Laporan Pendahuluan Stt Regio Oksipital
April 24, 2017 | Author: rian0877 | Category: N/A
Short Description
hfjh...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor Regio Oksipital 1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi 1) Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. 2) Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : a) Duramater b) Selaput Arakhnoid c) Piamater 3) Otak Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;
1
Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal
berhubungan
dengan
fungsi
sensorik
dan
orientasi
ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan. 4) Cairan Cerebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari. b. Fisiologi Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia.Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap (3).Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal.
2
Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie (3).Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup(8). Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya
(3,12)
. ADO dapat
menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya. 2. Definisi Soft Tissue Tumor atau Soft Tissue Sarkoma adalah suatu kelompok tumor yang biasanya berasal dari jaringan ikat, dan ditandai sebagai massa di anggota gerak, badan, atau retroperitonium (Toy, et al dalam Ulfah, 2015). Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan yang abnormal yang disebabkan oleh neoplasma dan non-neoplasma ( Smeltzer, 2002 ). STT adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel selnya tidak tumbuh seperti kanker (Price, 2006) Jadi, SST merupakan benjolan atau pembengkakan yang abnormal berasal dari jaringan ikat disebabkan oleh neoplasma dan non-neoplasma. 3. Etiologi Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan keganasan tulang yaitu genetik, radiasi, bahan kimia, trauma, limfedema kronis, dan infeksi. Faktor genetik dapat menyebabkan soft tissue tumor berdasarkan dari data penelitian, diduga mutasi genetik pada sel induk mesenkim dapat menimbulkan sarkoma. Selanjutnya radiasi, risiko terjadinya sarkoma pada klien Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9%. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya sarcoma diperkirakan
sekitar
11
tahun.
Bahan
kimia
seperti
Doxin
dan
Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan sarkoma. Trauma dapat menjadi
3
penyebab dilihat dari sekitar 30% kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat trauma. Penyebab selanjutnya adalah limfedema kronis, limfedema
kronis
akibat
operasi
atau
radiasi
dapat
menyebabkan
limfangiosarkoma. Penyebab terakhir adalah infeksi. Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi parasite, yaitu filariasis (Muttaqin, 2008). 4. Patofisiologi Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan. Tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh. Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu : a. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi. b. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi. c. Invasi lokal. d. Metastasis jauh. 5. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung dimana letak tumor atau benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang merasakan sakit yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf – saraf tepi. Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila dirabaterasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan di sekitarnyadan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.
4
Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan lunak yang relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat bertambah besar, mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama penderita merasa nyeri atau bengkak. 6. Pemeriksaan Diagnostik Adapaun pemeriksaan penunjang tumor jaringan lunak diantaranya dengan foto rontgen, ultrasonografi, CT-Scan, dan MRI (Sjamsuhidajat, 2010). 7. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan pada tumor meliputi operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Operasi untuk
menghancurkan atau
mengangkat tumor. Radioterapi
merupakan suatu cara untuk eradikasi tumor ganas yang radiosensitive dan juga sebagai penatalaksanaan awal sebelum tindakan operasi dilakukan. Kemoterapi merupakan penatalaksanaan tambahan pada tumor ganas tulang dan jaringan lunak, obat-obatan yang dipergunakan adalah metotreksat, adriamisin, siklofosfamid, vinkristin, sisplatinum. Pemberian kemoterapi biasanya dilakukan pada pra/pasca operasi (Muttaqin, 2008). 8. Pengkajian Keperawatan Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien dengan soft tissue tumor yaitu adanya keluhan nyeri yang menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya. Pemeriksaan lokasi tumor, besar, bentuk, batas dan sifat tumor. Adanya gangguan pergerakan sendi akibat adanya tumor, spasme otot dan kekakuan tulang belakang jika tumor terdapat pada tulang belakang. Pemeriksaan neurologis untuk menentukan
adanya
penekanan tumor pada saraf-saraf tertentu (Muttaqin. 2008). 9. Diagnosa Keperawatan Pre Op a. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit Post Op a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post operasi c. Resti infeksi berhubungan dengan luka post operasi 10. Intervensi Keperawatan 5
No 1.
Diagnosa NOC NIC Keperawatan Cemas berhubungan a. Anxiety control a. Anxiety reduction dengan kurang b. Coping (penurunan kecemasan) - Gunakan pengetahuan tentang Kriteria Hasil : pendekatan yang penyakit a. Klien mampu menenangkan R/ meningkatkan Ditandai dengan: mengidentifikasi a. Gelisah bhsp dan b. Insomnia - Jelaskan semua mengungkapkan c. Resah prosedur dan apa gejala cemas d. Ketakutan yang dirasakan b. Mengidentifikasi, e. Sedih selama prosedur mengugkapkan f. Fokus pada diri R/ agar pasien dan menunjukkan g. Kekhawatiran mengetahui tujuan tehnik untuk dan prosedur mengontrol cemas tindakan c. Vital sign dalam Temani pasien batas normal untuk memberikan d. Postur tubuh, keamanan dan ekspresi wajah, mengurangi takut bahasa tubuh dan R/ mengurangi tingkat aktivitas kecemasan pasien menunjukkan - Berikan informasi berkurangnya faktual mengenai kecemasan diagnosis, tindakan prognosis R/ membantu mengungangi tingkat kecemasan - Identifikasi tingkat kecemasan R/ mengetahui tingkat kecemasan pasien - Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan R/membantu pasien agar lebih tenang - Dorong pasien
6
2.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Batasan Karakteristik : a. Laporan secara verbal atau nonverbal b. Fakta dari observasi c. Posisi antalgik (menghindari nyeri) d. Gerakan melindungi e. Tingkah laku berhati-hati f. Muka topeng (nyeri) g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi R/ membantu pasien tenang dan nyaman - Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi R/ cemas berkurang, pasien merasa tenang - Berikan obat R/untuk mengurangi kecemasan a. Pain Level a. Pain Management b. Pain control - Lakukan pengkajian c. Comfort level nyeri secara komprehensif Kriteria Hasil : termasuk lokasi, a. Mampu karakteristik, durasi, mengontrol nyeri frekuensi, kualitas (tahu penyebab dan faktor presipitasi nyeri, mampu R/ mengetahui menggunakan tindakan dan obat tehnik yang akan diberikan Observasi reaksi nonfarmakologi nonverbal dari untuk mengurangi ketidaknyamanan nyeri, mencari R/ mengetahui bantuan) tingkat nyeri pasien b. Melaporkan Gunakan teknik bahwa nyeri komunikasi berkurang dengan terapeutik untuk menggunakan mengetahui manajemen nyeri pengalaman nyeri c. Mampu mengenali pasien nyeri (skala, R/membantu pasien intensitas, mengungkapkan frekuensi dan perasaan nyerinya 7
menyeringai) tanda nyeri) h. Terfokus pada diri d. Menyatakan rasa sendiri nyaman setelah i. Fokus menyempit nyeri berkurang (penurunan e. Tanda vital dalam persepsi waktu, rentang normal kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang lain dan lingkungan) j. Tingkah laku distraksi, contoh jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas berulang-ulang k. Respon autonom (seperti berkeringat, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil l. Perubahan otonom dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) m. Tingkah laku ekspresif (contoh gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah
-
-
-
-
-
-
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau R/untuk memberikan intervensi yang tepat Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan R/membantu mengurangi nyeri pasien Kurangi faktor presipitasi nyeri R/ mengurangi nyeri pasien Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) R/ membantu mengurangi rasa nyeri pasien Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi R/ memberikan intervensi yang tepat Ajarkan tentang teknik non farmakologi R/mengurangi nyeri dengan cara 8
n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum Faktor Yang Berhubungan : Agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis)
pengobatan non farmakologis - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri R/ nyeri dapat berkurang - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri R/ nyeri terkontrol - Tingkatkan istirahat R/ menguragi nyeri b.Analgesic Administration - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat R/ untuk memberikan intervensi yang tepat - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi R/ benar dalam pemberian obat - Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu R/ menentukan obat yang tidak alergi untuk pasien - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri R/ memberikan obat yang sesuai dengan
9
-
-
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post operasi
keluhan Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali R/ mengetahui kondisi pasien Berikan analgesik pada saat nyeri R/ membantu mengurangi nyeri
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Wound Healing :primary and secondary intention
Pressure ulcer prevention a. Wound care - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang Batasan longgar karakteristik : R/ menjaga a. Gangguan pada Kriteria Hasil : integritas kulit bagian tubuh a. Integritas kulit pasien b. Kerusakan lapisa yang baik bisa Jaga kulit agar kulit (dermis) dipertahankan tetap bersih dan c. Gangguan (sensasi, kering permukaan kulit elastisitas, R/agar kulit tetap (epidermis) temperatur, lembab hidrasi, - Hindari kerutan Faktor yang pigmentasi) pada tempat tidur berhubungan : b. Tidak ada luka/lesi R/ menjaga pada kulit integritas kulit Eksternal : c. Perfusi jaringan tetap baik a. Hipertermia atau baik - Mobilisasi pasien d. Menunjukkan hipotermia (ubah posisi b.Substansi kimia pemahaman dalam pasien) setiap dua c.Kelembaban udara proses perbaikan jam sekali d.Faktor mekanik kulit dan R/ membantu agar (misalnya : alat mencegah pasien nyaman yang dapat terjadinya sedera - Monitor kulit akan menimbulkan luka, berulang adanya kemerahan tekanan, restraint) e. Mampu R/ mengetahui e.Immobilitas fisik melindungi kulit kondisi integritas f. Radiasi 10
g.Usia yang ekstrim h.Kelembaban kulit i. Obat-obatan Internal : a. Perubahan status metabolik b. Tulang menonjol c. Defisit imunologi Faktor yang berhubungan : a. Gangguan sirkulasi b. Iritasi kimia (ekskresi dan sekresi tubuh, medikasi) c. Defisit cairan,kerusakan mobilitas fisik, keterbatasan pengetahuan, faktor mekanik (tekanan, gesekan) kurangnya nutrisi, radiasi, faktor suhu (suhu yang ekstrim)
dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami f. Tidak ada tandatanda infeksi g. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
-
-
-
-
-
-
kulit Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan R/ agar kulit tetap terjaga tidak terjadi luka baru Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien R/ membantu pasien agar bisa mobilisasi Monitor status nutrisi pasien R/ mengawasi pasien agar tidak kekurangan nutrisi Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat R/mempertahankan personal higyene pasien Observasi luka :lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal. R/ menguragi tanda-tanda infeksi Lakukan teknik perawatan luka dengan steril R/mencegah adanya infeksi
11
3.
Resti infeksi a. Immune Status berhubungan dengan b. Knowledge : Infection control luka post operasi c. Risk control
a. Infection Control (Kontrol infeksi) - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : R/mengurangi resiko a. Prosedur Infasif infeksi b. Ketidakcukupan a. Klien bebas dari Pertahankan teknik tanda dan gejala pengetahuan isolasi infeksi untuk R/ menurunkan b. Mendeskripsikan menghindari resiko kontminasi proses penularan paparan patogen silang penyakit, factor c. Trauma Batasi pengunjung d. Kerusakan yang bila perlu jaringan dan mempengaruhi R/ menurunkan peningkatan penularan serta resiko infeksi paparan penatalaksanaanny - Instruksikan pada lingkungan a, pengunjung untuk e. Ruptur membran c. Menunjukkan mencuci tangan saat amnion kemampuan untuk berkunjung dan f. Agen farmasi mencegah setelah berkunjung (imunosupresan) timbulnya infeksi meninggalkan pasien g. Malnutrisi d. Jumlah leukosit R/ mencegah h. Peningkatan dalam batas terjadinya paparan normal kontaminasi silang lingkungan e. Menunjukkan - Gunakan sabun patogen perilaku hidup antimikrobia untuk i. Imonusupresi sehat j. Ketidakadekuatan cuci tangan R/ mencegah imun buatan k. Tidak adekuat terpajan pada pertahanan organisme infeksius Cuci tangan setiap sekunder sebelum dan sesudah (penurunan Hb, tindakan Leukopenia, keperawatan penekanan respon R/ menurunkan inflamasi) resiko infeksi l. Tidak adekuat Pertahankan pertahanan tubuh lingkungan aseptik primer (kulit tidak selama pemasangan utuh, trauma alat jaringan, 12
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik) m. Penyakit kronik
R/ mempertahankan teknik steril - Tingkatkan intake nutrisi R/ membantu meningkatkan respon imun - Berikan terapi antibiotik bila perlu R/ mencegah terjadinya infeksi b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal R/mengidentifikasi keadaan umum pasien dan luka - Monitor hitung granulosit, WBC R/ mengidentfikasi adanya infeksi - Monitor kerentanan terhadap infeksi R/ menghindari resiko infeksi - Berikan perawatan kulit pada area epidema R/ meningkatkan kesembuhan - Inspeksi kondisi luka / insisi bedah R/mengetahui tingkat kesembuhan pasien - Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
13
-
-
R/ membantu meningkatkan status pertahanan tubuh terhadap infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi R/ mempertahankan teknik aseptik Laporkan kultur positif R/ mengetahui terjadinya infeksi pada luka
14
DAFTAR PUSTAKA
http://documentslide.com/documents/lp-stt-andri.html diakses pada 25 Jauari 2017 pukul 23:49 WIB http://lomboksehat.blogspot.co.id/2012/03/anatomi-dan-fisiologi-kepala.html diakses pada 25 Januari 2017 pukul 23:14 WIB https://doktermaya.wordpress.com/2011/12/10/soft-tissu-tumor/ diakses pada 24 Januari 2017 pukul 22:39 WIB Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC Sjamsuhidajat, R, Jong, W.D.(2005). Soft Tissue Tumor dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC Smeltzer. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Ulfah, H.R. (2012). Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Tindakan Debridement dan Evakuasi Abses pada Soft Tissue Tumor Femur Dekstra dan Spondilitis TB di RS Ortopedi Dr. Soeharso Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi
15
View more...
Comments