Laporan Pendahuluan Pemfigus Vulgaris
May 15, 2019 | Author: JulianaDewi | Category: N/A
Short Description
LP...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PEMFIGUS VULGARIS
OLEH :
MADE JULIANA DEWI 1802621061
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR OKTOBER, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN PEMFIGUS VULGARIS KONSEP DASAR A. PENGERTIAN
Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus menggambarkan sekelompok penyakir bulosa kronis yang awalnya diseskripsian oleh Wichman tahun 1791. Pemfigus Vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan membran mukosa (misalnya : mulut, vagina). (Arif Mutakin, 2011). Pemfigus merupakan kelainan autoimun berupa bulla atau vesikel di kulit ataupun mukosa, berasal dari lapisan suprabasal epidermis dan disebabkan oleh proses akantolisis, secara imunopatologi terdapat imunoglobulin yang menyerang sel keratinosit (William, V, 2016). Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig G, baik terikat mupun beredar dalam sirkulasi darah ( Djuanda 2001). Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita. (Laksman, ( Laksman, 1999). Pemfigus dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaceus. Pada pemvigus vulgaris, bulla muncul dari lapisan suprabasal epidermis, sedangkan pada pemvigus foliaceus, bulla muncul pada lapisan granulosum (William, V, 2016).
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi pemfigus vulgaris 1-4 kasus per 100.000 dengan insiden 0,5-4 kasus per 1 juta orang per tahun. Kejadian tertinggi di dunia terdapat di amerika serikat dan eropa. Dapat terjadi pada seluruh kelompok usia,umumnya pada kelompok usia 50-60 tahun, sama antara pria dan wanita. Pemfigus vulgaris banyak terjadi pada keturunan Yahudi dan Timur Tengah, berhubungan dengan human leukocyte antigen (HLA) antigen (HLA) DR4 dan DR6. Pemfigus vulgaris berdasarkan kelompok umur penderitanya dibagi menjadi childhood pemphigus vulgaris jika mengenai anak kurang dari 12 tahun, juvenile pemphigus pemphigus vulgars
jika mengenai anak usia 12-18 tahun. Angka mortalitas kasus pemfigus vulgaris mencapai 75% pada tahun pertama (William, V, 2016).
C. ETIOLOGI
1. Genetik 2. Penyakit autoimun 3. Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril) 4. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma. (Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab pemfigus vulgaris adalah antobodi yang menyerang desmoglein 1 dan desmoglein 3. Jika yang diserang hanya desmoglein 3, maka lesi mukosa yang dominan terkena. Desmoglein merupakan protein yang berperan dalam adhesi sel terutama di epidermis dan memberan mukosa (Gambar 1). Antibodi tersebut merupakan subkelas IgG1 dan igG4, tetapi yang patogenik ialah IgG4, dapat menyebabkan proses akantolisis tanpa adanya sel komplemen atau sel inflamasi. Pembentukan autoantibodi bersifat T-cell dependent, Th1 dan Th2 yang autoreaktif terjadi pada pemfigus vulgaris. Terdapat hubungan antara kadar antibodi dan aktivitas penyakit. Antibodi ini dapat memalui plasenta dan akan menyebabkan bulla sementara pada neonatus. Antobodi antidesmoglein menyebabkan pembentukan bulla. Pemfigus vulgaris dapat muncul bersamaan dengan penyakit autoimun lain seperti miastenia gravis dan SLE (William, V, 2016).
Bukti yang ada menunjukan bahwa pemfigus merupakan penyakit autoiun yang melibatkan IgG, suatu immunoglobin. Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan
langsung kepada antigen permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk akibat reaksi antigen-antibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk untuk memprediksikan intenstas penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan peranan dalam perkembangan penyakit. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-lak dan wanita usia pertengahan, serta akhir usia dewasa. Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukan kortikosteroid dan terapi immunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pecah, dan meninggalkan daerah-daerah terkelupas yang terbuka t erhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan, serta protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminema lazim dijumpai kalau proses penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa luas. Adanya kerusakan jaringan kulit pada pemfigus vulgaris memberikan manifestasi pada berbagai masalah keperawatan. (Arif Mutakin, 2011).
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis ditandai oleh erosi lapisan mukosa dan bulla di kulit dan mukosa dengan dasar beupa kulit normal atau eritema, dapat mengenai kulit seluruh tubuh. Bulla berdinding tipis dan mudah pecah. Awalnya dapat berisi cairan jernih, jika bertambah berat dapat berisi cairan mukopurulen atau dara (Gambar 2). Pada sekitar 60% kasus lesi pertama kali muncul di mulut, sisanya muncul pertama kali di kulit kepala, wajah, leher, ketiak atau genital. Lesi tidak gatal tetapi nyeri.
Bulla yang pecah akan membentuk eros kemudian krusta, merupakan jalan untuk infeksi sekunder yang dapat meningkatkan mortalitas. Krusta sulit sembuh, jika sembuh akan membentuk lesi hiperpigmentasi tanpa scar, karena lapisan dermis tidak terlibat. Lesi
mukosa dapat merupakan satu-satunya tanda pemfigus fulgaris sebelum adanya lesi kulit yang dapat muncul 5 bulan hingga 1 tahun setelah adanya lesi mukosa. Lesi mukosa dapat mengenai mukosa oral (Gambar 3), mukosa hidung, konjungtiva, penis dan mukosa vagina. Lesi pada mulut dapat berlanjut hingga ke tengorokan, menimbulkan suara serak dan sulit menelan. Pada beberapa kasus dapat terjadi esofagitis meskipun gangguan kulit terkontrol. Pada umumnya pemfigus vulgaris mengenai mukosa yang terlebih dahulu sebelum lesi kulit. Kasus yang hanya mengenai kulit tanpa mengenai lapisan mukosa jarang terjadi (William, V, 2016)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis pemfigus vulgaris dapat ditegakkan jika ditemukan hasil positif pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan histologi dan uji imunologik, atau dua tanda yang mengarah diagnosis pemfigus vulgars dan adanya uji imunologik. Pada pemeriksaan fisik terdapat Nikolsky sign dilihat dengan cara menggosokkan tangan dari dareha nornmal hingga ke lesi, hasil positif jika kulit mengeupas, menandakan pelepasan lapisan superfisial lapisan basal epidermis. Selain itu, terdapat Asboe-Hansen sign berupa gambaran bulla yang melebar jika bagian tengah bula ditekan. Gambaran histologi pada biopsi lesi pemfigus vulgaris berupa gambaran bulla suprabasiler dengan akantolisis. Lapisan antara stratum basale epidermis dan bagian epidermis lain yang lebih superfisial tampak lepas dan membentuk bulla. Kadang tampak sel keratinosit yang lepas ke dalam bulla. Pemeriksaan imunologi berperan penting, pemeriksaan imunofluorosensi direk atauun indirek baik terhadap antibodi serum maupun lesi kulit dapat mendukung diagnosis, pemeriksaan antibodi pada lesi lebih spesifik dan sensitif dibandingkan pada antobodi serum. EISA ( Enzyme-linked immunosorbent assay) untuk mengetahui adanya antibodi yang menyerang desmoglein 1 dan desmoglein 3 menunjang diagnosis pemfigus vulgaris, sedangkan adanya antibodi yang hanya menyerang desmoglein 1 menunjang diagnosis pemfigus foliaceus. Pemeriksaan ELISA bersifat spesifik, sedangkan pemeriksaan imunofloresensi lebih sensitif. Pemeriksaan antobodi juga dapat membantu menilai keberhasilan terapi, pada penderita yang telah resmi t idak terdapat lagi antibodi. Pemfigus vulgaris dibedakan dari dermattis herpetiformi dan pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetifromis dapat mengenai anak dan dewasa, keadaan umum penderita baik, keluhan gatal sangat nyata, ruam polimorf, dinding vesikel/bulla tegang dan berkelompok. Pemfigus vulgaris umumnya mengenai orang dewasa, keadaan umumnya
buruk, tidak gatal, bulla berdinding kendur, dan biasanya generalisata. Pada dematitis herpetiformis, bulla letaknya di subepidermal, sedangkan pada pemfigus vulgaris, bulla letaknya intraepidermal dan terdapat akantolisis. Pemfigoid bulosa berbeda dari pemfigus vulgaris karena keadaan umum baik, bulla tegang dan letaknya di subepidermal (William, V, 2016).
G. KOMPLIKASI
1. Secondary infection Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau lokal pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar. 2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif. 3. Growth retardation Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid. 4. Supresi sumsum tulang Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama. 5. Osteoporosis Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik 6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas. (Price, 2002).
H. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana harus dilakukan segera setelah didiagnosis meskipun lesi hanya sedikit, karena lesi akan cepat meluas dan jika tidak ditatalaksana dengan baik prognosisnya akan buruk. Tatalaksana pemfigus vulgars dibagi dalam 3 fase yaitu fase kontrol, fase konsolidasi dan fase maintenance (Wlliam, V, 2016).
Fase kontrol adalah fase penyakit dapat dikontrol, terbukti dari tidak terbentuknya lesi
baru dan penyembuhan lesi yang sudah ada. Pada fase ini, direkomendasikan kortikosteroin dosis tinggi, umumnya prednison 100-150 mg/hari secara sistematik, alternatif adalah deksametason 100 mg/hari. Dosis harus di tapper off segera setelah lesi terkontrol. Selama terapi kortikosteroid dosis tinggi harus dipantau risiko diabetes, infeksi, hipertensi, gangguan jantung dan paru. Obat-obatan imunosupresi seperti azathioprine, mycophenolate mofetil, methrotrexate, dan cyclophosphamide, dikombinasi dengan kortikosteroid dosis rendah dapat mengurangi efek samping kortikosteroid. Azathrioprine merupakan terapi adjuvan yang sering digunakan karena relatif murah dan aman dikombinasikan dengan kortikosteroid dosis tinggi. Dosis azathriopine 2,5 mg/kgBB/hari. Prednison dengan azatriopine lebih efektif daripada prednison saja, azatriopine tanpa prednison baru memberikan efek positif 3-5 minggu kemudian. Mycophenolate mofetil 2 gram/hari dapat member ikan efek positif tetapi jarang digunakan karena efek toksiknya. Cyclophosphamide 1-3 mg/kgBB/hari efektif jika dikombinasikan dengan kortikosteroid. Plasmaferesis dapat dikombinasikan dengan obat-obat imunosupresi, dilakukan tiga kali seminggu dengan mengganti 2 L plasma setiap plasmaferesis. Plasmaferesis tanpa kombinasi obat imunosupresi dapat menyebabkan rebound pembentukan antibodi. Plasmaferesis memiliki risiko infeksi, saat ini banyak digantikan dengan IVIG. IVIG diduga bekerja meningkatkan katabolisme molekul imunoglobulin, sehingga dapat mengurangi antibodi Dosis IVIG 1 gram/kgBB/dosis selama 3-5 hari. Fase konsolidasi adalah fase terapi untuk mengontrol penyakit hingga sebagian besar
(sekitar 80%) lesi kulit sembuh, fase ini dimulai saat berlangsung penyembuhan kulit hingga sebagian besar lesi kulit telah sembuh. Lama fase ini hanya beberapa minggu, jika penyembuhan lambat dosis terapi kortikosteroid ataupun terap adjuvan imunosupresan perlu ditngkatkan. Fase maintenance adalah fase pengobatan dengan dosis terendah yang dapat mencegah
munculnya lesi kulit baru, fase ini dimulai saat sebagian besar lesi telah sembuh dan tidak tampak lagi lesi baru. Pada fase ini dosis kortikosteroid diturunkan bertahap, sekitar seperempat dosis setiap satu hingga dua minggu. Penurunan yang terlalu cepat berisiko memunculkan lesi kulit yang baru, penurunan terlalu lambat meningkatkan efek samping kortikosteroid. Jiak pada fase ini muncul lesi baru minimal dapat diberi kortikosteroid topikal atau intralesi. Jika lesi jumlahnya banyaj, dosis kortiosteroid ditingkatkan 25-
50%. Pada fase ini obat-obat imunosupresi perlu dibatasi karena mempunyai efek samping infertilitas dan meningkatkan risiko kanker. Obat topikal seperti sulfadiazine perak 1 % dapat mencegah infeksi sekunder. Lesi mukosa dapat diberi obat kumur diphenhydramine hydrochloride. Kortikosteroid topikal dapat memberikan efek positif pada lesi minimal. pasien harus tetap mandi setiap ari untuk mengurangi risiko infeksi sekunder, mengurangi penebalan krusta dan mengurangi bau badan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. Biodata Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda 2. Riwayat kesehatan Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi 3. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan (neoplasma), riwayat penyakit lain, Kaji adanya penyakit yang memiliki kontraindikasi terhadap kortikosteroid dan obat inunosupresan seperti hipertensi, diabetes mellitus, retinopati hipertensi, osteoporosis, fraktur multipel, disfungctional uterine bleeding, gangguan fungsi renal, unexplained anemia, psikosis berat dan gangguan mood siginifikan. 4. Pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait a. Pola Nutrisi dan Metabolik Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami
ruptur.
Apabila
terdapat
bulla
pada
mukosa
oral
sampai
kerongkongan, akan mengakibatkan adanya nyeri menelan. b. Pola persepsi sensori dan kognitif Nyeri akibat pembentukan bula dan erosi c. Pola hubungan dengan orang lain Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar d. Pola persepsi dan konsep diri Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah meninggalkan erosi yang lebar serta bau yang menusuk 5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik b. Tingkat kesadaran : Composmentis c. Tanda – tanda vital : 1)
TD
: Dapat meningkat/ menurun
2)
N
: Dapat meningkat/ menurun
3)
RR
: Dapat meningkat/ menurun
4)
S
: Dapat meningkat/ menurun
d. Kepala
: Kadang ditemukan bula
e. Dada
: Kadang ditemukan bula
f. Punggung
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
g. Ekstremitas
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
6. Pemeriksaan penunjang a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula b. Laborat darah
: hipoalbumin
c. Biopsi kulit
: mengetahui kemungkinan maligna
d. Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin (Harnowo, 2002)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif 2. Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, ketidakefektifan pertehanan sekunder (imunitas tidak adekuat) 3. Nyeri akut b.d agen cedera biologis 4. Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis 5. Kerusakan membran mukosa oral b.d gangguan imun 6. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit. 7. Gangguan citra tubuh b.d penyakit
Rencana Keperawatan No.
1.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Resiko
kekurangan
Setelah diberikan asuhan NOC
volume
cairan
keperawatan
kehilangan
b.d
volume
Rasional
F luid/E lectrolyte NOC
Label:
selama Management
1. Mengaeahui tanda dan gejala
kondisi pasien membaik
dehidrasi misal timbul rasa haus atau
dehidrasi, menentukan derajat
dengan kriteria hasil
tidak
dehidrasi
NOC
F luid
Label:
Balance
minum,
mengalami
penurunan kesadaran, mata cekung,
Keseimbangan intake
lambat, denyut nadi lemah, penurunan
dan
jumlah urin, membran mukosa kering
output cairan
atau sangat kering
Berat
badan
stabil
pemeriksaan
Turgor kulit dalam
memantau cairan dan elektrolit
Membran
laboratorium
untuk
mukosa 4. Berikan asupan cairan sesuai dengan kebutuhan pasien (misalnya oralit)
NOC Label: E lectrolyte 5. Tingkatkan asupan cairan secara oral
and Acid B ase Balance PH
serum
dalam
dengan menyediakan asupan cairan sesuai
dengan
status
cairan
dan
elektrolit dalam tubuh pasien 3. Mengetahui
adanya
dehidrasi
pada pasien anak
keinginan
cairan
pasien,
mencegah
dehidrasi 5. Membantu meningkatkan asupan
3. Timbang berat badan pasien setiap hari
lembab
2. Memantau
4. Membantu memenuhi kebutuhan
yang 2. Lakukan pengambilan spesimen untuk
keadaan baik
mampu
turgor kulit kembali lambat atau sangat
selama 24 jam
F luid/E lectrolyte
Management
…x24 jam diharapkan 1. Observasi adanya tanda dan gejala dari
cairan aktif
Label:
klien,
cairan, mencegah dehidrasi 6. Membantu mencegah dehidrasi dengan pengeluaran cairan lewat urin 7. Mengetahui cairan
keseimbangan
keadaan normal
menempatkan air di tempat yang dapat
Kadar natrium serum
dijangkau
dalam keadaan normal
menyediakan pipet untuk membantu
Kadar
pasien minum
birkarbonat
pasien
dengan
mudah,
normal
minuman yag bersifat diuretik seperti
Kadar kalium serum
teh
dalam keadaan normal
Kadar
cairan
pasien, khususnya pada pasien dengan dehidrasi berat
dehidrasi 10. Mencegah
kondisi
pasien
memburuk
7. Pantau intake dan output cairan
11. Membantu memenuhi asupan
magnesium 8. Pertahankan masukan cairan melalui
dalam keadaan normal
kebutuhan
9. Mengetahui adanya tanda-tanda
serum dalam keadaan 6. Minimalkan asupan makanan atau
8. Memenuhi
cairan dan elektrolit
intravena
Kadar klorida dalam 9. Pantau tanda-tanda vital 10. Konsultasikan kepada keadaan normal ketidakseimbangan
dokter
jika
cairan
dan
elektrolit persisten atau memburuk 11. Pastikan adanya masukan cairan secara intravena yang mengandung elektrolit dalam kecepatan konstan 2.
Resiko
b.d
Setelah
dilakukan
pertahanan
tubuh
Asuhan
keperawatan
primer
tidak
selama … x 24 jam,
adekuat,
infeksi
yang
diharapkan tidak terjadi
Infection control
1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan 2. Memingkatkan upaya pencegahan
1. Untuk
mengetahui
adanya
infeksi dan peradangan lebih dini 2. Untuk
pencegahan
terhadap
ketidakefektifan
infeksi sekunder dengan
infeksi dengan mencuci tangan bagi
pertehanan sekunder
kriteria :
semua orang yang melakukan kontak
(imunitas
Risk
adekuat)
tidak
control
:
3. Mempertahankan teknik aseptic pada
Infectious process
Klien bebas dari tanda
Keluarga
dapat
Infection protection
proses
1. Menginspeksi kulit klien dari
penularan
penyakit, factor yang
kemerahan, panas yang ekstreme dan
memengaruhi
drainase dan
penatalaksanaannya Keluarga menunjukkan kemampuan mencegah timbulnya infeksi
dan
hidup
sehat Infection severity
kering dan kencang
mendeskripsikan
penularan
setiap tindakan 4. Menjaga kulit tetap kering, linen tetap
dan gejala infeksi
dengan klien
Suhu
tubuh
klien
2. Mengajarkan keluarga cara menghindari infeksi
infeksi nosokomial 3. Untuk
meminimalkan
terkontaminasi
mikroba
atau
bakteri 4. Untuk lembab
mencegah dapat
keadaan
meningkatkan
perkembangan mikrooraganisme
1. untuk
mengetahui
tanda
terjadinya inspeksi 2. Untuk mecegah infeksi lebih lanjut yang dapat mmperburuk risiko infeksi pada klien
tidak berada di atas suhu
normal
(36,5-
37,5)
3.
Nyeri akut b.d agen
Setelah
cedera biologis
tindakan
diberikan keperawatan
selama …. x 24 jam, diharapkan
pasien
melaporkan
nyeri
berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil:
NOC
label:
Pasien
Pain
mengetahui
Pasien
mengetahui
waktu
timbulnya
nyeri
1. Kaji kembali ketidaknyamanan dan 1. Mengetahui ekspresi non verbal termasuk tidak dapat berkomunikasi dengan efektif 2. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
mengenal
gejala
timbulnya
tingkat
2. Menghindari peningkatan tingkat nyeri akibat faktor lingkungan 3. Meningkatkan asupan O2 sehingga
(relaksasi napas dalam)
menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.
nyeri
stmulus
dapat
menurunkan
internal
dengan
5. Istirahatkan pasien
mekanisme peningkatan produksi
6. Atur posisi fisiologis pada arah yang
endorfin
dan
enkefalin
yang
berlawanan dengan letak lesi. Bagian
memblok reseptor nyeri untuk
tubuh
tidak dikirmkan ke korteks serebri
yang
mengalami
dilakukan imobilisasi.
Pasien
perubahan
nyeri pasien
4. Ajarkan teknik distraksi pada saat 4. Distraksi
penyebab nyeri
NI C label: Pain M anagement
3. Ajarkan pasien teknik nonfarmakologi
Control
NI C label: Pain Management
inflamasi
sehingga
menurunkan
presepsi
nyeri 5. Istirahat diperlukan selama fase
NI C label: Analgesic A dmini stration
nyeri
NOC label: Pain Level
Nyeri yang dirasakan
Tidak meringis
obat tertentu 2. Kolaborasi perikan terapi analgesic
berkurang
1. Periksa catatan alergi pasien terhadap
tampak
3. Catat respon analgesic
pasien terhadap obat
akut.
Kondisi
ini
akan
meningkatkan suplai darah pada jaringan
yang
mengalami
peradangan 6. Akan meningkatan asupan O2 ke jaringan
yang
mengalami
peradangan subkutan. Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah yang berlawanan dengan letak lesi pemfigus. Bagian tubuh mengalami dilakukan
yang
inflamasi imobilisasi
lkal untuk
menurunkan respons peradangan dan meningkatkan kesembuhan
NI C
label:
A nalgesic
Administration 1. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan alergi 2. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
3. Melihat
efektivitas
pemberian
obat 4.
dilakukan NI C L abel : Skin Sur veillance
Kerusakan integritas
Setelah
kulit b.d penurunan
tindakan
imunologis
……x24 jam diharapkan
keperawatanh
kerusakan integritas kulit klien berkurang dengan kriteria hasil
NOC
2. Pantau luasnya daerah bulla pada kulit. 3. Dokumentasikan perubahan yang terjadi pada kulit .
Label:
I ntegr ity
1. Pantau warna dan temperatur kulit.
Tissue
Skin
and
Mucous Oral a. Sensasi nyeri berkurang. b. Integritas kulit membaik. c. Tekstur jaringan kembali normal. d. Hidrasi kulit membaik dan bulla berkurang.
NI C L abel : Skin Sur veillance 1. Mengetahui warna dan temperatur kulit untuk membantu menentukan derajat kerusakan. 2. Mengetahui luas daerah ruam pada kulit klien. 3. Memudahkan menilai
NIC : Memandikan 1. Bantu memandikan pasien dengan cara yang tepat sesuai kondisi pasien 2. Mandikan dengan air yang memiliki suhu yang nyaman 3. Berikan krim pada daerah kulit yang kering 4. Berikan bedak kering pada lipatan kulit dan bulla 5. Monitor kondisi kulit saat mandi
perkembangan kulit klien dari hari ke hari, dan mempercepat respon perawat memberi intervensi yang tepat.
NI C Label : Memandikan 1. Pada pasien pemfigus Vulgaris
dengan bulla pada tubuhnya, perlu mandi setiaphari untuk mengurangi bau tiak sedap, meningatkan kenyamanan dan mencegah infeksi sekunder akibat
e. Tidak ada lesi.
penunpukan kuman pada kulit. 2. Air dengan suhu yang sesuai
keinginan pasien meningkatkan rasa nyaman pasien 3. Menjaga kelembapan kulit 4. Sesudah kulit pasien dimandikan,
kulit tersebut dikeringkan dengan hati-hati dan ditaburi bedak yang tidak iritatif agar pasien dapat bergerak lebih bebas ditempat tidurnya. Jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien tidak lengket pada seprei. Plester sama sekali tidak boleh digunakan pada kulit karena dapat menimbulkan lebih banyak bullae . hipotermi sering terjadi dan tindakan untuk menjaga agar pasien tetap hangat serta nyaman merupakan prioritas
dalam aktivitas keperawatan. 5. Untuk memantau luas bulla,
warna, bau. Pasien dengan daerah bula yang luas memiliki bau yang khas yang akan berkurang setelah infeksi sekunder terkendali. 5.
Kerusakan membran
Setelah diberikan asuhan NIC Label: Oral Health Restoration
mukosa
keperawatan selama 3x24
1. Pantau kondisi mulut pasien (seoerti
1. Adanya edema, lesi, membran
jam, diharapkan kondisi
bibir, lidah, membrane mukosa, gusi)
mukosa oral atau tenggorokan
pasien membaik dengan
serta karateristik dari abnormalitas
yang kering dapat menyebabkan
kriteria hasil:
(ukuran,
nyeri mengunyah atau menelan.
oral
gangguan imun
b.d
NOC
Label:
Oral
Lesi
membrane
mukosa berkurang
atau
lesi
atau
tanda
lain
dari
2. Berikan pelayanan perawatan mulut
mencegah pembentukan asam
3. Berikan obat kumur diphenhydramine
yang dikaitkan dengan partikel
hydrochloride pada pasien, sesuai
lidah lembab
indikasi
Warna
membrane normal
(merah jambu ) Pasien
2. Mengurangi rasa tidak nyaman, meningkatkan rasa sehat, dan
Membran mukosa dan
mukosa
inflamaasi,
lokasi
infeksi)
Hygiene
warna,
4. Instruksikan
makanan yang tertinggal 3. Kumur mulut yang sering harus
pasien
dan
keluarga
dilakukan untuk membersihkan
mengenai frekuensi untuk melakukan
mulut dari debris dan menguragi
oral hygiene.
nyeri
menunjukkan 5. Berikan obat-obatan sesuai dengan
didaerah
ulerasi.
Obat
kumur mulut yang dijual bebas
peningkatan
petunjuk
kebersihan mulut
harus dihindari. 4. Mengurangi penyebaran lesi dan krustasi dari kandidiasis oral sekaligus
meningkatkan
kenyamanan 5. Obat khusus pilihan tergantung pada kondisi pasien 6.
Syndrom perawatan
defisit Setelah dilakukan asuhan diri keperawatan …x24 jam
berhubungan dengan diharapkan keletihan, kelemahan
perawatan
diri: mandi pada pasien
NIC Label : Bantuan perawatan diri : Mandi, berpakaian/berdandan, eliminasi, pemberian makan
1. monitor kebutuhan pasien terkait alat-
1. Memastikan alat-alat kebersihan diri untuk pasien tersedia 2. meningkatkan kenyamanan pasien
dapat dilakukan dengan
alat kebersihan diri, alat bantu
3. membantu kemandirian pasien
kriteria
berpakaian, berdandan, eliminasi dan
4. Menjaga kebersihan badan
hasil
sebagai
berikut:
makan
NOC Label Perawatan diri
:
mandi,
berpakaian/berdandan,
Pasien keluarga melakukan
dengan memastikan lingkungan yang hangat, santai dan tertutup 3. berikan bantuan sampai pasien mampu
eliminasi, makan
2. berikan lingkungan yang terapeutik
bersama mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri 4. Bantu pasien dan keluarga untuk
pasien 5. Menjaga kebersihan rambut pasien 6. Menjaga kebersihan mulut pasien 7. Mencegah agar kulit pasien tidak kering 8. Mencegah penyebaran bakteri dari kuku pasien
pembersihan
tubuh
pasien dengan benar
Pasien dan keluarga mampu mengeringkan tubuh pasien dengan
Pasien dan keluarga
membersihkan rambut dengan benar
9. Merapikan rambut pasien dan mencegahnya agar tidak usut
5. Bantu pasien dan keluarga untuk
demi kenyamanan pasien
mencuci rambut pasien bila diperlukan 6. Bantu pasien dan keluarga untuk
10. Memenuhi kebutuhan eliminasi pasien
7. Monitor kondisi kulit pasien dan
11. meningkatkan kenyamanan selama eliminasi
berikan lotion
mampu
kondisi pasien
menggosok gigi pasien dengan benar
benar
memandikan pasien sesuai dengan
pasien dan keluarga
8. Bantu pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan kuku pasien 9. Bantu pasien dan keluarga untuk
mampu menyikat gigi
menyisir rambut pasien dan membantu
dengan benar
pasien berdandan
pasien tidak tampak
10. Bantu pasien selama eliminasi
kotor dan bau
11. jaga privasi pasien selama eliminasi
kebutuhan
eliminasi
terpenuhi 7.
Gangguan citra tubuh
Setelah
b.d penyakit
tindakan
diberikan keperawatan
selama …. x 24 jam, diharapkan pasien dapat
NI C label: B ody I mage E nhancement 1. Monitor
frekuensi
kalimat
yang
mengkritik diri sendiri 2. Bantu
pasien
untuk
NI C
label:
Body
I mage
E nhancement 1. Untuk mengethaui seberapa besar
mengenali
pasien
mampu
menerima
beradaptasi dengan fisik
tindakan yang akan meningkatkan
yang
penampilannya
dialami
pasien,
dengan kriteria hasil:
diri pasien
individu yang mengalami perubahan 3. Untuk meningkatkan kepercayaan citra tubuh
diri pasien
Menyampaikan secara tentang NI C label: Self-E steem Enhancement
verbal
penerimaan diri
2. Untuk meningkatkan kepercayaan
3. Fasilitasi hubungan pasien dengan
NOC label: Self-E steem
keadaannya
Merasa dirinya
puas
1. Bantu pasien menerima perubahan akan
yang baik 2. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
NI C
label:
Body
I mage
E nhancement
yang akan meningkatkan harga diri 1. Untuk meningkan percaya diri pasien
pasien
3. Motivasi keluarga untuk memberi dukungan
bagi
pasien
meningkatkan harga diri pasien
untuk
. Agar
pasien
bisa
melakukan
aktivitas . Dukungan dari keluarga dapat meningkatkan harga diri pasien
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit . Jakarta: Hipokretes. Mansjoer, Arif, Dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medikal Aesculapis Mutakin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta. William, V. 2016. Pemfigus Vulgaris : Diagnosis dan Tatalaksana. Jurnal CKD 247 Vol. 43 no 12
View more...
Comments