Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Berat Dan Fraktur Impresi (Repaired)
April 15, 2017 | Author: Yulva Intand Lukita II | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Berat Dan Fraktur Impresi (Repaired)...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA OTAK BERAT DAN FRAKTUR IMPRESI Oleh : Yulfa Intan Lukita, S.Kep
I. a.
KONSEP PENYAKIT Anatomi Otak dan Sistem saraf tepi
Secara garis besar otak terdiri dari : 1) Cerebrum (otak besar) Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal. a)
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. b)
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c)
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d)
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2) Cerebellum (otak kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju. 3) Brainstrem (batang otak) Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. 4) Limbic system (sistem limbik)
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. 5) Sistem Saraf Tepi Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal. Saraf kranial Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII). Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial SARAF KRANIAL I Olfaktorius II Optikus III Okulomotorius
KOMPONEN
FUNGSI
Sensorik Sensorik Motorik
IV Troklearis
Motorik
V Trigeminus
Motorik
Penciuman Penglihatan Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular Gerakan mata ke bawah dan ke dalam Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral - Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala, mukosa mata, mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan gigi - Refleks kornea atau refleks mengedip, komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V, respons motorik melalui saraf kranial VI Deviasi mata ke lateral Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling
Sensorik
VI Abdusens VII Fasialis
Motorik Motorik
Sensorik VIII Cabang Sensorik Vestibularis
mata serta mulut, lakrimasi dan salivasi Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa, manis, asam, dan asin) Keseimbangan
Cabang koklearis
Sensorik
Pendengaran
IX Glossofaringeus
Motorik
Faring: menelan, refleks muntah Parotis: salivasi Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit Faring: menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen Faring, laring: refleks muntah, visera leher, thoraks dan abdomen Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius: pergerakan kepala dan bahu Pergerakan lidah
Sensorik X Vagus
Motorik Sensorik
XI Asesorius
Motorik
XII Hipoglosus
Motorik
b. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. c.
Epidemiologi Kejadian cidera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak 296.678 orang (59,3%) , cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus tersebut 10% penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. Angka kejadian cidera kepala di RSUD Dr. Moewardi dari bulan Januari-Oktober 2012 sebanyak 453 kasus., sedangkan di IGD sendiri berdasarkan kenyataan yang dilihat penulis selama praktek dari tanggal 2 Juli-29 Juli 2012 (1 bulan) di RSUD Dr.Moewardi Surakarta terdapat 43 pasien cidera kepala yang terdiri dari 29 ( 68,4%) laki-laki dan 14 (31,5%) perempuan yang mengalami cedera kepala ringan sampai berat. Pasien dengan cidera kepala ringan (CKR) sebanyak 21 (48,8%), cidera kepala sedang (CKS) 8 (18,6%) dan cidera kepala berat (CKB) 14 (32,5%). Cedera ini mayoritas disebabkan oleh kecelakaan lalulintas. d. Etioogi
Penyebab cidera kepala adalah karena adanya trauma rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu: 1. Trauma Primer Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselarasi dan deselerasi). 2. Trauma Sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi siskemik. e.
Klasifikasi Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara
deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. 1. Berdasarkan mekanisme Berdasarkan mekanismenya
cedera kepala dikelompokkan menjadi
dua yaitu : a) cedera kepala tumpul Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak b) Cedera tembus Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. 2. Berdasarkan morfologi Cedera kepala terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi, a) Laserasi kulit kepala Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada
lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. b) Fraktur tulang kepala Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi : 1) Fraktur linier Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja
pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala
bending
dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial. 2) Fraktur diastasis Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural. 3) Fraktur kominutif Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. 4) Fraktur impresi Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat. Fraktur impresi adalah fraktur pada tulang tengkorak di mana terdapat fragmen yang tertekan di bawah permukaan normal dan mengarah ke otak. Penyebab dari fraktur impressi ini adalah trauma yang biasa disebabkan
akibat
terjatuh,
kecelakaan
kendaraan
bermotor,
perkelahian fisik, dan olahraga. Tipe fraktur ini sering menyebabkan penekanan pada otak atau trauma langsung pada otak, ditambah lagi, patahan tulang dapat merusak duramater, selaput yang melindungi otak, sehingga dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal. Gejala-gejala yang muncul akibat fraktur impresi dipengaruhi pada bagian otak mana yang terkena imbas langsung dari penekanan fraktur tersebut, diantaranya dapat terjadi mual-muntah, gangguan pandangan, pembengkakan, bicara pelo, kehilangan kesadaran, pusing, sakit kepala, perubahan pupil, serta keluarnya cairan jernih maupun
berdarah dari hidung maupun telinga. Untuk menegakkan diagnosa sebuah fraktur impresi dibutuhkan anamnesis yang penting berupa adanya
riwayat
trauma
yang
menyebabkan
kepala
terbentur,
pemeriksaan fisik yang khas yakni terdapatnya salah satu fragmen tengkoran yang patah dan menekan ke arah otak. Selain itu gold standar untuk menegakkan sebuah fraktur impresi adalah dengan CTscan kepala. 5) Fraktur basis krani Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis kranii fossa media) c) Cidera kepala di area intrakranial Menurut yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus. 1) Cidera otak fokal meliputi (a) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yaitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian
terjadi
defisit
neorologis
berupa
hemiparesis
kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis. Indikasi pembedahan : (1) Pasien epidural hematoma dengan volume >30 cc, tanpa melihat GCS (2) Perdarahan epidural dengan volume 5mm pada CT scan (2) Semua pasien subdural hematoma dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring tekanan intrakranial. (3) Pasien subdural hematoma dengan GCS < 9 - Ketebalan subdural hematoma < 10mm dan pergeseran struktur midline - Mengalami penurunan GCS lebih dari 2 poin atau lebih antara saat kejadian dengan saat masuk ke rumah sakit dan/atau jika didapatkan pupil yang dilatasi asimetris atau fixed dan/atau TIK > 20mmHg. (c) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik. Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. (d) Perdarahan intra cerebral (ICH) Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Indikasi pembedahan : (1) Pasien dengan lesi masa parenkimal - Tanda-tanda deteorisasi neurologis yang progresif dan sesuai dengan lesi, - Hipertensi intrakranial yang refrakter dengan pengobatan - Atau ada anda-tanda efek masa pada CT kepala. (2) Pasien dengan GCS 6-8 - dengan kontusio frontal atau temporal volume >20 ml, dengan pergeseran struktur - midline ≥ 5mm - dan atau kompresi sisterna pada CT - lesi ≥ 50ml.. (3) Pasien
dengan
intra
cerebral
hematoma
yang
tidak
menunjukkan tanda-tanda neurologis yang menjelek, dan telah dilakukan kontrol terhadap TIK, dan tidak menunjukkan efek massa yang bermakna pada CT, dapat dilakukan penatalaksanaan non operatif dengan monitor yang intensif dan foto serial (e) Perdarahan subaraknoid traumatik (SAH) Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). 2) Cidera Otak Difus Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Cidera kepala difus dikelompokkan menjadi : (a) Cidera akson difus (difus akson injury) DAI
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) danserabut yang menghubungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan. (b) Kontusio cerebri Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan
karena
efek
gaya
akselerasi
dan
deselerasi.
Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak (c) Edema cerebri Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik. (d) Iskemia cerebri Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit 3.
degeneratif pembuluh darah otak. Berdasarkan beratnya Cidera kepala berdasarkan beratnya dapat dikelompokkan menjadi : a) Cidera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15 1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi. 2) Tidak ada kehilangan kesadaran 3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang 4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing 5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala b) Cidera kepala sedang dengan nilai GCS 9-13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan 1) Amnesia paska trauma 2) Muntah 3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal) 4) Kejang c) Cidera kepela berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8 1) Penurunan kesadaran sacara progresif 2) Tanda neorologis fokal 3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium f.
Patofisiologi Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa.
Meskipun otak hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansi kelabu. Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Karena itu pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu, sehingga oksigenasi tubuh cukup. Gangguan metabolisme jaringan otak akam menyebabkan edem yang mengakibaykan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum, atau herniasi dibawah falks serebrum. Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian. Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Cidera kepala primer Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).
2. Cidera kepala sekunder Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler. Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi dapat dijelaskan sebagai berikut : CPP = MAP – ICP CPP = Cerebral Perfusion Pressure MAP = Mean Arterial Pressure ICP = Intra Cranial Pressure CPP normal adalah 60-70 mmHg. Penurunan CPP kurang dari 60 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll. 3. Edema sitotoksik Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang). 4. Kerusakan membran sel Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
5. Apoptosis Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage). g.
Manifestasi klinis Manifestasi klinik dari cidera kepala tergantung dari berat ringannya cidera kepala : 1) Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glascow Coma Scale) Hilang kesadaran < 30 menit atau lebih 2) Peningkatan TIK yang mempunyai trias klinis seperti: nyeri kepala karena regangan dura dan pembluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyekti 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Pucat Mual muntah Pusing kepala Terdapat hematoma Kecemasan Sukar untuk dibangunkan Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal. Tanda dan gejala sesuai fase cidera adalah sebagai berikut : 1) Fase emergensi (a) Memar (b) Hematom (c) Pendarahan telinga (d) Penurunan kesadaran (e) Penurunan reflek batuk dan menelan 2) Cidera kepala ringan (a) Kehilangan kesadaran
View more...
Comments