Laporan Pendahuluan IUFD

January 30, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Pendahuluan IUFD...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN IUFD 1. Definisi Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin. Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian Janin Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian janin sebagai ”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak diinduksi”. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau “gasping”. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (28 minggu kehamilan) (Kliman, 2000). IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram. Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)

2. Penyebab Kematian Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta (Kliman, 2000). a.

Faktor Ibu 1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif,

yang

berakibat

antara

ibu

dan

janin

akan

mengalami

ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain. Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan tertolong lagi. 2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi. 3) Berbagai penyakit pada ibu hamil Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga sangat berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat hipertensi meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh

berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu. 4) Trauma saat hamil Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta terlepas. Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat. 5) Infeksi pada ibu hamil Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya. 6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu) Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui 7) Hamil pada usia lanjut Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan ini rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu: 

Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh ovarium.



Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.



Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.



Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara normal.



Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena kelainan kromosom.



Resiko tinggi keguguran.

8) Ruptur uteri Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. 9) Kematian Ibu Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin, tidak lagi ada. b. Faktor Janin 1) Gerakan Sangat Berlebihan Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi. 2) Kelainan kromosom Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.

Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak. 3) Kelainan bawaan bayi Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paruparunya. 4) Malformasi janin Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah

suplai

yang

dibutuhkan

janin

tidak

terpenuhi,

sehingga

kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan kematian pada janin. 5) Kehamilan multiple Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang berlebihan

sehingga

sirkulasi

plasenta

juga

tidak

lancar.

Jika

ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin. 6) Intra Uterine Growth Restriction Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi. 7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria) Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan

lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati. 8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan secara normal. c.

Faktor Palsenta 1)

Perlukaan cord

2)

Pecah secara mendadak (abruption)

3)

Premature Rupture of Membrane

4)

Vasa Previa d.

Faktor Resiko Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri

(Kliman, 2000) : 

Ibu usia lanjut



Riwayat kematian janin intra uterine



Infertilitas Ibu



Hemokonsentrasi pada ibu



Usia Ayah



Obesitas

3. Patologi Anatomi Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam

waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut: a) Rigor mortis (tegang mati) Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali. b) Stadium maserasi I Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati. c) Stadium maserasi II Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48 jam janin mati. d) Stadium maserasi III Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit. 4. Tanda dan Gejala Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut: 1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari. 2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan atau melemah. 3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan. 4) Bunyi jantung anak tidak terdengar 5) Palpasi janin menjadi tidak jelas 6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa 7) Pada foto roentgen dapat terlihat:



Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)



Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)



Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

Gejala dan Tanda Selalu Gejala Ada  Gerakan

dan

Tanda

Kadang-Kadang Ada janin  Syok

Diagnosa Kemungkinan Solusio plasenta

berkurang atau hilang 

Nyeri

hilang 

perut

Uterus tegang/kaku

timbul atau menetap 



Perdarahan pervaginam 

Gawat janin atau DJJ

sesudah

tidak terdengar

hamil

22

minggu Gerakan janin dan DJJ 

Syok

tidak ada

Perut kembung/ cairan





Perdarahan



Nyeri perut hebat

Ruptura uteri

bebas intra abdominal 

Kontur uterus abnormal



Abdomen nyeri



Bagian-bagian

janin

teraba 

 janin 

Gerakan

berkurang atau hilang 



DJJ

Denyut nadi ibu cepat Cairan ketuban Gawat janin bercampur mekonium

abnormal

(180/menit) Gerakan janin/

DJJ 

hilang

Tanda-tanda kehamilan Kematian janin berhenti



Tinggi

fundus

uteri

berkurang 

Pembesaran berkurang

uteri

5.

Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat

ditegakkan. Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam (Kliman, 2000). Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang (Kliman, 2000). Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri (Kliman, 2000). Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa nyeri (Kliman, 2000). 6. Komplikasi yang mungkin Terjadi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding. 2) Infeksi 3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 46 minggu setelah kematian janin. Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian



Sirkulasi Riwayat penyakit: hipertensi essensial, penyakit vaskular.



Integritas Ego Secara labil, ansietas, takut, syok, tidak percaya, depresi.



Eliminasi Nefritis kronis.



Intake makanan dan cairan Status nutrisi ibu buruk.



Keamanan Pemajanan pada agen-agen toksis atau teratogenik. Riwayat kejadian traumatik. Adanya penyakit inflamasi, penyakit hubungan seksual, atau pemajanan pada penyakit menular seperti rubella, sitomegalovirus, herpes aktif. Ketuban pecah dini. Abnormalitas plasenta/tali pusat yang terlihat pada kelahiran. Inkompatibilitas ABO.



Seksualitas Tumor fibrosa uterus (leiomioma), atau abnormalitas lainnya dari organ reproduktif ibu. Kejadian kelahiran traumatic, komplikasi intrapartum.



Penyuluhan/Pembelajaran Melaporkan penyalahgunaan pengobatan. Obat atau alkohol. Riwayat keluarga tentang kondisi genetik.

Diagnosa Keperawatan 1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi. 2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).

3. Harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada kejadian hidup. 4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi. Rencana Asuhan Keperawatan Prioritas Keperawatan 1. Memfasilitasi proses berduka. 2. Memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian sekitar kehilangan dan implikasi masa datang. Tujuan 1. Dukungan teridentifikasi dan pada tempatnya. 2. Rencana dibuat untuk pemakaman bayi. 3.4 Intervensi Keperawatan 1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi Hasil yang diharapkan : -

Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami.

-

Mengekspresikan perasaan dengan tepat.

-

Mengidentifikasi masalah proses berduka (misalnya: masalah fisik, makan, tidur) dan mencari bantuan yang tepat.

Tindakan/Intervensi Keperawatan : Tindakan/Intervensi Mandiri Berikan ruang pribadi

Rasional bila

klien Tempat dimana keluarga dan teman

menginginkannya, dengan kontak yang dapat bicara dan berbagi perasaan sering

oleh

perawat.

Anjurkan dengan leluasa, sehingga meningkatkan

kunjungan yang tidak terbatas oleh perasaan kekeluargaan dan membantu keluarga dan teman. menghadapi proses berduka. Libatkan pasangan dalam perencanaan Partisipasi dalam perencanaan dan

perawatan.

dan

Beri

kesempatan pembuatan keputusan membantu sekali

pasangan untuk bersama.

dalam memilih tindakan atau keputusan yang tepat sesuai kondisi klien.

Kaji pengetahuan klien/pasangan dan Menghindari pemahaman yang salah interpretasi terhadap kejadian sekitar terhadap kejadian sekitar kematian kematian janin/bayi. Berikan informasi janin/bayi. dan

perbaiki

kesalahan

konsep Sering, setelah kematian anak, orang

berdasarkan kesiapan pasangan dan tua berespon syok, menyangkal, atau kemampuan

untuk

mendengarkan tidak

percaya.

Reaksi

ini

dapat

secara efektif mengganggu pemberian informasi. Tentukan makna kehilangan terhadap Luas dan durasi respon berduka dapat kedua anggota pasangan. Perhatikan tergantung pada makna kehilangan. bagaimana

kuatnya

pasangan

menginginkan kehamilan ini. Identifikasi ekspresi sesuai tahap-tahap Perawat membantu dalam menghadapi berduka (misal: menyangkal, marah, tahap berduka dengan waktu yang menawar, depresi, menerima). Gunakan secepat mungkin. Bila berduka tidak ketrampilan (misal:

komunikasi

mendengar

terapeutik segera

secara

selesai,

akan

mengganggu

aktif, kehidupan selanjutnya.

pengakuan), menghargai permintaan klien untuk tidak bicara. Akui apa yang telah terjadi, kuatkan Meningkatkan

kemampuan

dalam

realita situasi dan anjurkan diskusi dan menghadapi kenyataan/kehilangan. ekspresi perasaan klien Diskusikan respon antisipasi secara Membantu pasangan untuk mengenali fisik dan emosi kehilangan.

bahwa respon mereka sebelum dan

Evaluasi ketrampilan koping.

berikutnya adalah normal. Berduka

Perhatikan keyakinan religius dan latar merupakan hal yang individual, dan belakang budaya.

luas serta sifat dari respon dipengaruhi oleh sifat kepribadian, ketrampilan koping masa lalu, keyakinan religius, dan latar belakang budaya.

Diskusikan cara-cara yang tepat bagi Untuk menghindari kesalahan persepsi orang tua menyampaikan peristiwa dari sibling dan meminimalkan tingkat kehilangan pada sibling.

berduka.

Kaji beratnya depresi.

Adanya resiko terjadi gangguan pada kejiwaan

jika

kemampuan

dalam

menghadapi kehilangan tidak efektif. Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola Hal ini mungkin terabaikan karena tidur,

nafsu

makan,

dan

hygiene proses berduka dan derajat depresi.

personal.

Pola

tidur

mungkin

menimbulkan

terganggu,

kelelahan

ketidakmampuan

lanjut

dan untuk

mengatasi distress. Beri

bantuan

dalam

melakukan Menunjukkan

perawatan fisik sesuai kebutuhan.

perhatian

dan

pemeliharaan serta membantu klien menghemat energi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan proses

berduka. Kolaborasi Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan Untuk pemberian nasehat dari segi keluarga.

agama dalam membantu menghadapi

Rujuk pada psikiatri jika perlu.

proses berduka. Konseling atau terapi mungkin perlu pada kasus berduka patologis untuk membantu individu mengidentifikasi kemungkinan

penyebab

reaksi

abnormal dan mencapai resolusi proses berduka. 2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak). Hasil yang diharapkan : -

Mengekspresikan perasaan yang tepat dan sesuai.

-

Menunjukkan keterlibatan individu dalam proses pemecahan masalah yang diarahkan pada resolusi krisis.

-

Mengungkapkan pemahaman tentang harapan peran/kewajiban.

-

Mengidentifikasi

kebutuhan

peran/ikatan keluarga. Tindakan / Intervensi Keperawatan :

dan

sumber

utuk

memelihara

Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri Evaluasi situasi keluarga saat ini dan Anggota

keluarga

memberikan

status psikososial (misalnya anak lain, dukungan satu sama lain. keluarga besar, sistem pendukung) Tinjau ulang ketakutan keluarga, Anggota sumber

koping,

dan

keluarga

depresi,

merasa

keterampilan sangat tidak adekuat, dan mungkin

koping.

perlu meninjau apa yang telah terjadi

Ajarkan

perasaan

dan apa tujuan mereka dalam hidup. dan Pengungkapan perasaan dapat memicu

verbal

yang pengenalan terhadap penyebabnya dan

diskusi

dengarkan

isyarat

menunjukkan perasaan kegagalan, rasa dapat digunakan untuk memastikan bersalah

atau

marah.

Diskusikan dapat diterimanya perasaan ini. Orang

kenormalan perasaan.

tua

mungkin

takut

untuk

menggambarkan perasaan negatif yang mereka yakini abnormal. Realisasi bahwa perasaan berduka, rasa bersalah, dan

marah

adalah

normal

dapat

membantu menghilangkan rasa gagal orang tua. Identifikasi harapan perubahan peran Perubahan yang diantisipasi meliputi yang

diperlukan

kehilangan.

karena

adanya periode disorientasi atau terpecahnya pola kerja normal, diikuti periode reorganisasi, dimana energi dengan tepat disimpan dalam individu dan

aktivitas baru. Berikan informasi dan bantu orang tua Kematian anak memerlukan perubahan menghadapi

situasi,

keseimbangan orang tua yang tidak diantisipasi. Pada

perawatan diri dan kebutuhan berduka kematian anak pertama, fungsi orang serta tanggung jawab menjadi orang tua yang terjadi hanya berduka. Bila tua.

ada

anak

lain,

orang

tua

dapat

mengekspresikan kekhawatiran tentang kemampuan mereka menjadi orang tua. Perasaan tentang kegagalan atau rasa

bersalah akhirnya dapat mengarah pada perasaan yang tidak adekuat. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang

3.

dirasakan pada kejadian hidup. Hasil yang diharapkan: 

Mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang tersedia.



Mengekspresikan harga diri positif.



Mendemonstrasikan adaptasi terhadap kematian bayi dan integrasi kehilangan dalam hidup sehari-hari dengan merencanakan masa depan.

Tindakan/intervensi keperawatan: Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri Tentukan persepsi diri dan pasangan Kehilangan sebagai

individu

Evaluasi

respon

dan

orang

keluarga

kehamilan

tua. dihubungkan dengan perasaan tidak

terhadap adekuat, tidak berdaya, dan tidak

kehilangan, perhatikan kesalahan yang berharga, dibuat oleh keluarga.

yang

mempengaruhi kemungkinan

Berikan

sering

secara perasaan

langsung diri

menghancurkan

dan harga

diri seseorang sebagai orang tua. untuk Pengungkapan kehilangan memberikan

kesempatan

mengungkapkan, menyalurkan emosi kesempatan untuk penerimaan yang dan menangis.

diperlukan, emmbantu orang tua untuk menyaring

dengan

seksama,

dan

memvalidasi perasaan normal orang tua tentang Berikan

penguatan

positif

ketidakberdayaan

dan

ketidakadekuatan. untuk Membantu dalam koping kesedihan

mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan terhadap situasi. Membantu orang tua dan masalah-masalah. 4.

Kurang

menerima diri mereka sendiri sebagai manusia yang berharga. pengetahuan, mengenai kehilangan

perinatal

berhubungan dengan kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi. Hasil yang diharapkan:



Membedakan penyebab kematian yang dapat diantisipasi dan yang tidak dapat diantisipasi.



Mengungkapkan pemahaman alasan dari kehilangan bila diketahui.



Mendiskusikan kemungkinan efek jangka pendek dan jangka panjang dari kehilangan.

Intervensi/tindakan keperawatan: Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga Respon emosional dapat mempengaruhi untuk

menyerap

dan

memahami kemampuan

untuk

mendengar

informasi. memproses informasi Identifikasi prioritas keluarga dalam Keluarga mempunyai memberikan informasi.

dan

perbedaan

kebutuhan untuk informasi, tergantung pada tahap perkembangan keluarga dan penyebab kematian intra uteri, karena faktor eksternal, atau karena masalah

genetik. Identifikasi persepsi klien / pasangan Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji tentang

kejadian,

dan

perbaiki secara kontinyu dan informasi yang

kesalahpahaman sesuai indikasi.

valid diulangi.

3.5 Evaluasi Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian janin intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk melakukan otopsi harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini KIE sangat diperlukan. Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap maka evaluasi kematian janin yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan keluarganya. Meskipun sangat jarang dapat ditawarkan penggunaan MRI yang dapat memberikan informasi sebagai evaluasi kematian janin apabila otopsi tidak dapat dilakukan (San, 2007). Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur. Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit janin atau fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi

pertumbuhan, hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan kromosom. Analisa kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin kehamilan kembar khususnya dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua atau ketiga (San, 2007).

DAFTAR PUSTAKA Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang. http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161.Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.00 WIB

Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21 st Edition). United States of America:TheMcGraw-Hill Companies,Inc Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC Muhaj, Khaidir. 2009. Askep Nifas Dengan Perdarahan Post Partum. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/05/UTAMA/hak01.htm. Nie.

2008.

Kehamilan

Multiple/Kembar.

http://www.gemari.or.id/file/

gemari7241. Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.05 WIB Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF