LAPORAN PENDAHULUAN demam tifoid.docx

January 9, 2019 | Author: Vincent Nando | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN PENDAHULUAN demam tifoid.docx...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TIFOID Di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak Semester VI

Pembimbing Klinik : Ns. Wiji Tri Lestari, S.Kep Pembimbing Akademik: Ns. Meira Erawati, Msi Med

Oleh : Siti Munadliroh  NIM 22020111130099 22020111130099 PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK  PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014

DEMAM TIFOID

1. Definisi Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, typhii  (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan  penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. 1. Etiologi Etiologi dari penyakit ini antara lain: 1. Salmonella typhii 2.  Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C. 3. S typhii atau paratyphii atau paratyphii hanya  hanya ditemukan pada manusia 4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi 5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar. Salmonella typii, typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii C merupakan merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada yang belum pernah menderita tifus. 1. Patofisiologi Bakteri Salmonella typhi  typhi   bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi

dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s  Peyer’s   patch, merupakan tempat internalisasiSalmonella internalisasiSalmonella typhi. typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi  typhi  akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi  baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd retr ograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi  penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan  perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial mesenteri al dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006). 1. Manifestasi Klinik  Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada  besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada demam tifoid ti foid antara lain: 1. Anak Usia Sekolah dan Remaja Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada

minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut  bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella. 2. Bayi dan balita Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut. 3.  Neonatus Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya  berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan. 1. Pemeriksaan Penunjang 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan  pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf. 2. Pemeriksaan Laboratorium 3. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus. 1. Kimia darah Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan. 1. Imunorologi

Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. 1. Urinalis Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. 1. Mikrobiologi Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul. 1. Radiologi Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit demam yang signifikan. 1. Biologi molekuler Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. 1. Pathway Terlampir 1. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut: 1. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan dan  pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan  pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

2. Diet Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat. 3. Obat 4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah: o

Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang  berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 –  25  –  50  50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama. o

Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg BB/hari. o

Ko-trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel  –   sel darah antara lain agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi  glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom dan sindrom Stevens  Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-anak. Kotrimoksazol tidak boleh boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140). o

Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin: Penbritin, Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek sam ping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit

(rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942). 1. Obat –  Obat –  obat  obat simptomatik: o

Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)

o

Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)

o

Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan  badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.

Secara fisik penatalaksanaannya antara lain: 1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejan gDemam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan  berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu. 1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan 2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan 3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak. 4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat  berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya nai knya suhu tubuh memperoleh gantinya. 5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang 6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.

1. Proses Keperawatan 2. Pengkajian 3. Data demografi Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk Identitas kelamin Diagnosa

Nama

: :

Agama :

Tanggal

: Ruangan lahir

/

:

Suku

umur

Orangtua / penanggung jawab Nama

: :

Jenis : :

Hubungan dengan klien Alamat

: Suku

: Agama

: No. Telepon

:

:

1. Alasan datang ke rumah sakit 2. Riwayat penyakit sekarang Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan badan lemas. 2. Riwayat penyakit dahulu Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan. o

Prenatal 

Pemeriksaan rutin

Umur kehamilan 1-28 minggu

: setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36 minggu

setiap 2 minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu o

:

: setiap 1 minggu sekali

Keluhan selama hamil

Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari sebelum hamil namun  proses makan dilakukan sedikit tetapi sering. o

Riwayat terkena radiasi

Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi. o

Riwayat kenaikan berat badan selama hamil

IMT rendah <

IMT normal 18,5-

IMT tinggi 25-

IMT obesitas >

18,5

24,9

29,9

30

14 –  14 – 20 20 kg

12,5 –  12,5  – 17,5 17,5 kg

7,5 –  7,5  – 12,5 12,5 kg

5,5 –  5,5  –  10  10 kg

o

o

 Natal Tempat melahirkan

Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin o

Jenis persalinan

Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong o

Penolong persalinan

Bidan, dokter, dukun bayi. o

Komplikasi saat melahirkan

Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan o

Komplikasi setelah melahirkan

Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan

o

Post natal

o

Kondisi Neonatus

Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis secara spontan dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau dilahirkan. o

Imunisasi

Jenis

Umur

Imunisasi

0

1

2

3

4

5

6

7

BCG Hepatitis 1 Hepatitis 2 Hepatitis 3 DPT 1 DPT 2 DPT 3 Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4 Campak

o

Pertumbuhan Fisik

Berat badan: 2500 –  2500 –  4000  4000 gram Tinggi badan: ±50 cm o

Perkembangan tiap tahap

8

9

10

11

12

Berguling

: 6 bulan Duduk

Berdiri

: 10 bulan Berjalan

: 7 bulan Merangkak

: 8 bulan

: 10 bulan

3. Riwayat penyakit keluarga Genogram

Keterangan:

:

sudah

meninggal

laki

:

atap

:

perempuan

perkawinan

:

:

laki-

tinggal

satu

: keturunan : Klien / An. A

1. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson 2. Kebutuhan Oksigenasi Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya . Berapa denyut nadi klien . Rentang normal berkisar antara 80  –   120 kali permenit untuk dewasa. 120-130 kali permenit untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan normal berkisar antara 20-24 kali permenit untuk dewasa. 30-40 kali permenit untuk anak-anak. Apakah klien mengalami sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien menggunakan alat bantu pernapasan. Berapa frekuensi  pernapasan dan denyut nadi klien.

Apakah klien terlihat kesulitan ketika bernapas,

kedalaman napas klien normal atau tidak. 2. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat dikaji: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah sakit. Apakah klien lemas atau sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit. Tabel Tingkat Kemandirian Kemampuan Perawatan Diri

0

1

2

3

4

Makan/minum Toileting Berpakaian Mobilitas di tempat tidur Berpindah Keterangan : 0 = mandiri alat bantu

3 = dibantu orang lain dan alat 1 = dengan 4 = tergantung total 2 = dibantu orang lain

3. Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit  No

Pembanding

Sebelum Sakit

Saat Dikaji

Mandi

Berapa

kali

Berapa kali sehari

hari

Berapa hari sekali

kali

Berapa kali sehari

kali

Berapa kali sehari

kali

Berapa kali seminggu

sehari Keramas

Berapa sekali

Ganti pakaian

Berapa sehari

Sikat gigi

Berapa sehari

Memotong

Berapa

kuku

seminggu

4. Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum sakit: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur. Saat dikaji: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur. 5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Klien terpasang saluran infus dengan cairan apa. Pembanding

Sebelum sakit

Saat dikaji

Frekuensi makanan

Berapa kali sehari

Berapa kali sehari

Jumlah makanan

Berapa porsi, habis

Berapa porsi, habis

atau tidak

atau tidak

Apa makanan yang

Apa makanan yang

dikonsumsi.

dikonsumsi.

Adakah

Adakah

Jenis makanan

Alergi makanan

 Nafsu makan

makanan

makanan

yang menyebabkan

yang menyebabkan

klien alergi

klien alergi

Baik/

Baik/

 berkurang/buruk

 berkurang/buruk

Berat Badan

Berapa kg

Berapa kg

Tinggi Badan

Berapa Cm

Berapa Cm

Makanan Pantangan

Adakah

makanan

 pantangan Kebiasaan minum

Berapa

Jenis minum

Perasaan haus

Adakah

makanan

 pantangan gelas

Berapa

gelas

 perhari

 perhari

Apa minuman yang

Apa

dikonsumsi

yang dikonsumsi

Biasa/

Biasa/ bertambah/

bertambah/

 berkurang

minuman

 berkurang

6. Kebutuhan Eliminasi BAB Pembanding

Sebelum sakit

Saat dikaji

Frekuensi

Berapa kali sehari

Berapa kali sehari

Warna

Apa warna dari feses

Apa warna dari feses

Bau

Normal

berbau

 Normal berbau amoniak

amoniak Konsistensi

Padat/cair/keras

Padat/cair/keras

Pembanding

Sebelum sakit

Saat dikaji

Frekuensi

Berapa kali sehari

Berapa kali sehari

Warna

Kuning jernih/pekat

Kuning jernih/pekat

Bau

Amoniak (normal)

Amoniak (normal)

Perasaan

Sakit atau tidak

Sakit atau tidak

BAK

7. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif Penglihatan

: Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari. Bisa melihat

 jarak jauh dan dekat dengan jelas atau tidak. Pendengaran

: Apakah klien masih dapat

mendengar dengan jelas, dan tidak mengeluh masalah pendengarannya. Apakah klien bisa mendengar suara pelan seperti bisikan dan suara yang keras. Penciuman

: Apakah

klien masih dapat mencium bau-bauan dan tidak ada masalah dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium bau busuk dan harum atau tidak. Pengecapan dapat membedakan rasa pahit, manis, asam dan asin. Perabaan

: Apakah klien masih : Apakah klien bisa

merasakan sensasi ketika disentuh ataupun dicubit. 8. Kebutuhan Termoregulasi Adakah demam pada klien dan berapa suhunya . Suhu normal 36-36,5 oC untuk dewasa. 36,5oC –  37,5  37,5oC untuk anak-anak. 9. Kebutuhan Konsep Diri Citra tubuh

: Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya. Identitas

klien sudah mengetahui identitas dirinya. Harga diri

: Apakah

: Apakah klien sudah mengetahui

tentang harga dirinya. Klien percaya diri atau masih malu. Peran

: Apakah klien

sudah mengetahui mengenai peran dirinya. Bagaimana peran klien dalam kehidupan seharihari. Ideal Diri

: Bagaimana ideal diri klien. Klien ingin cepat sembuh.

1. Kebutuhan Stress Koping Sebelum sakit: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain. Saat dikaji: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain. 1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Jika klien mempunyai keluhan nyeri, kaji nyeri klien dengan pengkajian PQRST. P :  penyebab rasa nyeri Q : seperti apa kualitas nyeri ; tersayat, terbakar,diremas-remas dll. R : dimana nyeri dirassakan S : berapa skala nyeri (0-10) T : kapan nyeri dirasakan 2. Kebutuhan Seksual –  Seksual –  Reproduksi  Reproduksi Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah kebutuhan seksual-reproduksi klien 3. Kebutuhan Komunikasi –  Komunikasi  –  Informasi  Informasi Sebelum sakit : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya. Saat dikaji : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya. 4. Kebutuhan Rekreasi –  Rekreasi –  Spiritual  Spiritual A. Rekreasi

Sebelum sakit : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya.

Apakah

klien

biasa

berwisata

dengan

keluarga

atau

orang

di

lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya. Saat dikaji : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya. Apakah klien  biasa berwisata dengan keluarga atau orang di lingkungannya. lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya. 1. Spiritual Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. 1. Pemeriksaan fisik 2. Pengkajian Umum A. Tingkat Kesadaran Eyes

Motorik

Spontan

4

Dengan perintah

3

Rangsangan nyeri

2

Tidak berespon

1

Menurut perintah

6

Melokalisasi

nyeri

5

menghindari

4

(menunjuk) Reaksi nyeri

Verbal

Fleksi abnormal

3

Ekstensi abnormal

2

Tidak berespon

1

Terorientasi

5

Bingung

4

Kata-kata

tidak

3

dimengerti Suara tidak jelas

2

Tidak berespon

1

Keterangan : Compos mentis : 14-15 Apatis

: 12-13 Somnolen

Delirium

:3

: 7-9 Sporo coma

: 4-6 Coma

: 10-11

1. Keadaan Umum A. Tanpa dehidrasi : baik, sadar B. Dehidrasi ringan / sedang : gelisah, rewel C. Dehidrasi berat : lesu, lunglai / tidak sadar 2. Tanda-tanda Vital 1. Suhu : 36,5 oC –  37,5  37,5oC untuk anak-anak. 36  oC -36,5 oC untuk dewasa. 2.  Nadi :120-130 kali per menit untuk untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit untuk untuk dewasa. 3. RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.

2. Antropometri o

LILA

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Klasifikasi

Batas Ukur

Wanita Usia Subur

KEK

< 23,5 cm

 Normal

23,5 cm

Bayi Usia 0-30 hari

KEP

< 9,5 cm

 Normal

9,5 cm

Balita

KEP

< 12,5 cm

 Normal o

IMT

12,5 cm

IMT = Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2

IMT

Status Gizi

Kategori

< 17.0

Gizi

Sangat

Kurang

Kurus

 – 

Gizi Kurang

Kurus

 – 

Gizi Baik

Normal

 – 

Gizi Lebih

Gemuk

Gizi Lebih

Sangat

17.0 18.5 18.5 25.0 25.0 27.0 > 27.0

Gemuk

o

Z-score

Z-score = BB –  BB –  Median  Median BB/U SD reference  Nilai Z-Score

Klasifikasi

Z-score Z-score ≥ +2  +2 

Obesitas

+1 ≤ Z-score Z-score < +2

Gemuk

-2 ≤ Z-score < +1

 Normal

-3 ≤ Z-score Z-score < -2

Kurus

Z-score < -3

Sangat Kurus

3. Pengkajian head to toe 4. Pemeriksaan Kepala

I: bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat benjolan pada kepala atau tidak, kulit kepala bersih/kotor, rambut tebal/tipis dan lurus/kriting, distribusi rambut merata atau tidak dan berminyak atau tidak. Pa: adakah nyeri tekan. 1. Pemeriksaan Mata I: Apakah memakai alat bantu penglihatan. Terdapat kantung mata atau tidak. Kelopak mata : simetris kanan dan kiri atau tidak, adakah lesi, apakah penyebaran rambut alis merata. Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak Kornea :  jernih atau keruh Pupil dan iris : ukuran pupil isokor kanan kiri atau tidak. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua mata klien. 1. Pemeriksaan Hidung I: bentuk hidung klien kecil/besar, warna kulit sama dengan warna bagian wajah lain atau tidak. Adakah deviasi atau pembengkakan tulang hidung, lubang hidung simetris kanan kiri atau tidak. Apakah terdapat secret dan pelebaran nares. Pa: Adakah nyeri tekan pada batang dan jaringan lunak hidung. 1. Pemeriksaan Mulut I : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab, mukosa pucat/kering/lembab. Berapa jumlah gigi klien. Apakah terdapat bau mulut, pembesaran tonsil dan permukaan lidah kotor/bersih. Pa : Adakah nyeri tekan pada kedua dinding mulut. 1. Pemeriksaan Telinga I: Apakah posisi telinga simetris kanan dan kiri, kulit bersih, liang telinga kotor/bersih. Apakah menggunakan alat bantu pendengaran dan adakah benjolan. Pa: Adakah nyeri tekan  pada kedua telinga klien. 1. Pemeriksaan Leher I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi terdapat terdapat nyeri atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan, benjolan dan  pembesaran kelenjar tiroid. 1. Pemeriksaan dada dan paru I : Apakah bentuk bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest. Ekspansi Ekspansi dada simetris atau tidak. Pa: Apakah Apakah vokal fremitus fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah kanan. Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun belakang. Pe : apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru. Au : Apakah terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau crackles 1. Pemeriksaan jantung

I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah terdengar bunyi  pekak. Dilakukan untuk mengetahui batas jantung Pa: Adakah nyeri tekan. Au : Bunyi  jantung 1 = Bunyi jantung jantung 2. Apakah terdapat bunyi bunyi mur-mur. 1. Pemeriksaan Abdomen I : Apakah perut buncit, warna warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya, bersih/kotor dan terdapat jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah umbilikus mengalami inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak. Au : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe : Apakah terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah terdapat nyeri tekan. 1. Pemeriksaan Genetalia I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area genetalia atau tidak. Pa : Adakah nyeri tekan 1. Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5

55

5

1. Pemeriksaan Ekstremitas Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif  pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin. Bawah: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin. 1. Pemeriksaan kulit dan kuku I: Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat/tidak . Adakah edema dan bagaimana elastisitas

kulit

dan

kebersihan

kuku.

P:

Adakah

nyeri

tekan.

Berapa capilary

refill time normalnya time normalnya < 3 detik 1. Analisa Data Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul antara lain: 1. Hipertemia (00007) DS : Ibu klien mengatakan anaknya panas DO : 1. Suhu tubuh klien lebih dari 36,5 0C 2. Kulit terasa hangat 3. Kulit terlihat kemerahan 4.  Nadi klien lebih dari batas normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah (>140x/menit), di bawah 3 tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}

5.  Nafas

klien

lebih

dari

batas

normal

{anak-anak (>30x/menit), prasekolah

(>34x/menit), di bawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)} 6. Terjadi kejang 7. Kekurangan volume cairan (00027) DS : 1. Ibu klien mengatakan anaknya susah minum 2. Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus DO : 1. Bibir klien terlihat pecah-pecah 2. Mukosa klien kering dan pucat 3. Penurunan tugor kulit 4. Kulit klien terlihat lembab 5. Peningkatan konsentrasi urin 6. Klien terlihat lemas 7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) DS : 1. Ibu klien mengatakan anaknya susah makan 2. Klien mengatakan anaknya mengalami muntah DO : 1. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina 2. Berat badan klien mengalami penurunan 3. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan 4. Membra mukosa klien pucat 5. Adanya sariawan 6. Klien tanpak menghindari makanan

1. Rencana Keperawatan  No

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC:

NIC: Temperature

Keperawatan Hipertermia (00007)

1.  Hidration

regulation (pengaturan

2.  Adherence behavior 

suhu)

3.  Immune status

1. Monitor

suhu

4.  Risk control 

minimal tiap dua

5.  Risk detection

 jam 2. Rencanakan

Kriteria hasil:

1. Keseimbangan antara

monitoring

produksi

 panas, panas yang diterima,

dan

kehilangan panas 2. Seimbang  produksi

dan

secara kontinyu 3. Monitor tekanan darah,

nadi

dan respiratory

antara

rate

panas,

4. Monitor

 panas yang diterima, diteri ma, kehilangan

suhu

warna

dan suhu kulit 5. Monitor

tanda-

 panas selama 28 hari

tanda

 pertama kehidupan

dan hipotermi

3. Keseimbangan asam

6. Tingkatkan intake

 basa bayi baru lahir 4. Temperature stabil : 36,5 –  36,5 –  37,5°C  37,5°C

hipertermi

cairan dan nutrisi 7. Selimuti untuk

pasien

mencegah

5. Tidak ada kejang

hilangnya

6. Tidak ada perubahan

kehangatan tubuh

warna kulit

8. Ajarkan

7. Pengendalian risiko: hipertermia

hipotermia

 proses menular

keletihan

akibat

9. Diskusikan tentang

10. Pengendalian risiko:

matahari

mencegah

 panas

9. Pengendalian risiko:

 paparan

orang tua pasien cara

8. Pengendalian risiko:

pada

sinar

 pentingnya  pengaturan

suhu

dan kemungkinan efek negative dari kedinginan

10. Beritahu

tentang

indikasi terjadinya keletihan

dan

 penanganann emergency

yang

diperlukan 11. Ajarkan

indikasi

dari

hipotermia

dan

penanganan

yang

diperlukan

yang diperlukan 12. Berikan

anti

 piretik

jika

diperlukan 13. Kekurangan volume (00027)

lui d ma manageme nagement  NIC F luid

NOC

cairan

1.  Fluid balance

1. Timbang

2.  Hydration

 jika perlu

3.  Nutritional

status:

 food and fluid intake

1. Mempertahankan

catatan intake dan

usia

yang

akurat

urine output sesuai

 berat

2. Pertahankan

output

Kriteria hasil:

dengan

popok

dan

badan, berat

3. Monitor hidrasi

(kelembaban

 jenis urine normal ,

membrane

HT normal

mukosa,

2. Tekanan darah, nadi,

status

nadi

adekuat, tekanan

suhu tubuh dalam

darah

 batas normal

 jika diperlukan

3. Tidak

ada

tanda-

ortostatik)

4. Monitor vital sign

tanda elastisitas

dehidrasi, turgor

5. Monitor masukan makanan

atau

kulit baik, membran

cairan dan hitung

mukosa

lembab,

intake

tidak ada rasa haus

harian

yang berlebihan.

kalori

6. Kolaborasikan  pemberian cairan IV 7. Berikan cairan IV  pada

suhu

ruangan 8. Dorong masukan oral 9. Berikan nasogastrik sesuai output 10. Dorong keluarga untuk membantu  pasien makan 11. Tawarkan makanan

ringan

(jus buah, buah segar) untuk anak usia

bermain

sampai remaja/dewasa 12. Kolaborasi dengan apabila diperlukan transfusi

H ypovo ypovolem lemii a management 

dokter

1. Monitor cairan

status termasuk

intake dan output cairan 2. Pelihara IV line 3. Monitor

tingkat

Hb dan Ht 4. Monitor

tanda

vital 5. Monitor  pasien

respon terhadap

 penambahan cairan 6. Monitor

berat

 badan 7. Dorong atau

pasien

orang

 pasien

tua untuk

menambah intake oral 8. Pemberian cairan IV monitor untuk mengindikasi adanya tanda dan gejala volume

kelebihan cairan

yang diberikan 9. Monitor

adanya

tanda gagal ginjal 10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

NOC:

1.  Nutritional status

NIC Weight

 Ma  M anage nagem ment (1260) (1260)

kebutuhan (00002)

tubuh

2.  Nutritional  Food

status:

and

1. Bina

fluid

hubungan

dengan

intake

keluarga

klien

3.  Nutritional

status:

2. Jelaskan keluarga

nutrient intake

klien

4. Weight control 

mengenai

 pentingnya  pemberian

Kriteria Hasil:

1. Adanya peningkatan

makanan,

 berat badan sesuai

 penambahan berat

dengan tujuan

 badan

2. Berat

badan

ideal

dan

kehilagan

sesuai dengan tinggi

berat

 badan

 badan

3. Jelaskan

kelurga

3. Mampu

klien

tentang

mengidentifikasi

kondisi

kebutuhan nutrisi

 badan klien

4. Tidak

ada

tanda

4. Jelaskan

malnutrisi

dari

5. Menunjukan fungsi

 pengecapan

dari

kekurangan

5. Berikan motivasi keluarga

menelan

 penurunan

resiko

 berat badan

 peningkatan

6. Tidak

berat

klien

untuk terjadi

meningkatkan

berat

 badan yang berarti

 berat badan klien 6. Pantau

porsi

makan klien 7. Anjurkan

klien

makan teratur

DAFTAR

PUSTAKA Cahyono,

J.B.

Suharyo

B.

2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan  Program Strata I Fakultas Bioeksata. Bioeksata . Jakarta : EGC Muslim. 2009. Patofisiologi 2009.  Patofisiologi untuk

 Keperawatan .  Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013.  Aplikasi Asuhan  Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC . Jakarta: Mediaction Publishing Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran 2007.  Kedokteran Klinis. Klinis . Jakarta : Erlangga Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012.  Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Tropis. Jakarta: IDAI Sukandarrumidi. 2010. Bencana 2010.  Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta: Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, 2004.  Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team Elsevier. 2013.  Ferri’s Cli nical

Advisor 2013: 5

 Books in 1.  1.  Philadelphia: Elsevier, Inc. Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat   –  Obat Penting:Khasiat, Penggunaan, dan Efek  –  Efek  Efek Sampingnya, Ed. Ke  –  6   6 . Jakarta : EGC Weller,

Barbara

F.

2005. Kamus 2005. Kamus

Saku

Perawat .

Jakarta:

EGChttp://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik  EGChttp://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik .  diakses pada hari Senin, 3 Maret 2014, 16:05 WIB.

Asuhan Keperawatan dengan Thypoid Fever BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ). Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. (http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)) Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari pen yakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan pen yediaan sarana air yang  baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini. (http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html))

Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh  bagian dunia. Penyebarannya Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan. Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anakanak. Orang dewasa seringmengalami dengan geja la yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat  pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12 –  12 –  29  29 tahun 70 –  70  –  80  80 %,30 –  %,30  –  39  39 tahun 10 –  10  –  20  20 %, > 40 tahun 5 –  5  –  10  10 %. (http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)) B. Ruang Lingkup Penulisan Adapun ruang lingkup penulis dalam karya tulis ilmiah adalah tentang asuhan keperawatan  pada klien dengan diagnosa medis Typhoid Typhoid Fever di Ruang Isolasi (H) RumahSakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak. Dengan lama perawatan selama 3 hari dari tanggal 16 April 2012 - 18 April 2012. Karya tulis iliah dibahas dan dilakukan dengan pendekatan keperawatan yang komprehensif.

C. Tujuan Penulisan Tujuan Umum: Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut : Diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu. Tujuan khusus: a. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dan teori keperawatan klien dengan  penyakit Typhoid Fever. Fever.  b. Memberikan asuhan keperawatan secara tepat melalui dari tahap pengkajian,  perumusan dari diagnosa keperawatan, pembuatan rencana tindakan, tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi terhadp tindakan dan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.

c. Menggunakan sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat dengan khusus yang ada dilapangan. d. Mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typhoid Fever RuangIsolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak.

D. Metode Penulisan Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskrptif yaitu dengan mengungkapkan faktor-faktor dan data yang didapat.dapun cara-cara pengumpulan data yang di gunakan adalah sebagai berikut: 1. Studi kepustakaan yaitu Menggunakan literatur-literatur kepustakaan yang berhubungan dengan konsep dasar dan asuhan keperawatan keperawata n pada klien dengan penyakit Typhoid Fever serta bahan-bahan kuliah selama di Akademi Keperawatan Pemda Ketapang. 2. Studi kasus yaitu Berdasarkan pengkajian kasus yang dilakukan dilapangan pada  pasien Ny.B.dengan Typhoid Typhoid Fever serta pemberian asuhan langsung. E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah: Bab I : Terdiri dari, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah terjadinyaTyphoid Fever, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II : Terdiri dari, menjelasakan menjelasakan konsep teori tentang Tyhpoid Fever dan Asuhan Keperawatan. Bab III : Terdiri dari, dari, menguraikan laporan kasus Bab IV : Terdiri dari, menguraikan tentang pembahasan dari hasil laporan kasus Typhoid Typhoid Fever pada klien Ny. B Bab V : Terdiri dari, penutup, kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Pada bab ini akan akan menguraikan konsep konsep dasar Typhoid Fever serta dengan asuhan keperawatan secara teoritis. 1. Definisi Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya m engenai saluran pencernaan dengan segala deman, gangguaan pada saluran pencernaan.(Mansjoer, 2002,; 432) Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ). Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat jasmanidanrohani.blogspot.com))  jasmanidanrohani.blogspot.com Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu  penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. 2. Anatomi Fisiologi

a. Mulut Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua ba gian yaitu: 1) Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2) Bagian dalam/rongga mulut.  b. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan m enghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). c. Esofagus Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila maknan melewatinya. d. Lambung Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis t engah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas sekitar 1500 ml. Intlet ke lambung disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus , disebut sfringter esofagus bawah atau springter kardia. Yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedala m empat bagian anatomi: kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilarus ( outtlet). e. Springter piloris Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara la mbung dan usus halus. f. Usus halus Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan  berakhir pada seikum, dengan panjangnya panjangnya kurang lebih 2 m. Lapisan usus halus terdiri dari: 1) Lapisan mukosa 2) Lapisan otot 3) Lapisan serosa (luar) Usus halus terdiri dari 2 bagian yaitu: 1) Duodenum (usus duabelas jari) Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. 2) Yeyunum dan ileum Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah ill eum berhubungan dengan perantaraan lubang yang bernama orifisim illeoseikal.

Fungsi usus halus: 1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap diserap melalui kapiler oleh darah dan saluran limpa. 2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino. 3) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida. Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain: 1) Entero kinase, mengaktifkan enzim proteolitik. 2) Eripsin, menerima protein menjadi asam amino. g. Usus besar Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus besar terdiri dari (dari dalam keluar): 1) Selaput lendir 2) Lapisan otot

3) Lapisan ikat 4) Jaringan ikat Fungsi usus besar: 1) Menyerap air dari makanan 2) Tempat tinggal bakteri coli 3) Tempat feses Usus besar terdiri dari 7 bagian: 1. Sekum 2. Kolon asenden Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya kurang lebih 13 cm. 3. Apendik (usus buntu) Sering disebut umbai cacing dengan panjang kurang lebih 6 cm 4. Kolon tranversum Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38 cm. 5. Kolon desenden Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan  panjangnya kurang lebih 25 cm. 6. Kolon sigmoid Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf ‘S’, ujung bawah  berhubungan dengan rektum. 7. Rektum Terletak di bawah kolon sigmoid si gmoid yang menghubungkan menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

3. Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber  penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. 4. Patofisiologi Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam  jaringan limpoid ini kuman berkembang berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan

merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

PATHWAY TYPHOID Salmonella typhosa Saluran pencernaan Diserap oleh usus halus Bakteri memasuki aliran darah sistemik  Pendarahan dan Nyeri perabaan Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin usus halus Perforasi Mual/tidak nafsu makan Resiko kurang volume cairan Perubahan nutrisi

 Sumb  Sumber : Suri Sur i adi & R ita Y uliani, uliani, 200 2001. 1. 5. Manifestasi Klinis Masa tunas typhoid t yphoid 10 –  10 –  14  14 hari a. Minggu I  pada umumnya demam berangsur berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.  b. Minggu II  pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran 6. Kompikasi a. Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perporasi usus 3) Ilius paralitik  b. Komplikasi extra intestinal 1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis. 2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis. 5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis. 6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid t yphoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada  batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

 b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tet api dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. t yphoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : 1) Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakte remia berlangsung. 2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang  pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan biakan darah dapat positif kembali. 3) Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. 4) Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara a ntara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).  b) Aglutinin H, yang dibuat dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan  positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor –  Faktor –  faktor  faktor yang mempengaruhi uji widal : a. Faktor yang berhubungan dengan klien : 1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. 2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: pen yakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. 3. Penyakit –  Penyakit –  penyakit  penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. 4. Pengobatan dini dengan antibiotika antibiotika : pengobatan dini dengan obat obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. 5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. 6. Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah sudah dilemahkan ke dl tubuh manusia)dengan manusia)dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, ti ter aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab it u titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 7. Infeksi klien dengan dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. 8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang  pernah tertular salmonella di masa lalu.  b. Faktor-faktor Teknis 1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung mengandung antigen O dan H yang yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies spesi es dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat  bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain. Penataksanaan a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.  b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. c. Diet. d. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein. e. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. f. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. g. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. h. Obat-obatan.

i.  j. k. l.

Klorampenikol Tiampenikol Kotrimoxazol Amoxilin dan ampicillin

B.

Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek aspek pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien memasuki system pelayanan kesehatan, perawat menggunakan dengan langkah-langkah pada proses keperawatan, mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah. Kebutuhan diagnose keperawatan) menetapkan tujuan-tujuan mengidentifikasi hasil dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil serta tujuan ini. (Doengoes : 2000). Proses keperawatan terdiri dari: 1. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatiakn antara lain: Faktor Presipitasi dan Predisposisi Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan,  jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor  predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas tentang masalah kesehatan/ proses keperawatan yang actual dan potensial (Doengos, dkk.:2000). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah : a. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah  b. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah c. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi d. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik e. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive f. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat Perencanaan Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan dalam proses keperawatan adalah metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fas e yaitu menentukan prioritas, merumuskan tujuan dan membuat intervensi keperawatan. Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan  pada klien dengan typhoid, typhoid, adalah sebagai berikut: Diagnosa. 1

Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah. Tujuan Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi Kriteria hasil Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada Intervensi Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan  peningkatan suhu tubuh, tubuh, pantau intake dan output output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari  pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam  pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa. 2 Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi Kriteria hasil  Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat. Intervensi Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah  baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik seperti (ranitidine). Diagnosa 3 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi Tujuan Hipertermi teratasi Kriteria hasil Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid. Intervensi Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik. Diagnosa 4 Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan Kebutuhan sehari-hari terpenuhi Kriteria hasil Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot. Intervensi Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan baran g barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi. Diagnosa 5 Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive Tujuan Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris. Intervensi Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi. Diagnosa 6 Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat Tujuan Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan. Intervensinya Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri  pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk  bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam se tiap tindakan yang dilakukan pada klien Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan Potter dan Perry (1999) pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari dengan kata lain pelaksanaan mencangkup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.

Evaluasi

Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang t entang Carpenito dan Moyet (2007) sedangkan menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah tindakan memeriksa setiap aktivitas dan apakah hasil yang diharapkan telah tercapai. Adapun tipe-tipe evaluasi yang harus perawat lakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien meliputi : evaluasi masalah kolaboratip yaitu mengumpulkan data yang telah dipilih, membandingkan data untuk mencapai data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal. Evaluasi diagnosis keperawatan dan peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari status perencanaan keperawatan dan hasil yang di dapat. Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang  penyakitnya.

BAB III LAPORAN KASUS

Pada bab tiga ini penulis akan membahas laporan kasus pada Ny.B dengan gangguan system pencernaan : Typhoid Fever diruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak A. Pengkajian 1. Identitas Klien  Nama : Ny. B Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 33 tahun Agama : Islam Pendidikan : SD Alamat : Jl. Adisucipto Pontianak, Ststus perkawinan : Janda Suku Bangsa : Melayu Pekerjaan : Karyawan Swasta Ruangan Rawat : Ruangan Isolasi (H) Dianosa medis : Typoid Fever Tanggal Masuk : 11 April 2012 Tanggal Pengkajian : 16 April 2012  No. RM : 587827 Jam Pengkajian : Jam 08.00 WIB. 2. Riwayat Kesehatan Klien a.  Kesehatan Masa Lalu : Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag dan malaria. b.  Riwayat Kesehatan Sekarang : 1) Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit : Klien mengatakan muntah ± 5 x dalam sehari dan demam sejak 6 hari yang lalu, pusing (berputar-putar), sesak nafas, typus, menggigil. 2) Keluhan waktu di data :

Klien mengatakan menggigil, nafsu makan berkurang, mual dan muntah, nyeri pada ulu hati saat bergerak. P : Nyeri pada abdomen Q : ditusuk-tusuk R : Nyeri pada epigastrium S : 6 (sedang) T : Berkala tak menentu c.  Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit keturunan. d.

Struktur Keluarga / Genogram

Keterangan Laki-laki : Perempuan : Pasien : Meninggal : Tinggal satu rumah : e.  Data Biologis 1) Pola nutrisi Di rumah : Klien mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan menu makanan  berbeda. BB 48 kg Di rumah sakit : Klien mengatakan makan dengan porsi ditentukan di RS sangatlah tidak nyaman baginya dan terasa mual dan muntah saat makan, klien hanya menghabiskan makan 4-6 sendok saja. BB 46 kg 2) Pola minum Dirumah : Klien mengatakan minum 7-8 gelas/ hari. Dirumah sakit : Klien mengatakan hanya minum 1-3 gelas/ hari hari 3) Pola eliminasi Di rumah : Klien mengatakan biasanya BAB ± 1-2 kali perhari dan BAK ± 3-4 kali  perhari. Di rumah sakit : Klien mengatakan selama di RS BAB hanya ± 2-3 kali dalam seminggu dan BAK ± 2-3 kali perhari. 4) Pola istirahat dan tidur Di rumah : Klien mengatakan tidur pada malam hari ± 8 jam dan sering terbangun dikarenakan nyeri pada ulu hati. Di rumah sakit : Klien mengatakan tidur tidak lama ± 5-6 jam saja karena klien merasa gelisah dan merasakan nyeri pada ulu hati. 5) Pola kebersihan

Di rumah : Klien mengatakan mandi 2-3 kali sehari dengan menggunakan sabun dan shampo. Di rumah sakit : Di rumah sakit klien klien mengatakan mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok gigi. 6) Pola aktivitas Di rumah : Klien mengatakan aktivitas dirumah membersihkan perkarangan rumah sebagai rutinitas tiap pagi dan ikut gotong royong dengan warga (bakti social).. Di rumah sakit : Klien mengatakan hanya bisa terbaring lemah, makan dan minum saja.Skala aktivitas 2 (50% dibantu)  f.  Pemeriksaan Fisik  1. Keadaan umum : Klien lemah 2. Kesadaran : Compos Mentis GCS = 15 E:4 M:5 V:6 3. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit S : 38 °C BB : 46 kg

N : 102 x/menit

4. Pemeriksaan Persistem : a) Sistem Pernafasan Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum pergerakan paru kanan dan kiri normal dengan frekuensi 20 kali/ menit . Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, pada sinus prontalit maksilanus nyeri tekan tidak ada Perkusi : Bunyi resonan pada lapang dada. Auskultasi : Normal  b) Sistem Kardiovaskuler: Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atau kiri Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit Perkusi : Tidak terdengar suara pekak Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-), Murmur (-). c) Sistem Persyarafan 1) Nervus olfaktorius : Penciuman Normal 2) Nervus optikus : Penglihatan klien normal dan jelas 3) Nervus okulomotorius. : Pergerakan Pergerakan bola mata klien normal dan klien tidak  juling 4) Nervus trochlearis : Normal 5) Nervus trigeminus : Normal 6) Nervus abdusen : Sensasi wajah baik dan normal 7) Nervus fasialis : Gerakan otot wajah klien baik 8) Nervus vestibulokoklealis : Normal 9) Nervus glasofaringius : Rasa ; Normal 10) Nervus vagus : Reflek menelan baik 11) Nervus aksesorius : Gerakan otot baik 12) Nervus Hipoglosus : Gerakkan lidah baik d) Sistem Pencernaan Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati skala 5 Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus 20 x/m e) Sistem Perkemihan Inspeksi : Klien mengatakan bentuk alat kelaminnya normal. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada vesita urinaria f) Sistem Pengindraan (1) Mata Inspeksi : Bentuk simetris, konjungtiva berwarna merah muda penglihatan baik, tidak ada alat bantu penglihatan. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan (2) Hidung Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan (3) Pendengar Inspeksi : Bentuk simetris terdapat serumen, dengan pendengaran baik Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan (4) Pengecap Inspeksi : Mukosa bibir lembab, bibir simetris dan tidak terlihat bercak putih atau kotor. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher dan reflek menelan (5) Peraba Inspeksi : Tidak ada kelainan Palpasi : Klien bisa membedakan antara panas dan dingin g) Sistem Endokrin Pembesaran kelenjar thiroid Pemebesaran kelenjar getah bening Hiperglikemia Hipoglikemia

: Tidak ada pembesaran : Tidak ada pembesaran : tidak ada masalah : tidak ada masalah

k) Sistem Muskulokeletal dan integument a. Atas : Pada tangan kiri terpasang infuse RL 20 tpm.  b. Bawah : Tidak ada oedema pada tangkai, kekuatan otot kiri. kiri. kanan. Kekuatan otot: 5 5 5 5 l) Sistem Integumen Inspeksi : Warna kulit kuning langsat, kulit bersih tidak keriput Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan kulit tidak kasar.  g.

 Data Psikologis 1) Status emosi : 2) Konsep diri :

3) Gaya komunikasi : 4)

Pola

Klien selalu sabar dengan penyakit yang di derita. Klien selalu tetap pada penderitaanya dalam  bekerja, klien bangga dengan pekerjaanya selama ini karena dapat membantu keluarga. Klien berkomunikasi dengan baik dan menggunakan bahasa melayu. Pola interaksi klien baik,mudah diajak bicara dengan keluarga, perawat, maupun orang lain. Klien tampak sedikit cemas dengan kondisi  penyakit yang dialaminya. Keluarga klien selalu

h.

interaksi

:

5) Pola koping

:

sabar dan selalu memberikan support dan berdoa untuk kesembuhan klien.

 Data Sosial  1. Pendidikan dan pekerjaan : 2.

Hubungan sosial

3. Faktor sosiokultural 4. Gaya hidup

:

:

:

Klien tamatan SD dan bekerja di  bidang swasta. Klien selalu ramah dengan tetangga dan orang disekitar lingkunganya. Tradisi dalam keluarga tidak ada yang  bertentangan dengan kesehatan. Tidak ada kebiasaan klien yang dapat merugikan kesehatan, seperti klien tidak merokok, tidak minum-minuman  beralkohol

i.  Data Spiritual  Klien beragama islam, dan klien rajin sembahyang atau sholat tepat waktu  j.  Data Penunjang (Laboratotium, (Laboratotium, Radiologi) Sewaktu April 2011 Jenis pemeriksaan Hasil WBC 6,2 k/ul Lym 2,3 k/ul MID 0,3 k/ul Gra 3,6 k/ul Lym % 37,8 % k. · · ·

 Pengobatan RL Cefotaxime Ranitidin

: 20 tetes/menit : 3 x 1 gr/iv : 3 x 4 gr/iv

Normal 4,0 –  4,0 –  12,0  12,0 k/ul 2,0 –  2,0 –  8,0  8,0 k/ul 1,6 –  1,6 –  5,0  5,0 k/ul 0,1 –  0,1 –  1,0  1,0 k/ul 50,0 –  50,0 –  80,0  80,0 k/ul

· · ·

Ondansetron Paracetamol Antrain

: 3 x 1 gr/iv : 3 x 1 tablet : 2 x 1 amp/iv

l) Analisa Data  No Data Etiologi 1 Ds : Klien mengatakan demam Proses sudah 6 hari  perjalanan TTV :  penyakit TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit  N : 102 x/menit S : 38 °C Do : Klien terlihat lemah dan gelisah 2 Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu Peningkatan hati asam lambung P : Nyeri pada abdomen Q : ditusuk-tusuk R : Nyeri pada epigastrium S : 6 (sedang) T : Berkala tak menentu Do: Klien terlihat meringis Klien gelisah 3 Ds : Klien mengatakan nafsu makan Anoreksia  berkurang, terasa mual dan muntah Do : - Klien tampak mengeluh dan meringis - BB sebelum masuk 48 kg - BB Sesudah masuk 46 kg - Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan

Masalah Hipertermi

 Nyeri epigastrium

Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

B. Diagnosa Keperawatan Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya perumusan diagnosa keperawatan adapun diagnose yang muncul pada Ny. B dengan Hipertensi diruangan Isolasi (H) Di Rumah Rumah Sakit Umum Daerah Daerah Dokter Soedarso Pontianak adalah: Pontianak adalah: 1. Hipertermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit Do : Klien terlihat lemah dan gelisah Ds : Klien mengatakan demam sudah 6 hari TTV : TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit  N : 102 x/menit S : 38 °C 2. Nyeri epigastrium berhubungan dengan asam lambung yang meningkat Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati Do: - Klien terlihat meringis - Klien gelisah

3. Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Ds : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan muntah Do :- Klien tampak mengeluh dan meringis BB sebelum masuk 48 kg BB Sesudah masuk 46 kg Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan C. Intervensi Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada pada Ny. B dengan Tipoid Fever diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak .  No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional Kriteria Hasil 1 Hipertermi berhubungan Setelah 1. Berikan 1. Untuk dengan proses perjalanan dilakukan kompres hangat menurunkan  penyakit  perawatan  basah  panas klien Do : Klien terlihat lemah dan selama 1 x 24 2. Monitoring 2. Untuk gelisah  jam diharapkan tetesan infuse membantu Ds : Klien mengatakan mengatakan demam suhu tubuh 20 tetes per kebutuhan sudah 6 hari klien normal menit nutrisi tubuh TTV : dengan kriteria 3. Kolaborasi 3. Untuk TD : 110/80 mmHg hasil :  pemberian obat membantu RR : 20 x/menit - Suhu tubuh Piresik dan menurunkan  N : 102 x/menit 36 °C Antibiotik  panas klien S : 38 °C - Klien terlihat tenang 2 Nyeri epigastrium berhubungan Setelah 1. Kaji skala 1. Untuk dengan asam lambung yang dilakukan nyeri mengetahui meningkat tindakan tingkat skala DS : Klien mengatakan nyeri keperawatan nyeri  pada ulu hati selama 3 x 24 2. Berikan 2. Untuk DO :  jam.  posisi nyaman membantu Klien terlihat meringis Diharapkan mengurangi Klien gelisah nyeri klien nyeri hilang dengan 3. Kolaborasi 3. Untuk criteria hasil : dengan dokter mengurangi Skala  pemberian obat nyeri nyeri 1 analgesik Klien terlihat santai 3 Anoreksi berhubungan dengan Setelah 1. Kaji pola 1. Agar  perubahan pola nutrisi kurang dilakukan nutrisi mengeathui dari kebutuhan tubuh tindakan  porsi makan DS : Klien mengatakan nafsu keperawatan 2. Kolaborasi klien makan berkurang, terasa mual 3 x 24 jam menganjurkan 2. Agar dan muntah diharapkan makan sedikit makan klien DO : - Klien tampak mengeluh klien tidak tapi sering kembali dan meringis mual dan 3. Kolaborasi normal - BB sebelum masuk 48 kg muntah dengan dengan dokter 3. Agar - BB Sesudah masuk 46 kg criteria hasil : untuk  pemberian

- Klien hanya menghabiskan 46 sendok makan

Klien mau makan Klien terlihat lahap saat makan

 pemberian obat suplemen

gizi sesuai kebutuhan tubuh

D. Implementasi Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso

No

Hari/Tanggal

1

Senin 16-04-12

No D x  I

08.00 08.30 08.40 08.45 09.00 09.05 09.10 09.15

II

09.20 09.25 09.30 09.35 09.45 09.50

09.55

III

I mplem lementa ntasi ( D A R )

Paraf 

D : Klien mengatakan demam sudah 6 hari F. Loling A: Berikan kompres hangat  basah Monitoring tetesan infuse 20 tetes per menit Kolaborasi pemberian obat anti piretik dan Antibiotik R: Kompres hangat basah sudah diberikan Observasi tetesan infuse normal Pemberian obat sesuai dosis sudah diberikan D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati F. Loling A: Kaji skala nyeri Berikan posisi nyaman Kolaborasi dengan dokter  pemberian obat analgesic R: Klien terlihat tenang dan nyaman Klien tidak gelisah D : Klien mengatakan nafsu makan  berkurang, terasa mual dan muntah F. Loling A: Kaji pola nutrisi Kolaborasi menganjurkan

10.00

makan sedikit tapi sering Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat suplemen BB klien 46 kg R: Klien terlihat santai dan tenang Klien ridak mual lagi Klien bisa makan secukupnya

10.10

10.15 10.20 10.30 2

Selasa 17-04-12

I

08.20 08.40 08.50 09.00 09.10 09.30 10.20

II

10.25 10.30 10.35 10.40 10.50 11.00 11.35

III

11.45 11.50 12.00 12.05 12.10  Rabu 18-04-12

08.00

I

D : Klien mengatakan demam , Suhu tubuh klien 38 °C A: Melanjutkan tindakan memberikan kompres hangat dingin Mengkolaborasikan pemberian obat piretik R: Klien tidak demam lagi Klien terlihat santai Suhu tubuh 36 °C D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati A: Mengkaji skala nyeri Memberi posisi yang nyaman Mengkolaborasi pemberian obat analgesic R: - Skala nyeri klien 4-6 (sedang) - Posisi semi fowler telah diberikan - Klien merasa tenang

F. Loling

F. Loling

D : Klien mengatakan masih belum ada nafsu makan dan tidak mual F. Loling muntah lagi A: Mengkaji pola nutrisi Mengkolaborasi makan sedikit tapi sering Menganjurkan klien untuk  bayak minum air gula R: Klien klien hanya menghabiskan 5-6 sendok saja Klien masih mual muntah BB klien 46 kg D : Klien mengatakan sudah tidak demam lagi, suhu tubuh klien 36°C F. Loling A:

Melanjutkan tindakan memberikan kompres hangat dingin Mengkolaborasikan pemberian obat anti piretik R: Klien tidak demam lagi Klien terlihat santai Suhu tubuh 36 °C

08.05 08.20 08.25 08.30 08.35 08.45

II

08.50 09.00 09.10 09.15 09.20 09.25

III

09.30 09.35 09.45 09.50 10.00

D : Klien mengatakan masih nyeri  pada ulu hati A: Mengkaji skala nyeri Memberi posisi yang nyaman Mengkolaborasi pemberian obat analgesic R: - Skala nyeri klien 4-6 (sedang) - Posisi semi fowler telah diberikan - Klien merasa tenang D : Klien mengatakan sudah mau makan dan tidak mual muntah lagi A: Mengkaji pola nutrisi Mengkolaborasi makan sedikit tapi sering Menganjurkan klien untuk  bayak minum air gula R: Klien terlihat lahap saat makan Klien tidak mual muntah lagi BB klien naik jadi 47 kg

F. Loling

F. Loling

E. Evaluasi Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso

No

Tanggal/jam

1

Senin 16-04-12 11.00 11.15 11.20

No Perr kem Pe kembangan ngan (SOA (S OAPI PI E ) D x  I

S : Klien mengatakan demam sudah 6 hari O: Klien terlihat lemah dan gelisah, S = 38 °C A : Masalah teratasi P : Intervensi ditentukan

Paraf  F. Loling

11.25 11.30 11.35

11.40 11.45 11.50 Senin 16-04-12 12.05

II

12.10 12.15 12.20 12.25 12.30 Senin 16-04-12 12.35 12.40 12.45 12.55 13.00 13.05

13.10

13.15 13.25 13.30

III

I: Memberikan kompres hangat  basah Memonitoring tetesan infuse 20 tetes per menit Mengkolaborasi pemberian obat Anti piretik dan Antibiotik E: Klien terlihat tenang pada saat di kompres Tetesan infuse berjalan dengan lancer Klien terlihat nyaman dan santai S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu F. Loling hati O: Klien terlihat santai Skala nyeri 6 A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan I : - Kaji skala nyeri - Berkolaborasi dalam pemberian obat analgesik - Memberikan posisi yang nyaman E: - Skala nyeri klien 6 - Obat piretik telah diberikan S : klien mengatakan mual muntah F. Loling lagi dan tidak nafsu makan O : - Klien terlihat lemah - BB sebelum masuk 48 kg - BB Sesudah masuk 46 kg - Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan I: Mengkaji pola nutrisi Mengkolaborasi menganjurkan makan sedikit tapi sering Mengkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat suplemen Menganjurkan minum air gula secukupnya E: Klien tampak lemah Klien nampak mual dan

2

3

Selasa 17-04-12 12.00

I

Selasa 17-04-12 12.10

II

Selasa 17-04-12 12.20

III

 Rabu 18-04-12 13.00

I

 Rabu 18-04-12 13.20

III

muntah Klien enakan saat diberi air gula S : Klien mengatakan masih demam O: Klien terlihat pucat, S = 37 °C A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati O: Klien terlihat santai Skala nyeri 6 A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan S : klien mengatakan kurang nafsu makan O : - klien masih mual BB sebelum masuk 48 kg - BB Sesudah masuk 46 kg - Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan S : klien mengatakan sudah tidak demam lagi O: klien terlihat tenang dan terbaring santai, S = 36 °C A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan S : klien mengatakan tidak mual muntah lagi dan nafsu makan sudah ada O:- Klien terlihat lahap pada saat makan - BB Sesudah naik 47 kg - Klien hanya menghabiskan makannya A : masalah teratasi P : Intervensi dihentikan

F. Loling

F. Loling

F. Loling

F. Loling

F. Loling

DAFTAR PUSTAKA

Brunners & Suddart, (2002), Buku (2002),  Buku Ajar Keperawatan, Edisi Edisi 8, 8 , Penerbit EGC, Jakarta. Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana (2002),  Rencana Asuhan Keperawatan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan Perencanaan dan pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien , Edisi III, EGC, Jakarta.

Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi (2002),  Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Paramedis , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.  Nursalam, (2001), Proses (2001), Proses Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta. Pengertian Demam Tipoid. Diambil tanggal 8 Juni 2012 http://sehat jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html   jasmanidanrohani.blogs pot.com/2011/01/thypoid-fever.html  Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012 . Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid. Diambil tanggal 9 Juni 2012 . http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhankeperawatan-typoid.html  Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Diambil pada tanggal 9 Juni 2012. 2012.http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem pencernaan-manusia/  Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku ,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta. Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan (2004),  Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Keperawatan , Salemba Medika, Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12  –  13   13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%10%). (Mansjoer, Arif 1999).

Demam thypoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi dinegara yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air bersing yang dapat diminum. tetapi lebih sering bersifat seporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan  jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Demam Dema m thypoid dapat di temukan sepanjang tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak dan tidak ada  perbedaan yang nyata anatra insidensi demam thypoid pada wanita dan pria. Diagnose dari  pelubangan penyakiit thypoid t hypoid dapat sangat berbahaya berbaha ya apa bila terjadi te rjadi selama sel ama kehamilan atau  pada periode setelah melahirkan. Kebanyakan Keban yakan penyebaran penyakit demam typoid ini tertular  pada manusia pada daerah-daerah berkembang, ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang  belum baik, hygiene personal yang buruk. Salah satu contoh di negara Nigeria, dimana terdapat 467 kasus dari tahun 1996 sampai dengan 2000.

Dalam lingkungan kita menjadi endemic di selatan dan Amerika Utara, Timur Tengah, Tenggara dan hampir seluruh Asia termasuk India. Di seluruh dunia tercatat sekitar 33 juta kasus dari demam typoid dan menyebabkan lebih dari 500.000 kematian. 1.2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Rumusan masalah Apa pengertian demam typhoid? Bagaimana etiologi demam typhoid? t yphoid? Bagaimana anatomi fisiologi urgan-organ pencernaan? Bagaimana patofisiologi demam typhoid? t yphoid? Bagaimana pengkajian keperawatan pada kasus demam typohoid? Bagimana diagnose yang mungkin muncul dan perencanaan tindakan keperawatan? Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus demam typhoid?

1.3 Tujuan penulisan 1. Ingin mengetahui pengertian, etiologi, dan patofisiologi demam t yphoid 2. Ingin mengetahui pengkajian keperawatan pada kasus demam typhoid

3. Ingin mengetahui diagnose yang mungkin muncul dan perencanaan tindakan keperawatan 4. ingin mengetahui asuhan keperawatan pada kasus demam typhoid 1.4 Metode Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang  berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan sebagai cara pemecahan masalah. Sedangkan teknik pengumpulan pengumpulan data yang yang dilakukan dengan : 1. Wawancara Wawancara dilakukan dengan percakapan langsung dengan klien, keluarga dan perawat ruangan. 2. Observasi Pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung dan sistematis 3. Studi Dokumentasi Pengumpulan data didapat dari pemeriksaan diagnostik, laboratorium, dan catatan kesehatan lainnya. 4. Studi Kepustakaan Pengumpulan data didapat dari sumber-sumber yang relevan untuk menunjang data, dan selain itu dengan melakukan searching di internet. 1.5 Sistemarika Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menguraikan sistematika penulisan sebagai  berikut : BAB I Pendahuluan, Berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode  penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis Berisi tentang konsep dasar yang mencakup pengertian, etiologi, anatomi fisiologi,  patofisiologi, pengkajian keperawatan, diagnose yang mungkin muncul dan perencanaan tindakan keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus, berisi tentang pengkajian, analisa data, diagnosa dia gnosa keperawatan, proses keperawatan dan catatan perkembangan. BAB IV Kesimpulan dan saran

` BAB II LANDASAN LANDASA N TEORITIS 2.1 Pengertian Typhoid Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. A ,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, abdominal is, ( Syaifullah Noer, 1998 ). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12  – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

2.2 Etiologi

1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)  antigen H(flagella)  antigen V1 dan protein membrane hialin.  2. Salmonella parathypi A 3. salmonella parathypi B 4. Salmonella parathypi C 5. Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996). 2.3 Anatomi Fisiologi

1. Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). 2. usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar

3.

4.

5.

6.

7.

8.

 pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari  pankreas dan kantung empedu. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Usus Penyerapan (illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. Diagram ileum dan organorgan yang berhubungan. Usus Besar (Kolon) Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus Buntu (sekum) Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing. Umbai Cacing (Appendix) Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Rektum dan anus Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang  berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini  berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens  penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –  besar –  BAB),  BAB), yang merupakan fungsi utama anus. 2.4 Patofisiologi Menurut (Suriadi, 2001)  :

a) Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus (terutama di ileum bagian distal), ke jaringan limfoid dan  berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah

(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikula endotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnnya.  b) Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikula endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. c) Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks  peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. d) Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus. 2.5 Pengkajian Keperawatan 1. Identitas Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR. 2. Keluhan Utama pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya. 4. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya 7. Riwayat Psikososial Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.

8. Pola-Pola Fungsi Kesehatan a) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.  b) Pola nutrisi dan metabolism Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah. c) Pola aktifitas dan latihan

d)

e)

f)

g)

h) i)  j)

k)

9. a)

 b)

c) d) e)

f) g)

Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya. Pola tidur dan aktifitas Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga  pasien merasa gelisah pada waktu tidur. Pola eliminasi Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Pola reproduksi dan sexual Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi  perubahan. Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. Pola persepsi dan konsep diri Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. Pola penanggulangan stress Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. Pola hubungan interpersonal Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit. Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu. Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum Biasanya pada pasien typhoid t yphoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia. Kepala dan leher  Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi  pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Dada dan abdomen Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. Sistem respirasi Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung. Sistem kardiovaskuler  Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. Sistem integument Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat. Sistem eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.

h)

Sistem muskuloskolesal Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan. i) Sistem endokrin Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.  j)

Sistem persyarafan Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid. 2.6 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest. 4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah). 2.7 Perencanaan Tindakan Keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol. Kriteria hasil : a. Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh Mencari pertolongan untuk pencegahan  peningkatan suhu tubuh. tubuh.  b. Turgor kulit membaik  Intervensi Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh Anjurkan klien menggunakan  pakaian tipis dan menyerap keringat Batasi pengunjung Observasi TTV tiap 4 jam sekali 2,5 liter / 24 jam  Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum Memberikan kompres dingin kolaborasi dengan dokter dalam  pemberian tx antibiotik dan antipiretik

2.

Rasionalisasi agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari  peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul. untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas. tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien  peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak untuk membantu menurunkan suhu tubuh antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat

 

Kriteria hasil :  Nafsu makan meningkat Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan Intervensi

Rasionalisasi

Jelaskan pada klien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang tentang manfaat makanan/nutrisi. nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat. Timbang berat badan klien setiap 2 untuk mengetahui peningkatan dan penurunan hari.  berat badan. Beri makanan dalam porsi kecil untuk meningkatkan asupan makanan karena dan frekuensi sering. mudah ditelan. Beri nutrisi dengan diet lembek, untuk menghindari mual dan muntah. tidak mengandung banyak serat, Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tidak merangsang, maupun antasida dan nutrisi parenteral. menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat mengurangi rasa mual dan muntah.  Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Kriteria hasil :  Kebutuhan personal terpenuhi  Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh. memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi. 

4.

Intervensi

Rasionalisasi

Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri). Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum). Dekatkan keperluan pasien dalam  jangkauannya. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.

agar pasien dan keluarga mengetahui  pentingnya mobilisasi bagi pasien yang  bedrest untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi. untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas. menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus

Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang  berlebihan (diare/muntah)

 

Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat Wajah tidak nampak pucat Intervensi

Rasionalisasi

Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. 2,5 liter / 24 jam.  Anjurkan pasien untuk  banyak minum Observasi kelancaran tetesan infuse. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).

untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien. untuk mengetahui keseimbangan cairan. untuk pemenuhan kebutuhan cairan. untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem. untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian 1. Biodata a. Biodata Klien  Nama Umur Jenis Kelamin

: Tn.A : 47 tahun : laki-laki

Alamat Garut Agama Pendidikan Pekerjaan Suku Bangsa Status Tanggal masuk Tanggal Pengkajian  No CM  b. Biodata penanggung jawab  Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan klien

: Kp sadeng, Desa Citanagara, Kecamatan cigedug: Islam : SD : Wiraswasta : Sunda : Menikah : 20 November 2014 : 24 November 2014 : 719972

: Tn C : 29 Tahun : Laki-laki : Kp sadeng, Desa Citanagara, Kecamatan cigedug-Garut : Islam : SMP : wiraswasta : Anak Klien

2. Riwayat kesehatan a. Keluhan Utama Klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah  b. Riwayat Kesehatan sekarang Menurut penututran klien sudah satu minggu mengeluh demam disertai mual, pusing, lesu, susah BAB dan nyeri pada abdomen bagian bawah. Selai n itu klien mengeluh menggigil  pada malam hari yang disertai keringat dingin, sehingga klien dibawa ke dokter terdekat, lalu dirujuk ke RSU dr SLAMET GARUT. Pada tanggal 24 november 2014 dilakukan pengkajian, klien mengeluh nyeri pada  bagian abdomen, nyeri dirasakan dirasa kan seperti ditusuk-tusuk ditusuk-t usuk dengan skala nyeri n yeri 3 dari rentang 0-5.  Nyeri dirasakan pada daerah abdomen sebelah kiri bawah, rasa nyeri tidak terjadi  penyebaran. Nyeri dirasakan saat klien bergerak ddan pada saat ditekan. c. Riwayat kesehatan dahulu Menurut penuturan kien, klien sebelumnya tdak perah mengalami penyakit seperti di derita saat ini, namun klien mempunyai penyakit gastritis yang telah lama dideritanya. Ddan  biasanya klien hanya mengeluh pusing dan demam yang biasanya di obati dengan obat dari warung. d. Riwayat kesehatan keluarga Menurut penuturan klien dan keluarga klien diantara anggota keluarganya belum  pernah mengalami penyakit yang seperti diderita klien, dan juga tidak pernah mengalami  penyakit yang berat, seperti Diabete mellitus, Hepatitis TBC dan lain sebagainya.

3. Pemeriksaan fisik  a. Keadaan umum Kesadaran : compos mentis Penampilan umum : Klien tampak lemah  b. Tanda-tanda vital Tekanan darah : 130/60 mmHg  Nadi : 65 kali/menit Respirasi : 21 kali/menit Suhu : 36.3’c c. Inteugumen 1) Inteugumen dan kulit kepala Warna rambut Distribusi : Hitam Kuantitas : Merata Tekstur : Tipis Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran Lesi : Tidak ada lesi 2) Kulit Warna : Kuning langsat Kelembaban : Lembab Tekstur : Halus : Baik, saat ditekan dapat dapat kembali ke keadaan semula yaitu < 2 detik  Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran 3) Kuku Warna dasar : Transparan Tekstur : Halus Bentuk : Cembung Kebersihan : Bersih, tidak tapak adanya kotoran : Baik, saat ditekan sirkulasi darah kembali dalam waktu < dari 2 detik  d. Kepala Kebersihan : simetris Bentuk : Lonjong, Oval Kondisi : tidak terdapatbenjolan Kebersihan : Bersih tidak tampak adanya kotoran e. Mata 1) Alis mata Kesimetrisan : simetris antara alis kiri dan alis kanan Warna : Hitam Distribusi bulu : Merata Benjolan : Tidak terdapat benjolan  Nyeri : Tidak ada nyeri 2) Kelopak mata dan bulu mata Kesimetrisan : selaras antara kelopak mata kiri dan kanan Warna kelopak mata : sama dengan kulit sekitar 

Distribusi bulu mata : merata Warna bulu mata : Hitam, melengkung ke atas Keadaan : Tidak terdapat edema 3) Bola mata Konjuntiva : Merah muda Sclera : Putih Kornea : Jernih 4) Pupil Bentuk : Isokor  hadap cahaya : Baik, pada saat cahaya c ahaya di dekatkan pupil mengecil dan melebar saat caha ya dijauhkan : Baik, saat lidi wotten di dekatkan ke mata, mata langsung berkedip Ketajaman penglihatan : Baik, klien dapat melihat pada jarak 35 cm dengan cara membaca koran Lapang pandang : Baik, pada jarak 60 cm klien dapat dengan jelas melihat telunjuk  perawat 7) Gerakan ekstra okuler mata : Baik, klien dapat mengikuti araj telunjuk perawat f. Telinga Posisi : simetris antara telinga kiri dan kanan Warna : sama dengan kulit sekitar  tekstur : Halus aran :Baik, klien dapat mendengar suara perawat dan menjawab pertanyaan perawat dengan baik  Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya serumen g. Hidung Bentuk : simetris antara lubang kiri dan kanan Warna : sama dengan kulit sekitar  Mukosa hidung : tidak ada pembengkakan Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran an : Baik, klien dapat membedakan bau parfum dan bau minyak kayu putih h. Mulut 1) Bibir  Warna : Merah muda Tekstur : Halus Kelembaban : Lembab Keadaan : Tidak tampak adanya stomatitis Kebersihan : Bersih tidak tampak adanya kotoran 2) Gigi Warna : Putih kekuning-kuning kekuning-kuningan an Jumlah gigi : 30 buah Kebersihan : tidak tampak adanya kotoran Keadaan : tidak tampak adanya carries gigi 3) Lidah Warna : merah muda Tekstur : Halus Pergerakan : Baik, dapat digerakan kesegala arah

i.

 j.

k.

l.

Kebersihan : tidak tampak adanya kotoran Fungsi pengecapan : Baik, klien dapat membedakan rasa asin, manis dan pahit Leher  Warna : Sama dengan kulit sekitar  Kesimetrisan : simetris antara kedua bahu Pergerakan : Baik, dapat digerakan ke segala arah JVP : Ada peninggian JVP KGB : tidak ada pembesaran KGB Kelenjar tyroid : saat menelan tidak ada pembesaran tyroid Kebersihan : Bersih Dada Posisi : simetris antara dada kiri dan kanan Bunyi jantung : Reguler  Bunyi paru-paru : Vasikuler  Kebersihan : Bersih Abdomen Warna : Sama dengan kulit tubuh Tekstur : Halus : Klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah dan nyeri tekan Skala : skala nyeri 3 dari rentang 0 - 5 Kebersihan : Bersih Genetalia tidak terkaji

m. Ekstremitas :Pergerakan tangan kanan klien terbatas karena terpasang infuse, dan tangan kiri dapat digerakan ke segala arah : Baik, kaki kanan dan kaki kiri klien dapat digerakan ke segala arah 4. Pola aktivitas No

1.

Jenis Aktivitas

Pola nutrisi Makan Frekwansi Jenis Porsi Cara Muinum Frekwensi Jenis cara

Sebelum Sakit

Saat Sakit

3 kali / hari

2kali / hari

 Nasi, lauk pauk, sayur-sayuran

Bubur nasi, lauk pauk, sayuran

1 porsi

½ porsi

Mandiri

Dibantu

Kurag lebih 1400 ml/hari

Kurang lebih 800 ml/hari

Air putih, teh, susu

Air putih

mandiri

dibantu

2.

3.

4.

Pola eliminasi BAB Frekwensi Konsistensi Warna Bau Cara BAK Frekwensi Warna Bau cara

Pola istirahat tidur Tidur siang Frekwensi Kualitas Tidur malam Frekwensi Kualitas

Personal hygine Mandi Gosok gigi Ganti pakaian cara

1 kali/ hari Padat Kuning khas feses Khas fese mandiri

Belum BAB 6 hari Padat Kuning khas feses Khas feses Dibantu

kurang lebih 1000 mlhari Kuning jernih Khas amoniak Mandiri

Kurang lebih 700 ml/hari Kuning jernih Khas amoniak dibantu

Kurang lebih 2 jam/hari  Nyenyak

Kurang lebih 1 jam/ hari Kurang nyenyak

Kurang lebih 6-7 jam/hari

Kurang lebih 4 jam / hari

nyenyak

Kurang nyenyak

2 kali/hari 2 kali/hari 2 kali/hari Mandiri

1kali/hari 1kali/hari 1kali/hari Dibantu

5. Data Psikologis, Social dan Spiritual a. Data Psikologis Klien tampak murung, terlihat sedikit cemas dan selalu bertanya tentang keadaan penyakit yang dideritanya, sesekali klien tampak sedih karena memikirkan keadaannya, namun klien  juga yakin bahwa penyakitnya penyakitnya dapat segera disembuhkan.  b. Data Social Hubungan klien dengan keluarga baik, terbukti para tetangga-tetangganya banyak yang datang menjenguk klien, klien juga berkomunikasi dengan baik kepada pasien lain. Klien  juga dapat bekerjasama dengan tim kesehatan terutama dalam melakukan tindakan dan sangat kooperatif. c. Data Spiritual Klien beragama islam, terbukti klien selalu berdo’a unutk kesembuhannya sehingga klien ingin cepat-cepat pulang kerumah dengan sehat. Dan klien menyadari bahwa kondisi atau  penyakitnya sekarang ini merupakan titipan dari dari allah SWT yang diberikan kepadanya. 6. Data penunjang a. Data penunjang

1. Darah rutin  No

Jenis Pemeriksaan

1. 2 3 4 5

Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit eritrasit

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

14.3 g/dL 39 % 21.170 /mm3 222.000 /mm3 4.49 juta / mm3

13.0 –  13.0 –  18.0  18.0 /dL 40 –  40 –  52  52 % 3.800 –  3.800 –  10.600  10.600 /mm3 150.000 –  150.000 –  440.  440. 000 /mm3 3.5 –  3.5 –  6.5  6.5 juta /mm3

 Normal Menurun Meningkat  Normal  Normal

2. Kimia Klinik   No 1. 2.

Jenis Pemeriksaan Ureum Kreatinin

Hasil

Nilai Normal

33 mg/dL 0.7 mg/dL

15 –  15 –  50  50 mg/dL 0.7 –  0.7 –  1.2  1.2 mg/dL

Interpretasi  Normal  Normal

 b. Diagnose medis thypoid abdominalis c. 1) 2) 3) 4) 5) 6)

Therapy Infuse RL 20 tetes/menit IV Cefotaxim 2.1 gram IV Ranitidine 2.1 amp IV Ketorolax 2.1 amp IV PCT 3.500 gram Curcuma 3.1

B. Analisa data No

1.

Symptom

Ds : Klien mengeluh nyeri  pada abdomen bagian kiri bawah Do : Klien tampak kesakitan  pada abdomen bagian kiri bawah Keadaan umum lemah T : 130/60 mmHg P : 65 kali/menit R : 21 kali/menit S : 36.3’c

Etiologi

Problem

Gangguan rasa nyaman yeri Inflamasi pada hati dan limpa

Hepatomegali dan splenomegali

 Nyeri tekan

 Nyeri akut

Gangguan rasa nyaman nyeri 2.

Ds : klien mengeluh susah BAB Do : Klien tampak lemah Bising usus kliien 5x/menit Abdomen klien teraba keras

Peristaltic usus menurun

Gangguan eliminasi fekal

Reabsorpsi cairan menurun

Akumulasi feses dan fese mengeras Gangguan eliminasi fekal 3.

Ds : Klien mengeuh mual Klien mengeluh tidak nafsu m akan Do : Klien tampak lemah Porsi makan klien ½  porsi Berat badan kien menurun menjadi 45 Kg dari sebelumnya 52 Kg

Kompensasi usus mnurun

Gangguan  pemenuhan kebutuhan nutrisi

Reabsorpsi makanan terganggu

Merangsang hipotalamus

Anoreksia Gangguan pemenuhan nutrisi 4.

Ds : Klien mengeluh lemas Do : Klien tampak lemah Aktivitas klien dibantu, BAB, BAK, makan dan lain-lain

Asupan nutrisi kurang

Tubuh kekurangan energy

Lemas/lemah Gangguan pola aktivitas C. Diagnosa Keperawatan

Gangguan pola aktivitas

1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan nyeri pada abdomen kiri bawah, yang ditandai dengan : Ds : klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah Do : Klien tampak meringis kesakitan   Skala nyeri 3 dari rentang 0 - 5  Keadaan umum tampak lemah T : 130/60 mmHg P : 65 kali/menit R : 21 kali/menit S : 36,3’c 2. Gangguan pola eliminasi fekal sehubungan dengan konstipasi, yang ditandai dengan : Ds : klien mengeluh susah BAB Do :  Klien tampak lemah  Bising usus klien 5x/ menit  Abdomen klien teraba keras 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan adanya mual muntah yang ditandai dengan : Ds : klien mengeuh mual  klien mengeluh tidak napsu makan  Do : Klien tampak lemah  Posi makan klien ½ porsi  Berat badan klien turun 7 Kg, dari 52 Kg menjadi 45 Kg  4. gangguan pola aktivitas segubungan dengan kelemahan fisik, yang ditandai dengan : Ds : klien mengeluh lemas Do :  Klien tampak lemah  Aktivitas klien dibantu, BAB, BAK, berjalan dan lain-lain.

PROSES KEPERAWATAN Nama

:

Tn.A

Ruangan

:

AGATE Umur

:

47

Tahun CM

No. : 719972

Jenis

kelamin

:

Laki-

laki

Dx

: thypoid abdominalis

No 1.

2.

Diagnosa keperawatan

Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan adanya nyeri  pada badomen kiri  bawah, yang ditandai dengan : Ds : klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah Do : Klien tampak meringis kesakitan Skala nyeri 3 dari rentang 0 - 5 Keadaan umum klien lemah T : 130/60 mmHg P : 65 kali/menit R : 21 kali/menit S : 36,3’c

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam gagguan rasa nyaman nyeri teratasi dengan kriteria hasil : Laporan nyeri hilang atau terkontrol Klien dapat menunjukan keterampilan relaksasi, metode lain untuk meningkatkan kenyamanan

Intervensi

Perencanaan Rasonalisasi

Kaji secara komprehensip tentang nyeri meliputi : lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas/beratnya nyeri skala ( 0-5 ) dan factor-faktor  presipitasi Berikan kompres hangat pada daerah nyeri

Perubahan dalam lokasi/atau tetapi dalam menunjukan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan lebih hebat, akan menyebar ke atas, nyeri dalam local  bila terjadi abses.

Berikan penjelasan tentang strategi menurunkan rasa neyeri yaitu dengan teknik distraksi dan relaksasi. Atur posisi klin,  pertahankan posisi semi fowler

dengan melakukan teknik distraksi diharapkan klien akanupa/teralihkan dan reaksasi akan menguragi komsusi oksigen. Ketegangan otot dan diharapkan rasa nyeri akan  berkurang. M memudahkan darinase yai cairan/luka karena garvitasi fo dan membantu ny meminimalkan rasa nyeri karena gerakan

teknik kompres hangat yang diberikan, akan membantu mengurangi rasa nyeri.

Gangguan Gangguan eliminasi Kaji frekwensi Dapat eliminasi fekal fekal teratasi dengan BAB, konsistensi,  perkembangan sehubungan dengan criteria hasil : warna dan bau  pengobatan

mengetahui tindakan terhadap

Ta Pu M da sk  5 dit  ba M ha ny  be M ten rel me da ten

Ta Pu M

adanya konsipasi, Klien lancer BAB yang di tandai Bising usus normal dengan : yaitu 8 x/menit Ds : Klien mengeluh susah BAB Do : Klien tampak lemah Bising usus klien 5x/menit Abdomen klien teraba keras

keluhan pasien dan dapat digunakan untuk merencanakan tindakan Anjurkan klien selanjutnya. untuk melakukan mobilisasi sesuai Aktivitas fisik membeantu dengan keadaan eliminasi dengan keadaan pasien memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang Anjurkan klien nafsu makan serat peristaltik untuk banyak minum usus. sesuai kebutuhannya Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan Berikan penjelasan konsistensi feses yang kepada klien dan susuai dengan usus dan keluarga tentang membantu eliminasi regular.  penyebab konstipasi. Kolabiorasi untuk Konsistensi feses dapat  pemberian obat diakibatkan oleh penurunan  pencahar atau  peristaltic usus.  pelancar BAB

ko ha sel ma M lati ma yai lai

M  ba kli ku M ten yai  pe da ter  M gl

Obat pencahar/pelancar BAB dapat mempelancar eliminasi fekal untuk memenuhi kebutuhan eliminasi 3.

Gangguan  pemenuhan nutrisi sehubungan dengan adanya mual, yang ditandai dengan : Ds : Klien mengeluh mual Klien mengeluh tidak nafsu makan Do : Klien tampak lemah Porsi makan klien ½ porsi

Gangguan kebutuhan nutrisi teratasi dengan Kriteria hasil:  Nutrisi klien terpenuhi  Nafsu makan klien meningkat Pasien dapat menghabiskan makan dalam 1 porsi Berat badan klien meningkat

Kaji riwayat nutrisi Mengidentifikasi defisiensi, Ta klien termasuk dan menduga kemungkinan Pu makanan yang intervensi selanjutnya M disukai. kli kal Observasi dan catat masukan (intake) Mengawasi masukan M makanan kalori/kualitas kekurangan ma konsumsi makanan ha Berikan makanan ku dalam porsi sedikit tetapi dengan Mengawasi penurunan berat M frekwensi sering  badan atau mengawasi  po efektivitas intervensi. ha Makan sedikit tetapi sering  po

Berat badan klien turun 7 Kg dari sebelumnya 52 Kg menjadi 45 Kg dari

4.

Gangguan pola aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik, yang ditandai dengan : Ds : Klien mengeluh lemas Ds : Klien tampak lemah Aktivitas klien dibantu, BAK, BAB, makan dan lain-lain

dapat menurunkan ma kelemahan dan meninkatkan Berikan dan bantu masukan juga mencegah M  pe oral hygine distensi gaster. Dapat meningkatkan nafsu ma Kolaborasi untuk makan dan masukan peroral se ma  pemberian obat anti M mual Dengan memberikan obat yai anti mual, dapat de meningkatkan asupan nutrisi tanpa terjadi rasa mual muntah Gangguan pola aktivitas teratasi dengan Kriteria hasil : Klien tidak lemas, dan bisa bergerak Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukan kekuatan otot

Berikan lingkungan Memberikan ruang gerak tenang dengan untuk pasien, sehingga membatasi  paien tidak merasa gerah  pengunjung dan terganggu untuk  bergerak. Anjurkan klien untuk mobilisasi Memberikan suatu latihan secara bertahap agar terjadi penigkatan sesuai dengan kekuatan otot dan mencegah indikasi kekakuan otot Dekatkan barang barang yang dibutuhkan klien

Anjurkan keluarga klien untuk memenuhi kebutuhan seharihari klien

Ta Pu M ya ta ten M lati  bel se M Membatasi gerak pasien  ba secara berlebihan dan me memberikan pacuan untuk tan  pasien berusaha dengan mudah menggapainya M Dengan keluarga membantu un semua aktivitas klien dapat ke secara tidak langsung klien diikut sertakan untuk  bergerak

CATATAN PERKEMBANGAN Nama

: Tn. A

Ruang

Umur

: 47 tahun

No CM

: 719972

Dx

: thypoid

Jenis kelamin : Laki-laki

No

Tanggal

DS

Catatan

: AGATE

Pelaksana

1.

26 november

I

S : Klien mengeluh mengeluh nyeri pada abdomen kiri bawah O : - klien tampak meringis - skala nyeri 3 dari rentang 0 -5 - klien tampak lemah T : 130/60 mmHg R : 21 kali/menit P : 65 kali/menit S : 36,3’c A : Gangguan rasa nyaman nyeri P : - kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekwensi dan intensitas nyeri Berikan kompres hangat Atur posisi tidur klien, perrahankan osisi semi fowler I : - mengkaji karakteristik, lokasi, durasi, frekwensi dan intensitas nyeri Memberikan kompres hangat Mengatur posisi tidur klien yaitu semi fowler asalah teratasi sebagian R : Lanjutkan intervensi intervensi

Endri kustiana

II

S : klien mengeluh susah BAB O : - klien tampak lemah Bising usus klien 5 kali/menit Abdmen klien teraba keras A : Gangguan eliminasi eliminasi fekal P : - kaji frekwensi BAB, konsistensi, warna dan bau Anjurkan untuk mobilisasi Anjurkan klien untuk banyak minum Berikan penjelasan tentang penyebab kontipaasi Kolaborasi untuk pemberian obat pencahar mengkaji frekwensi BAB, konsistensi, warna dan bau Menganjurkan untuk mobilisasi Menganjurkan Menganj urkan klien untuk banyak minum Memberikan penjelasan tentang penyebab kontipasi Membeikan obat pencahar yaitu glukolak 1 butir perhari E : masalah belum teratasi R : Lanjutkan intervensi intervensi

Endri kustiana

III

S : - klien mengeluh mual Klien mengeluh tidak nafsu makan O : - klien tampak lemah Porsi makan klien ½ porsi Berat badan klien menurun 7 Kg dari 52 Kg menjadi 45 Kg

Endri Kustiana

2014

2.

26 november 2014

3.

26 november 2014

A : gangguan pemenuhan nutrisi P : - kaji riwayat nutrisi klien klien Observasi masukan intake makan Timbang berat badan tiap hari Anjurkan klien untuk makan sedikit tetapi sering Berikan oral hygine Kolaborasi pemberian obat anti mual I : - mengkaji riwayat nutrisi klien Mengobservasi masukan intake Menimbang berat badan tiap hari Memberikan oral hygine Memberikan obat anti mul yaitu ranitidine 2 x 1 amp/hari E : masalah teratasi sebagian sebagian R : lanjutkan lanjutkan intervensi 4.

26 november 2014

IV

S : klien mengeuh lemas O : - klien tampak lemah Aktivitas klien dibantu BAB, BAK, makan, berjalan dan lain-lain A : gangguan pola aktivitas P : - berikan lingkungan yang tenang Anjurkan untuk mobilisasi secara bertahap Dekatkan barang-barang klien Anjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien I : - memberikan lingkungan yang tenang Menganjurkan untuk mobilisasi secara bertahap Mendekatkan barang-barang klien Menganjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien E : masalah belum teratasi R : Lanjutkan intervensi intervensi

Endri Kustiana

BAB IV KESIMULAN DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan Dalam makalah ini dapat disimpulkan, disimpulkan, bahwa penyakit demam thypoid merupakan merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dalam masyarakat dan sampai saat ini masih belum bisa

ditangani dan dihentikan. Menjaga diri dan lingkungan masing  –  masing merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit ini datang. Setelah melaksanakan asuhan keperawatan keperawatan pada klien Tn.A dengan demam thypoid hari ke-1 sampai hari ke-3, dari tanggal 24 November  –  26 November 2014 penulis dapat menarik kesimpulan sebagi berikut:

1. Melalui pengkajian yang komprehensif didapatkan data-data mengenai klien secara umum sehingga permasalahan yang ada dapat tergali dan teratasi. Data yang ditemukan pada klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah, klien belum BAB selam 6 hari sej ak masuk Rumah Sakit, klien makan habis ½ porsi, klien tampak lemah dengan aktivitas dibantu keluarga; makan, BAB, BAK, berjalan dan lain-lain 2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan demam thypoid adalah : gangguan rasa Nyman nyeri, gangguan eliminasi fekal, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, dan gangguan pola aktivitas 3. Penilaian keberhasilan dari asuhan keperawatan pada klien demam thypoid disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, selain itu perawat juga harus mampu menilai dengan baik apakah masalah sudah teratasi atau belum sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan guna menanggulangi masalah klien. 4. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya klien khususnya demam thypoid, yang masih kurang mengetahui tentang penatalaks anaan dan pencegahan. 5. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien demam thypoid dilakukan dengan akurat,

tepat

waktu

agar

hasil

daripada

tindakan

asuhan

keperawatan

dapat

dipertanggungjawabkan. 4.2 Rekomendasi Setelah memberikan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan demam thypoid, penulis dapat memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid harus dilakukan melalui  pendekatan proses keperawatan melalui 5 tahap, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan,  perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 2. Diagnosa yang diangkat hendaknya berdasarkan dengan data yang ditemukan dari hasil  pengkajian. 3. Pelaksanaan tindakan keperawatan hendaknya melibatkan klien, keluarga dan tim kesehatan lain dan hendaknya memperhatikan standar asuhan keperawatan. 4. Pembuatan rencana keperawatan seharusnya disusun berdasarkan prioritas masalah dengan mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Rencana tindakan terhadap masalah yang

ditemukan adalah mengatasi nyeri, mengembalikan integritas kulit dan jaringan, memenuhi kebutuhan klien yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh klien, dan mencegah terjadinya infeksi. 5. Pelaksanaan asuhan keperawatan hendaknya disesuaikan dengan perencanaan yang telah ditetapkan, di samping itu pula disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan yang ada. Keberhasilan yang dicapai dari pelaksanaan asuhan keperawatan tidak terlepas dari kerjasama yang baik dari klien, keluarga dan perawat serta tim kesehatan lainnya sehingga semua rencana tindakan dapat mencapai hasil yang maksimal. 6. Penilaian hasil tindakan keperawatan seharusnya berorientasi pada kriteria tujuan yang diharapkan dalam dala m

memenuhi

kebutuhan klien. Evaluasi

dilakukan

untuk

menilai

keberhasilan dari semua implementasi yang telah dilaksanakan. Pada tahap evaluasi asuhan keperawatan pada kasus ini didapatkan hasil yakni teratasinya masalah yang muncul pada klien. 7. Pendokumentasian hasil asuhan keperawatan hendaknya dilakukan dengan akurat, tepat waktu agar hasil dari semua tindakan dapat tercapai secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA Marylin E Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi 3 . EGC. Jakarta. 1999. Barbara Engram, 1998, Keperawatan Medikal Bedah  , EGC Jakarta Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Medik al-Bedah Brunner Brunn er & Suddarth, EGC, Jakarta

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF