LAPORAN PENDAHULUAN DM.docx

September 18, 2017 | Author: PujiIndah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN PENDAHULUAN DM.docx...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT Dr. SUYOTO BINTARO

Disusun oleh: Puji Astuti Indah Rahayu 1610721043

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2016 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan, sehingga terjadi kelonjakkan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus bisa juga terjadi karena hormon insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak dapat bekerja dengan baik (Fitriana, 2016 hlm. 10). Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi (Black and Hawks, 2014 hlm. 631). Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011 hlm. 258). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relative intensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009 hlm. 624). Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes

melitus

adalah

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

peningkatan gula darah (hiperglikemia) dan disebabkan karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang di produksi. 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi diabetes melitus menurut Corwin, (2009); PERKENI, (2011) a) Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan abdolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM). (Corwin, 2009 hlm. 625). b) Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit hiperglikemia akibat resistensi insulin disertai defisiensi relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin (PERKENI, 2011 hlm. 4). Pada diabetes melitus tipe 2 meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. c) Diabetes melitus gestasional 1

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes ini membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita mengidap kelainan ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika membaik setelah persalinan, resiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah sekitar 5 tahun pada waktu mendatang lebih besar daripada normal (Corwin, 2009 hlm. 629). d) Diabetes melitus tipe lain Diabetes melitus tipe ini berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik karena penyakit lain seperti penyakit pankreas, hormonal, bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin atau sindrom genetik tertentu (PERKENI, 2011 hlm. 4). 2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus Klasifikasi etiologi diabetes melitus, menurut Black and Hawks, (2014); PERKENI, (2011); Corwin, (2009); Fitriana, (2016) a) Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes tipe 1 diperkirakan terjadi akibat dekstruksi otoimun selsel beta pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan genetik penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan yang menginisiasi proses otoimun. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella, atau sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan otoimun ini (Corwin, 2009 hlm. 625). Faktor lingkungan seperti virus tampaknya memicu proses autoimun yang merusak sel beta. Cell Antibody Islet (ICAs) muncul, jumlah meningkat selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sesuai kerusakan sel beta. Hiperglikemia puasa (peningkatan kadar glukosa darah) terjadi ketika 80-90% massa sel beta telah rusak (Black and Hawks, 2014 hlm. 632). b) Diabetes Melitus Tipe 2 Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik,

2

yang menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum teridentifikasi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua tidak dapat berespon secara adekuat terhadap insulin. Terdapat kemungkinan lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan dengan kegemukan dan rangsangan berkepanjangan reseptor reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor-reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh. Penelitian lain menduga bahwa deficit hormon leptin, yang sering disebut gen obesitas pada hewan, mungkin termasuk manusia, gagal berespons terhadap tanda kenyang, dan itulah mengapa mengapa gemuk dan menyebabkan intersensitivitas insulin (Corwin, 2009 hlm. 627). c) Diabetes Melitus Gestasional Diabetes melitus gestasional merupakan penyakit diabetes yang disebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses kehamilan (Fitriana, 2016). Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormone pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. (Corwin, 2009 hlm. 629). d) Diabetes Melitus Tipe Lain Penyebab tipe lain dari penyakit diabetes melitus ini adalah berhubungan dengan kecacatan, penyakit atau sindrom tertentu. Dalam kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel-β. Sebagian besar tanda klinisnya adalah hiperglikemia pada usia dini. Mereka sering disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Sebagai ciri adalah gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak ada cacat dalam kerja insulin. Mereka mewarisi autosomal dominan tetapi heterogen (Lim, 2014 hlm. 77). 2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

3

a. Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai predisposisi genetik. Diabetes melitus terjadi kurang dari 1%. Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu diabetes melitus tipe 1. Insiden meningkat, baik pada musim semi maupun musim gugur, dan onset sering bersamaan dengan epidemik berbagai penyakit virus. Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pankreas dan produknya. ICA dan antibodi insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi insulin. Hal ini secara pelan-pelan terus menyerang sel beta dan molekul insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak diabetes melitus. Hiperglikemia dapat timbul akibat dari penyakit akut atau stress, dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari kerusakan massa sel beta. Ketika penyakit akut atau stress terobati, klien dapat kembali pada status terkompensasi dengan durasi yang berbedabeda dimana pankreas kembali mengatur produksi insulin secara adekuat. Status kompensasi ini disebuat sebagai periode honeymoon, secara khas bertahan untuk 3-12 bulan. Proses berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk meneruskan kehidupan. Klien menjadi bergantung kepada pembeian insulin eksogen (diproduksi diluar tubuh) untuk bertahan hidup (Black and Hawks, 2014 hlm. 634). b. Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 memiliki respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor major dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Orang dengan diabetes melitus tipe 2 memiliki penurunan

sesitivitas

insulin

terhadap

kadar

glukosa,

yang

mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan 4

ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin perifer tidak jelas. Namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukan sel (Black and Hawks, 2014 hlm. 634). 2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Black and Hawks, (2014); Corwin (2009) dan Fitriana, (2016) adalah: a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urin) b. Polidipsi (peningkatan rasa haus) c. Polifagi (peningkatan rasa lapar) d. Penurunan berat badan e. Rasa lelah f. Pengelihatan kabur g. Sering kesemutan 2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tujuan penatalaksanaan menurut PERKENI, 2011 menjelaskan diabetes melitus adalah a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan proil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Secara garis besar, semua tindakan yang dapat di lakukan dalam usaha mengendalikan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. 1. Perencanaan makan Penelitian yang dilakukan oleh Trapp (2012), menjelaskan bahwa perencanaan makan seperti halnya pendekatan yang mengakibatkan penurunan berat badan, sebuah perencanaan pola makan dapat mengurangi resiko terjadinya perkembangan diabetes tipe 2. 5

2. Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220 – umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. 3. Obat berkhasiat hipoglikemik A. Insulin Menurut PERKENI tahun 2011 insulin diperlukan pada keadaan: a. Penurunan berat badan yang cepat b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis c. Ketoasidosis diabetik d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Pemberian insulin secara konvensional tiga kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat di mana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali sehari. Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar (Suyono, 2009). 4. Penyuluhan Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien

6

akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi adalah bagian integral dari asuhan perawatan pasien diabetes (Suyono, 2009). 2.1.7 Faktor Resiko Diabetes Melitus a. Faktor genetik Orang yang bertalian darah dengan orang yang mengidap diabetes lebih cenderung mengidap penyakit ini ketimbang mereka yang tidak memilikinya di dalam keluarga. Resikonya tergantung pada jumlah anggota keluarga yang memiliki diabetes semakin banyak jumlah sanak saudara yang mengidap diabetes, semakin tinggi resikonya. Ada resiko 5% untuk mengidap diabetes jika orangtua atau saudara kandung mengidap diabetes. Resikonya bisa meningkat menjadi 50% juka berat badan berlebih (Ramaiah, 2008). b. Obesitas Obesitas dapat menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh mengalami persaingan ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya, organ pankreas akan dipacu dengan keras untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga membuat organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak. Oleh karena itu, penting untuk menghindari konsumsi makanan yang tinggi kalori (Fitriana, 2016). c. Kurangnya aktivitas fisik Kurangnya aktifitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal, dan juga pankreas (Fitriana, 2016). d. Usia Resiko diabetes meningkat sejalan bertambahnya usia, terutama setelah usia 40 tahun, karena jumlah sel-sel beta di dalam pankreas yang memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur (Ramaiah, 2008). e. Stress

7

Stres adalah suatu kekuatan yang memaksa seseorang untuk berubah, bertumbuh, dan berjuang, beradaptasi atau mendapatkan keuntungan (Swarth, 2006). 2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus a. Komplikasi akut diabetes militus 1. Hipoglikemia Keadaan klinis berupa gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah atau sutu sindrom yang kompleks berawal dari suatu gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum glukosa menurun sampai tidak dapat memenuhi kebutuahan metabolik sistem saraf. Tanda hipoglikema mulai timbul bila gula darah
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF