,577350269 ; 0,1732050808 dan 0,5. Dapat dikatakan bahwa percobaan pada buah kiwi memiliki keseragaman yang lebih akurat, selanjutny adalah buah pir, jeruk dan anggur. Perbedaan keseragaman data hasil pengukuran dapat disebabkan oleh pengambilan bagian sampel yang berbeda untuk setia pengulangan pengukuran. Pada buah pir dan kiwi pengambilan sampel diambil dari bagian buah atas , tengah dan bawah. Pada anggur dan jeruk diambil sampel 3 lembar jeruk dan tiga buah anggur. Hal ini membuktikan bahwa pada satu buah yang sama, memiliki persentase padatan terlarut pada setiap bagian berbeda-beda.

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah: 1. Buah jeruk, anggur dan kiwi yang digunakan memiliki persentase padatan pada zat terlarut diatas minimum 2. Buah pir memiliki persentase padatan pada zat terlarut dibawah minimum 3. Semakin banyaknya persentase padatan terlarut didalam sari buah maka buah tersebut akan semakin manis 4. Semakin kecil nilai standar devisiasi maka data hasil pengukuran akan menunjukan nilai keseragaman yang mendekati sama. 5. Semakin tinggi persentase total padatan terlarut pada buah maka semakin singkat waktu simpan buah 6. Hasil pengukuran yang kurang seragam pada buah jeruk, anggur, dan pir dikarenakan pengambilan bagian sampel yang berbeda untuk tiap ulangan pengukuran dan karakteristik fisik buah. 6.2 Saran Adapun saran pada praktikum ini adalah : 1. Praktikan membaca materi terlebih dahulu sebelum percobaan dimulai agar praktikan tidak bingung dalam melakukan percobaan 2. Pemakaian alat praktikum lebih lengkap dan dalam kondisi baik 3. Praktikan mendengarkan arahan asisten

DAFTAR PUSTAKA Abidin,Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. available http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37574/2/Reference.pdf (diakses pada 1 Oktober 2016 12:20 WIB).

at

Bautista,2010 dalam Kitinoja, Lisa dan Adel A. Kader. 2003. Praktik-Praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual Untuk Produk Hortikultura (Edisi Ke 4). University of California: USA. available at http://ucce.ucdavis.edu/files/datastore/234-1450.pdf (diakses pada 1 Oktober 2016 10:20 WIB). Kartasa poetra, A. G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara. Jakarta. Kitinoja, Lisa dan Adel A. Kader. 2003. Praktik-Praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual Untuk Produk Hortikultura (Edisi Ke 4). University of California: USA. available at http://ucce.ucdavis.edu/files/datastore/2341450.pdf (diakses pada 1 Oktober 2016 10:20 WIB). Kumalaningsih, S. dan Suprayogi, 2006. Tamarillo (Terung Belanda). Trubus Agrisarana, Surabaya. available at http://ucce.ucdavis.edu/files/datastore/234-1450.pdf (diakses pada 1 Oktober 2016 10:35 WIB Kader, 2002 dalam Kitinoja, Lisa dan Adel A. Kader. 2003. Praktik-Praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual Untuk Produk Hortikultura (Edisi Ke 4). University of California: USA. available at http://ucce.ucdavis.edu/files/datastore/234-1450.pdf (diakses pada 1 Oktober 2016 10:20 WIB).

LAMPIRAN Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Pisau

Gambar 2. Sampel Buah Kiwi

Gambar 3. Sampe buah Anggur

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF