Laporan Pendahuluan Katarak 2

May 11, 2019 | Author: Renanda Prihastina | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Klinik Keperawatan Perioperatif Perioperatif Di IBS RST Wijaya Kusuma Purwokerto

Disusun Oleh : Renanda Prihastina P1337420215110

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO 2018

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

A. PENDAHULUAN

Mata merupakan indra penglihatan yang penting bagi manusia. Manusia menyerap informasi visual melalui mata sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan mudah. Namun, banyak terjadi gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai  berat yang dapat menimbulkan kebutaan (Infodatin, 2014). Bagian pada mata yang  bekerja memfokuskan cahaya disebut lensa. Salah satu penyakit pada lensa mata yaitu katarak (Utama, 2009). Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya  jernih dan bening menjadi keruh (Ilyas, 2004 dalam Erman, Elviani dan Soewito, 2014). Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit katarak, tetapi penyebab terbanyak adalah karena proses penuaan. Selain penuaan, penyebab lain katarak meliputi penggunaan obat-obatan jangka panjang, katarak kongenital (seperti infeksi,saat kehamilan, genetic/keturunan), cidera pada mata penyakit mata lain dan  penyakit-penyakit sistemik, paparan sinar matahari yang berlebih serta merokok juga merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit katarak (Sugiarti, Knoch, dan Budiman, 2016). World Health Organization (WHO) mengumpulkan data kebutaan dan gangguan  penglihatan yaitu 17 juta (47,8%) dari 37 juta orang yang buta di seluruh dunia disebabkan oleh katarak. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga 40 juta pada tahun 2020. Indonesia merupakan negara urutan

ketiga dengan angka kebutaan

terbanyak di dunia dan urutan pertama terbanyak di Asia Tenggara (Retnaniadi dan Herwindo, 2012). Prevalensi katarak tahun 2013 di provinsi Jawa Tengah mencapai 2,4% dari jumlah penduduk dan tiga alasan utama penderita sebelum operasi katarak adalah tidak mengetahui kalau menderita penyakit katarak 60,8% , tidak mampu dalam hal biaya 8,1% serta takut operasi 6,1% (Riskesdas, 2013). Katarak ditandai oleh adanya lensa mata yang berangsur-angsur menjadi buram dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan total (Mo’otapu, Rompas dan Bawolong, 2015). Data dari WHO melaporkan bahwa angka kejadian infeksi luka operasi di dunia  berkisar 5-34%. Sedangkan prevalensi risiko infeksi luka operasi di Indonesia sekitar 2,3-18,3%. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian risiko infeksi pasca operasi

masih tinggi. Untuk pencegahan risiko infeksi antara lain: perawatan luka yang benar dan pengobatan yang tepat.

B. DEFINISI

Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang dapat mengakibatkan turunnya tajam  penglihatan (Sugiarti, Knoch dan Budiman, 2016). Sedangkan menurut Doengoes, 2000 dalam Wijaya dan Putri, 2013), katarak merupakan kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang  berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa katarak adalah kekeruhan  pada lensa mata tanpa adanya rasa nyeri yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi katarak menurut Sidarta (2008) yaitu: 1. Katarak Kongenital Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan  pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipparatiroidisme, dan galaktosemia. 2. Katarak Senile Katarak senile yaitu kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu diatas 50 tahun. 3. Katarak Juvenile Katarak juvenile adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi  perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut soft carahast. 4. Katarak Komplikata Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit lain. Penyebab katarak ini adalah gangguan okuler, penyakit sistemik dan trauma.

D. ETIOLOGI

Ilyas (2002) dalam Wijaya dan Putri (2013), penyebab katarak ada beberapa faktor antara lain: 1. Fisik Keadaan fisik seseorang yang lemah akan mempengaruhi keadaan lensa, sehingga dapat mengakibatkan katarak baik pada orang yang fisiknya lemah karena semakin tua ataupun karena sakit. 2. Kimia Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat paparan sinar ultraviolet pada lensa mata dapat menyebabkan katarak. 3. Usia Dengan bertambahnya usia, maka fungsi lensa akan menurun dan mengakibatkan katarak. Katarak yang didapatkan karena faktor usia tua biasanya berkembang secara  perlahan. 4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin Anak dapat mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan atau peradangan di dalam kehamilan. Keadaan ini disebut sebagai katarak kongenital. Jika ibu pada saat mengandung terkena penyakit yang diakibatkan oleh virus, maka infeksi virus tersebut akan mempengaruhi tahap pertumbuhan janin. Misalnya ibu yang sedang mengandung menderita rubella. 5. Penyakit Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis.

E. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Sugiarti, Knoch dan Budiman (2016), tanda dan gejala penyakit katarak yaitu: 1. Penglihatan yang buram berangsur-angsur seperti tertutup asap atau kabut tanpa disertai mata merah dan rasa sakit. 2. Perubahan pada persepsi warna 3. Ukuran kacamata yang berubah-ubah 4. Penglihatan ganda 5. Kesulitan untuk membaca.

F. PATOFISIOLOGI

Katarak dapat disebabkan oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) yang  berpengaruh pada ketidakseimbangan metabolism protein mata, karena protein di dalam serabut-serabut lensa yang mengalami koagulasi menyebabkan terputusnya protein lensa disertai dengan influx  air ke lensa. Kemudian serabut lensa yang tegang menjadi patah sehingga transmisi sinar terganggu dan menghambat jalan cahaya yang masuk ke retina ditandai dengan pandangan berkabut sehingga dapat menyebabkan gangguan penglihatan (Nurarif dan Kusuma, 2015).

G. PATHWAY

RISIKO CEDERA

RISIKO INFEKSI, RISIKO CEDERA

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (PENGLIHATAN

RISIKO JATUH

H. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari penyakit katarak menurut Wijaya dan Putri (2013) yaitu: 1. Glukoma Kelainan yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan intra okuler di dalam bola mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun. 2. Kerusakan retina Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca bedah akibat ada robekan pada retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat. 3. Infeksi Ini terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak adekuat.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik pada penyakit katarak menurut Doengoes (2000) dalam Wijaya dan Putri (2013) yaitu: 1. Kartu nama snellen Kartu nama snellen adalah alat tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan untuk  pemeriksaan kornea, lensa, akvesus, atau vitrous humor, kesalahan refraksi atau  penyakit system saraf atau penglihatan ke retina atau jalan optic. 2. Lapang penglihatan Penurunan mungkin disebabkan oleh cairan serebro vaskuler, masa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, glukoma. 3. Pengukuran tonografi Mengkaji tekanan intraokuler, normalnya 12-25 mmHg. 4. Pengukuran oftalmoskopi Mengkaji struktur internal okuler , mencatat atrofi lempeng optik, papilledema,  perdarahan retina, mikroaneurisma, dilatasi dari pemeriksaan belahan lampu untuk memastikan diagnose katarak. 5. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) Menunjukkan anemia sistematik atau infeksi. 6. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid Dilakukan untuk memastikan aterosklerosis. 7. Tes toleransi glukosa (FBS). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan katarak dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Penatalaksanaan Bedah Penatalaksanaan pembedahan pada katarak ada dua yaitu: a) Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler Intra Capsular Catarac Extraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh  b) Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler Extra Capsular Catarac Extraction (ECCE) mengeluarkan lensa dengan merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior (Brunner dan Suddarth, 2005 dalam Wijaya dan Putri, 2013). 2. Penatalaksanaan Medis a) Terapi penyebab katarak Pengontrolan diabetes mellitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat, menghindari iradiasi(inframerah atau sinar-x) dapat memperlambat atau mencegah terjadinya  proses kataraktogenesis.  b) Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipen dan imatur c) Pengaturan pencahayaan Klien dengan kekeruhan di bagian perifer lensa dapat diinstruksikan menggunakan  pencahayaan yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya remang yang ditetapkan disamping dan sedikit dibelakang kepala klien akan memberikan hasil terbaik. d) Penggunaan kacamata gelap e) Pada klien dengan kekeruhan lensa di bagian sentral akan memberikan hasil yang  baik dan nyaman apabila beraktivitas di luar lapangan. f) Pemberian midratil Dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midratil seperti fenilefrin 5% atau tropikamid 1% dapat memberikan  penglihatan yang jelas (Nurarif dan Kusuma, 2015).

J. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Pengkajian pada klien terdiri dari: a) Pengumpulan data yaitu identitas klien (nama klien, tanggal lahir/umur, agama  pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor rekam medis, diagnose medis) dan identitas orangtua/penanggungjawab.  b) Riwayat kesehatan meliputi : 1) Keluhan utama Klien biasanya mengatakan penglihatannya kabur/ terjadi gangguan penglihatan. 2) Riwayat penyakit sekarang Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada klien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan. 3) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat penyakit dahulu yang dialami klien seperti: diabetes mellitus, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic yang memicu terjadinya penyakit katarak. 4) Riwayat penyakit keluarga Klien dengan katarak kongenital biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibunya

yang

mengalami

rubella,

diabetes

mellitus,

toksoplasmosis,

hipparatiroidisme, dan galaktosemia. Pengkajian fokus: 

Aktivitas dan istirahat Gejala yang terjadi pada aktivitas dan istirahat yaitu perubahan aktivitas atau hobi yang berhubungan dengan penglihatan.



 Nutrisi Gejalanya yaitu mual/muntah (pada komplikasi kronik/glukoma).



 Neurosensori Gejala yang terjadi adalah penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, tampak lingkaran cahaya disekitar sinar, perubahan kacamata dan lain-lain.



 Nyeri/kenyamanan Biasanya mata klien berair, nyeri biasanya berat menetap disekitar mata dan sakit kepala.

c) Pemeriksaan fisik terdiri dari 1) Tingkat kesadaran 2) Tanda-tanda vital 3) Pemeriksaan fisik difokuskan pada bagian mata d) Pemeriksaan penunjang antara lain: 1) Kartu nama snellen 2) Lapang penglihatan 3) Pengukuran tonografi 4) Pengukuran oftalmoskopi 5) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) 6) EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid 7) Tes toleransi glukosa (FBS).

2. Diagnosa Keperawatan

Post Operasi : a) Risiko infeksi  b) Risiko jatuh 3. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan  Nursing Outcome Clasification (NOC) dan  Nursing Intervention Clasification (NIC) (2015), rencana tindakan keperawatan Tn.D dengan Post Operasi Katarak pada yaitu: Diagnosa 1 a.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan, diharapkan risiko infeksi pada klien tidak terjadi dengan kriteria hasil:  NOC: Pemulihan pembedahan: segera setelah operasi (2305) Tabel 1.2 Indikator dan skala pemulihan pembedahan: segera setelah operasi

 No

Indikator

1 2 3

Perdarahan Cairan merembes pada balutan Pembengkakan

Skala Awal Tujuan 5 5 5

Keterangan Skala:: 1 : Berat 2 : Cukup berat 3 : Sedang 4 : Ringan 5 : Tidak ada  NIC : Perlindungan infeksi (6550) Intervensi : 1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan fokal 2) Monitor kerentanan terhadap infeksi 3) Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka 4) Anjurkan klien istirahat.

 b.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan, diharapkan  pasien tidak terjadi jatuh dengan kriteria hasil:  NOC: Fungsi sensori (penglihatan) (2404) Tabel 1.1 Indikator dan skala fungsi sensori (penglihatan) Indikator

 No 1

Penglihatan terganggu

2

Tekanan pada mata

Skala Awal Tujuan 5 5

Keterangan Skala:: 1 : Berat 2 : Cukup berat 3 : Sedang 4 : Ringan 5 : Tidak ada.  NIC : Pencegahan jatuh (6490) Intervensi : 1) Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan pasien dan keluarga 2) Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan 3) Sediakan alat bantu (tongkat dan walker ) untuk menyeimbangkan gaya berjalan.

4) Instruksikan pasien untuk memanggil bantuan terkait  pergerakan, dengan tepat. 5) Gunakan teknik yang tepat untuk memindahkan pasien dari dan ke kursi roda, tempat tidur, toilet, dan lainnya.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari  petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004: 6). 5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan dan melakukan tindakan selanjutnya apabila belum mencapai tujuan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Laporan Hasil Riset  Kesehatan 2013. (Online). (http://terbitan.litbang.depkes.go.id.  Diakses tanggal 25 Januari 2018). Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2015).  Nursing  Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Singapore : Elsevier Singapore Pte Ltd. Erman, I., Elviani, Y., &Soewito, B. 2014.  Hubungan Umur dan Jenis Kelamin dengan  Kejadian Katarak .(Online). (jurnal.poltekkespalembang.ac.id) diakses pada tanggal 26 Januari 2017). Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015).  Diagnosis Keperawatan Definisi &  Klasifikasi 2015-2017 . Edisi 10. Jakarta: EGC. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2014 ). Situasi Gangguan  Penglihatan dan Kebutaan. (Online). (www.depkes.go.id), diakses pada tanggal 26 Januari 2018). Mo’otapu, A., Rompas, S., & Bawolong, J. (2015).  Faktor-faktor yang Berhubungan dengan  Kejadian Penyakit Katarak . E-Journal Keperawatan (eKp). (Online). Vol.3 No 2, (ejournal.unsrat.ac.id), diakses pada tanggal 26 Januari 2018). Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2015).  Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5. Singapore : Elsevier Inc.  Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015).  Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa  Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Yogyakarta: Mediaaction. Sidharta, I. (2008). Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka FKUI. Sugiarti, E.., Knoch, A.M., & Budiman. (2016 ). Bersama Kita Cegah Kebutaan. Bandung: Rumah Sakit Mata Cicendo. Utama, H.(2009). Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013).  KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan  Dewasa) Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF