Laporan Pendahuluan Decomp

May 29, 2018 | Author: Nurwiati Dwi Putri | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

mengenai proses penyakit decompensasi cordis...

Description

Laporan Pendahuluan Definisi Gagal jantung bendungan atau payah jantung bendungan (congestive heart failure = decompensation cordis) adalah suatu keadaan saat terjadi pengurangan kontraktilitas otot jantung yang menimbulkan bendungan sirkulasi sehingga jantung gagal untuk mengalirkan darah ke jaringan dan kebutuhan oksigen di berbagai jaringan tidak terpenuhi. Daftar pustaka Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi, Ed 2. Jakarta : EGC; 2008.

 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Decomp Cordis  Januari 22, 2012 2012 pada 7:02 am (Uncategorized Uncategorized))

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. tubuh.(Dr. Ahmad ramali .1994) .1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,1998; Tabrani,1998; Price,1995).

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untu k memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000) 

Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat  jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 ) 

Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio ( decompensatio cordis ) atau dalam bahasa inggris Heart Failure  adalah  adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni  (Fathoni , 2007).

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kor dis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark mi okard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut men gakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A, A, 1995).

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung ter sebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi ki ri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma  (Chandrasoma , 2006).

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang men jadi penyebab terbanyak adalah penyakit  jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada Pada beberapa keadaan sangat sulit sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan r isiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan sertacompliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (penin gkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatanafterload ).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Al kohol menyebabkan gagal  jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus

seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot  jantung. (Santosa , A 2007)

Grade gagal jantung menurut new York heart association 

Terbagi menjadi empat kelainan fungsional :

1.

Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.

2.

Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.

3.

Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.

4.

Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat.

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha un tuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson , 2006).

Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan r esorbsi air, (6) TNF α mer upakan toksisitas langsung

myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).

Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal  jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

Tanda dominan :Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .

Gagal jantung kiri : 

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :



Dispnoe

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)



Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.



Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa  jantung tidak berfungsi dengan baik.



Batuk

Gagal jantung kanan : 



Kongestif jaringan perifer dan viseral.



Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.



Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.



Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.



Nokturia



Kelemahan.

1.

EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2.

Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

3.

Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

4.

Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal  jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)

5.

Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

6.

EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)

7.

Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M , 2002)

Tujuan pengobatan adalah :

1.

Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

2.

Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan

3.

Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis : 



Glikosida jantung.

Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.



Terapi diuretik.

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.



Terapi vasodilator.

Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan

Obat –obat yang digunakan antara lain :

1.

Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.

2.

Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.

3.

Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.

Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.

Dukungan diet: 

Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.



Aktivitas/istirahat

1.

Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

insomnia, nyeri dada dengan aktivitas,

dispnea pada saat istirahat. 2.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.



Sirkulasi

1.

Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

2.

Tanda :

a. TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

b. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

c. Irama Jantung ; Disritmia

d.Frekuensi jantung ; Takikardia.

e. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri.

f. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

g. terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

h. Murmur sistolik dan diastolic.

i. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

 j. Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian

k. kapiler lambat.

l. Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

m. Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

n. Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting

o. khususnya pada ekstremitas.



Integritas ego

1.

Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

2.

Tanda



Eliminasi

: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.



Makanan/cairan

1.

Gejala

: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,

pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.

2.

Tanda

: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,

dependen, tekanan dn pitting).



Higiene

1.

Gejala

: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

2.

Tanda

: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.



Neurosensori

1.

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

2.

Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.



Nyeri/Kenyamanan

1.

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

2.

Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.



Pernapasan

Gejala

: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa

pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

Tanda

:

1)

Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.

2)

Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa

pemebentukan sputum.

3)

Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4)

Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

5)

Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6)

Warna kulit ; Pucat dan sianosis.



Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

Interaksi sosial



Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Pembelajaran/pengajaran



Gejala

: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.

Tanda

: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

Diagnosa Keperawatan

1.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;



Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG



Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).



Bunyi ekstra (S3 & S4)



Penurunan keluaran urin



Nadi perifer tidak teraba



Kulit dingin kusam



Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja  jantung.

Intervensi:



Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.



Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop u mum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.



Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.



Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.



Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.



Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

Tujuan /kriteria evaluasi :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi:



Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.



Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.



Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.



Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah  jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Tujuan /kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :



Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.



Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.



Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.



Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.



Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal



Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)



Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi :



Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.



Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.



Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.



Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.



Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan/kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi:



Pantau kulit, catat penonjolan tu lang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.



Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.



Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.



Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.

Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.



Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Tujuan/kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:

1.

Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.

2.

Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.

3.

Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi:



Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.



Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.



Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/m embatasi menghentikan tidur.



Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah

1.

Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gejala gagal jantung seperti rasa nyeri pada dada.

2.

Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

3.

Tidak adanaya edema pada bagian tubuh pasien serta dapat menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

4.

Pernapasan pasien terlihat normal serta tidak adanya tanda-tanda sesak nafas.

5.

Tidak adanya keruasakan integritas kulit pada tubuh pasien.

6.

Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat dan dapat melakukan perubahan perilaku yang benar tentang pencegahan penyakitnya.

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah  (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 2005, Hal. 443 – 450

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) , Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.

Gallo & Hudak Keperawatan Kritis , edisi VI, 2000, EGC, Jakarta

 Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura) , Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 – 208

Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan  ; aplikasi dalam praktik keperawatan professional, 2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan , 2000, ECG, Jakarta.

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) , Buku 2, Edisi 4, Tahun 2003, Hal ; 704 – 705 & 753 – 763.

http://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-penyakitdecomp-cordis/ SELASA, 15 NOVEMBER 2011

Decompensasi Cordis

LAPORAN PENDAHULUAN DECOMPENSASI CORDIS A. PENGERTIAN

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994) Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). B. ETIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade  jantung). Dari seluruh penyebab t ersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 199 5). Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab : 

Stroke volume : isi sekuncup



Kontraksi kardiak



Preload dan afterload

Meliputi :

1.

Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular

2. 

Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri pulmonal, hipertensi pulmonari



Keterbatasan pengisian sistolik ventricular



Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang tinggi,tamponade, mitra; stenosis



Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum ve ntricalar Decompensai cordis terbagi atas dua macam meliputi :

1.

Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam  jumlah yang sesuai dalam waktu c epat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.. Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian. Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:



Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau

berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun) 

Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,



Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel

2.

Decompensasi cordis kanan Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya bendungan vena  jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendunganbedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.

C. PATOFISIOLOGI

Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV ( End Diastolic Volume ), maka terjadi pula peningkatan LVEDP ( Left Ventricle End Diastolic Pressure ), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama

diastol atrium

dan

ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan

meningkatkan LAP ( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmonari, yang mana hipertensi pulmonari akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung

kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997 ). Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut (kategori NYHA): I.

Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari II.

Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina

III.

Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat.

IV.

Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

D. TANDA DAN GEJALA

Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal antara lain : 

Lelah



Angina



Cemas



Oliguri. Penurunan aktifitas GI



Kulit dingin dan pucat



Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antaralai :



Dyppnea



Batuk



Orthopea



Reles paru



Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru



Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :



Edema perifer



Distensi vena leher



Hari membesar



Peningkatan central venous pressure (CPV

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.

Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis

2.

Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna

mengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel 3.

Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada

penyakit jantung kotoner 4.

Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung

5.

esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikan

data tentang fungsi jantung F. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobnatan penyakit decompensasi cordis adalah sbb: 1.

Pemenuhan kebutuhan oksigen



Pengobatan faktor pencetus



Istirahat 2.

Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti



Pengobatan dengan oksigen



Pengaturan posisi pasien deni kebcaran nafas



Peningkatan kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif)



Penurunan preload (pembatan sodium, diuretik, obat-obatan, dilitasi vena)



Penurunan afterload (obat0obatan dilatasi arteri, obat dilatasi arterivena, inhibitor ACE

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.

Foto polos dada



Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.



Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.

2.

EKG Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung t ampak gambaran atrium fibrilasi.

3.

Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara at rium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1.

Pengkajian

a. Aktivitas dan Istirahat Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar. Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari). Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu. b. Sirkulasi Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema. Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial. c. Integritas Ego Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik, d. Makanan/Cairan Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik. Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi. e. Neurosensoris Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing Tanda: Kelemahan f. Pernafasan Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal. Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.

g. Keamanan Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi Tanda: Kelemahan tubuh h. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya. Tanda: Menunjukan kurang informasi.

2.

Kemungkinan diagnosa keperawatan

1.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler-alveoli

2.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen sekunder penurunan cardiac output

3.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus

4.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penurunan metabolism energy sekunder penurunan suplay oksigen

3.

No

Intervensi Keperawatan

Dx

Tujuan dan Keriteria Hasil

I

setelah dilakuakn asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas efektif dengan keriteria hasil : RR : 16-24 x/menit SaO2 : 95-100 % Tidak ada retraksi dada Tidak ada nafas dangkal I:E = 2:1

II

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik dengan criteria hasil :

Intervensi Berikan posisi semifowler Berikan terapi O2 sesuai indikasi Pantau frekuensi upaya bernafas

pernafasan,

Kaji bunyi nafas, warna kulit, status mental Pantau AGD Pantau oksimetri nadi untuk status oksigenasi Pantau status neurologis Pantau fungsi haemodinamik Kaji oksigenasi dengan oksimetri

ttd

Tidak ada sianosis

Pantau hasil laboratorium bilirubin, BUN, kreatinin

Tidak ada odema

Kaji warna diaferosis

CRT < 3 detik Turgor kulit elastic

III

kulit,suhu,adanya

Kolaborasi untuk obat sesuai indikasi

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan terjadi keseimbangan cairan dengan keriteria hasil :

pemberian

Batasi pemberian cairan Pantau laporan laboratorium

hasil

Pantau kelembaban kulit dan turgor

Mukosa lembab Turgor kulit baik

Pantau masukan dan haluaran

Balance cairan

Pantau tekanan darah dan nadi

Odem berkurang/tidak ada

Berikan posisi trendelenberg Berikan obat sesuai indikasi

IV

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas dengan keriteria hasil : Klien mampu secara mandiri

melakukan

Klien nyaman dan relax

ADL

Evaluasi keadaan dan tingkat kesadaran klien Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien Anjurkan kepada klien untuk memperbanyak tirah baring Batasi pengunjung kunjungan klien

dan

atau

Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman Anjurkan pada klien untuk  jangan mengedan defekasi Bantu klien dalam memenuhi ADL Latih ROM aktif dan gerak aktif klien

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M dkk. 2008. Klien gangguan kardiovaskuler. Jakarta: EGC

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Edisi 8 EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan .Edisi 3 EGC. Jakarta.

Guyton hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran ed.2. Jakarta: EGC

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner . EGC Jakarta. Mansjoer, Arif.200.kapita selekta kedokteran.ed 3.jilid 2.jakarta:media Aesculapius Nanda. 2002. Nursing diagnostic definition and classification. philadehelphia:USA Smeltzer, Suzzane C. & Brennda G Bare. 2002. Keperawatan edikal bedah. Jakarta: EGC Tambayong, jean. 2000. Phaofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung .Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya http://wwwdagul88.blogspot.com/2011/11/v-behaviorurldefaultvmlo_15.html http://www.docstoc.com/docs/151847616/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-KLIEN-DENGANDECOMPENSASI-CORDIS http://dwie

keke.blogspot.com/2013/04/askep-decompensasi-cordis.html http://dwiekeke.blogspot.com/2013/04/askep-decompensasi-cordis.html http://ia-hadiansyah.blogspot.com/2011/06/konsep-decompensatio-cordis.html

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF