Laporan Pendahuluan Ileus Obstruktif
July 20, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Pendahuluan Ileus Obstruktif...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKSI A. DEFINISI Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Guyton, 2005). Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). B. ETIOLOGI Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 : 1. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal. 2. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi. 3. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu. Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Manif, 2008): 1. Hernia inkarserata Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera. 2. Non hernia inkarserata, antara lain : a. Adhesi atau perlekatan usus Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. b. Invaginasi Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dar i rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi. d. Volvulus Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi. e. Tumor Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. f. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. C. KLASIFIKASI Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan menjadi, antara lain: 1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai ileumterminal). 2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampairectum). Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain : 1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit. 2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah), antara lain karena atresia usus dan neoplasma 3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren. Seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus. (Manif, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIS 1. Obstruksi sederhana Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal. 2. Obstruksi disertai proses strangulasi Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus. 3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkanadanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah feka lakan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi. (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Fisik Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia dan penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi, parut abdomen (yang menggambarkan perlekatan pasca bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada dinding abdomen
dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik. Tanda demikian menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik sederhana adalah adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan bergelora (rush) pada waktu penderita dalam kondisi tenang. Gelora tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak ditemukan tanda ini. Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. 2. Pemeriksaan Penunjang a. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat dehidrasi b. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah. c. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen 1) Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus) 2) Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll) d. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab e. Foto polos Abdomen 1) Untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar 2) Berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air – fluid level. 3) Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. 4) Barium enema diindikasikan untuk invaginasi. f. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus. F. PENATALAKSANAAN Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit. (Sjamsuhidajat, 2003). 1. Persiapan Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
2. Operasi Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-Strangulasi- Obstruksi lengkap-Hernia inkarserata-Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003). 3. Pasca Bedah Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003). G. KOMPLIKASI Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum (Sjamsuhidajat, 2003).
H. PATOFISIOLOGI Predisposisi sistemik, meliputi: sepsis, obat-obatan, gangguan elektrolit dan metabolik, infarkmiokard, pneumonia, trauma, biller dan ginjal kolik, cedera kepala dan prosedur bedah saraf, inflamasi intra-abdomen dan peritonitis, hematona retroperitoneal
Predisposisi pascaoperatif bedah abdominal
Tersumbatnya lumen usus
Obstruksi menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen (70% dari gas yang tertelan)
Ileus obstruktif
Ketidakmampuan absorpsi air Penurunan intake cairan
Respons psikologis misinterpretasi perawatan dan pengobatan
Hilangnya kemampuan intestinal dalam pasase material feses
Kecemasan pemenuhan informasi
Konstipasi
(Muttaqin, 2011)
Gangguan gastrointestinal
Distensi Abdomen
Mual, muntah, kembung, anoreksia
Nyeri Asupan nutrisi tidak adekuat
Risiko ketidakseimbangan cairan Penurunan volume cairan
Respons lokal saraf terhadap inflamasi
Risiko tinggi syok hipovolemik
Kehilangan cairan dan elektrolit Risiko Ketidakseimbangan cairan elektrolit
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi pada semua umur, terutama dewasa laki – laki maupun perempuan) b. Keluhan Utama nyeri pada perut c. Riwayat Penyakit Sekarang nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak dapat BAB dan flatus dalam beberapa hari) d. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit hernia, divertikulum. e. Riwayat Penyakit Keluarga Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan yeyenum. f. Activity Daily Life 1) Nutrisi Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus. Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk. 2) Eliminasi Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus Tanda : Perubahan warna urine dan feces 3) Istirahat Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah. 4) Aktivitas Gejala : Kelelahan dan ngantuk. Tanda : Kesulitan ambulasi 5) Personal Hygiene klien tidak mampu merawat dirinya. 6) Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik. Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan 7) Pernafasan Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan, Tanda : Napas pendek dan dangkal 8) sirkulasi Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok) g.
Pemeriksaan 1) Keadaan umum: Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemia suhu meningkat(39 o C), pernapasan meningkat(24x/mnt), nadi meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90 mmHg)
2) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System) a. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema, tekanan darah 130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar normal b. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada normal, dada simetris, sonor (kanan kiri), tidak ada wheezing dan tidak ada ronchi c. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi. d. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc e. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri f. Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada sianosis, pucat g. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan, hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas (Hilangnya kemampuan intestinal dalam pasase material feses 2) Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal 3) Risiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat 4) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, adanya selang Nasogastrik tube/ usus. 5) Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah. 6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi. 7) Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif. 3. RENCANA INTERVENSI 1) Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas (Hilangnya kemampuan intestinal dalam pasase material feses) a. Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, klien tidak terjadi konstipasi atau mengalami perbaikan b. Kriteria Hasil: a) Klien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan BAB b) Bising usus terdengar normal,frekuensi 5-25 x/menit c) Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal Intervensi a) Kaji faktor predisposisi terjadinya ileus Rasional: Predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi terdapat faktor presdisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus. Hal ini harus segera dikolaborasikan untuk mendapat intervensi medis misalnya adanya sepsis harus diatasi kondisi gangguan elektrolit harus dikoreksi
b) Monitoring status cairan Rasional: Penurunan volume cairan akan meningkatkan risiko ileus semakin parah karena terjadi gangguan elektrolit. Peran perawat harus mendokumentasikan kondisi status cairan dan harus melaporkan apabila didapatkan adanya perubahan yang signifikan c) Evaluasi secara berkala laporan pasien tentang flatus dan periksa kondisi bising usus Rasional: Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau sebagai peran untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbakan ileus. Hasil evaluasi harus didokumentasikan secara hati-hati pada status medis d) Pasang selang nasogastrik Rasional: Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan lambung kembung dan distensi abdomen. Perawat melakukan pemantauan setiap 4 jam dari pengeluaran pada selang nasogastrik e) Kolaborasi opioid antagonis selektif Rasional: Alvimopan ini ditujukan untuk membantu mencegah ileus postoperatif reseksi usus 2) Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal a. Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b. Kriteria hasil: a) Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal b) TD: 130/80, N: 80-100x/menit, RR: 16-20x/menit,S: 36,5-37,5 °C c) CRT < 3 detik, urin > 600ml/hari d) Lab: nilai elektrolit normal Intervensi a) Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output) Rasional: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik b) Kaji sumber kehilangan cairan Rasional: Kehilangan cairan dari muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium via oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit c) Dokumentasikan intake dan output cairan Rasional: Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara umum d) Monitor TTV secara berkala Rasional: Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah e) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur
Rasional: Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer Kolaborasi f) Pertahankan pemberian cairan secara intravena Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan g) Evaluasi kadar elektrolit Rasional: Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien peritonitis 3) Risko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat a. Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan b. Kriteria Hasil: a) Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25 x/menit b) Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat c) Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen d) Berat badan pada hari ke-5 pascabedah meningkat minimal 0,5k Intervensi a) Evaluasi secara berkala kondisi motilitas usus Rasional: Sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi b) Hindari intake secara oral Rasional: Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral c) Berikan nutrisi parenteral Rasional: Pemberian enteral diberikan secara hatsi-hati dan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien d) Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan e) Lakukan oral hygiene Rasional: Untuk menurunkan risiko infeksi oral f) Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien Rasional: Ahli gizi terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu 4) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, adanya selang Nasogastrik tube/ usus. Tujuan : menunjukkan penurunan rasa nyeri berkurang sampai hilang Kriteria hasil : a. Nyeri berkurang sampai hilang. b. Ekspresi wajah rileks. c. TTV dalam batas normal. d. Skala nyeri 3-0. Intervensi: a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor pemberat/penghilang.
b.
c.
d.
e.
f.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia. Pantau tanda-tanda vital. Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut. Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan. Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan. Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih. Kolaborasi Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi. Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik. Kateterisasi sesuai kebutuhan. Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.
5) Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah. Tujuan: Volume cairan seimbang. Kriteria hasil: a. Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang. b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat. Intervensi: a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan. Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik. b. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa. Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi. c. Perhatikan adanya edema. Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari. Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan. e. Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen. Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal. f. Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering. Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum. Kolaborasi: g. Pertahankan potensi penghisap NGT/usus. Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker 6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi. Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi. Kriteria hasil : a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi. b. Berat badan stabil. c. Pasien tidak mengalami mual muntah. Intervensi: a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas. Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi. b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus. Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari). c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C. Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi. d. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak. Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat. Kolaborasi e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi. 5) Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif. Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya. Kriteria hasil : a. Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita b. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar. c. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan. Intervensi: a. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet. Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus. b. Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini. Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri. c. Tinjau perawatan kulit disekitar selang. Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi. d. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase. Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup. e. Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras. Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia. 4. IMPLEMENTASI Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di buat di dalam intervensi keperawatan pasien. 5. EVALUASI Evaluasi sumatif disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun di dalam intervensi untuk mengetahui masalah pasien telah teratasi ataupun tidak, sehingga dapat ditentukan rencana selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 29. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Sari, Dina, et al. 2005. Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
View more...
Comments