Laporan Pendahuluan Thypus Abdominalis
January 8, 2019 | Author: Selphi Cristiani | Category: N/A
Short Description
Laporan Pendahuluan Thypus Abdominalis...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thyfus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. penyebab penyakit ini adalah salmonella typosa, basil geram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora . mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen O (somatic, terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum pasie terdapat zat anti (aglutinin) terdapat tiga macam antigen tersebut. (Ngastiyah 2002) Insiden demam typoid bervariasi disetiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, lingkungan, di daerah Rural (Jawa Barat) 157 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan perkotaan berhubungan erat dengan dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkunggan dengan pembuanggan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkunggan. (Ari W.Sudoyo 2007) Di
Indonesia, thyfus abdominalis terdapat dalam
keadaan
edemic.
Pasien anak yang ditemukan berumur diatas satu tahun sebagian besar pasien yang di rawat dibagian ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta berumur di atas 5 tahun. Data yang didapat dari Rekam Rekam Medik Rumah Sakit Kota Mataram Lombok Barat. Prevalensi penderita Tifus Tif us Abdominalis dalam 8 bulan terakhir tahun 2010, dengan dengan perincian berdasarkan jenis kelamin didapatkan kasus terbanyak adalah sebagai berikut pada
bulan Maret
jumlah
penderita sebanyak 10
penderita dengan perincian, 3 laki-laki, 7 perempuan. Pada bulan April jumlah penderita sebanyak 34 dengan perincian, 22 laki-laki, 12 perempuan. Pada bulan Mei jumlah penderita sebanyak 19 dengan perincian, 7 laki-laki, 12 perempuan. Pada bulan Juni jumlah penderita sebanyak 8 dengan perincian, 5 laki-laki, 3 perempuaan. Pada bulan Juli jumlah penderita sebanyak 5 dengan perincian, 3 laki – laki, 2 perempuan. Pada bulan Agustus jumlah
penderita
sebanyak
1
dengan
jenis
kelamin
perempuan. Pada
bulan
September jumlah penderita sebanyak 12 dengan perincian, 4 laki- laki, 8 perempuan. Pada bulan Oktober Okt ober jumlah penderita sebanyak 28 dengan perincian, 19 laki – laki, 9 perempuan. Dari data di atas jumlah penderita yang paling banyak adalah pada bulan April 2010 dengan presentasi penderita sebanyak 30,38 %. Hal ini dapat di sebabkan oleh berbagai faktor salah satunya perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. singkatnya kuman ini terdapat dalam tinja, kemih kemih atau darah masa ingkubasinya sekitar 10 hari.( Dr.Jan Tambayong,2002 ) Untuk
itu
untuk
menumbuhkan
kesadaran
masyarakat
tentang
pentingnya hidup sehat melalui penyuluhan kepada keluarga tentang penting hidup sehat, peningkatan pelayanan kesehatan, dan biaya pengobatan yang lebih relative murah perlu kita perhatikan untuk menurunkan angka morbilitas penyakit Tifus Abdominalis. selain itu,penanganan yang tepat sangat di perlukan yaitu, dengan cara tirah baring total selama demam sampai dengan dua minggu normal kembali, makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas, obat yang digunakan adalah kloramfenikol 100 mg. (Arif Mansjoer, 2000). Pada laporan ini akan di bahas tentang asuhan keperawatan pada pasien Thypoid Abdominalis.
1.2 Batasan Topik 1.
Jelaskan konsep dasar Thypoid Abdominalis!
2.
Bagaimana anatomi fisiologi Thypoid Abdominalis?
3.
Bagaimana patofisiologi penyakit Thypoid Abdominalis?
4.
Bagaimana prinsip etika penatalaksanaan Thypoid Abdominalis?
5.
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Thypoid Abdominalis?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum
Penyusun dapat menerapkan menerapkan Asuhan Keperawatan Keperawatan pada klien
dengan
diagnosa
proses
medis
Thyfus
Abdominalis
melalui
pendekatan
keperawatan sesuai standar keperawatan. 1.3.2 Tujuan Khusus Setelah menyusun Laporan ini, kelompok diharapkan mampu: a) Menjelaskan konsep dasar penyakit Thyfus Abdominalis mulai dari pengertian, penyebab, pathofisiologi/pathways, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang , penatalaksanaan dan komplikasi. b) Melakukan pengkajian pada klien dengan diagnose medis Thyfus Abdominalis. c) Merumuskan diagnose keperawatan pada klien dengan diagnose medis Thyfus Abdominalis d) Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan diagnose medis Thyfus Abdominalis e) Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose medis Thyfus Abdominalis f)
Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan diagnose medis Thyfus Abdominalis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP DASAR THYPOID ABDOMINALIS 2.1.1 Pengertian Thyfus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. (Arif Mansjoer,2000) Thyfus Abdominalis merupakan penyakit infeksi bakteri yang hebat yang diawali di selaput lendir usus dan jika tidak segera diobati secara progresif dapat menyerbu jaringan diseluruh tubuh. (Jan Tambayong, 2002). Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi Akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu gangguan pada pencernaan pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam, 2005 ). Thyfus Abdominalis (demam typoid, enteric fever) ialah, penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Ngastiyah , 2002)
2.1.2 Etiologi Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa yang mempunyai ciri- ciri sebagai berikut : a. Basil garam negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak berspora. b. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu, antigen O (somatiik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.(Nursalam dkk, 2005). c. Selain itu penyakit tipus abdomnalis juga bias didukung oleh faktorfaktor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan
yang relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga dengan hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan pelaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, pebogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah (Panyakit dalam Soegeng Soegijanto, 2002).
Salmonella Thyposa
2.1.3 Manifestasi Klinis Thypoid Abdominalis Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejalagejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini di temukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan menigkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 10c tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta teremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somolen stupor, koma, delerium, atau psikosis. Roseolae jarang di temukan pada orang Indonesia. (Ngastiyah,2005).
Gambaran klinik thypoid abdominalis
2.1.4 Komplikasi 1)
Komplikasi Intra Intestine a) Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri perut dengan t anda- tanda renjatan. b) Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang di buat dalam keadaan tegak c)
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
2)
Komplikasi Extra Intestine Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain- lain. Terjadi karena infeksi skunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 2005).
2.1.5 Prognosis Umumnya prognosis typhus abdominalis pada adalah baik, asal klien cepat berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%.
Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti: a) Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue b) Kesadaran sangat menurun c)
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.
2.1.6 Stadium Febris Thypoid Abdominalis 1) Minggu pertama, disebut stadium incremasi, yaitu masa menaiknya suhu badan. Pada minggu ini keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, obstipasi/diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk dan kadangkadang epistaksis. Pada akhir minggu pertama biasa timbul bintik-bintik merah sebesar jarum pentul, bila ditekan hilang. Biasanya timbul pada dada bagian bawah, daerah abdomen bagian atas dan menjalar kedaerah perut, binti k merah ini disebut “Roseola” atau rosesport, bintik ini belum diketahui jelas sebabnya dan biasanya roseola di Indonesia jarang ditemukan. 2) Minggu kedua disebut
stadium “acme”
yaitu masa memuncaknya
penyakit atau panas menetap yang disebut febris kontinue. Pada stadium ini suhu berkisar antara 40 –41ᴼC. Gejala lainnya seperti nadi relatif bradikardi, lidah yang khas kotor ditengah-tengah, tepi dan ujung merah, lidah bila dikeluarkan tremor. Timbul hepatomigali, splenomegali dan meteorismus. Gangguan kesadaran yaitu klien gelisah, apatis, somnolen, delirium atau psikose, stupor, koma. 3) Minggu ketiga disebut stadium impihibov atau disebut masa sangsi. Biasanya terjadi penurunan suhu yang krisis dan terjadi kenaikan nadi, bila ditemukan gejala ini harus hati-hati menandakan adanya timbul komplikasi seperti perdarahan. 4) Minggu ke empat disebut stadium deternasi yaitu masa penurunan panas suhu berangsur-angsur turun, nafsu makan mulai ada, badan merasa enak. Pada akhir minggu ke empat, yang disebut rekofalesent
yaitu yang disebut masa penyembuhan. Pada minggu ini keadaan umum pasien baik, badan sudah segar dan kuat, nafsu makan baik.
2.1.7 Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Rutin Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi skunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah darah pada demam tifoid dapat meningkat. b. Uji Widal Uji widal di lakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakanpada uji widal adalah suspensi Salmonelle yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: 1) Aglutinin O ( dari tubuh kuman ) 2) Aglutinin H ( flagela kuman ) 3) Aglutinin Vi ( simpai kuman ) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap di jumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menetukan kesembuhan penyakit. c. Kultur darah Hasil biakan darah yang positf memastikan demam tifoid, akan tertapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1)
Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapatkan antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
2)
Volume darah yang kurang (kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang di biak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang di ambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan kedalam media cair empedu.
3)
Riwayat vaksinal. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan anti bodi dalam darah pasien. Anti bodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. (Aru W.Sudoyo dkk,2007)
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI THYPOID ABDOMINALIS 1. ANATOMI SISTEM PENCERNAAN
Gambar anatomi sistem pencernaan
Organ yang termasuk saluran pencernaan antara lain: 2006)
(Syaifudin,
1) Oris (Mulut) Mulut adalah permulaan dari saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi di bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maxilaris, palatum dan mandibularis dibagian belakang bersambung dengan fharing. Atap mulut di bentuk oleh palatum yang terdiri atas dua bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maxilaris dan lebih ke belakang terdiri dari dua tulang palatum. Palatum mole (palatum lunak) terletak dibagian belakang yang merupakan lipatan mengngantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir. Sedangkan lidah terletak di lantainya dan terikat pada tulang hioid, di garis tengah sebuah lipatan memberan mukosa atau (prenulum linguas) menyambung lidah dengan lantai mulut. 2) Fharing (Tenggorokan) Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan. Di dalam lengkungan fharing terdapat tonsil, yaitu kalenjar limfe yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Faring terletak di belakang hidung, mulut, dan laring. Fharing merupakan saluran berbentuk kerucut dan bahan memberan berotot (muskulo memberanosa) dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebrata servikal ke IV, yaitu ketinggian tulang rawan krekoid, tempat fharing bersambung dengan esofagus. Panjang fharing kira-kira 7 cm di bagi atas tiga bagian yaitu nasofharing bermuara pada tuba yang menghubungkan tekak dengan gendang telinga. Pada bagian media di sebut dengan orofaring, bagian ini terbatas sampai di akar lidah, sedangkan di bagian anterior di sebut dengan laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. 3) Esophagus (Kerongkongan) Merupakan saluran yang menghubungkan antara tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. lapisan dinding dari dalam keluar adalah lapisan Selaput
lendir, lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkular dan lapisan otot memanjang longitudinal. Eshopagus terletak dibelakang trakhea dan didepan tulang punggung setelah mulalui thoraks menembus diafragma masuk kedalam abdomen menyambung dengan lambung. 4) Gaster (Lambung) Merupakan bagian saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigastrik lambung terletak terutama di daerah epigastrik dan sebagian disebelah kiri daerah hopokondria dan umbilical. lambung terdiri dari bagian atas yaitu fundus ventrikuli bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteom kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurpatura minor, susunan lapisan lambung dari dalam keluar terdiri dari lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, lapisan jaringan ikat atau serosa. 5) Intestinum Minor (Usus Halus) Usus halus adalah tabung yang panjangnya + 2,5 m usus alus memanjang dari lambung sampai katup iliokolika tempat tersambungnya tersambungnya dengan usus besar. Usus halus terletak didaerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus dalam beberapa bagian, yaitu: Duodenum merupakan bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda dan kepalanya megelilingi kepala pankreas saluran empedu dan saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopangkeratika atau ampula fateri. Jejenum menempati dua perlima sebelah atas dari usus alus dengan panjang + 2,3 m dari ilium. Ilium dan jejenum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas, di kenal sebagai misentrium. Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan yang sama dengan lambung, dinding luar adalah membran serosa, yaitu peritonium yang membalut usus dengan erat. Dinding lapisan berotot terdiri atas dua lapisan serabut longitudinal dan di bawahnya ada lapisan tebal teridiri atas serabut sirkuler. Fungsi usus halus adalah menerima zat-zat makanan yang
sudah di cerna untuk di serap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran limfe. 6) Intestinum Mayor (Usus Besar) Panjangnya ± 1,5 meter yang merupakan sambungan dari usus halus, mulai dari katub ilokolik atau ileosekal yaitu tempat yang di lewati oleh sisa makanan. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal dari bakteri coli dan sebagai tempat feces. Lapisan usus besar terdiri dari empat lapisan dari dalam keluar, yaitu selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan jaringan ikat. 7) Rektum & Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
2. FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut : 1)
Menerima makanan
2)
Memecah makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut pencernaan)
3)
Menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
4)
Membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh
Jumlah makanan yang dicerna seseorang dan jenisnya adalah tergantung dari kemauan ddan seleranya. Mekanisme ini ada dalam tubuh seseorang dan merupakan sistem pengaturan yang otomatis. Makanan masuk melalui mulut
kemudian dikunyah oleh gigi, gigi
anterior (insisivus) menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi posterior (molar), kerja menggiling. Semua otot rahang yang bekerja dengan bersamasama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 55 pound pada insisivus dan 200 pound pada molar. Setelah itu makanan ditelan, menelan merupakan mekanisme yang kompleks, terutama faring yang hampir setiap saat melakukan fungsi lain disamping menelan makanan dan hanya diubah dalam beberapa detik detik dalam traktus untuk mendorong makanan. Esophagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring kelmbung dan gerakannya diatur secara khusus untuk melakukan fungsi tersebut. Fungsi lambung ada tiga, yaitu penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses didalam duodenum, pencampuran makan ini dengan sekresi setengan cair yang disebut dengan kimus. Pengosongan makanan dengan lamat dari lambung ke usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus. Makan akan digerakkan dengan melakukan gerakan pristaltik. Pristaltik usus yang normal adalah 12 kali per menit. Makanan kemudian akan didorong ke usus besar dan akan diabsorpsi baik air, elektrolit, dan penimbunan bahan feces di rektum sampai dapat dikeluarkan melalui anus melalui proses defekasi.
2.3 PATOFISIOLOGI Kuman
salmonella
masuk
bersama
makanan/minuman
yang
terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa.
Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam. Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi. Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. (Arif Mansjoer, 2001).
2.4 PRINSIP ETIKA PENATALAKSANAAN THYPOID ABDOMINALIS a) Perawatan 1. Klien tirah baring absolut sampai minimal 7 hari sampai demam tulang atau kurang lebih 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan/perforasi usus. 2. Mobilisasi klien dilakukan secara bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan (sesuai kekuatan klien). 3. Posisi tubuh klien harus diubah-ubah tiap 2 jam untuk menghindari terjadinya dekubitus, komplikasi pneumia hipostatik. b) Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori, tinggi protein, cukup cairan,tidak boleh mengandung banyak serat, dan tidak merangsang maupun menimbulakan gas. 2. Makanan diberikan secara bertahap disesuaikan dengan penyakitnya (mulamula cair, saring, lunak, makanan biasa). Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. 3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. 4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. c) Obat-obatan Pengobatan antibiotika pada penderita Typhus andominalis akan memperpendek perjalanan penyakit, mengurangi komplikasi dan mengurangi angka kematian kasus. Obat-obat simtomatik sebenarnya tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien karena tidak banyak berguna (sesuai dengan penyakit) misalnya: 1) Antipiretik 2) Kortikosteroid (diberikan pada pasien yang toksik) 3) Suportif (vitamin-vitamin) 4) Penenang (diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikatri). Sedangkan obat-obatan antimikrobia yang sering diberikan antara lain: 1) Klorampenikol Dengan klorampenikol, demam turun rata-rata setelah lima hari. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500mg/hari secara oral sampai 7 hari bebas demam. 2) Tiampenikol Dosis dan efektifitas tiampenikol pada penderita Typhus abdominalis sama dengan klorampenikol. Demam rata-rata turun setelah 5-6 hari. 3) Kotrimoxazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol) Efektifitas kotrimoxazol kurang lebih sama dengan klorampenikol. Demam turun rata-rata setelah 5-6 hari. Dosis dewasa 2 kali 2 tablet sampai 7 hari bebas demam. Setiap tabletnya mengandung 80 mg Trimetoprim dan 400 mg Sulfametoksazol.
4) Amoxicilin dan ampicillin Dalam kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitasnya lebih kecil dibandingkan dengan klorampenikol. Digunakan sampai 7 hari bebas demam, denagn ampicilin dan amoxicillin demam turun rata-rata setelah 79 hari. 5) Sefalosporin generasi ketiga Sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefaperozon, Seftriakson, dan Sefotaksim. Dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti. 6) Fluorokinolon Dosis dan lam pemberian belum diketahui dengan pasti.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Kasus Pemicu Nn. MW MRS dengan keluhan panas tinggi naik turun, susah makan dan nyeri tenggorokan. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan S=38,5ᴼC, N=84x/menit, TD=120/80 mmHg, RR=32x/menit, adanya nyeri tekan perut sebelah kanan bawah, lidah kotor dan di dapatkan dari pemeriksaan darah lengkap diperoleh widal 1/200.
3.1 Pengkajian LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
Tanggal MRS
: 26 Maret 2012
Tanggal Pengkajian: 26 Maret 2012 Jam Pengkajian
Jam Masuk
: 09.30 WIB
No. RM
: 138414
: 10.00 WIB
IDENTITAS
Identitas anak
Identitas Penanggung jawab
Nama
: Nn. MW
Nama
: Ny. R
Umur
: 20th
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: SMA
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Probolinggo
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Hubungan dengan klien : Ibu
Alamat
: Probolinggo
Sumber informasi : Klien dan keluarga RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama
:
Klien mengeluh panas 2. Riwayat Penyakit Saat ini
:
Klien mengatakan mengalami panas tinggi naik turun sejak 5 hari yang lalu. Panas turun pada pagi hari dan meningkat saat sore dan malam hari. Kemudian klien beli obat di apotek terdekat. Setelah dua hari pasien masih demam disertai nyeri tenggorokan, sakit perut, mual muntah setiap kali makan dan tidak nafsu makan. Kemudian oleh ibunya klien langsung di bawa ke UGD RSNU kamis, 29 Maret 2012 jam 09.30 WIB.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Penyakit yang pernah dialami klien adalah sakit biasa seperti batuk, pilek dan demam. Biasanya hanya di belikan obat dari apotek dan sembuh. Klien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit seperti yang dialami Klien.
OBSERVASI OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital Masalah Keperawatan :
Keadaan Umum :
-
1)
Klien tampak lemah, bibir kering dan pecah-pecah.
2)
Klien tampak berkeringat banyak.
Gg. Gg.
Kes Kesei eimb mban anga gan n
(hiperthermi) -
Pola Pola napa napass tid tidak ak efek efekti tiff
Tanda Vital : S : 38,5ᴼC ; N : 84 x/menit ; T : 120/80 mmHg ; RR :32 x/menit Kesadaran
: Apatis (E=3 V=5 M=5)
2. Sistem Pernafasan B1 a. Keluhan : Sesak (+)
Nyeri waktu nafas (-)
b. Batuk : Produktif (-)
Pola napas tidak efektif
Nonproduktif(-)
c. Irama nafas : tidak teratur d. Suara nafas : Vesikuler e. Alat bantu napas : tidak ada Lain-lain : -
Masalah Keperawatan :
suh suhu u
tub tubuh uh
3. Sistem Kardio vaskuler B2 a. Keluhan nyeri dada : tidak Masalah Keperawatan : tidak ada
b. Irama jantung : reguler c. S1/S2 tunggal : ya d. Suara jantung : normal e. CRT : 2 detik f. Akral : panas g. JVP : normal Lain-lain : -
4. Sistem Persyarafan B3 a. GCS : apatis (E=3 V=5 M=5) b. Keluhan pusing : ya
Masalah
c. Pupil : Isokor
Resiko cidera
Keperawatan
:
d. Sclera/Konjunctiva : normal e. Gangguan pandangan : tidak f. Gangguan pendengaran : tidak g. Gangguan penciuman : tidak
5. Sistem perkemihan B4 a. Kebersihan : Bersih b. Produksi urine : 1500ml/hari c. Kandung kemih : Membesar : tidak
Masalah Keperawatan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak d. Intake cairan oral : 1500cc/hari e. Alat bantu kateter : tidak Lain-lain : -
6. Sistem pencernaan B5 a. Lidah : kotor b. Mukosa : kering c. Tenggorokan
Masalah Keperawatan : - Perubahan Perubahan nutrisi nutrisi kurang kurang dari kebutuhan kebutuhan tubuh - Gg. Rasa nyaman nyaman nyeri nyeri
Sakit menelan (-) Pembesaran tonsil (-) d. Abdomen : nyeri (+) e. Peristaltik : 29 x/menit f. BAB : 3x/hari, Konsistensi cair g. Diet : cair h. Nafsu makan : menurun
Frekuensi: 2x/hari
i. Porsi makan : habis ½ porsi Lain-lain: -
7. Sistem muskuloskeletal dan integumen B6 a. Pergerakan sendi : bebas b. Kekuatan otot
Masalah
4 4
Keperawatan
:
Intoleransi aktifitas
4 4 c. Kelainan ekstremitas : tidak d. Kelainan tulang belakang : tidak e. Fraktur : tidak f. Traksi/spalk/gips : tidak g. Kulit : warna sawo matang h. Turgor : buruk Lain-lain: -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap Parameter
Hasil/satuan
Nilai normal
Interpretasi
Hemoglobin
13,8 g/dl
12-14
Normal
Leukosit
11.100/µl
4000 – 11.000
Tinggi
Diff count -
Limfosit
-
46 %
-
20-40
-
Tinggi
-
Monosit
-
7%
-
2-8
-
Normal
Trombosit 2. Uji Widal a. Widal O = 1/200
179.000/ µl
150.000 – 400.000
Normal
b. Widal H = 1/160
ANALISA DATA DATA
ETIOLOGI
Ds :
MASALAH
Bakteremia
- Klien
Gg. Keseimbangan suhu
mengatakan
badannya terasa panas.
tubuh (Hiperthermi) Kuman
mengeluarkan
endotoxin Do :
Merangsang sintesa dan
Keadaan umum :
Bibir
tampak
kering
dan pecah-pecah, klien tampak
oleh leukosit
berkeringat
banyak.
Menstimulasi
TTV :
termoregulator
pusat
0
S :38,5 C
Pemeriksaan fisik :
pelepasan zat pirogen
Peningkatan suhu tubuh
Akral panas
Pemeriksaan darah rutin:
Leukosit 11.100/µl
Limfosit 46 %
Uji widal
Widal O = 1/200
Widal H = 1/160
Gg. Keseimbangan suhu tubuh (Hiperthermi)
Ds :
Akumulasi sel tifoid di
Perubahan
- Klien mengatakan mual
ileum terminal sbg tempat
kurang dari kebutuhan
infeksi utama
tubuh
dan muntah setiap kali makan
- Klien mengatakan tidak
HCl meningkat
nafsu makan Mual, muntah Do :
Keadaan umum
Anoreksia
nutrisi
Klien tampak lemah Perubahan nutrisi kurang
Pemeriksaan fisik
Lidah kotor
Hanya
dari kebutuhan tubuh mampu
menghabiskan ½ porsi makan
Pola makan 2x sehari
BB turun dari 50 kg menjadi 47 kg
3.2 Diagnosa Keperawatan 1.
Gg. Keseimbangan suhu tubuh (hiperthermi) b.d pr oses peradangan.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah.
3.3 Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/tgl Senin, 26
No.diagnosa
Intervensi
Diagnosa 1
1. Berikan
penjelasan
Maret
Tujuan :
kepada
2012
Dalam waktu 1x8 jam
keluarga
suhu
peningkatan
tubuh
dalam
batas normal
klien
mengatakan
panas lagi
3. Beri
kompres
o
37,5 C
minum
yang
banyak 2500cc/hari.
memakai
pakaian
tipis dan menyerap
3. Klien
minum
minimal
8
gelas/hari klien lagi
tidak pecah 5. Akral hangat
keringat.
dan
dan
5. Observasi suhu tiap 4
6. Kolaborasi : berikan paracetamol
1.
Evaluasi
TTD
S : Klien mengatakan
keluarga
penjelasan
badannya
mengetahui sebab
kepada klien dan
panas
dari
peningkatan
keluarga tentang
O:
dan
peningkatan suhu
-
membantu
kecemasan
yang
timbul. 2. Membantu menurunkan
suhu
tubuh.
Lakukan kompres
-
4.
Klien minum 8 gelas/hari
Memberikan
-
Bibir
klien
paracetamol dan
masih tampak
ceftriaxone
kering
400
Mg suhu
aksila
37,8 C
hangat. 3.
Suhu o
tubuh. 2.
masih
dan
pecah-pecah
Menganjurkan
-
masih
tubuh
klien
mengakibatkan
memakai pakaian
A : Masalah teratasi
penguapan
tipis
sebagian
tubuh
untuk
Akral
dan
teraba panas
meningkat sehingga
menyerap
P
perlu dan ceftriaxone
perlu
keringat.
intervensi no. 3, 4, 5,
400 Mg
dengan
Memberi minum
6
pada
kalau
Implementasi Memberikan
3. Peningkatan
jam sekali. tidak
klien
mengurangi
4. Anjurkan klien untuk
2. Suhu aksila 36,5-
1. Agar
Jam/ tgl
suhu
hangat.
badan sudah tidak
kering
suhu
tubuh.
Criteria hasil :
4. Bibir
dan
tentang
2. Lakukan
1. Klien
Rasional
jam
10.30, 18.30, 02.30
diimbangi asupan
5.
cairan yang banyak.
yang
4. Pakaian yang tipis akan lebih mudah untuk
menyerap
keringat, menghilangkan hambatan pengeluaran panas lewat udara. 5. Tanda-tanda merupakan
vital acuan
untuk mengetahui keadaan
umum
pasien. 6. Antipiretik berfungsi langsung ke
hipotalamus
banyak
2500cc/hari. 6.
Observasi
suhu
tiap 4 jam sekali.
:
Lanjutkan
tidak pecah 5. Akral hangat
perlu dan ceftriaxone
perlu
400 Mg
dengan
pada
jam
10.30, 18.30, 02.30
diimbangi asupan
5.
cairan yang banyak.
untuk
menyerap
intervensi no. 3, 4, 5,
Memberi minum
6
yang
4. Pakaian yang tipis akan lebih mudah
keringat.
banyak
2500cc/hari. 6.
Observasi
suhu
tiap 4 jam sekali.
keringat, menghilangkan hambatan pengeluaran panas lewat udara. 5. Tanda-tanda
vital
merupakan
acuan
untuk mengetahui keadaan
umum
pasien. 6. Antipiretik berfungsi langsung ke
hipotalamus
untuk menurunkan panas
dan
antibiotik
dapat
menghambat proses infeksi Senin, 26
Diagnosa 2
1.
Jelaskan pada klien
1.
Meningkatkan
1. Menjelaskan pada
S : Klien mengatakan
Maret
Tujuan :
dan
keluarga
pengetahuan klien
klien dan keluarga
nafsu
2012
Dalam waktu 3x24 jam
tentang
manfaat
tentang
tentang
meningkat dan tidak
mampu
makanan/nutrisi.
sehingga motivasi
Kaji pola dan nafsu
untuk
makan klien
meningkat.
mempertahankan kebutuhan
2.
nutrisi
adekuat.
3.
Anjurkan
klien
2.
untuk
•
Klien
mengatakan
nafsu
makan
meningkat
•
dan
1
makan
Mengetahui pola dan
menghabiskan
Criteria hasil :
nutrisi
kebiasaan
manfaat
makanan/nutrisi.
mual lagi
2. Mengkaji pola dan nafsu makan klien
untuk
makan klien dapat
menghabiskan
1
makanan
menentukan
porsi
makanan
dengan
cara
intervensi
dengan
cara
selanjutnya
makan
Menghindari
sedikit dan diberi
refluks makanan.
jeda.
makan
sedikit-
tidak mual
sedikit dan diberi
Mampu
jeda.
3.
-
Klien menghabiskan
porsi
di
O:
3. Menganjurkan klien
makan
di
porsi
makan
yang
di
sediakan
-
sedikit-
Klien
tidak
tampak lemah
-
BB 49,5 kg
A : Masalah teratasi
untuk menurunkan panas
dan
antibiotik
dapat
menghambat proses infeksi Senin, 26
Diagnosa 2
1.
Jelaskan pada klien
1.
Meningkatkan
1. Menjelaskan pada
S : Klien mengatakan
Maret
Tujuan :
dan
keluarga
pengetahuan klien
klien dan keluarga
nafsu
2012
Dalam waktu 3x24 jam
tentang
manfaat
tentang
tentang
meningkat dan tidak
mampu
makanan/nutrisi.
sehingga motivasi
Kaji pola dan nafsu
untuk
makan klien
meningkat.
mempertahankan kebutuhan
2.
nutrisi
adekuat.
3.
Anjurkan
klien
2.
untuk
•
Klien
mengatakan
nafsu
makan
meningkat
•
dan
•
makan klien dapat
menghabiskan
1
cara
selanjutnya
makan
Menghindari
sedikit dan diberi
refluks makanan.
jeda.
sedikit-
Anjurkan
klien
perawatan
3.
4.
melakukan mulut
sebelum
Memberi
rasa
segar
dan
bertujuan
dan
untuk
di
4. Menganjurkan klien
untuk
melakukan
kebersihan
sebelum
Dorong tirah baring
sehingga
timbul
sesudah makan
dan
keinginan
untuk
5. Mendorong tirah
selama
5.
fase sakit akut Kolaborasi
:
dan
makan
baring dan atau
Menurunkan
pembatasan
kebutuhan
aktivitas
selama
Beri
metabolik
nutrisi sesuai diit
mencegah
bubur
penurunan kalori
sesuai diit bubur
tinggi kalori tinggi
dan
saring
protein.
energi.
kalori
Meningkatkan
protein.
saring
+
Kolaborasi : Berikan antasida
3x1
dan
vit. B komplek 3x1.
6.
untuk
simpanan
asupan nutrisi dan
-
makan
yang
di
Klien
tidak
tampak lemah
-
P
sesudah makan
aktivitas
porsi
BB 49,5 kg
A : Masalah teratasi
perawatan mulut
atau
Klien
sediakan
sedikit-
menjaga
pembatasan
7.
untuk
dengan
di sediakan
6.
klien
intervensi
di
-
menghabiskan
cara
untuk
5.
kebiasaan
O:
3. Menganjurkan
dengan
porsi makan yang
BB meningkat
nafsu makan klien
makanan
jeda.
lemah
2. Mengkaji pola dan
porsi
Mampu
tampak
mual lagi
menentukan
sedikit dan diberi
Tidak
makanan/nutrisi.
makanan
makan
4.
manfaat
porsi
tidak mual
menghabiskan
•
1
makan
Mengetahui pola dan
menghabiskan
Criteria hasil :
nutrisi
makan
fase sakit akut 6. Memberi
nutrisi
+
tinggi tinggi
7. Memberikan
mencegah
antasida 3x1 dan
perforasi usus
vit.
B
komplek
:
intervensi
Hentikan
menghabiskan
•
4.
klien
porsi makan yang
untuk
di sediakan
perawatan
Tidak
tampak
BB meningkat
5.
4.
melakukan mulut
sebelum
lemah •
Anjurkan
dan
segar
dan untuk
4. Menganjurkan klien
P
untuk
melakukan
menjaga
perawatan mulut
sesudah makan
kebersihan
sebelum
Dorong tirah baring
sehingga
timbul
sesudah makan
dan
keinginan
untuk
5. Mendorong tirah
atau
aktivitas
selama
5.
fase sakit akut
7.
rasa
bertujuan
pembatasan
6.
Memberi
Kolaborasi
:
dan
makan
baring dan atau
Menurunkan
pembatasan
kebutuhan
aktivitas
Beri
metabolik
nutrisi sesuai diit
mencegah
bubur
penurunan kalori
sesuai diit bubur
tinggi kalori tinggi
dan
saring
protein.
energi.
kalori
Meningkatkan
protein.
saring
+
Kolaborasi : Berikan antasida
3x1
6.
dan
untuk
selama
6. Memberi
simpanan
asupan nutrisi dan
vit. B komplek 3x1.
7.
fase sakit akut nutrisi
+
tinggi tinggi
7. Memberikan
mencegah
antasida 3x1 dan
perforasi usus
vit.
Antasida
3x1.
mengurangi
rasa
mual dan muntah. Vit.
B
komplek
memenuhi kebutuhan vitamin meningkatkan nafsu makan
dan
B
komplek
:
intervensi
Hentikan
7.
Antasida
3x1.
mengurangi
rasa
mual dan muntah. Vit.
B
komplek
memenuhi kebutuhan vitamin
dan
meningkatkan nafsu makan
BAB IV KESIMPULAN Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Bakteri tersebut terdapat pada air atau makanan yang terkontaminasi oleh manusia pembawa bakteri tersebut. Bakteri tersebut menyebar pada manusia sekitarnya. Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll. Imunulogi humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM
BAB IV KESIMPULAN Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Bakteri tersebut terdapat pada air atau makanan yang terkontaminasi oleh manusia pembawa bakteri tersebut. Bakteri tersebut menyebar pada manusia sekitarnya. Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll. Imunulogi humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler
DAFTAR PUSTAKA Ali Zaidin (2002), Dasar-dasar keperawatan professional, Widia Medika. Jakarta. Aru .W. Sudoyo (2007), Ilmu Penyakit Dalam, Departemen, Jakarta Diagnosa (2007). Nanda (NIC & NOC) . EGC: Jakarta Isti Handayaningsih (2009). Dokumentasi Keperawatan “DAR” Sari Buku Keperawatan. Jogjakarta Mansjoer Arif (2002) Kapita Selekta Kedokteran, Media Auskullapius. FK-UI Jakarta. Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta. Noer Sjaifoellah (2004) Ilmu Penyakit Dalam. EGC: Jakarta Nursalam (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan , Salemba Media, Surabaya. Nursalam (2005) Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (Perawat dan Bidan), Salemba Medika. Jakarta. Suarli (2009) Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis. Erlangga. Jakarta. Syaifudin, Drs. H.(2006) Anatomi fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC.Jakarta. Tambayong, Jan (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta.
View more...
Comments