Laporan Praktek Kelompok 4B_ ACIDOSIS.

February 20, 2019 | Author: hana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

laporan...

Description

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI SISTEM SARAF, UROGENITAL DAN MUSKULOSKELETAL (DEF4173)

SEMESTER GANJIL

DISUSUN OLEH KELOMPOK B4

ANGGOTA: Nikmatur Rohmah

(155070500111006)

Nisa Rahma Deasury

(155070507111010)

Noer Hanani

(155070501111008)

Regiana Ramadanti W.

(155070501111032)

Rizki Rohmatul Wahidah

(155070501111002)

Savvy Augustin Tirta

(155070500111028)

Stella Octavia Sandra N. (155070501111040) PROGRAM STUDI FARMASI Titi Anisa Bella (155070507111004) Wanda Fenny Oktavianti

(155070500111016)

Zalfa Hibatullah RA.

(155070500111024)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TA 2017/2018

ASIDOSIS

1. DEFINISI

 NISI Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum  bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang progresif (CKD).1,7 Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+ ).1 Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3 - normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40 nanomol/L (Schraga ED, 2013) . Asidosis metabolik sering terjadi sebagai bagian dari campuran gangguan asam basa, terutama pada critical ill. Asidosis metabolik dapat bersifat akut (berlangsung  beberapa menit - hari) atau kronis (berlangsung minggu ke tahun) menurut durasinya. Metabolik asidosis akut atau kronis adapat menyebabkan efek yang buruk terhadap fungsi sel dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 2 Tingkat keparahan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara pasien uremik dengan pasien dengan gangguan ginjal. Setidaknya dua studi menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi ginjal tertentu, pasien dengan diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang tidak parah. Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik uremia, termasuk asidosis metabolik (Mehrota R, 2003).

2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi asidosis metabolik pada pasien dengan CKD tidak diketahui dengan  pasti. The Third National Health dan Nutrition Examination Survey (NHANES III) analisis menemukan penurunan plasma konsentrasi HCO3 dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 20 mL/min/1.73m2 . Jika hipobikarbonatemia disebabkan oleh asidosis metabolik terjadi ketika eGFR kurang dari 25% parameter

normal, akan diperkirakan bahwa 300.000 hingga 400.000 individu di Amerika Serikat mungkin memiliki asidosis metabolik yang berhubungan dengan CKD (Ortega, 2012). Asidosis metabolik akut relatif umum pada pasien critical ill, dengan satu studi yang menunjukkan bahwa gangguan tersebut dapat mengenai sekitar 64% dari pasien dalam unit perawatan intensif. Asidosis metabolik kronis di US jarang terjadi, hanya 1,9% dari lebih dari 15.000 orang disurvei pada study NHANES III memiliki konsentrasi serum HCO3 di bawah 22 mmol/l, meskipun nilai ini meningkat sampai 19% pada pasien dengan filtrasi glomerulus rate (eGFR) dalam kisaran 15-29 mL/min/1.73 m2 (Kraut, 2010) . Serum HCO3 yang lebih rendah - berhubungan dengan tingginya semua  penyebab mortalitas pada pasien dengan moderat dan tingkat lanjut dari CKD.Pada 1094 pasien, dari the African American Study of Kidney Disease and Hypertension (AASK) percobaan studi kohort, setiap peningkatan 1 mmol/L serum HCO3 dikaitkan dengan penurunan risiko kematian (HR 0,942) (Ortega, 2012).

3.

ETIOLOGI

Penyebab mendasar asidosis metabolika adalah penambahan asam terfiksasi (nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa. Peyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Selisih anion dihitung dengan mengurangi kadar Na + dengan jumlah dari kadar Cl - dan HCO3-  plasma. Nilai normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion yang tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat dan asam

 –  

asam organik lainnya. Apabila asidosis disebabkan oleh hilangnya

 bikarbonat (seperti pada diare) maka selisih anion akan normal. Sebaliknya jika asidosis metabolik disebabkan oleh peningkatan produksi asam organik (seperti asa m laktat pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (seperti pada gagal ginjal), maka kadar anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat (Price and Wilson, 2006). Asidosis metabolik merupakan akumulasi asam yang berasal dari peningkatan  produksi asam, berkurangnya ekskresi asam; atau hilangnya HCO3  ginjal atau gastrointestinal.  Acidemia

(pH darah arteri < 7.35) yang terjadi merupakan beban

asam

yang

terakumulasi

dari

kompensasi

pernapasan.

Penyebab

acidemia

diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap selisih. Ketoasidosis merupakan komplikasi yang sering pada diabetes mellitus tipe 1, tetapi juga sering terjadi dengan kondisi alkoholisme kronik, nutrisi kurang, dan puasa. Pada kondisi ini, tubuh mengubah

glukosa

menjadi  free

fatty

acid   (FFA);

FFA

diubah

di

hepar

menjadi ketoacid , acetoacetic acid , dan  β -hydroxybutyrate. Asidosis laktat merupakan  penyebab asidosis metabolik yang sering pada pasien yang di rawat di rumah sakit. Akumulasi laktat merupakan hasil dari produksi lactate yang terjadi selama tahap metabolism anaerob (Charles and Heilman, 2005). Asidosis

respiratorik

terjadi

jika

paru-paru

tidak

dapat

mengeluarkan

karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti Emfisema, Bronkitis kronis, Pneumonia berat, Edema  pulmoner, dan Asma. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan (Price and Wilson, 2006). Alkalosis respiratorik disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kecemasan, lesi paru, keracunan salisilat, penggunaan ventilasi, dan  High  Attitude. Sedangkan Alkalosis metabolic disebabkan karena tertahannya HCO 3- atau kehilangan H+. Alkalosis metabolik dapat ditemukan pada defisit kalium melalui 2 cara diantaranya ginjal akan menahan K dan meningkatkan ekskresi H + serta K+ intrasel akan berpindah menuju ekstrasel yang menyebabkan H + berpindah ke intrasel, sehingga K serum tetap dalam batas normal (Charles and Heilman, 2005).

4.

PATOFISIOLOGI

ASIDOSIS METABOLIK Metabolisme seluler memproduksi karbondioksida. Dengan adanya proses intraseluler yang reversible, CO2 dikombinasi kandungan air akan terbentuk asam karbonat (H2CO3-). Asam karbonat mampu memisahkan menjadi ion hydrogen dan ion HCO3- dalam cara yang yang reversible. Acidemia adalah keadaan dimana konsentrasi

H+ tinggi dan dapat diperhitungkan dengan pH. Sel mempunyai pH yang sempit dalam fungsi yang optimal (Charles and Heilman, 2005). Terdapat 2 mekanisme dimana sel mempertahankan konsentrasi H +. Sistem  buffer CO2-HCO3- sangatlah penting. Respon primer asidosis metabolik adalah meningkatkan ventilasi, dihasilkan peningkatan ekskresi CO 2 dengan berdifusi di dalam  paru-paru. Hasilnya adalah penurunan pH darah. Kelebihan H + bias disekresikan dengan mengkonversikan CO 2. Rumus  system buffer   adalah H+ + HCO3-↔H2CO3-↔

CO2

+

H2O. Mekanisme kedua mempertahankan pH respon berjenjang dalam ginjal. Pertama, ion H+ diekskresi dalam tubulus proksimal, dimana kombinasi HCO 3- akan terbentuk asam karbonat (H2CO3-). Asam karbonat akan diubah menjadi CO2 dan air dan akan diabsorbsi. Kedua bikarbonat akan diregenerasi dengan proses membalikkan  system buffer   di dalam paru-paru (CO2 + H2O

+

↔ H2CO3↔H

+ HCO3- ). Asidosis metabolik

 bias dihasilkan ketika respon kompensasi keduanya gagal atau kewalahan (Charles and Heilman, 2005). ASIDOSIS RESPIRATORIK  Asidosis respiratorik dikarakteristikan sebagai peningkatan konsentrasi karbondioksida dan asam karbonat pada cairan ekstraseluler. Ketika pH menurun dan PaCO2 naik, terjadi asidosis respiratorik. Sangat jarang, ventil asi yang tidak adekuat menyebabkan asidosis respiratorik. Pola pernafasan pada asidosis respiratorik adalah dyspnea atau nafas pendek karena hipoventilasi yang menyebabkan penurunan PaCO2 (Kee, dkk, 2010).

ALKALOSIS METABOLIK Alkalosis metabolik merupakan gangguan sistemik yang disebabkan oleh  peningkatan serum pH karena kelebihan HCO 3-. HCO3-  diperoleh dari CO 2  yang diproduksi selama proses metabolik dari reabsorbsi HCO 3-  yang telah difilter dan generasi baru dari HCO 3-  di ginjal. Biasanya, produksi HCO 3- dan reabsorpsi ginjal adalah cara menyeimbangkan pencegahan alkalosis. Metabolisme alkalosis disebabkan oleh faktor kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan menjaga alkalosis dengan

ekskresi kelebihan bicarbonate. Hal tersebut terdiri dari (1) mendapatkan basa via oral dan atau intravena, (2) kehilangan asam, dan (3) menjaga peningkatan bikarbonat dengan konsentrasi ECF volume, hypokalemia, dan hypochloremia (Porth, 2011).

Gambar 2. Mekanisme Alkalosis Metabolik (Porth, 2011).

ALKALOSIS RESPIRATORIK Pada Alkalosis respiratorik, pH meningkat (>7.45) dan PaCO2 menurun ( 7,20-7,25 lebih baik. Surviving Sepsis Campaign hanya merekomendasikan pengobatan asidosis metabolik akut dengan natrium bikarbonat jika  pH < 7,1 pada keadaan sepsis berat dan pasie n syok septik. Banyaknya bicarbonat dapat dihitung dengan persamaan :

Bikarbonat = [HCO3-] yang diinginkan - [HCO 3-] yang diukur × space HCO 3-

THAM mungkin dapat menjadi pilihan pada beberapa pasien dengan asidosis metabolik akut, terutama pasien dengan retensi CO2. THAM ini efektif untuk asidosis metabolik dan respiratorik. Agen ini diekskresikan oleh ginjal dan tidak meningkatkan  produksi CO2. Terapi selain pemberian basa mungkin diindikasikan pada pasien asidosis dengan anion gap tinggi. Sebagai contoh, pemberian fomepizole, inhibitor

selektif dehidrogenase alkohol, akan mengurangi pembentukan asam organik dari metabolisme metanol, etilen glikol, atau dietilen glikol. Diuresis paksa alkali atau dialisis diindikasikan pada pasien dengan intoksikasi salisilat.

Asidosis Metabolik Kronik

Beberapa, tetapi tidak semua, studi pasien dengan metabolik asidosis kronis dengan dan tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa pemberian basa dapat meningkatkan

atau

mengurangi

perkembangan

bone

disease,

menormalkan

 pertumbuhan, mengurangi degradasi otot, meningkatkan sintesis albumin, dan menghambat perkembangan yang dari CKD (Ortega dan Arora, 2012). Saat ini, kebanyakan ahli merekomendasikan bahwa konsentrasi serum HCO3dinaikkan menjadi setidaknya 22-23mmol/l, meskipun normalisasi lengkap mungkin lebih menguntungkan. Basa dapat diberikan secara oral pada pasien dengan fungsi ginjal normal

atau pasien dengan CKD tidak dialisis. Pada pasien hemodialisis,

 penggunaan dialisat dengan konsentrasi HCO3 tinggi (~40mmol/l) biasanya cukup untuk memperbaiki asidosis metabolik. Bagi pasien dengan peritoneal dialisis, dialisat dengan konsentrasi basa yang tinggi biasanya akan efektif (Ortega dan Arora, 2012).

6.

TERAPI NON FARMAKOLOGI 

Istirahat yang cukup minimal 8 jam per hari



Disarankan untuk mengkompres bagian yang terkena gout dengan kompres dingin.



Menghentikan mengkonsumsi makanan dan minuman bersifat asam/ pencetus asam, seperti kopi, minuman bersoda



Mengurangi konsumsi lemak, karena lemak akan menghasilkan fatty acid



yang dapat memperparah kondisi asidosis



Mengurangi konsumsi protein . Protein akan dimetabolisme di hepar dimana metabolisme protein menghasilkan NH3. NH3 bersifat racun sehingga dirubah menjadi NH4+. Proses ini mengakibatkan terbentuknya CO2. CO2 up asidosis.



Untuk kondisi GOUT . Untuk menghindari makan tinggi purin yaitu seperti ikan laut, kerang serta kacang-kacangan (tempe, tahu, kedelai) karena dapat menyebabkan overproduksi asam urat.



Banyak minum air dan (mengurangi konsumsi garam  pasien jika hipertensi)



Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung kalsium



Mengurangi aktivitas fisik yang berat dan lebih banyak beristirahat



Pola makan untuk gastitris , (sedkit-sedikit tetapi intervalnya banyak)



Pengaturan nafas dan olahraga low impact ( diajak jalan-j alan ketempat hijau, yoga untuk mengontrol stressing)

7.

KASUS PRAKTEK FARMAKOTERAPI

 Ny. S umur 63 tahun mengalami nyeri pinggang dan perut bagian kanan selama 1 minggu. Nyeri tersebut semakin kuat 3 hari terakhir Terkadang Ny. S merasakan mual walaupun tidak muntah. Ny. S gemar mengkonsumsi kopi setiap pagi hari. BAB  bewarna kuning normal dan sedikit nyeri saat BAK. Riwayat penyakit Ny. S : Fracture hip sinistra, GOUT, dan gastritis. Riwayat pengobatan : OMZ, Amoksisilin, Oste tab, Allopurinol. DATA LABORATORIUM

Hb : 9,5

HR : 86

 Na : 115

RR : 22

K : 3,5

TD : 120/110

WBC : 22.000 Albumin : 3 Kreatinin : 1,8 BUN : 113 GDP : 85 Batu ginjal D Kolik ureter Suspect ISK OT/ PT : dbn Hiperuricemia : +

DATA BLOOD GAS

PH = 7,3 PCO2 = 42 mmhg PO2 = 68,4 mmhg O2 saturasi = 97,6 %

8.

PEMBAHASAN KASUS 8.1 SUBJEKTIF

 Nama

: Ny. S

Umur

: 63 tahun

Keluhan

: Mengalami nyeri pinggang dan perut bagian kanan selama 1 minggu.

Nyeri tersebut semakin kuat 3 hari

terakhir, merasakan mual walaupun tidak muntah, sedikit nyeri saat BAK. Riwayat penyakit

: Fracture hip sinistra, GOUT, dan gastritis

Riwayat pengobatan

: OMZ, Amoksisilin, Oste tab, Allopurinol

8.2 OBJEKTIF 

Hb

: termasuk rendah ( normalnya 11-18) , Hb sebagai buffer

apabila kadarnya menurun dapat mengindikasikan bahwa Hb tidak mampu untuk menahan input asam yang banyak terdapat dalam tubuh 

 Na

: termasuk rendah, ( normalnya 136 –  145 ) mengindikasikan

terjadi gangguan keseimbangan elektrolit 

K

: normal



WBC

: termasuk tinggi , nilai ( normalnya 4,5 –  10,5 )



Albumin

: termasuk rendah , ( normalnya 3,4 –  5,0 ) Menurunnya kadar

albumin menandakan bahwa ada gangguan filtrasi pada glomerulus dimana seharusnya albumin mampu keluar secara bebas di urin 

Kreatinin : termasuk tinggi, ( normalnya 0,6 –  1,3 ) berkaitan dengan adanya gangguan pada ginjal pasien



BUN

: termasuk tinggi , ( normalnya 7-18 ) menandakan terjadinya

kekurangan volume cairan 

GDP



Hiperuricemia : ( + ) mengindikasikan terjadinya gout pada pasien

: normal

8.3 ASSESSMENT & PLAN Nama Obat (Generik)

 Natrium  bikarbonat

Ferrous sulfate

Rute

Dosis

Frekuens i

Pemantauan Indikasi Obat

Kefarmasian

Dipantau keadaan sesak  p.o

4,8 mg

1 dd 1

Asidosis metabolik

 p.o

200 mg

1 dd 1

Anemia defisiensi besi

nafas, pH darah serta kadar HCO3 pasien (BGA) Dipantau Hb dalam waktu 3 bulan Dipantau kadar asam urat. Apabila

tetap

hiperurisemia ditambah Allopurinol

p.o

300 mg

1 dd 1

Hiperurisemia dan batu ginjal

lalu

adanya

nyeri,

maka

pasien

terkena

GOUT

seperti

riwayat

 penyakit terdahulu, harus dikonsulkan kepada dokter untuk perubahan terapi Dilakukan mengetahui Cotrimoxazol e

 p.o

480 mg

2 dd 1

kultur bakteri

untuk apa

Infeksi saluran

yang menyerang sehingga

kencing

 pemberian antibiotik tepat sasaran. Umumya untuk ISK

digunakan

cotrimoxazole Severe pain (pada kasus ini Morfin

iv

5 mg

prn

untuk

Dipantau vital sign tiap 20

mengatasi

menit setelah pemberian

kolik pasien

hingga nyeri berkurang

akibat batu ginjal)

Cyclizin

im

50 mg/1 ml

 prn

Mual akibat

Dipantau

adanya batu

yang

ginjal

apakah terjadi

mual

nantinya

hingga pasien muntah

Assesment

Jika melihat status pasien diatas, kondisi apa yang mungkin terjadi pada pasien yaitu asidosis metabolik. H2CO3 = PCO2 (mmHg) x 0.03 H2CO3 = 42 mmHg x 0.03 H2CO3 = 1.26 mmHg

 pH = 6.1 + log (HCO3/ H2CO3) (pers. Henderson-Hasselbalch) 7.3 = 6.1 + log (HCO3/1.26) 1.2 = log (HCO3/1.26) 1.2 = log HCO3  –  log 1.26 1.2 = log HCO3  –  0.1003 1.3003 = log HCO3 19.966HCO3 Pasien mengalami asidosis. Dilihat dari hasil BGA pasien, pH 7,3 menunjukkan  pasien mengalami asidosis. Dilihat dari nilai pCO2  yang merupakan komponen respiratorik yaitu sebesar 42 mmhg menunjukkan masih masuk rentang normal.

Sedangkan jika dihitung nilai HCO 3  yaitu sebesar 19,97 mmhg. Nilai HCO 3 menurun menunjukkan pasien mengalami asidosis. Riwayat penyakit pasien adalah gout dan dari data lab juga terdapat hiperurisemia, batu ginjal dan kolik ureter menunjukkan pasien mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami asidosis metabolik. Hal- hal yang dapat menyebabkan kondisi itu terjadi yaitu : 

Pasien memiliki riwayat gout dimana kadar asam urat tinggi di dalam darah, maka kondisi asam terbentuk menyebabkan terjadinya asidosis.



Kreatinin dan BUN meningkat menunjukkan terjadinya gangguan fungsi ginjal dimana ginjal gagal mengeliminasi zat-zat yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh seperti kreatinin dan urea. Padahal urea sendiri bersifat asam namun tidak  bisa dikeluarkan sehingga asidosis.



Kondisi Gout dan hiperurisemia pada pasien dimana hal ini dapat menyebabkan adanya timbunan kristal asam urat pada ginjal yang memicu terbentuknya batu ginjal sehingga ginjal rusak. Rusaknya ginjal ini merupakan risk factor asi dosis.



Kadar Hb pasien rendah dimana salah satu dapar dalam darah yaitu Hb sehingga  pH darah pasien menurun dan pasien mengalami asidosis.



Albumin pasien rendah dimana albumin juga merupakan sistem dapar dalam darah sehingga pH darah pasien menurun lalu asidosis. Selain itu, albumin yang rendah menunjukkan banyak albumin yang dipecah. Albumin merupakan  protein yang dipecah menjadi urea sehingga kadar urea meningkat dimana sifatnya asam yang menyebabkan pasien mengalami asidosis.



Pasien memiliki riwayat fraktur hip sinistra. Fraktur yang terjadi dapat menstimulasi pembentukan tulang sehingga kadar kalsium dan fosfat meningkat dan menyebabkan kadar H + meningkat yang bisa menyebabkan asidosis.



Pasien memiliki riwayat gastritis dimana salah satu gejala gastritis yaitu muntah. Saat muntah banyak elektrolit yang hilang, padahal elektrolit juga merupakan sistem dapar tubuh. Jika dapar hilang, maka terjadi asidosis.

Plan

Terapi yang dapat digunakan untuk pasien ini yaitu :

a. Sebelumnya pasien memiliki riwayat pengobatan Oste tab. Dimana Oste tab mengandung glucosamine hydrochloride 250 mg, chondroitin sulfate 200 mg, vit C 25 mg, manganese 0.25 mg, Zn 2.5 mg, Mg 5 mg merupakan obat untuk terapi osteoarthritis.  Namun pada pasien ini tidak ada gejala maupun riwayat OA sehingga terapi Oste tab disarankan untuk tidak dilanjutkan.  b. Pasien mengalami asidosis metabolik dimana kadar HCO3  dalam darah menurun. Asidosis metabolik dapat menyebabkan gejala seperti sesak nafas, mual, muntah. Direkomendasikan pasien diberi terapi Natrium bikarbonat 4,8/hari. Natrium bikarbonat digunakan untuk meningkatkan kadar bikarbonat yang menetralisasi ion hidrogen sehingga pH darah meningkat. c. Hb pasien rendah yaitu bernilai 9 yang berarti pasien mengalami anemia. Pasien dapat diberikan terapi zat besi oral (Ferrous sulfate) diberikan dengan dosis 200 mg/hari. Terapi zat besi bisa diberikan selama 1 sampai 3 bulan. Ferrous sulfate  bekerja dengan memfasilitasi transport O2 melalui Hb (MIMS, 2017). d. Amoksisilin yang sebelumnya digunakan untuk mengatasi ISK dihentikan. Belum dilakukan kultur pada pasien ini sehingga belum diketahui infeksi yang terjadi akibat bakteri jenis apa dan belum bisa dipilih antibiotiknya. Umumnya ISK disebabkan oleh E.coli, golongan penisilin sensitif terhadap bakteri jenis tersebut namun sudah resisten. Sehingga lini kedua yang bisa digunakan yaitu Cotrimoxazole 480 mg yang mengandung Sulfametoksazol 400 mg + Trimetoprim 80 mg diberikan per oral 2 dd 1. e.  Nyeri kolik akibat batu ginjal yang dialami pasien umumnya bisa tergolong nyeri berat hingga dapat menyebabkan pingsan. Menurut beberapa literatur,  banyak yang membandingkan antara penggunaan NSAID atau opioid untuk mengatasi kolik ini.  NSAID dapat menurunkan irama otot ureter, dengan demikian secara langsung dapat mengatasi penyebab nyeri terjadi. Diklofenak merupakan salah satu  NSAID yang banyak digunakan pada pasien batu ginjal. Namun ternyata  NSAID mengganggu sistem auto-regulator aliran darah ginjal dan mengurangi aliran darah disana, sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal. Prostaglandin

dapat menyebabkan vasodilatasi di glomerulus aferen dan memiliki peran  penting dalam perfusi glomerulur & GFR sehingga jika NSAID menghambat sintesis prostaglandin dapat menyebabkan kontraksi di aferen dan penurunan  perfusi ginjal. Maka NSAID banyak tidak disarankan (Golzari et al ., 2014). Cara lain untuk mengatasi nyeri hebat tersebut yaitu dengan opioid. Kodein dan dihidrokodein hanya dapat mengatasi nyeri mild-moderate, lebih lemah daripada morfin. Tramadol memiliki efek samping yang lebih sedikit pada depresi nafas dan konstipasi dibanding morfin. Tramadol keefektifannya sama seperti morfin untuk mengurangi nyeri moderate pasca operasi, namun kurang efektif untuk nyeri berat. Administrasi melalui rute oral tidak direkomendasikan karena umumnya pasien renal kolik mengalami mual dan onsetnya lebih lama. Maka rute yang disarankan adalah parenteral, bisa IV atau IM. Maka untuk mengatasi nyeri pasien ini disarankan Morfin IV dosis 5 mg diberikan tiap 20 menit jika nyeri yang dirasakan sama sekali tidak berkurang. Efek samping yang sering muncul yaitu pusing dan mengantuk maka vital sign harus dicek tiap 20 menit pula (bpacNZ, 2014). f. Akibat adanya batu ginjal, maka kapsul ginjal akan mengembang dan pada  pasien ini juga terjadi hidronefrosis dimana ginjal kelebihan cairan akibat menumpuknya urin akan menyebabkan pasien mual. Direkomendasikan Cyclizine IM 50 mg/1 ml (Varrier et al ., 2013). Omeprazole bisa dihentikan.

Pemeriksaan penunjang untuk kondisi pasien ini yaitu : 

Kultur bakteri dari urin karena pasien diduga terkena infeksi saluran kemih



Radiografi atau USG untuk melihat batu ginjal pada pasien dan untuk menentukan apakah perlu dilakukan operasi pengambilan batu ginjal atau tidak



Urinalisis untuk memeriksa adanya proteinuria, hematuria, leukosituria, dan memeriksa pH urin

8.4 MONITORING & KONSELING a.

MONITORING

a. Blood gas : pH darah, pO2,pCO2, HCO3, dan saturasi oksigen  b. Hb, RR, TD, albumin c. BUN d. Kreatinin e. Monitoring terapi yang diberikan, apakah sudah sesuai dan memberikan hasil atau tidak f. Monitoring penggunaan allopurinol menggunakan data lab (asam urat), serta monitoring efek samping seperti apakah timbul gejala pruritis, mual, diare, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan mata dan rasa, dan data klinik (suhu tubuh), serta data lab (Hb, HCt, RBC, WBC, dan Plt). g. Monitoring efek samping dari natrium bicarbonate jika menggunakannya yaitu

fluktuasi

aliran

darah

dalam

otak,

pendarahan

intracranial ,

 berkurangnya asupan oksigen dalam jaringan, dan penurunan fungsi jantung

b. KONSELING 

Menghentikan mengkonsumsi makanan dan minuman bersifat asam/  pencetus asam, seperti kopi, kopi memicu gastritis maskin parah.



Mengurangi

konsumsi

makanan

yang

lemak,

karena

lemak

akan

menghasilkan fatty acid yang dapat memperparah kondisi asidosis contoh  jeroan, daging. 

Mengurangi konsumsi protein. Protein akan dimetabolisme di hepar dimana metabolisme protein menghasilkan NH 3.

NH3  bersifat racun sehingga

diubah menjadi NH 4+. Proses ini mengakibatkan terbentuknya CO 2. Tinggi nya kadar CO 2 menyebabkan timbulnya asidosis. 

Untuk kondisi GOUT, pasien disarankan untuk menghindari makan tinggi  purin yaitu seperti ikan laut, kerang serta kacang-kacangan karena dapat menyebabkan overproduksi asam urat.



Banyak minum air dan mengurangi konsumsi garam.



Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung kalsium misal susu, brokoli.



Mengurangi aktivitas fisik yang berat 2-3 hari dan lebih banyak beristirahat.

DAFTAR PUSTAKA

 bpacNZ. 2014.  Managing Patients with Renal Colic in Primary Care: Know When to  Hold Them. Best Practice Journal, Vol. 60. Charles J.C., Heilman R.L. 2005.Clinical Review Article: Metabolic Acidosis. Wayne : Turner White Communications Inc Hospital Physician pp. 37-42. Golzari, Samad EJ., Hassan, S., et al . 2014. Therapeutic Approaches for Renal Colic in the Emergency Department: A Review Article. Anesth Pain Med, Vol. 4 (1) : 111. Kraut J.A., Madias N.E. 2010. Metabolic Acidosis: Pathophysiology, Diagnosis And  Management . Nat. Rev. Nephrol. 6, 274 – 285 (2010). New York: Macmillan Publishers Limited Mehrotra R, Kopple JD, Wolfson M. 2003.  Metabolic acidosis in maintenance dialysis  patients : clinical considerations. International Society of Nephrology, Vol. 64, Supplement 88 (2003), pp. S13 – S25 Ortega LM, Arora S.  Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease : incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-30 Ortega LM, Arora S. 2012.  Metabolic Acidosis and Progression of Chronic Kidney  Disease : Incidence, Pathogenesis, and Therapeutic Therapy. Revista  Nefrologia;32(6):724-302. Porth, Carol. 2011.  Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. US: Lippincott Williams & Wilkins. Schraga ED, et al. 2013. Metabolic Acidosis in Emergency Medicine. Tersedia dari : www.emedicine.medscape.com Varrier. M., Sussan, W., Marlies, Osterman, et al . 2013.  How to Manage Renal Stone and Prevent Recurrence. British: Haymarket Media Group Ltd.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF