laporan pendahuluan fimosis
March 15, 2018 | Author: Eko Wahyu Arifin | Category: N/A
Short Description
fimosis pada anak laki-laki...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN FIMOSIS
Disusun oleh : Dwi Wahyu Indra P ( 1201029 ) Eko Wahyu Arifin
( 1301018 )
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2014/2015
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak lakilaki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis. Fimosis meupakan penyempitan kulup kelamin sehingga kepala kelamin tidak bisa terbuka sepenuhnya. Fimosis bisa terjadi dari sejak lahir (konginetal) dan didapat. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni 1. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami tentang penyakit fimosis 1. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mengerti tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, 2.
komplikasi, terapi pada penderita fimosis Mahasiswa diharapkan nantinya mengerti dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang benar pada seseorang dengan fimosis.
2
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Fimosis adalah kondisi dimana prepusium tidak dapat diretraksi dari glans penis. ( Mott, Sandra; 1990 ). Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. ( Ngastiyah; 2005 ). Fimosis (phimosis) merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin,). Fimosis adalah penyempitan lubang prepusium sehingga tidak dapat ditarik ke atas glans penis. ( Catzel, Pincus; 1990). Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis.
2.2 Klasifikasi 2.2.1 Fimosis kongenital (kelainan bawaan) Kulit preputium selalu melekat erat pada glands penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
3
4
2.2.2
Fimosis didapat (fimosis patologik) Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk,
peradangan
kronik
glans
penis
dan
kulit
preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka. 2.3 Etiologi Tingkat higienitas alat kelamin yang buruk peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction). Pada fimosis kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya jaringan parut di prepusium yang biasanya muncul karena sebelumnya terdapat balanopostitis. Apapun penyebabnya, sebagian besar fimosis disertai tanda-tanda peradangan penis distal. Sedangkan fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan prepusium menjadi melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke arah proximal. Apabila stenosis atau retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis, sirkulasi glans dapat terganggu hingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan nyeri distal penis atau biasa disebut parafimosis. 2.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala fimosis: a. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin b. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
5
c. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit. d. Kulit penis tak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan e. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga f. Bisa juga disertai demam g. Iritasi pada penis.
2.5 Patofisiologi Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan. 2.6 Komplikasi 2.6.1 Penis membesar dan menggelembung Hal ini disebabkan karena akibat penumpukan urine. a. Nyeri saat berkemih Hal tersebut disebabkan oleh karena urine yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muara yang sempit b. Penumpukan sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut. c. Retensi urin Fimosis dapat menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras menggelembungnya ujung preputium penis pada saat miksi dan pada akhirnya dapat menimbulkan retensi urine d. parafimosis Merupakan upaya untuk menarik preputium kebelakang batang penis, terutama yang berlebihan, namun gagal untuk mengembalikan kedepan, dapat menjepit penis sehingga menimbulkan bendungan aliran darah dan pembengkakan (edema) glans penis. e. Ballonitis
6
prepusium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium f. Kanker penis Hal ini disebabkan karena smegma (cairan yang berbau menyerupai keju yang terdapat di kulit depan glans penis) tidak dibersihkan sampai bersih.
2.7 Penatalaksanaan a. Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita fimosis. Hal ini disebabkan karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium dapat retraksi spontan. b. Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis. c. Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. d. Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda. e. Secara singkat teknik operasi sirkumsisi dapat dijelaskan sebagai berikut : Setelah penderita diberi narkose, penderita di letakkan dalam posisi supine. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan antiseptik kemudian dipersempit dengan linen steril. Preputium di bersihkan dengan cairan antiseptik pada sekitar glans
7
penis. Preputium di klem pada 3 tempat. Prepusium di gunting pada sisi dorsal penis sampai batas corona glandis. Dibuat teugel pada ujung insisi. Teugel yang sama dikerjakan pada frenulum penis. Preputium kemudian di potong melingkar sejajar dengan korona glandis. Kemudian kulit dan mukosa dijahit dengan plain cut gut 4.0 atraumatik interupted. a) Hati- hati komplikasi operasi pada sirkumsisi yaitu perdarahan. Pasca bedah penderita dapat langsung rawat jalan, diobservasi kemungkinan komplikasi yang membahayakan jiwa penderita seperti perdarahan. Pemberian antibiotik dan analgetik. b) Terapi Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik.. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan. Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun. Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual jaringan yang edematous diikuti dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang melewati glans penis. Jika manuver ini gagal , periu dilakukan insist dorsal cincin konstriksi. Tergantung pada temuan klinis lokal, sirkumsisi dapat segera dilakukan atau ditunda pada waktu yang lain.
8
ASUHAN KEPERAWATAN FIMOSIS 1. Pengkajian Tanyakan biodata pasien, kaji keadaan umum pasien, kaji penyebab fimosis (congenital atau akibat peradangan), kaji riwayat penyakin pasien yang sekarang, terdahulu dan kesehatan keluarga. Dapat dikaji juga diantaranya : a. Kaji pola eliminasi (BAK) 1) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi. 2) Jumlah : Menurun. 3) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK b. Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih. c. Kaji perdarahan d. Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada e. Observasi adanya manifestasi: 1) Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras 2) Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi 3) Adanya inflamasi. f. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga g. Kaji pasien saat pra dan post operasi 2.
Diagnosa Keperawatan a.
Diagnosa keperawatan pre op 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis 2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan penis 3) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan infeksi pada saluran perkemihan
b.
3. a. 1)
Diagnosa keparawatan post op 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik 2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi Intervensi
Diagnosa keperawatan pre op Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
9
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang dengan K H : Pasien terlihat tenang Intervensi : a) b) c) d) e)
Kaji skala nyeri Ajarkan teknik distrksi kepada orang tuanya Atur posisi anak senyaman mungkin Berikan lingkungan yang nyaman Kaloborasi dengan pemberian analgesic
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan penis Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan K.H : a) tidak adanya tanda – tanda infeksi b) Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat Intevensi : a) b) c) d) e)
kaji tanda – tanda infeksi Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene pribadi pasien Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada keluarga Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum ingin kontak langsung
dengan pasien f) Kaloborasi dengan pemberian antibiotic 3) Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran perkemihan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan gangguan pola eliminasi urin dapat di atasi dengan K.H : a) pasien dapat berkemih > 50 – 100 cc setiap kali b) Tidak adanya hematuria Intervensi :
10
a) Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna yang tepat b) Anjurkan kepada keluarga untuk mencatat haluaran urine c) Kaloborasi dengan dokter untuk segera disunat b.
Diagnosa keparawatan post op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang dengan K.H : a) Pasien terlihat tenang Intervensi : a) b) c) d) e)
Kaji skala nyeri Ajarkan teknik distrksi kepada orang tuanya Atur posisi anak senyaman mungkin Berikan lingkungan yang nyaman Kaloborasi dengan pemberian analgesic
11
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang denga K.H : a) Tidak adanya tanda – tanda infeksi b) Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat Intevensi : a) b) c) d) e) f)
Kaji tanda – tanda infeksi Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene pribadi pasien Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada keluarga Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum berkontak dengan
pasien Kaloborasi dengan pemberian antibiotik
12
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Fimosis (phimosis) merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Ada dua macam fimosis yaitu fimosis konginetal dan didapat. 3.2 Saran Lakukan personal hygine secara bersih terutama ditekankan disini pada area kemaluan (penis), karena apabila hygine penis tidak terawatt bisa menyebabkan fimosis dan apabila terjadi tanda-tanda fimosis segera periksa ke dokter atau rumah sakit.
13
DAFTAR PUSTAKA Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC Berbagai sumber Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC Robbins dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Hariawati Hartono. Jakarta: EGC. 2004 Rudolph. Abraham M. Kelainan Urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC. 2006 Sjamsuhidajat R,dan Jong W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004
14
View more...
Comments