Laporan Pendahuluan Sc Indikasi Kpd

May 24, 2018 | Author: Yoktan Samb Metkono | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

LP...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM TINDAKAN SEKSIO CAESAREA DENGAN INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG HELSA RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR.CIPTO SEMARANG

OLEH:

JERISKA J. SEIMAHUIRA 462010072

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013

A. SECTIO CAESAREA 1. Sectio Caesarea Seksio Caesarea merupakan sebuah tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. Selain itu, sectio caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Indikasi untuk dilakukan Sectio Caesarea adalah apabila terdapat kesulitan selama persalinan yang terjadi pada ibu maupun bayi (Sarwono, 2005). PENGERTIAN Ada beberapa pengertian mengenai sectio caesarea : 

Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Prawirohardjo,1999)



Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahaim (Marjoen, 2001).



Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 2002).



Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2005).

INDIKASI Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea (Mochtar, 1998: 117), antara lain plasenta previa sentralis atau lateralis, panggul sempit (conjugata vera kurang dari 8 cm), disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri mengancam pada riwayat SC berulang, partus lama, partus tak maju, distosia servik, pre eklampsi dan hipertensi, malpresentasi janin, antara lain letak lintang, letak bokong, presentasi dahi dan muka, serta gemeli.

JENIS SECTIO CAESAREA Jenis operasi sectio cesarea ada beberapa macam. (Mochtar, 1998:119). a. Sectio caesarea Abdominalis, dibagi menjadi: 1. Sectio cesarea Transperitonialis 

Sectio caesarea klasik atau corporal Yaitu dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira– kira sepanjang 10 cm. Kelebihan: -

Mengeluarkan janin lebih cepat

-

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

-

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan: -

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonialisasi yang baik.

-

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

2. Sectio cesarea Ismika atau Profunda Yaitu dengan insisi segmen bawah rahim. Kelebihan: -

Penjahitan luka lebih mudah.

-

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

-

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.

-

Perdarahan kurang.

-

Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang atau lebih kecil.

Kekurangan: -

Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah, sehingga dapat menyebabkan

uterina

putus

sehingga

mengakibatkan

perdarahan yang banyak. -

Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.

3. Sectio cesarea Ekstraperitonialis Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, tanpa membuka kavum abdominal.

4. Sectio cesarea Vaginalis -

Sayatan Memanjang (longitudinal)

-

Sayatan Melintang (Transversal)

KOMPLIKASI Komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea (Mochtar, 1998:121), yaitu : a.

Infeksi puerperal (nifas) yang terdiri dari; ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja. Sedang, dengan kenaikan suhu lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung. Dan berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering dijumpai pada partus tak maju, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b.

Perdarahan, disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka, karena atonia uteri dan perdarahan pada plasenta

c.

Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila repetonialisasi terlalu tinggi

d.

Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang

ETIOLOGI/ PENYEBAB Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea. Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong. Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut : 1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion) Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin

ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003). Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu : a. Kesempitan pintu atas panggul Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya. b. Kesempitan panggul tengah Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi. c. Kesempitan pintu bawah panggul Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah. Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001). 2. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah

penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998). Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002). Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis preeklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2002). Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998). Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm. Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan

eklamsi bertujuan untuk menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998). 3. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001). Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membran dan preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak (Barbara, 2009). Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis (Mochtar, 1998). Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis dapat diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior, pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion, pemeriksaan USG untuk mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat badan janin, detak jantung janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur cairan amnion, pemeriksaan interleukin, alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2007). Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).

4. Janin Besar (Makrosomia) Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006). Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi. Dengan berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul ibu yang terlalu sempit, berat badan janin 3 kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian pula pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa dianggap besar sehingga perlu dilakukan kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif (Kasdu, 2003). Kelahiran pervaginam untuk bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol yaitu dengan akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat penting untuk menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu dalam keadaan ini (Glance, 2006). 5. Kelainan Letak Janin Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain : a. Kelainan pada letak kepala 1). Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul. 2). Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. 3). Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

b. Letak sungsang Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. 6. Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. 7. Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

PATOFISIOLIGI Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.

B. KETUBAN PECAH DINI PENGERTIAN Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum dimulainya tanda persalinan, waktu sejak pecahnya ketuban terjadi kontraksi rahim disebut Ketuban Pecah Dini (periode laten). Menurut Manuaba (1998:229) Ketuban Pecah Dini atau spontaneous/early/ premature rupture of the membran (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm ini menurut Mochtar (1998:255). ETIOLOGI Beberapa hal yang menjadi faktor penyebab antara lain kelainan letak janin yang menimbulkan ketegangan pada kulit ketuban dan kemudian mudah pecah, tekanan intra uterus yang meninggi misalnya pada hydramnion dan kehamilan ganda, kelainan atau kelemahan pada kulit ketuban sendiri, faktor trauma ibu hamil yang mengalami trauma terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan hubungan seksual yang berlebihan pada bulan terakhir sampai kehamilan hal ini menurut Wiknjosastro (2002:476). Menurut Manuaba (1998:229) Penyebab Ketuban Pecah Dini mempunyai dimensi multi faktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut : Servix in kompeten ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hydramnion kelainan letak janin dalam rahim : Sungsang, lintang Kelainan bawaan dari selaput ketuban pecah (Manuaba, 1998:229). TANDA DAN GEJALA Menurut Manuaba (1998:228) bahwa Gejala utama KPD adalah keluarnya cairan ketuban secara spontan dengan/tanpa disertai rasa mules. Adapun gejala utamanya sebagai berikut: Cairan dapat keluar sedikit-sedikit, cairan dapat keluar saat tidur, duduk, atau pada saat beraktivitas seperti berjalan, berdiri atau mengejan. Cairan dapat berwarna putih, keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan. Dapat disertai demam jika terjadi infeksi. PATOFISIOLOGI Menurut Manuaba (1998:229) bahwa mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut: “Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Dan bila terjadi pembesaran servix, maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

Menurut Mochtar (2002:256-57) menyatakan bahwa Ketuban pecah Dini mempunyai pengaruh terhadap janin yaitu walaupun ibu belum menunjukkan gejalagejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauteri lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Selain itu juga berpengaruh terhadap ibu karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, dan septikemia, serta dry labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan akan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi.Hal-hal diatas akan meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu.

C. POST PARTUM PENGERTIAN Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru (Hamilton, Persis Mary, 1995). Post partum adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama  6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002). Post partum merupakan masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983) Asuhan keperawatan post partum dibagi ke dalam tiga periode: a. 2 sampai 4 jam setelah kelahiran b. 3 hari berikutnya c. 4 sampai 6 hari berikutnya

TUJUAN PERAWATAN POST PARTUM Tujuan asuhan keperawatan selama post partum adalah sebagai berikut: a. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya. b. Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk mulai mengintegrasikan proses kelahiran menjadi pengalaman hidup mereka.

c. Memelihara proses kedekatan dengan neonatus. d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. e. Meningkatkan asupan makanan dan cairan yang adekuat. f. Meningkatkan pembentukan laktasi. g. Memberikan pelayanan keluarga berencana

PERUBAHAN SISTEMIK PASCA POST PARTUM a. Perubahan Sistem Reproduksi 1. Uterus Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Sedangkan, kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil disebut subinvolusi. Uterus tidak akan pernah kembali seperti keadaan sebelum hamil, tetapi terjadi penurunan ukuran, dari berat 1000 gr setelah melahirkan, menjadi 500 gr pada akhir minggu I dan turun menjadi 50 gr sampai 60 gr dalam 6 minggu. 2. Serviks Serivks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan.

18 jam

pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. 3. Vagina dan Perineum Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Jika dilakukan episiotomi, penyembuhan berlangsung dalan 2-3 minggu. 4. Topangan Otot Panggung Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan, memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus semula.

b. Sistem Endokrin 1. Hormon Plasenta Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pasca partum hari ke-17. 2. Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat samapi minggu keenam setelah melahirkan, sedangkan pada wanita yang tidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin, mencapai rentang sebelum hamil dalam 2 minggu. Pada waktu yang tidak menyusui, ovulasi terjadi dini yaitu dalam 27 hari setelah melahirkan dengan waktu rata-rata 70-75 hari. Sedangkan, pada wanita yang menyusui waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari. c. Abdomen Dinding abdomen akan kembali ke keadaan sebelum hamil dalam waktu kurang lebih 6 minggu. d. Sistem Urinarius Fungsi ginjal akan kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. 1. Komposisi urin Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan akan menghilang, sedangkan laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. 2. Diuresis Pasca Partum 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun dijaringan selama ibu hamil Diuresis pasca partum, disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah dan hilangnya peningkaran volume darah akibat kehamilan merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. 3. Uretra dan Kandung Kemih Pengosongan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5-7 hari setelah bayi lahir

e. Sistem Pencernaan 1. Nafsu makan Ibu biasanya merasa lapar setelah melahirkan. 2. Motilitas Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi melahirkan. 3. Defekasi Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. f. Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara (estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Jika ibu memilih untuk tidak menyusui, pada hari ketiga atau keempat pasca partum, bisa terjadi pembengkakan akibat kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik.

Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak

nyaman biasanya berkurang selama 24-36 jam. Sedangkan jika ibu memilih untuk menyusui, sebelum laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluar kolostrum. Setelah laktasi dimulai, payudara akan terasa hangat dan keras ketika disentuh. g. Sistem Kardiovaskuler 1) Volume Darah Kehilangan darah merupakan akibat penurunan voume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat seteah kelahiran, volume dara biasanya menurun sampai mecapai volune sebelum hamil. 2) Curah Jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Umumnya, nilai curah jantung akan kembali normal, bila pemeriksaan 8-10 minggu setelah ibu melahirkan. 3) Komponen Darah Tidak ada sel darah merah yang rusak selama masa pasca partum, tetapi kelebihan sel darah merah akan menurun secara bertahap sesuai

dengan usia sel darah merah. Leukosis normal pada kehamilan rata-rata 12.000/mm3 dan selama 10-12 hari, nilai antara 20.000-25.000/mm3 merupakan hal yang umum. Varises ditungkai dan hemoroid sering dijumpai pada wanita hamil, dan regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah kehamilan. h. Sistem Neurologi Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah ibu melahirkan i. Sistem Muskuloskeletal Adaptasi sistem musculoskeletal yang terjadi masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Walaupun semua sendi kembali ke keadaan normal, namun kaki ibu tidak mengalami perubahan. j. Sistem Integumen Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya meghilang saat kehamilan berakhir, namun hiperpigmentasi di aerola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. k. Sistem Kekebalan Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksin rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.

PATHWAY Ketuban Pecah Dini (KPD) Partus Spontan

Vacum Ekstraksi

Sectio Caesarea Trauma jaringan

Luka insisi

Kerusakan integritas kulit

Resiko tinggi infeksi

Nyeri

Gangguan mobilitas fisik

Defisit perawatan diri

DIANGNOSA KEPERAWATAN 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan 2. Difisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total 24 jam 3. Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan yang berlebih 4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan post sectio caesarea Fokus Intervensi 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan Tujuan : kebutuhan informasi dapat terpenuhi Kriteria hasil : klien mengetahui dan dapat menjelaskan prosedur dan perawatan sebelum melahirkan Intervensi : -

Kaji tingkat pemahaman klien

-

Berikan informasi yang dbutuhkan klien

-

Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran audiovisual sesuai keadaan.

-

Libatkan keluarga dalam pemberian informasi yang jelas.

Rasional : -

Untuk menetapkan tindakan keperawatan selanjutnya

-

Untuk menambah pengetahuan klien

-

Untuk mempermudah pemahaman klien mengenai perawatan melahirkan

-

Keluarga yang nantinya akan meneruskan perawatan setelah keluar dari gantungan rumah sakit.

2. Difisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total 24 jam Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi. Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri Intervensi : -

Kaji ketidaknyamanan pada klien

-

Kaji status psikologi klien

-

Berikan bantuan perawatan sesuai kebutuhan.

-

Libatkan keluarga dalam perawatan klien.

Rasional :

-

Untuk menetapkan tindakan keperawatan selanjutnya

-

Keluarga yang nantinya akan meneruskan perawatan setelah keluar dari rumah sakit

3.

Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan yang berlebih Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi cairan Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital stabil Intervensi : -

Kaji jumlah cairan input dan output.

-

Monitor TTV dalam batas normal

-

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

Rasional : -

Keseimbangan cairan tubuh ditentukan berdasarkan intake dan output cairan yang masuk ke dalam tubuh.

4.

-

TTV merupakan dasar awal tindakan keperawatan

-

Dehidrasi merupakan gejala kekurangan cairan.

Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus Tujuan : Rasa nyeri klien berkurang. Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukan ekspresi wajah rileks. Intervensi : -

Kaji pencetus, intensitas, kualitas, lokasi dan skala nyeri.

-

Berikan informasi kepada klien bahwa rasa nyeri itu hal yang wajar.

-

Ajarkan pada klien manajemen nyeri.

-

Berikan klien posisi yang nyaman, berikan analgesik.

Rasional :

5.

-

Mengindikasian kebutuhan untuk intervensi

-

Klien akan memahami kondisi dan keadaan diri sendiri

-

Mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri

-

Mengurangi nyeri

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan post sectio caesarea Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak terdapat tanda-tanda infeksi, leukosit normal, luka operasi kering. Intervensi : -

Cuci tangan sebelum kontak dengan klien.

-

Kaji tanda-tanda infeksi.

-

Monitor tanda-tanda vital.

-

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

-

Berikan antibiotik sesuai advis.

Rasional : -

Mengurangi tingkat infeksi silang maupun INOS

-

Kontrol tada-tanda infeksi agar dapat dilakukan penanganan dini sebelum infeksi terjadi

-

Indikator dalam menentukan terjadinya infeksi seperti suhu tubuh meningkat.

-

Menghindari penyebaran patogen

-

Untuk mencegah terjadinya inflamasi.

C. PENATALAKSANAAN PERAWATAN a. Pengkajian 1) TTV Pengkajian Tekanan Darah, nadi, dan pernapasan dilakukan setiap 15 menit selama satu jam pertama.

Jika keadaan ibu stabil, frekuensi pengkajian

dilakukan setiap 30 menit. Apabila tanda vital ibu tetap berada pada batas normal, pengkajian umumnya dilakukan setiap 4-8 jam. 2) Fisik Pengkajian fisik mencakup pemeriksaan payudara, tinggi fundus, lokia, perineum, fungsi kemih dan defekasi, tanda-tanda vital (TTV), dan tungkai. 3) Laboraorium a.

Pemeriksaan darah

b.

Spesimen urin

b. Hasil yang diharapkan 1) Tetap bebas dari infeksi. 2) Memperlihatkan karakteristik involusi dan lokia normal. 3) Tetap merasa nyaman dan bebas dari cidera 4) Memiliki pola defekasi dan poa kemih normal 5) Memiiki pengetahuan yang adekuat tentang perawatan payudar, baik pada ibu menyusui maupun ibu tidak menyusui.

DAFTAR PUSTAKA Arief Mansjoer, dkk, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, media Aesculapius, Jakarta. Asuhan Kebidanan. http://www.scribd.com/doc/54107582/AsKep-KPD (diakses 21 September 2013) Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC. Fachruddin. 2005. Operasi Caesar. (http://www.republika.co.id, diakses 19 September 2013, 13.30) Hamilton, Persis Mary. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. EGC.Jakarta. Marilynn Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Maternal, EGC, Jakarta. Mochtar Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, EGC, Jakarta. Presentasi KPD. http://www.scribd.com/doc/39985606/Presentasi-KPD (diakses 21 September 2013) Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. EGC : Jakarta. Wikjono Sastro Hanifan, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka Prawihardjo, Jakarta, 1999.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF