Laporan Pendahuluan Sle

July 17, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Pendahuluan Sle...

Description

 

LAPORAN PENDAHULUAN SLE (SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS)

1.  PENGERTIAN Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik

dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat  bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh. (Price A. Sylvia, 2006) Lupus Eritematos Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan  berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan. (Mansjoer Arif, 2001) Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. (www.medicastrore.com)  (www.medicastrore.com)  Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Systemic Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan manifestasi klinis yang bervarisi.

2.  ETIOLOGI

Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui, Diduga ada  beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan lingkungan ikut berperan pada  patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik). sistemik). Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan  jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam komplek imun sehingga mencetuskan  penyakit implamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan

 

Penelitian terakhir yang menunjukkan beberapa gen berikut HLA_DR 2 dan HLA-DR 3  berperan dalam mengkode unsur sistem imun. Gen lain yang ikut berperan seperti gen yang mengkode sel reseptor T, imunoglobulin, dan sitokin. Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui

pengaruhnya

terhadap

sistem

imun.

Penelitian

menunjukkan

bahwa

sistem

neuroendokrin dengan sistem imun saling mempunyai hubungan timbal balik. Beberapa  penelitian berhasil menunjukkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun. Adanya satu atau beberapa faktor pemicu pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal pada sel CD4 mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap  self antigen. Akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang menyebabkan induksi dan ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian diduga hormon seks, sinar UV, infeksi.  1  Pada SLE autoantibodi terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya adalah dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks  protein RNA. Ciri khas autoantigen ini mereka tidak tissue spesific  spesific  dan merupakan komponen integrasi dari semua jenis sel.  Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibodi). Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar di sirkulasi. Klirens kompleks imun menurun, meningkatnya kelarutan kompleks imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga kompleks imun tersebut deposit ke luar sistem fagosit mononuklear. Endapannya di berbagai organ mengakibatkan aktivasi komplemen sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut bisa berupa ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dll.   Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus  bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan

 

dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan

3. PATOFISIOLOGI

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan  peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan  beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul  penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

4. MANIFESTASI KLINIS

Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala  pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang  jelas seperti demam, nafsu n afsu makan berkurang, kelemahan, kelemah an, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.  

Gejala Muskuloskeletal Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa artritis (93%).

Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan

 

tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin  juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.  

Gejala Mukokutan Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit

yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada  bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular. Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks. Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.  

Ginjal Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah

 proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi

 

ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi  progresif. Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.  

Susunan Saraf Pusat Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan

kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat. Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.  

Mata Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan adanya

 badan sitoid di retina  

Jantung Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis

maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat a kibat keadaan tersebut.  

Paru-paru Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera (penimbunan

cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.

 

 

Saluran Pencernaan  Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan diare.

Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat.  Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan  pankreatitis.  

Hemik-Limfatik Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan karakteristik

tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh  pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun. 5. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American College of Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria, dikatakan pasien tersebut SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.1,7  No

Kriteria

Batasan

1

Rash malar

Eritema, datar atau timbul di atas eminensia malar dan bisa meluas ke lipatan nasolabial

2

Discoid rash

Bercak kemerahan dengan keratosis bersisik dan

sumbatan

folikel.

Pada

SLE

lanjut

ditemukan parut atrofi 3

Fotosensitivitas

Ruam kulit akibat reaksi abnormal terhadap sinar matahari

4

Ulkus oral

Ulserasi oral atau nasofaring yang tidak nyeri

5

Artritis nonerosif

Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer dengan

 

karakteristik efusi, nyeri, dan bengkak 6

Pleuritis

atau a.  Pleuritis: nyeri pleuritik, ditemukannya

 perikarditis

 pleuritik rub atau efusi pleura  b.  Perikarditis: EKG dan pericardial friction rub

7

Gangguan renal

a.  Proteinuria persisten > 0,5 gr per hari atau kualifikasi >+++  b.  Sedimen eritrosit, granular, tubular atau campuran

8

Gangguan neurologis

a.  Kejang- tidak disebabkan oleh gangguan metabolik

maupun

obat-obatan

seperti

uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit  b.  Psikosis- tanpa disebabkan obat maupun kelainan metabolik di atas 9

Gangguan

a.  Anemia hemolitik dengan retikulositosis

hematologi

 b.  Leukopenia < 4000/uL c.  Limfopenia < 1500/uL d.  Trombositopenia< 100,000/uL

10

Gangguan imunologi a.  antiDNA meningkat  b.  anti Sm meningkat c.  antibodi

antifosfolipid:

IgG

IgM

antikardiolipin meningkat, tes koagulasi lupus (+) dengan metode standar, hasil (+)  palsu dan dibuktikan dengan pemeriksaan imobilisasi T.pallidum 6 bulan kemudian atau fluoresensi absorsi antibodi 11

Antibodi antinuklear (ANA)

Titer ANA meningkat dari normal

 

6. WOC faktor genetik

Factor lingkungan

faktor hormonal

Obat-obatan

(sinar ultraviolet)

Keterlibatan gen

Hormon proklatin Gangguan kulit

Obat terakumulasi

Gen membawa SLE

Merangsang

pada keturunan

infeksi

dalam tubuh

system imun

selanjutnya

Obat-obatan

Obat berikatan

tidak cocok

Pembentukan kompleks imun

dengan kompleks anti bodi

Faktor pemicu (mengikat komplemen)

Stres berlebihan Aktivasi

Imun kompleks

komplemen

Perubahan reaksi imun (reaksi Hipersensitivitas dan Autoimun)

Lupus Eritematosus Sistemik

Kulit akut

artritis

Efusi pleura

kelelahann

 

  Ruam kulit

Sendi

berbentuk

interfalngeal

kupu-kupu

proksimal

Pneumonitis lupus

Meningkatnya beban beb an ker ker a

Kompleks imun pada alveolus

Eritema dan purpura

Merangsang system imun

Efusi sendi

Sesak napas Reaksi inflamasi

Pembentukan

pembekakan

komples antibodi

nyeri

nyeri

Mk : ketidakefektifan pola napas

Gangguan

Anemia

mobilitas

MK : gg.

Mk : gg rasa nyaman

MK : intoleransi

Integritas

(nyeri kronik)

aktivitas

 

7. PENATALAKSANAAN

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi  bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit. a. Pendidikan terhadap Pasien

Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakit. b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE

1. Monitoring yang teratur 2. Penghematan enersi Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup.

3. Fotoproteksi Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung. 4. Mengatasi infeksi Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus memeriksanya. 5. Merencanakan kehamilan Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapatkan  pengobatan dengan obat imunosupresif. c. pengobatannya

 

 

Lupus diskoid Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid 5%

lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.  

Serositis lupus (plueritis, perikarditis) Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal), anti-

malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.  

Arthritis lupus Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat

terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin)  

Miositis lupus Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2

mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150250 mg) metrotreksat atau azathioprine.  

Fenomena Raynaud Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan nitrat,

misalnya isosorbid mononitrat.  

Lupus nefritis Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi

minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna menggambarkan perubahan status  penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada  jumlah leukositnya (normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di  berikan adalah (1) monoterapi dengan den gan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid den dengan gan

 

siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.  

Gangguan hematologis Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah

kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan spelenektomi.  

Pneumonitis intersititialis lupus Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

 

Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena

7. KOMPLIKASI

Komplikasi LES meliputi :  

Hipertensi (41%)

 

Gangguan pertumbuhan (38%)

 

Gangguan paru-paru kronik (31%)

 

Abnormalitas mata (31%)

 

Kerusakan ginjal permanen (25%)

 

Gejala neuropsikiatri (22%)   Kerusakan muskuloskeleta (9%)  

Gangguan fungsi gonad (3%)

8. PEMERIKSAAAN DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan Laboratorim

Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan : 1. Hematologi

 

Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia 2. Kelainan Imunologis Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.

b. Histopatologi

  Umum :



Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin onion-skin    pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.

  Ginjal :



2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa

  Kulit



Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada dermoepidermal junction,  junction,  baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan.

 

KONSEP ASKEP 1. Pengkajian

1. Identitas Klien  Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan terakhir, alamat 2. Riwayat kesehatan

  Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan berkurang dan



 berat badan menurun.

  Riwayat kesehatan dahulu



Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri sendi.

  Riwayat kesehatan keluarga



Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama dengan  penyakit yang dialami pasien. 3.Kebiasaan sehari-hari

  Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan, makanan yang disukai dan



tidak disukai

  Pola minum : frekuensi



  Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur



 



Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi

  Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai mau tidur



kembali

  Rekreasi : rekreasi yang pernah dilakukan, bersama siapa, frekuensinya.



4.Pemeriksaan Fisik

  Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan



  TTV :



-  TD : 140/90 mmHg -   ND : 100 x/i

 

-  RR : 18 x /i -  S : 40 C   BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)



  Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah



 



Mulut : Terdapat luka   Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru



  Sendi : adanya artritis



  Darah :



-  Anemia -  Leukosit < 4000 sel/mm -  Limfosit < 1500 sel/mm -  Trombosit < 100.000 sel/mm 5. Pemeriksaan Penunjang

  Rontgen dada : menunjukkan pleuritis



  Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura



  Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas



  Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah



  Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan



2. Dasar Data Pengkajian Pasien

1. Aktivitas Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan Tanda : Penurunan semangat bekerja Toleransi terhadap aktivitas rendah Penurunan rentang gerak sendi Gangguan gaya berjalan

 

2.Sirkuasi Gejala : Nyeri dada Tanda : TD : tekanan nadi melebar Desiran (menunjukkan mekanisme anemia) Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa Kulit terdapat ruam 3.Integritas Ego Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain Harga diri buruk Kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri 4. Eliminasi Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar Tanda : Nyeri tekan pada abdomen Urine encer : terdapat darah atau protein 5. Makanan/Cairan Gejala : Mual/muntah, anoreksia Haus Kesulitan menelan Adanya penurunan BB

Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam

 

Lidah tampak merah daging Bibir : disudut bibir terdapat luka 6. Higiene Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat) be rat) Berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi Tanda : ceroboh, tak rapih Kurang bertenaga 7. Neurosensori Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing Penurunan penglihatan, bayangan pada mata Kelemahan, keseimbangan buruk Kesemutan pada ekstremitas Tanda : kelemahan otot Penurunan kekuatan otot Kejang Pembekakan sendi simetris 8. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi Sakit kepala berulang, tajam, sementara  Nyeri tekan abdomen

 Nyeri dada

 

Tanda : menahan sendi pada pa da posisi nyaman Sensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit 9. Penapasan Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru  Napas pendek pada istirahat dan aktivitas Tanda : takipnea Distres pernapasan akut Bunyi napas menurun 10. Keamanan Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa Demam ringan menetap Lesi kulit Gangguan penglihatan Penyembuhan luka buruk Tanda : berkeringat Mengigil berulang, gemetar Luka pada wajah 12. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan

Pertimbangan rencana pemulangan :

 

DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari Memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah

13. pemeriksaan diagnostik

  Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebab penyebab



AR

  Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan lunak, erosi sendi,



memperkecil jarak sendi

  Kerapuhan erirosit : menurun



  Jumlah trombosit : menurun



  JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial



Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak 3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia)

3. Analisa Data No

Data

Etiologi

Masalah Keperawatan

1

DO :

  Klien tampak lemah



  Klien tampak gelisah dan cemas



Gangguan mobilitas

Gangguan integritas  pada kulit

 

  TTV :



-  TD : 140/90 mmHg -   ND : 100 x/i -  RR : 18 x/i -  S : 40 C

  Terdapat ruam kupu-kupu pada



tulang pipi dan pangkal hidung

  Ruam pada kulit memburuk karena



terkena sinar matahari

  Ruam tersebar di bagian tubuh yang



terkena/terpapar sinar matahari 2

DO :

  Klien tampak merasa kesakitan   Kilen tampak kesulitan bernapas

Adanya efusi sendi

Gangguan rasa

dan sesak

nyaman (nyeri





  Klien tampak gelisah



  Adanya Artritis dan efusi sendi



  TTV :



-  TD : 140/90 mmHg -   ND : 100 x /i -  RR : 18 x /i   Pernapasan dangkal   Hasil rontgen menunjukkan





 pleuritis

  Pemeriksaan dada dengan bantuan



stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura

kronik)

 

3

Tidak seimbangnya

DO :

Intoleransi aktivitas

suplai dan kebutuhan

  Klien tampak lemah dan demam



O2

   Nafsu makan klien berkurang



  TTV :



-  TD : 140/90 mmHg -   ND : 100 x/i -  S : 40 C   Klien sering mual dan muntah



  BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)



  Ada luka di bibir



  Hb : 10,5 gr/dl



  Leukosit < 4000 sel/mm



  Limfosit < 1500 sel/mm   Trombosit < 100.000 sel/mm





4. Rencana Asuhan keperawatan (NCP) No

Diagnosa

Tujuan

Kriteria

Keperawatan 1

Intervensi

Kolaborasi

Hasil

  Mempertaha

Gangguan

setelah

integritas kulit

dilakukan

nkan

 berhubungan

intervensi

integritas

dengan

keperawatan

kulit 

gangguan

selama 3x24

mobilitas

 jam,

kasi faktor

diharapkan

resiko/perila

gangguan

ku klien



  Mengidentifi



Mandiri :

1.  Kaji integritas kulit, catat  perubahan  pada turgor, gg. Warna,

1.  Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi dan mobilitas  jaringan dapat menjadi

 

integritas kulit

untuk

 berkurang

mncegah cedera dermal 

  Melakukan

eritema  2.  Bantu untuk latihan rentang



aktivitas sehari-hari 

  Observasi



 perbaikan luka/penyem  buhan lesi  bila ada 

gerak pasif atau aktif   3.  Inspeksi kulit/titik tekanan secara teratur untuk kemerahan,  berikan  pijatan lembut  4.  Awasi tungkai terhadap kemerahan,  perhatikan dengan ketat terhadap  pembentukan ulkus  Kolaborasi :

5.  Gunakan

rapuh dan cenderung untuk infeksi  berat 2.  Meningkatka n sirkulasii  jaringan, mencegah statis 3.  Potensial  jalan masuk untuk organisme  patogen,  pada adanya gg. Sistem imun, ini meningkatka n resiko infeksi/pela mbatan  penyembuha n 4.  Menungkatk  an aliran  balik vena menurunkan

 pelindung,

statis

mis : lotion

vena/pemben

sesuai

tukan edema

dengan

5.  Menghindari

 

indikasi

kerusakan kulit dengan mencegah/m enurunkan tekanan terhadap  permukaan kulit

2.

  Menyatakan

Gangguan rasa

Setelah

nyaman (nyeri

dilakukan

nyeri

kronik)

intervensi

hilang/terkon

 berhubungan

keperawatan

trol

dengan efusi

selama 3x24

sendi dan sesak

 jam,

n rileks,

diharapkan

istirahat/tidur 

rasa nyeri

, peningkatan

 berkurang dan

aktivitas

 berangsur-

dengan cepat

angsur menghilang



  Menunjukka



  Menggabung



kan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam  program kontrol/nyeri

Mandiri :

1.  Tentukan karakteristik nyeri, mis : tajam, ditusuk. Selidiki  perubahan lokasi/intensi tas nyeri 2.  Pantau tanda vital 3.  Berikan tindakan nyaman, mis : relaksasi/lati han napas 4.  Dorong untuk sering mengubah  posisi. Bantu

1.   Nyeri dada  biasanya ada dalam  beberapa derajat pada  pneumonia,  juga dapat timbul komplikasi  pneumonia seperti  perikarditis dan endokarditis  2.  Perubahan frekuensi  jantung menunjukka n pasien merasa nyeri.  3.  Tindakan non-

 

 pasien untuk

analgesik

 bergerak di

diberikan

atas tempat

dengan

tidur,

sentuhan

songkong

lembut dapat

sendi yang

menghilangk 

sakit di atas

an

dan dibawah,

ketidaknyam

hindari

anan dan

gerakan yang

memperbesa

menyentak

r efek

5.  Anjurkan  pasien untuk mandi air

terapianalges ik   4.  Mencegah

hangat.

terjadinya

Sediakan

kelelahan

waslap

umum dan

hangat untuk

kekakuan

mengompres

sendi.

sendi-sendi

Menstabilka

yang sakit

n sendi,

 beberapa kali

mengurangi

sehari.

gerakan/rasa

6.  Berikan masae yang lembut Kolaborasi :

7.  Bantu dengan terapi fisik mis :

sakit pada sendi  5.  Panas meningkatka n relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan

 

 bak mandi

rasa sakit

dengan

dan

kolam

melepaskan

 bergelomban

kekakuan di

g

 pagi hari. Sensitivitas terhadap  panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan  6.  Menigkatkan relaksasi/me ngurangi tegangan otot  7.  Memberikan dukungan  panas untuk sendi yang sakit. 

3.

  Adanya

Intoleransi

Setelah

aktivitas

dilakukan

 peningkatan

 berhubungan

intervensi

toleransi

dengan tidak

keperawatan

aktivitas

seimbangnya

3x24 jam,

(termasuk

suplai dan

diharapkan

aktivitas

kebutuhan O2

menunjukkan

sehari-hari) 

(anemia)

 penurunan tanda fisiologis



  Berpartisipas



i dalam

Mandiri :

1.  Kaji kemampuan  pasien untuk melakukan tugas. Catat laporan kelelahan

1.  Mempengaru hi pilihan intervensi/ba ntuan 2.  Manifestasi kardiopulmo nal dari upaya  jantung dan

 

intorelansi

aktivitas sehari-hari

dan keletihan 2.  Awasi TD,

 paru untuk membawa

sesuai

nadi

 jumlah

tingkat

 pernapasan,

oksigen

kemampuan 

selama dan

adekuat ke

sesudah

 jaringan

aktivitas.

3.  Meningkatka

3.  Rencanakan

n secara

kemajuan

 bertahap

aktivitas

tingkat

dengan

aktivitas

 pasien,

sampai

termasuk

normal dan

aktivitas

memperbaila

yang pasien

i tonus otot

 pandang

tanpa

 perlu

kelemahan.

4.  Gunakan

4.  Mendorong

teknik

 pasien

 penghematan

melakukan

energi

 banyak

5.  Anjurkan

dengan

 pasien

membatasi

 berhenti bila

 penyimpang

terjadi nyeri

an energi

dada,

dan

kelemahan

mencegah

atu pusing

kelemahan

terjadi Kolaborasi :

5.  Sters  berlebihan dapat

 

6.  Berikan

menimbulka

oksigen

n kegagalan.

tambahan

6.  Memaksimal kan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler

1.Kesimpulan

Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi  pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.  penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan d an jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis.  

2.Saran

  Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus Sistemik. 



  Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus Sistemik dengan



cepat, teliti dan terampil. 

  Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun pasien dalam



tahap pengobat 

 

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi 2004.  Patofisiologi.. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006.  Patofisiologi  Patofisiologi Edisi  Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu 2004. Ilmu Penyakit dalam. dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana 1999.  Rencana Asuhan Keperawatan. Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF