Laporan Pendahuluan
July 10, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Pendahuluan...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST HERNIOTOMI DI RUANG POLI BEDAH RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER
oleh Ifka Wardaniyah, S. Kep NIM 192311101084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER JEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Herniotomi di Ruang Poli Bedah Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada : Hari, Tanggal : Tempat
: Ruang Poli Bedah RSD dr. Soebandi
Jember,
2019
Mahasiswa
Ifka Wardaniyah, S.Kep. NIM 192311101084 192311101084
Pembimbing Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Pembimbing Klinik Ruang Poli RSD dr. Soebandi Jember
Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB M.Kep.,Sp.Kep.MB NIP. 19810319 19810319 201404 1 001 001
Ns. M. Shodikin, M.Kep M.Kep.,Sp.Kep.MB .,Sp.Kep.MB NIP. 1968121 19681212 2 199103 1 010
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................... ...................................................... ............................................. ..................................... ............... i LEMBAR PENGESAHAN .......................................... ................................................................. ........................................ ................. ii DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. ............................................ ....................................... ................. iii LAPORAN PENDAHULUAN................................. ....................................................... ............................................. .......................1 A. Konsep Teori ........................................... ................................................................. ............................................ .............................. ........ 1
1. Anatomi Fisiologi Abdomen .......................................... ................................................................. .............................. .......1 2. Definisi .......................................... ................................................................ ............................................ ......................................... ...................7 3. Epidemiologi ............................................ .................................................................. ............................................ .............................. ........8 4. Etiologi .......................................... ................................................................ ............................................ ......................................... ...................8 5. Klasifikasi ......................................... ............................................................... ............................................. ...................................... ...............9 6. Patofisiologi/Patologi .......................................... ................................................................. ....................................... ................11 7. Manifestasi Klinis ........................................... ................................................................. ........................................... .....................12 8. Pemeriksaan Penunjang........................................... .................................................................. ................................... ............12 9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .......................... ................................ ......13 B. Clinical Pathway ............................................ .................................................................. ........................................... .....................10 C. Konsep Asuhan Keperawatan Keperawatan .................................. ........................................................ ................................ .......... 11 DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ ..17
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori 1. Anatomi Fisiologi Abdomen a. Lapisan dinding abdomen
Gambar 1. Lapisan dinding abdomen Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari : 1. Kutis 2. Subkutis - Fascia superfisial (fascia camper) Mengandung paniculus adiposus (lemak). Lapisan ini juga membungkus daerah perineum sebagai fascia superfisialis perinei. Pada laki-laki fascia ini bersatu dengan fascia scarpa membentuk tunica dartos sebagai salah satu lapisan pembungkus dari testis. Para ahli bedah memanfaatkan lembar dalam fascia superfisialis yang berupa selaput, untuk memegang jahitan sewaktu menutup sayatan pada kulit abdomen. - Fascia profunda (fascia scarpa) Lapisan membranosa yang tidak mengandung lemak. 3. Otot dinding perut
1
a. Kelompok ventrolateral - Tiga otot pipih : Musculus obliquus abdominis eksternus , Musculus obliquus abdominis internus, Musculus transversus abdominis - Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis b. Kelompok posterior : musculus psoas major, musculus psoas minor, musculus iliacus, musculus quadratus lumborum
Gambar 2. Lapisan otot abdomen 4. Fascia tranversalis Suatu lembar selaput yang kuat dan hampir melapisi seluruh dinding abdomen. Fascia transversalis menutupi permukaan dalam m. Transversus abdominis dan aponeurosisnya, dan dari kedua sisi bersatu di sebelah dorsal linea alba.
5. Peritonium Terletak lebih ke dalam terhadap fascia transversalis dan terpisah darinya oleh lemak ekstraperitoneal yang banyaknya berbeda-beda. Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Intergritas lapisan muskulo-aponeurosis
dinding
perut
sangat
penting
untuk
mencegah
terjadinya hernia bawaan, didapat, maupun iatrogenik. Fungsi otot dinding perut selain sebagai pelindung viscera vis cera abdomen, berfungsi pada pernapasan,
2
proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intraabdomen
Gambar 3. Lapisan dinding abdomen
b. Rongga abdomen
Gambar 4. Organ dalam rongga r ongga abdomen manusia
1. Hati Hati adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat 1500 gram. Hati merupakan tempat penyimpanan utama bagi tubuh, hepar 3
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dengan bantuan enzim glikogen yang dapat diubah menjadi glukosa ketika tubuh memerlukannya. Hati juga menyimpan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti A,D,E, dan K serta mineral seperti zat besi. Selain itu hati juga berfungsi untuk menyekresi empedu. Empedu masuk ke duodenum membantu dalam pencernaan dan absobsi lemak dan kandungan pigmen dalam empedu berfungsi member warna pada empedu dan feses (Baradero dkk, 2008).
2. Ginjal Ginjal merupakan merupakan organ yang yang berada berada di rongga abdomen, berada
di
belakang peritoneum , dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukur an panjang 11 - 12 cm, lebar 5 - 7 cm, tebal 2,3 - 3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan menghadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih
antara 120-150 gram. Ginjal merupakan alat tubuh yang yang
berperan penting dalam pengelolaan berbagai faal utama tubuh. t ubuh. Beberapa fungsi ginjal antara lain regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh, regulasi keseimbangan elektrolit, regulasi keseimbangan asam basa, ekskresi produk metabolit dan substansi asing, fungsi endokrin, partisipasi dalam eritropoiesis, mengatur tekanan arteri, pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3, dan sintesa glukosa (Ariputri, 2016)
3. Usus a. Usus halus Merupakan tabung yang memiliki panjang kurang lebih 6-7 meter dan terdiri atas duodenum (20 cm), jejunum(1.8 m), serta ileum. Sebagian besar proses digesti kimia dan absorpsi terjadi di dalam usus halus. Usus halus memiliki permukaan yang luas dengan adanya plika (lipatan mukosa), vili (tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), serta mikrovili atau brush border. Vili mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfa (central lacteal) yang memiliki memil iki peransentral dalam proses
4
absorbsi. Selain itu, vili juga bergerak seperti tentakel gurita yang membantu proses pergerakan zat makanan di dalam rongga usus halus (Basrowi, 2018). b. Usus besar Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang keseluruhannya memiliki panjang kurang lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari tiga segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden. Usus besar terhubung dengan usus halus melalui katup ileosekal yang berfungsi untuk mengendalikan kecepatan masuknya makanan dari usus halus ke usus besar dan mencegah refluks sisa makanan dari usus besar ke usus halus. Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-zat yang tidak terdigesti dan tidak diabsorpsi (feses). Sebagian kecil garam dan air sisa pencernaan juga diserap di dalam usus besar. Apabila sisa makanan bergerak terlalu lambat atau berada di kolon terlalu lama, akan terjadi absorpsi air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras dan mengakibatkan konstipasi. Kurang lebih 30% berat kering feses mengandung bakteri E. coli. Bakteri ini hidup di dalam usus besar dan memproduksi vitamin K (Basrowi, 2018)
4. Lambung Lambung adalah organ endokrin-eksokrin campuran yang mencerna makanan dan mensekresi hormon. Lambung adalah bagian saluran cerna yang melebar dengan fungsi utama menambahkan cairan asam pada makanan yang masuk, mengubahnya melalui aktifitas otot menjadi massa kental (khimus) dan melanjutkan proses pencernaan yang telah dimulai dalam rongga mulut dengan menghasilkan enzim proteolitik pepsin. Lambung juga membentuk lipase lambung yang menguraikan trigliserida dengan bantuan lipase lingual (Junqueira dkk, 2007). Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat daerah: kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histology hanya ada tiga daerah. Mukosa dan submukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak makanan, maka lipatan ini akan merata (Junqueira dkk, 2007).
5
5. Pankreas Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan terdapat kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans jumlah sel be ta normal pada manusia antara 60 % - 80% dari pop ulasi
sel Pulau Pulau Lan Lan gerhans . Pankreas berwarna putih putih keabuan keabuan hingga
kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri t erdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim -enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan menghasilkan hormon-hormon
lipase, sedangkan jaringan endokrin
seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015 ).
Gambar 2. Pembagian anatomi abdomen berdasarkan lokasi organ yang ada didalamnya
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan. 2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian dari hepar. 3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal pankreas, fleksuralienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.
6
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan, sebagian duodenum dan jejenum. 5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum, jejunum dan ileum. 6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum. 7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureterkanan. 8. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan). 9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.
2. Definisi
Hernia berasal dari bahasa latin yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga tersebut. Dinding rongga yang lemah tersebut membentuk kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi pada perut dengan isi yang keluar berupa bagian usus (Mansjoer dkk dalam Suri, 2018). Menurut Nuari (2015), hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal. Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Amin & Kusuma, 2015).
Gambar 3. Hernia 7
3. Epidemiologi
Hernia adalah salah satu permasalahan yang sering ditemukan pada kasus bedah. Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah kasus sebanyak 291.145. Sebesar 75% hernia sering terjadi di inguinalis, 10% di ventralis, 3% di umbilikus, dan 3% hernia lainnya. Kasus yang paling sering terjadi adalah hernia inguinalis yang bersifat inkarserata dan strangulata (Sjamsuhidayat & Jong, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari dkk (2015), didapatkan bahwa hernia inkarserata di RSUD dr. Pringadi Medan sebanyak 121 kasus. Prevalensi tertinggi terjadi pada laki-laki yaitu sebesar 86,8% sedangkan pada perempuan sebanyak 13,2%. Sebanyak 64 orang (52,9%) mengeluhkan benjolan, nyeri, sulit BAB (konstipasi) dan sebanyak 16 orang (13,2%) mengeluhkan benjolan, nyeri, penurunan nafsu makan. Penelitian lain dari Batara dkk (2018), didapatkan bahwa hernia ingunialis inkarserata paling banyak terjadi pada kelompok usia 12-25 tahun dengan prevalensi sebanyak 12 orang (30%). Prevalensi tertinggi terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 33 orang (82,5%).
4. Etiologi a.
Faktor kongenital Berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum (Sjamsuhidayat & Jong, Jong, 2010).
b.
Faktor didapat 1) Jenis pekerjaan Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur disebabkan oleh pekerjaan berat dimana kemungkinan besar besa r untuk mengangkat beban yang berat dan dilakukan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen (Sjamsuhidayat & Jong, 2010). 2) Jenis kelamin Hernia lebih sering terjadi pada laki-laki karena adanya perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Testis pada laki-laki turun dari rongga perut menuju skrotum pada bulan ketujuh hingga kedelapan usia kehamilan. Lubang berupa saluran itu akan menutup
8
menjelang kelahiran atau sebelum anak mencapai usia satu tahun (Wijayanti dalam Batara dkk, 2018). Ketika dewasa, bagian tersebut akan menjadi titik lemah yang potensial mengalami hernia. Pada penelitian Batara dkk (2018) didapatkan hasil bahwa prevalensi terjadinya hernia inkarserata tertinggi pada laki-laki yaitu sebanyak 33 orang (82,5%). (82,5%). 3) Usia Hernia dapat dijumpai pada segala usia dan insiden terjadinya hernia akan meningkat dengan bertambahnya usia yang mungkin disebabkan oleh meningkatnya penyakit yang membuat tekanan intraabdomen meningkat dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang (Sjamsuhidayat & Jong, 2010). 4) Obesitas Obesitas atau kelebihan berat badan secara alami dapat menyebabkan tekanan internal meningkat.Tekanan internal tersebut dengan mudah akan mendorong jaringan lemak dan organ internal menjadi hernia (Kourosh dalam Suri, 2018).
5. Klasifikasi
Hernia sering dikategorikan sebagai dapat direduksi atau
direduksi
(Raypole, 2019): a.
Hernia reponible yaitu hernia yang dapat didorong masuk kembali. Hernia juga dapat menyusut saat berbaring.
b.
Hernia irreponible terjadi ketika bagian dari usus mendorong masuk ke hernia, sehingga sulit untuk mendorong hernia kembali masuk. Hernia irreponible dapat menyebabkan obstruksi usus, yang kemudian dapat menyebabkan hernia tercekik. Hal ini membutuhkan perawatan segera.
Hernia menurut terlihat atau tidaknya (Sjamsuhidajat & Jong, 1997) : a. Hernia internal Hernia internal adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut (tidak terlihat dari luar). b. Hernia ekstertnal
9
Hernia eksternal adalah tonjolan yang menonjol keluar dari rongga abdomen (Benjolan terlihat dari luar).
Hernia menurut lokasi atau letak terjadinya (Sjamsuhidajat & Jong, J ong, 1997) : a. Hernia femoralis Hernia femoralis terjadi karena batang usus masuk melalui cincin femoral kedalam kanalis femoralis b. Hernia inguinalis Hernia inguinalis dapat terjadi karena kelainan kongenital atau karena sebab yang didapat yang masuk melalui inguinalis internus keluar rongga abdomen Hernia inguinalis terbagi atas hernia inguinalis medialis, hernia inguinalis lateralis dekstra, hernia inguinalis lateralis sinistra. c. Hernia umbilikalis Hernia umbilikalis
terjadi karena isi i si hernia he rnia masuk
melalui cincin
umbilikus akibat peninggian tekanan intra abdomen, sering terjadi pada bayi dan wanita hamil karena tekanan pada umbilikal. d. Hernia skrotalis
Hernia
skrotalis
terjadi
karena
hernia
inguinalis
lateralis yang mencapai scrotum. e. Hernia epigastrika / diaphragmatika Hernia epigastrika merupakan hernia yang keluar melalui defek pada linea alba antara umbilikus dan prossesus xipoideus
Hernia menurut penyebabnya (Sjamsuhidajat & Jong, J ong, 1997) a. Hernia kongenital Hernia kongenital adalah hernia yang disebabkan oleh kelemahan otot abdomen yang bersumber dari lahir / bawaan. b. Hernia traumatik / didapat
Hernia
yang
didapat
disebabkan
karena
adanya trauma, seperti peningkatan tekanan intra abdominal (batuk kronis, sering mengejan, mengangkat benda berat). c. Hernia insisional Hernia insisional disebabkan karena karena dinding dinding abdomen lemah akibat
sayatan atau pembedahan sebelumnya,
laparatomi atau prostatektomi.
10
seperti post
Hernia menurut klinis (Sjamsuhidajat & Jong, 1997) a. Hernia reponibilis Hernia
masih
bisa
keluar
masuk,
usus
keluar
jika
berdiri
atau
mengejan dan masuk kembali jika berbaring atau didorong didorong masuk. Tidak terdapat keluhan nyeri atau gejala gejala obstruksi usus. Selain itu hernia dapat masuk kembali kedalam rongga abdomen dengan manipulasi manual. b. Hernia ireponibilis Isi hernia berada dalam kantong kantong hernia dan tidak dapat masuk lagi kedalam anggota abdomen. Tidak ada keluhan keluhan nyeri atau obstruksi usus. c. Hernia incarserata Isi hernia berada dalam kantong dan terjepit cincin hernia, sehingga tidak dapat masuk kembali kedalam rongga abdomen, disertai akibatnya yang beberapa gangguan pasage dan suplai darah tersumbat. d. Hernia strangulata Isi hernia berada dalam kantong kantong hernia dan terjepit cincin hernia, sehingga tidak dapat masuk kembali kedalam rongga abdomen disertai akibatnya beberapa gangguan pasage usus, suplai darah tersumbat dan terdapat nekrosis sampai ganggren ganggren karena peredaran darah terganggu.
6. Patofisiologi/Patologi
Hernia terjadi ketika intra abdominal mengalami tekanan seperti tekanan saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar, batuk yang kuat, atau perpindahan bagian usus ke daerah otot abdominal. Tekanan Tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal dapat menyebabkan suatu kelemahan kele mahan yang mungkin disebabkan oleh dinding abdominal yang tipis atu tidak cukup kuat pada daerah tersebut. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal kemudian terjadi hernia. Karena organ selalu saja melakukan perjalanan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga se hingga terjadi penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah dan akibatnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut mengalami kelemahan, jika suplai darah terganggu maka dapat menyebabkan gangren (Oswari dalam Permadi, 2014).
11
Hernia dapat menjalar karena adanya kerusakan dinding perut, melalui diafragma dan dan melalui bagian internal di dalam rongga perut. Jenis hernia yang paling umum adalah hernia inguinalis, hernia femoralis (di sekitar pangkal paha), hernia umbilikal (bagian pusat), dan hernia insisional (pembedahan)
7. Manifestas Manifestasii Klinis
Huda A. dan Kusuma H. ( 2015) menjelaskan tentang manifestasi klinis untuk penyakit hernia sebagai berikut. 1. Berupa benjolan kelur masuk / keras dan yang tersering tampak benjolan di lipatan paha. 2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual. 3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi apabila telah ada komplikasi. 4. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit si atasnya menjadi merah dan panas. 5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit ketika kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah)disamping benjolan di bawah sela paha. 6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sesak napas. 7. Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
8. Pemeriksaan Penunjang a.
Radiografi abdomen : sejumlah gas yang terdapat dalam usus, enema barium menunjukkan tingkat tingkat obstruksi
b.
CT Scan : dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi ductus intervertebralis
c.
Pemeriksaan darah : hematologi rutin, BUN, kreatinin, dan elektrolit darah
d.
EKG : penemuan akan sesuatu yang tidak normal, memberikan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi (Daryanto, 2018). 2018).
12
9. Penatalaks Penatalaksanaan anaan Farmakologi dan Non Farmakologi Penatalaksanaan Penatalaks anaan Farmakologi a.
Obat Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri dan pemberian antibiotik untuk menyembuhkan infeksi.
b.
Pembedahan 1) Herniotomi
:
membuka
dan
memotong
kantong
hernia
serta
mengembalikan isi hernia ke kavum abdominalis 2) Hernioraphy : mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas musculus obliqus intra abdominalis dan musculus tranversus abdominalis yang berinsersio di tuberculum pubicum) 3) Hernioplasti : menjahit conjoint tendon pada ligamentum inguinale agar LMR ( Locus Locus Minoris Resistance) Resistance) hilang/ tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena oto tertutup (Amin & Kusuma, 2018).
Penatalaksanaan Penatalaks anaan Non Farmakologi
Konservatif merupakan tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahakan isi hernia yang telah direposisi. di reposisi. Tindakan konservatif meliputi: a. Reposisi : suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam kavum peritoneum atau abdomen. Reposisi dapat dilakukan pada hernia reponbilis dengan menggunakan dua tangan. Tangan yang satu melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui leher hernia. Reposisi tidak dapat dilakukan pada pasien dengan hernia inguinalis strangulate kecuali pada anak-anak. b. Pemakaian sabuk hernia/penyangga yang diberikan pada pasien dengan hernia yang masih kecil dan menolak untuk dilakukan tindakan operasi (Amin & Kusuma, 2018).
13
B . C lini li nica call P Pa athw hwa ay Herniotomi
Luka Insisi
Kerusakan jaringan
Pelepasan mediator nyeri (prostaglandin, histamine, bradikinin, dll)
Reseptor nyeri
Respon inflamasi
Resiko pendarahan
Penurunan Hb Masuknya mikroorganisme Penurunan O2 dalam tubuh Resiko infeksi Gangguan perfusi jaringan
Terputusnya kontinuitas jaringan
Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan
10
C. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Pasien:
1) Nama 2) Jenis kelamin: hernia lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan 3) Umur: hernia dapat terjadi pada semua umur namun peningkatan insidensi dapat terjadi seiring bertambahnya umur karena adanya suatu penyakit 4) Status perkawinan, agama, suku bangsa, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi tidak ada perbedaan.
b. Keluhan Utama: pasien dengan hernia akan merasakan nyeri setelah
operasi karena adanya bekas luka operasi. c. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien dengan hernia akan mengeluhkan
nyeri karena post tindakan pembedahan. Nyeri umumnya dirasakan dibagian abdomen tergantung pada posisi hernia. Nyeri biasanya termasuk nyeri sedang hingga berat pasca operasi d. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien mempunyai riwayat batuk yang tak
kunjung sembuh, atau penyakit yang lain yang menyebabkan tekanan pada intraabdomen. e. Riwayat Penyakit Keluarga: f. Pengkajian 11 Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan Pasien umumnya tidak mengetahui tentang masalah kesehatan yang dialami karena persepsi benjolan pada abdomen dapat berbeda-beda bisa karena tumor, infeksi, dll. Namun bergitu mengalami gejala biasanya pasien akan langsung pergi pusat layanan kesehatan untuk mengobati rasa nyeri. 2) Pola Nutrisi/Metabolisme Pasien dengan hernia akan mengalami penurunan asupan nutrisi karena 11
rasa mual, muntah, dan rasa peuh diperut akibat tekanan pada rongga abdomen. 3) Pola Eliminasi Pola eliminasi dapat terganggu karena mungkin disebabkan oleh peradangan akibat obstruksi obst ruksi usus. 4) Pola Aktivitas Pasien dapat mengalami gangguan pola aktivitas karena merasa nyeri dan begah akibat tekanan pada rongga abdomen. 5) Pola Istirahat Tidur Pola istirahat dapat terganggu karena rasa nyeri dan rasa penuh di abdomen. 6) Pola Kognitif Pasien umumnya masih dapat mengingat terkait identitas diri dan keluarga. 7) Pola Peran Hubungan Peran keluarga terdekat sangat dibutuhkan untuk membantu proses kesembuhan pasien 8) Pola Seksualitas/Reproduksi Pasien dengan hernia mungkin dapat mengalami gangguan pola seksualitas karena rasa nyeri dan peradangan pada abdomen. 9) Pola Koping Toleransi Stress Pasien perlu mempunyai koping yang adaptif terutama ketika akan dilakukan tindakan pembedahan yang didukung oleh keluarga terdekat pasien 10) Pola Keyakinan Nilai Pasien
dan
keluarga
pasien
diusahakan
selalu
berdoa
untuk
kesembuhan pasien. 11) Pola Konsep diri Berkaitan mengenai body image dimana terjadi benjolan pada rongga abdomen yang mengganggu penampilan.
k. Pemeriksaan Fisik Fokus
12
1) Keadaan umum: pasien akan tampak lem lemah. ah. a) Tidak tampak sakit: mandiri, mandiri, tidak terpasang alat medis b) Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus c) Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis d) Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, oksigen, coma 2) TTV : a) Tekanan Darah : umunya bisa hipotensi atau hipertensi b) Suhu : suhu tubuh tinggi akibat peradangan lebih dari 37oC (normal 36,5oC-37,5oC) c) Nadi : takikardi d) RR : normal atau abnormal (normal 20-50 x/mnt) 3) Pemeriksaan Fisik Data Fokus Abdomen a) Inspeksi b) Palpasi
: ada benjolan : ada nyeri tekan dibagian atau sekitar hernia, teraba keras karena berisi penumpukan cairan/udara karena obstruksi usus
c ) Pe Perk rkus usii
:-
d) Auskultasi : bising usus normal normal 5-30 menit. Jika kurang kurang atau tidak ada sama sekali kemungkinan pasien mengalami konstipasi atau obstruksi l. Pemeriksaan Diagnostik
1) Rontgen abdomen dan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui jenis benjolan yang terdapat pada abdomen abdomen 2) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah lekosit pasien 2) Diagnosa keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi post tindakan pembedahan b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (ketidaknyamanan abdomen) c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pada bagian hernia
13
3) Intervensi Keperawatan No
Diagnosa Keperawatan
NOC
N
1.
Resiko infeksi (00004)
Pencegahan infeksi (6550) Kontrol infeksi (6540) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Pasien mengenali resiko infeksi 2. Pasien memahami tanda dan gejala 2. Monitor jumlah leukosit dan hasil lab lainnya 3. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terkait tanda dan infeksi gejala infeksi 3. Tanda-tanda vital normal 4. Lingkungan sekitar pasien bersih (baju, 4. Inspeksi kondisi luka operasi 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan bed, dll) keperawatan 6. Pertahankan teknik sterilisasi dalam perawatan luka 7. KIE pasien tentang tanda dan gejala infeksi serta cara menghindari infeksi 8. Anjurkan untuk masukan nutrisi yang cukup 9. Anjurkan untuk minum antibiotic sesuai resep dokter
2
Nyeri akut (00132)
Kontrol nyeri (1605) Kriteria hasil: 1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Menggunakantindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik 3. Melaporkan nyeri yang terkontrol
Manajemen nyeri (1400) 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal 3. Gunakan strategi komunikasi ter terapeutik apeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri 4. Gunakan teknik non farmakologi untuk menurunkan nyeri, misal teknik distraksi, relaksasi nafas dalam, guided imagery 5. Kolaborasi untuk memilih dan mengimplementasikan mengimplementasik an tindakan penurun nyeri Monitor tanda-tanda vital (6680)
14
3.
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama masa perawatan, kerusakan integritas kulit dapat berkurang dengan
kriteria hasil : 1. Temperature kulit sekitar luka dalam rentang normal 2. Perfusi jaringan adekuat 3. Integritas kulit membaik 4. Tidak tampak nekrosis 5. Tidak ada pigmentasi yang abnormal Sumber: (Bulechek, 2013), (Moorhead, 2013)
15
1. Kaji kondisi luka terbuka berupa ukuran, warna, pembengkakan, pulsasi, suhu kulit 2. Bersihkan daerah luka dengan menggunakan NaCl 3. Pertahankan sterilisasi dalam perawatan luka 4. Kolaborasi untuk pemberian obat antiinflamasi
D. Discharge Planning
1. Ajarkan teknik perawatan dan balutan luka yang tepat 2. Jelaskan tanda- tanda infeksi pada keluarga dan pasien 3. Anjurkan untuk menjaga kebersihan tubuh, area sekitar se kitar luka, dan lingkungan 4. Anjurkan untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan 5. Anjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan berat terlebih dahulu supaya tidak menimbulkan tekanan pada abdomen 6. Anjurkan untuk makan-makanan tinggi protein seperti telur, daging, sayur, dll 7. Jelaskan pentingnya kontrol ulang
16
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H N & Kusuma, Hardhi. 2015. NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association)
NIC-NOC
Jilid
2.
Yogyakarta:
Mediaction
Publishing Ariputri, F. A. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak meniran (phyllanthus niruri l. ) dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopik ginjal Basrowi, R. W. 2018. Saluran cerna yang sehat : anatomi dan fisiologi. (June) (June) Bulechek, G & Butcher, H. 2013. Nursing 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). (NIC). Edisi 6. Elsevier. Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). 2016. Hernias: Incisional Hernia Repair . Cologne Germany. Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). (NOC). Edisi 5. United Kingdom: Elsevier. Mutwali, I. M. 2015. Incisional hernia management. Sudan Medical Monitor . 10(1) Nuari, N A. 2015. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Sist em Gastrointestinal. Jakarta: Trans Media Info Parmono, H. M. 2014. Hubungan 2014. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian Hernia Inguinalis Di Poli Bedah Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Sragen. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Publikasi. Raypole, C. 2019. Everything You Need to Know About Incisional Hernias. https://www.healthline.com/health/incisional-hernia Suri, M A. 2018. Gambaran Karakteristik Penyakit Hernia di Ruang Mawar Kuning Bawah RSUD Sidoarjo. Karya Tulis Ilmiah. Ilmiah. Surabaya: Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya
17
View more...
Comments