LAPORAN PENDAHULUAN MEGACOLON
June 13, 2019 | Author: obi_prasetyo | Category: N/A
Short Description
laporan ini berisi tentang laporan pendahuluan pada pasien dengan megacolon...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN MEGACOLON/HISPRUNG
HIRSPRUNG / MEGA COLON A.
Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan k ebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ). B.
Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C.
Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
D.
Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317). Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ). 1.
Anak – anak a.
Konstipasi
b.
Tinja seperti pita dan berbau busuk
c.
Distenssi abdomen
d.
Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e.
Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
E.
Komplikasi
a. Obstruksi usus b. Konstipasi c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit d. Entrokolitis e.
Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
F.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan : a.
Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit c.
Entrokolitis padasegmen yang melebar
d. Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 ) 2.
Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 ) 3.
Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum 4.
Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 ) 5.
Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 ) 6.
Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
G.
Penatalaksanaan
1.
Medis Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu : a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya. b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 ) Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 ) 2.
Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan ) d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,2000 : 1135 ) Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering
kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nu trisi parenteral total ( NPT )
H. Patofisiologi Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltic). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung ganglion / pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltic tidak ada, biasanya hanya sepenjang beberapa sentimetir. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004). Dengan kondisi tidaka adanya ganglion, maka akan memberikan manisfestasi gangguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu sfingter rectum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga memberikan ma nifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal. Kondisi penyakit Hisrchsprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien dan memberikan implikasi pada penderita asuhan keperawatan.
I. PATHWAYS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIRSCHSPRUNG
A.
Pengkajian
Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
B.
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare. 2.
Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi. 3.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung. 4.
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
C.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan Inspeksi
:
Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan
fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk. Auskultasi : Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus. Perkusi
:
Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi :
Teraba dilatasi kolon abdominal.
1.
Sistem kardiovaskuler :
Takikardia.
2.
Sistem pernapasan
:
Sesak napas, distres pernapasan.
3.
Sistem pencernaan
:
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah
berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot. 4.
Sistem saraf
:
Tidak ada kelainan.
5.
Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
6.
Sistem endokrin :
Tidak ada kelainan.
7.
Sistem integument
:
Akral hangat, hipertermi
8.
Sistem pendengaran
D.
Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
1.
:
Tidak ada kelainan.
Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran
obstruksi usus rendah. 2.
Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus
yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam. 3.
Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
4.
Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
5.
Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas
enzim asetilkolin eseterase.
E.
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1.
Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2.
Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit
tubuh berhubungan dengan keluar
cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal. 3.
Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus 4.
Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon pembedahan
5.
Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah, sekunder
dari absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah. 6.
Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang adekuat.
7.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan
8.
Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi diagnostic, rencana
pembedahan, dan rencana perawatan rumah. 9.
Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan perubahan kondisi psikososial
anak selama dirawat sekunder dari kondisi sakit. 10.
Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, miniterpretasi informasi, rencana
pembedahan.
F.
Analisa Data Data
Etiologi
DS : anak terus rewel
Segment
Masalah keperawatan
pendek/
segment Risiko konstipasi
panjang
DO: konstipasi, tidak ada
mekonium
>
24-48
jam Peristaltic dalam segment
pertama, kembung, distensi abdomen,
peristaltic
menurun
Obstruksi kolon
DS: tidak mau minum, rewel
Mual, muntah, kembung
Risiko
ketidakseimbangan
volume cairan tubuh
DO: mukosa mulut kering, anorexia
ubun-ubun dan mata cekung, turgor kulit kurang elastic
Intake nutrisi tidak adekuat
Kehilangan
cairan
dan
elektrolit
DS:
rewel
kurang
dan
nyaman
merasa Intervensi pembedahan
Risiko injuri
akibat
kolostomi
DO: BAB melalui kolostomi
DS : pasien merasa demam
Kerusakan
jaringan
pasca
pembedahan Obstruksi kolon proksimal
Risiko infeksi
o
DO : hipertermi (suhu 38 C)
Intervensi pembedahan
Kerusakan
jaringan
pasca
pembedahan
G.
Diagnosa keperawatan prioritas
Pre Operasi
1.
Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2.
Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh
dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
Post Operasi
1.
Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus 2.
Resiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.
H.
Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Dx Keperawatan
Hasil
Intervensi
1. Resiko kostipasi b/d Tujuan : Pola BAB 1. penyempitan sekunder,
kolon, normal
Observasi bising usus dan 1.
periksa
obstruksi
Rasional
adanya
Untuk
distensi rencana penanganan yang
abdomen pasien. Pantau dan efektif
mekanik
menyusun
dalam
mencegah
catat frekuensi dan karakteristik konstipasi dan impaksi fekal Kriteria hasil : pasien tidak konstipasi,
mengalami pasien
mempertahankan
feses 2.
2. Catat
asupan
haluaran terapi
secara akurat
3. Dorong
pasien
untuk
mengkonsumsi cairan 2.5 L setiap
hari,
kontraindikasi
meyakinkan
penggantian
cairan
dan hidrasi
defekasi setiap hari 3.
Untuk
bila
tidak
terapi
Untuk
meningkatkan
penggantian
cairan
dan hidrasi
ada 4.
Untuk
4. Lakukan program defekasi. adaptasi
membantu
terhadap
fungsi
Letakkan pasien di atas pispot fisiologi normal atau
commode
pada
saat
tertentu setiap hari, sedekat mungkin
kewaktu
biasa
defekasi (bila diketahui) 5.
Berikan laksatif, enema,
atau supositoria sesuai instruksi 5.
Untuk
meningkatkan
eliminasi feses padat atau gas dari saluran pencernaan, pantau keefektifannya 2.
Risiko Tujuan : kebutuhan 1. Timbang berat badan pasien 1.
ketidakseimbangan
cairan terpenuhi
setiap hari sebelum sarapan
volume cairan tubuh b/d
2.
keluarnya cairan tubuh dari
muntah,
mampuan
ketidak Kriteria hasil : turgor
absorps
oleh instentinal
air kulit normal, detik
elastik CRT
dan <
Ukur asupan cairan dan
haluaran
urin
membantu
mendeteksi
perubahan
keseimbangan cairan
untuk 2.
mendapatkan status cairan
Untuk
Penurunan asupan atau
peningkatan
haluaran
meningkatkan defisit cairan
3 3. Pantau berat jenis urin
3.
Peningkatan berat jenis
urin
mengindikasikan
dehidrasi. Berat jenis urin rendah,
mengindikasikan
kelebihan volume cairan 4.
Membran
kering
merupakan
mukosa suatu
indikasi dehidrasi 5.
Untuk
asupan 4.
Periksa membran mukosa
meningkatkan
mulut setiap hari
5. Tentukan cairan apa yang disukai
pasien
dan
cairan
tersebut
di
tempat
tidur
simpan samping
pasien,
sesuai
instruksi 6.
Pantau
6.
Perubahan
nilai
elektrolit dapat menandakan awitan
ketidakseimbangan
cairan kadar
elektrolit
serum 3.
Risiko
berhubungan
injury Tujuan : dalam waktu 1. dengan 2x24
jam
pasca yang
pasca prosedur bedah, intervensi iskeimia,
sekunder
faktor-faktor 1.
meningkatkan
tidak
2.
Monitor tanda dan gejala
perforasi atau peritonitis
obstruksi usus Kriteria Hasil : TTV normal (RR : 16-24 0
x/mnt, Suhu : 36 C0
akibat
abdomen
kondisi
37 C,
umbilikalis
peningkatan tekanan intra
intestinal mengalami injuri dari
Pasca bedah terdapat
resiko resiko rekuren dari hernia
reseksi injuri
necrosis kolon
dinding
Observasi
N:60-
100x/mnt,
TD
:
120/70
mmHg),
kardiorespirasi optimal, tidak terjadi infeksi pada insisi
2.
Perawat
yang
mengantisipasi terjadinya
resiko
perforasi
atau
peritonitis. Tanda dan gejala yang penting adalah anak rewel tiba-tiba dan tidak bisa dibujuk orang
atau tua
diam
atau
oleh
perawat,
muntah-muntah, peningkatan suhu tubuh dan hilangnya
bising
usus.
Adanya pengeluaran pada anus yang berupa cairan feses yang bercampur darah
merupakan
tanda
klinik
penting bahwa telah terjadi peforasi. Semua perubahan yang
terjadi
didokumentasikan
oleh
perawat dan laporkan pada dokter 3.
Lakukan
pemasangan 3.
selang nasogatrik
Tujuan
selang
memasang
nasogatrik
adalah
intervensi dekompresi akibat respon dilatasi dan kolon obstruksi
dari
aganglionik.
kolon Apabila
tindakan ini dekompresi ini optimal,
maka
menurunkan
akan distensi
abdominal
yang
penyebab
utama
abdominal
pada
menjadi nyeri pasien
hirschprung 4. Monitor adanya komplikasi pasca bedah
4.
Perawat
memonitor
adanya
komplikasi
bedah
seperti
pasca mencret
ikontinensia kebocoran
fekal, anastomosis,
formasi striktur, obstruksi usus, dan enterokolitis Pasien status 5. mendapatkan hemodinamik yang optimal 5.
Pertahankan
akan cairan
intravena
sebagai
pemeliharaan
status
hemodinamik 6. Bantu ambulasi dini
6.
Pasien dibantu turun
dari tempat tidur pada hari pertama pasca operasi dan disorong
untung
berpartisipasi
mulai dalam
ambulasi dini
7. Hadirkan orang terdekat
7.
Pada
anak,
menghadirkan
orang
terdekat
dapat
mempengaruhi
penurunan
respon
nyeri.
Sedangkan
dewasa
merupakan
pada
tambahan
dukungan
psikologis
dalam
menghadapi masalah kondis nyeri baik akibat
kolik
abdomen atau nyeri pasca bedah 8.
Kolaborasi
pemberian 8.
antibiotik pasca bedah
Antibiotik menurunkan
resiko
infeksi
menimbulkan
yang reaksi
inflamasi lokal dan dapat memperlama
proses
penyembuhan
pasca
funduplikasi lambung
4.
Resiko infeksi b/d Tujuan
pasca pembedahan
:
tidak 1.
Minimalkan risiko infeksi 1.
prosedur menunjukkan adanya dengan tanda-tanda infeksi
:
mencuci
sebelum
tangan satu-satunya
dan
setelah untuk
memberikan menggunakan
Mencuci tangan adalah terbaik
mencegah
patogen,
tangan
dapat
perawatan, sarung sarung
cara
tangan melindungi tangan pada saat
Kriteria hasil : suhu untuk mempertahankan asepsis memegang luka yang dibalut dalam
rentang pada
normal,
tidak
dan
kultur, insisi
luka
terlihat
bersih, merah muda, dan
bebas
drainase purulen
memberikan atau
ada perawatan langsung
patogen yang terlihat dalam
saat
dari
2.
melakukan
berbagai
tindakan
Observasi suhu minimal 2.
Suhu
yang
setiap 4 jam dan catat pada meningkat kertas
grafik.
evaluasi kerja
setelah
Laporkan pembedahan merupakan komplikasi
terus
dapat tanda
awitan
pulmonal,
infeksi luka atau dehisens.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010. Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC. Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung . Disitasi dari http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010. Yuda.
2010.
Penyakit
Megacolon.
Disitasi
dari
http://dokteryudabedah.com/wp-
content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010. Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
View more...
Comments