Laporan Pewarisan Dihibrid_Kelompok 2_Rombongan VIII_Herasti Novita_B1J014039
November 3, 2017 | Author: Herasti Novita | Category: N/A
Short Description
Laporan Genetika 2015...
Description
PEWARISAN DIHIBRID
Oleh: Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: Herasti Novita : B1J014039 : VIII : 2 : Alfik Indarto
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2015
I.
PENDAHULUAN
A. Landasan Teori Pewarisan dihibrid terjadi pada perkawinan dengan dua sifat beda. Dalam hal ini berlaku hukum Mendel II (hukum pemilihan bebas), yang menyebutkan bahwa segregasi gen pada suatu lokus tidak bergantung kepada segregasi gen pada lokus yang lain sehingga gengen akan bertemu dengan bebas pada gametgamet yang terbentuk. Sebagai contoh, individu dihibrid dengan genotipe AaBb dapat membentuk gamet AB, Ab, aB, dan ab dengan peluang sama besar. Seperti halnya pada pewarisan monohibrid, generasi F1 hasil perkawinan dihibrid berupa individuindividu yang fenotipenya sama, tetapi pada generasi F2 akan terlihat adanya nisbah fenotipe 9 : 3 : 3 : 1. Adakalanya nisbah fenotipe mendelian untuk pewarisan dihibrid ini mengalami penyimpangan semu akibat adanya berbagai macam peristiwa epistasis. Selain itu, seperti halnya pada pewarisan monohibrid, nisbah tersebut sebenarnya hanya merupakan nisbah teoretis yang tidak selalu terpenuhi pada hasil perkawinan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji X2 terhadap besarnya penyimpangan nisbah mendelian yang terjadi. B. Tujuan 1. Melakukan latihan persilangan dihibrid pada lalat Drosophila
2. Mengamati nisbah segregasi fenotipe dalam pewarisan dihibrid 3. Melakukan latihan penggunaan uji X2
II.
MATERI DAN METODE
BAHAN DAN ALAT 1. Kultur lalat Drosophila betina virgin mutan, misalnya ebony 2. Kultur lalat Drosophila jantan mutan, misalnya dumpy 3. Cawan petri 4. Botol eterisasi 5. Botol kultur untuk persilangan 6. Eter 7. Kuas kecil 8. Mikroskop binokuler CARA KERJA 1. Silangkan lima betina virgin ebony dengan lima jantan dumpy dalam satu botol persilangan. 2. Pindahkan atau matikan semua individu tetua (parental) setelah delapan hari 3. 4. 5. 6.
persilangan. Amati fenotipe generasi F1 mengenai warna tubuh dan bentuk sayapnya. Lakukan persilangan antara sesama F1 tersebut dalam medium baru. Pindahkan atau matikan semua individu F1 setelah delapan hari persilangan. Hitunglah tiap macam individu F2 yang diperoleh (jumlah seluruh individu F 2
sekurangkurangnya 300 ekor). 7. Ujilah hasil perhitungan lalat F2 dengan uji X2.
III.
HASIL
Data Rombongan VI P:
♂ EEdd (Dumpy)
Gamet:
x
♀ eeDD (Ebony)
Ed
eD
F1:
EeDd
Genotip:
100%
Fenotip:
100% liar EeDd (Liar)
x
Gamet : ED, Ed, eD, ed F2
EeDd (Liar) ED, Ed, eD, ed
: EEDD : EEDd : EEdd : EeDD : EeDd : Eedd : eeDD : eeDd : eedd
Genotip : 6,25% : 12,5%: 6,25%: 12,5% : 25% :12,5%: 6,5% :12,5%: 6,25% (1:2:1:2:4:2:1:2:1) Fenotip : 56,25% liar : 18,75% ebony : 18,75% dumpy : 6,25% ebony-dumpy (9:3:3:1) Tabel 1. Data Pengamatan Dihibrid Rombongan VI Jenis lalat
Jumlah
Liar Ebony Dumpy Ebony-Dumpy Total
60 5 14 0 79
Tabel 2. Uji Chi Square Kelas Fenotipe
O (Hasil)
Liar
60
Ebony
5
E (Harapan) 9 x 79 = 16 44,44 3 x 79 = 16
(
X2 ¿O – E ¿ 2 E 5,45 6,49
)
14,81 Dumpy
14
Ebony-Dumpy
0
Total
79
Hasil dari : X2 hitung = 16,92
3 x 79 = 16 14,81 1 x 79 = 16 4,938 79
0,04 4,94 16,92
X2 tabel = 7,81
Analisis data : Jika X2 hitung > X2 tabel , maka tidak sesuai dengan Hukum Mendel Jika X2 hitung < X2 tabel , maka memenuhi/sesuai dengan Hukum Mendel Kesimpulan hasil : X2 hitung > X2 tabel, maka hasil persilangan dihibrid tidak sesuai dengan Hukum Mendel yang menyatakan perbandingan F2 = 9:3:3:1. Tabel 3. Data Pengamatan Kelompok 2 Rombongan VIII No Tanggal Keterangan 3 lalat hidup, terdapat telur dan media 1
Senin, 23 November 2015
terkontaminasi. Pengamat: Herasti Novita, Aidha F.A., Sifa U., Dandi P., Afrizal V.A. & Intan Nabila F. 2 lalat hidup, terdapat 1 pupa dan 2 larva.
2
Senin, 30 November 2015
Pengamat: Herasti Novita, Aidha F.A., Sifa U., Dandi P., Afrizal V.A. & Intan Nabila F. 1 lalat hidup, terdapat telur dan pupa namun ada larva yang mati serta media tidak
3
Senin, 7 Desember 2015
terkontaminasi. Pengamat: Herasti Novita, Aidha F.A., Sifa U., Dandi P., Afrizal V.A. & Intan Nabila F.
IV.
PEMBAHASAN
Persilangan dihibrid merupakan persilangan antara dua individu dalam satu spesies dangan dua sifat yang berbeda. Percobaan Mendel dengan bentuk biji dan warna kacang ercis adalah salah satu contoh persilangan dihibrid. Rasio genotip dan fenotip dari hasil persilangan dihibrid dapat ditentukan dengan menggunakan metode Pinnet kuadrat. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid, perbedaan utamanya adalah pada persilangan dihibrid masing-masing gamet mempunyai 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda (Johnson, 1983). Gardner (1981) menyatakan bahwa rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan dihibrid adalah 9:3:3:1 yang diperoleh oleh alel-alel pada kedua lokus yang memperlihatkan hubungan dominan dan resesif. Rasio ini dapat dimodifikasi jika atau kedua lokus mempunyai alel-alel dominan dan alel lethal. Hukum Mendel II dikenal sebagai Hukum Persilangan Bebas atau Independent Assortment, yaitu bila dua individu yang berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka diturunkannya sifat yang sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya. Hukum ini berlaku pada persilangan dihibrid (dua sifat beda atau lebih). Hukum Mendel II berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis. Pembuktian hukum ini digunakan pada persilangan dihibrid atau polihibrid yakni persilangan dari individu satu spesies yang mempunyai dua atau lebih karakter yang berbeda (Yatim, 1991). Interaksi antara gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel, hal ini disebut penyimpangan semu hukum Mendel. Menurut hukum Mendel, pada perbandingan fenotipe (F2) pada persilangan dihibrid adalah 9:3:3:1, apabila terjadi penyimpangan dari hukum Mendel perbandingan tersebut akan berubah menjadi 9:4:3 atau 12:3:1. Epistasis adalah sebuah atau sepasang gen yang menutupi atau mengalahkan ekspresi gen lain yang tidak selokus (sealel). Epistasis dibedakan menjadi dua, yaitu epistasis dominan dan epistasis resesif. Epistasis dominan terjadi bila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Sebagai contoh adalah gen A
bersifat epistasis terhadap gen B dan b, oleh karena itu, meskipun dalam genotip terdapat gen B atau b, gen A tetap menutupi ekspresi dari gen tersebut. Hasil perbandingan fenotip F2 pada epistasis dominan adalah 12:3:1. Epistasis resesif terjadi jika gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan dan resesif yang bukan alelnya. Sebagai contoh adalah gen a bersifat epistasis terhadap gen B dan b. Hasil perbandingan fenotip F2 pada epistasis resesif adalah 9:4:3. Contoh kasus epistasis resesif adalah warna bulu pada mencit dan contoh kasus epistasis dominan adalah warna buah pada waluh (Goodenough, 1984). Metode Chi-square merupakan metode yang digunakan untuk menguji perbedaan proporsi antara 2 atau lebih kelompok. Syaratnya yaitu kelompok yang dibandingkan independen dan variabel yang dihubungkan katagorik dengan katagorik. Adapun kegunaanya yaitu untuk menguji ada tidaknya asosiasi antara 2 variabel (Independent test), apakah suatu kelompok homogen atau tidak (Homogenity test) dan uji kenormalan data dengan melihat distribusi data (Goodness of fit test) (Noor, 1996). Karakter lalat yang digunakan pada percobaan persilangan dihibrid adalah karakter pada bentuk sayapnya. Jenis lalat yang digunakan adalah lalat jantan tipe dumpy dan lalat betina tipe ebony. Lalat tipe dumpy merupakan lalat mutan pada kromosom nomor 2 lokus 13 dan 0 yang memiliki sayap yang lebih pendek hingga dua pertiga panjang normal dengan ujung sayap tampak seperti terpotong serta bulu pada dada tampak tidak sama rata. Lalat ebony merupakan lalat mutan yang memiliki warna tubuh lebih gelap karena mengalami mutasi pada kromosom nomor 3, lokus 70 dan 7 serta memiliki panjang sayap normal yaitu lebih panjang dari ukuran badannya (Russell, 1994). Percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu menggunakan Drosophila melanogaster tipe ebony dan dumpy. Karakter atau sifat beda yang digunakan pada praktikum dihibrid ini adalah warna tubuh dan bentuk sayap. Teknik persilangan yang dilakukan pada praktikum dihibrid relatif sama dengan persilangan monohibrid, yaitu dengan menyilangkan parental Drosophila melanogaster (2 betina ebony dan 2 jantan dumpy.). Lalat ditunggu kurang lebih seminggu sampai terbentuk telur dan larva. Ketika telur dan larva sudah didapatkan, lalat parentalnya kemudian dilepaskan atau dimatikan. Telur ditunggu
hingga berubah menjadi pupa dan kemudian menetas menjadi lalat muda (F1). Kurang lebih seminggu kemudian parental F1 dilepaskan atau dimatikan. Selanjutnya, botol dibiarkan selama seminggu sehingga telur, larva dan pupa keturunan F2 bisa berkembang dan menetas menjadi lalat dewasa. Setelah 3 minggu melakukan persilangan sampai mendapat F2, lalat dibius dengan eter kemudian dihitung keturunan F2nya. Percobaan yang kami lakukan tidak berhasil, dikarenakan parental gagal kawin dan mati serta media sudah pernah terkontaminasi, oleh karena itu kami menggunakan data hasil percobaan rombongan lain yaitu rombongan VI yang juga menyilangkan lalat tipe dumpy (jantan) dengan ebony (betina). Skema yang digunakan pada persilangan dihibrid pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut: P:
♂ EEdd (Dumpy)
Gamet:
x
♀ eeDD (Ebony)
Ed
eD
F1:
EeDd
Genotip:
100%
Fenotip:
100% liar EeDd (Liar)
Gamet: F2
ED, Ed, eD, ed
x
EeDd (Liar) ED, Ed, eD, ed
: EEDD : EEDd : EEdd : EeDD : EeDd : Eedd : eeDD : eeDd : eedd
Genotip : 6,25% : 12,5%: 6,25%: 12,5% : 25% :12,5%: 6,5% :12,5%: 6,25% (1:2:1:2:4:2:1:2:1) Fenotip : 56,25% liar : 18,75% ebony : 18,75% dumpy : 6,25% ebony-dumpy (9:3:3:1) Menurut skema persilangan dihibrid, parental lalat dumpy memiliki genotip EEdd sementara lalat ebony bergenotip eeDD. Lalat dumpy memiliki gamet E dan d serta lalat ebony memiliki gamet e dan D. Ketika disilangkan, muncul lalat F1 bergenotip heterozigot (EeDd) yang memiliki fenotip liar dan jumlah persentasenya adalah 100%. Ketika F1 disilangkan sesamanya, akan menghasilkan jenis lalat yang berbeda. Hal ini dikarenakan lalat F 1 masing masing memiliki gamet E, e, D dan d. Keturunan F 2 akan menghasilkan fenotip lalat liar,
ebony, dumpy dan ebony-dumpy dengan perbandingan 9:3:3:1 serta rasio genotip EEDD:EEDd:EEdd:EeDD:EeDd:Eedd:eeDD:eeDd:eedd adalah 1:2:1:2:4:2:1:2:1. Jenis lalat
Jumlah
Liar Ebony Dumpy Ebony-Dumpy Total
60 5 14 0 79
Kelas Fenotipe
O (Hasil)
Liar
60
Ebony
5
Dumpy
14
Ebony-Dumpy
0
Total
79
Hasil dari : X2 hitung = 16,92
E (Harapan) 9 x 79 = 16 44,44 3 x 79 = 16 14,81 3 x 79 = 16 14,81 1 x 79 = 16 4,938 79
(
X2 2 ¿O – E ¿ E
)
5,45 6,49
0,04 4,94 16,92
X2 tabel = 7,81
Analisis data : Jika X2 hitung > X2 tabel , maka tidak sesuai dengan Hukum Mendel Jika X2 hitung < X2 tabel , maka memenuhi/sesuai dengan Hukum Mendel Kesimpulan hasil : X2 hitung > X2 tabel, maka hasil persilangan dihibrid tidak sesuai dengan Hukum Mendel yang menyatakan perbandingan F2 = 9:3:3:1. Dari data tabel perhitungan chi-square, dapat dilihat bahwa kolom observasi (O) pada jenis liar ada 60 lalat, pada jenis ebony ada 5 lalat dan dumpy ada 14 lalat. Kolom observasi merupakan kolom yang menunjukkan data perhitungan asli pada percobaan, pada keturunan F 2 ada 60 lalat liar, 5 lalat ebony dan 14 lalat dumpy. Kolom ekspektasi (E) pada jenis liar adalah 44,44, pada masing-masing ebony dan dumpy adalah 14,81 serta pada ebony-dumpy adalah
4,938.
Kolom
ekspektasi
menunjukkan
data
yang
seharusnya
terjadi.
Perbandingan lalat liar, ebony, dumpy dan ebony-dumpy yang seharusnya terjadi adalah 9:3:3:1 serta jumlah lalat keturunan F2 seluruhnya dari percobaan dihibrid adalah 79 ekor. Rumus dari ekspektasi yaitu nilai perbandingan dibagi jumlah seluruh perbandingan dikalikan dengan jumlah lalat F 2 yang terhitung. Kemudian dari data O dan E, dapat dihitung rumus kuadrat hitung, dengan rumus X
2
hit = ∑
2
(O−E) E
. Dari perhitungan diketahui bahwa jumlah kuadrat hitung
adalah 16,92. Tabel
Chi-square
digunakan
untuk
membandingkan
hasil,
cara
menggunakan tabel chi-square yaitu dengan mencari terlebih dahulu derajat bebasnya. Rumus derajat bebas adalah db = n-1, dengan n adalah banyaknya jenis yang dihitung. Karena pada data pengamatan hanya ada empat jenis, yaitu liar, ebony, dumpy dan ebony-dumpy, maka n=4. Dengan menggunakan rumus n-1, maka diketahui bahwa derajat bebasnya adalah 3. Pada tabel chi square, dilihat berapa hasil dengan derajat bebas 3 dan tingkat kesalahan 0,05. Tabel menunjukkan angka 7,81. Setelah itu, hasil kuadrat hitung dan kuadrat tabel dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kuadrat hitung lebih besar daripada kuadrat tabel. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan teori yang ada, bahwa fenotip dari F2 persilangan dihibrid mempunyai perbandingan 9:3:3:1.
V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Jumlah lalat liar pada keturunan F2 persilangan dihibrid adalah 60 ekor, jumlah lalat ebony adalah 5 ekor dan lalat dumpy adalah 14 ekor. 2. Perbandingan genotipe EEDD:EEDd:EEdd:EeDD:EeDd:Eedd:eeDD:eeDd: eedd pada keturunan F2 dihibrid adalah 1:2:1:2:4:2:1:2:1 dan fenotipe tipe liar:ebony:dumpy: ebony-dumpy adalah 9:3:3:1. 3. Perhitungan chisquare yang dilakukan menunjukkan bahwa X2 hit > X2 tabel. Dimana 16,92 > 7,81. X2 hitung > X2 tabel, maka hasil persilangan dihibrid tidak sesuai dengan Hukum Mendel yang menyatakan perbandingan F2 = 9:3:3:1.
DAFTAR REFERENSI Gardner, E. J. 1981. Principle of Genetics 7th Edition. New York: John Willey and Sons. Goodenough, 1984. Genetika. Jakarta: Erlangga. Johnson, L. G. 1983. Biology. Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers. Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya. Russell, P. J. 1994. Foundamental of Genetics. New York: Harper Collins College Publishers. Yatim, W. 1991. Genetika. Bandung: Tarsito.
View more...
Comments