Laporan Pendahuluan Ckd

January 18, 2019 | Author: Rizka Yunita | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Pendahuluan Ckd...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Medical Ruang 25, RSSA Malang

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Nama Maha Mahasi sisw swa a

: Riz Rizka ka Yuni Yunita ta

NIM

: 0810723014

I.

MASALAH K ES ESEHATAN

CKD (Chronic Kidney Disease)

II.

DEFINISI

Gagal Gagal ginja ginjall kronik kronik (GGK) (GGK) biasan biasanya ya akiba akibatt akhir akhir dari dari kehil kehilan angan gan fungsi fungsi ginjal ginjal lanjut lanjut secara secara bertahap bertahap (Doenges (Doenges,, 1999). 1999). Gagal Gagal ginjal ginjal kronis kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang yang progre progresif sif dan dan irreve irreversi rsibl ble e diman dimana a kemamp kemampua uan n tubuh tubuh gagal gagal untuk untuk memp mempe ertah rtaha ankan kan

meta metab bolism lisme e

dan

kese keseiimban mbang gan

cai cairan ran

dan

elektrolit,menyebabkan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).



Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian bagi semua orang dengan CKD. Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah estimasi terbaik dari fungsi ginjal.





Kelompok resiko tinggi meliputi diabetes, hipertensi dan riwayat keluarga penyakit ginjal.



Tiga tes sederhana dapat mendeteksi CKD: tekanan darah, albumin urin dan kreatinin serum.

IV. ETIOLOGI

Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler  hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah : 1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks

nefropati. 2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.

pada stadium ini, kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik. Stadium 2 : insufisiensi ginjal

-

Dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

-

CKD dibagi ke dalam 5 tahap yaitu sebagai berikut: -

Tahap 1

Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2). Dengan beberapa tanda kerusakan ginjal pada tes lainnya (jika semua tes ginjal lain adalah normal, tidak ada CKD). -

Tahap 2

Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2 Tahap 3

VI. PROGNOSIS PENYAKIT

Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis yang dijaga sebagai data epidemiologis menunjukkan bahwa semua penyebab kematian (tingkat kematian secara keseluruhan) meningkat sebagai fungsi ginjal menurun. Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler, tanpa apakah ada perkembangan ke tahap 5. Sedangkan terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa batas waktu dan memperpanjang hidup, kualitas hidup yang sangat

filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator  paling sensitif dari fungsi renal karena substansi

ini diproduksi secara

konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau

mengencerkan urin

secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.

sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.

VIII. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal ginjal kronik antara lain (Long, 1996): a. Gejala dini : lethargi sakit kepala kelelahan fisik dan mental berat

5. Pulmoner seperti adanya sputum kental, pernapasan dangkal, kusmaul, sampai terjadinya edema pulmonal. 6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.

7. Psikososial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler  Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gangguan Pulmoner 

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi  Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

b. Darah 1)

BUN Urea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau gagal ginjal.

2)

Kreatinin Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50 % nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.

3)

Elektrolit Natrium, kalium, calcium dan phosfat

4)

2.

Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit

Pemeriksaan Radiologi

Berberapa

pemeriksaan

radiologi

yang biasa

mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain: •

Flat-Plat radiografy/Radiographic

digunanakan

untuk



Magnetic Resonance Imaging (MRI) Untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi neuropati,  ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.

3.

Biopsi Ginjal

Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

X.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari CKD

menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra

(2006) antara lain adalah:

1. Hiperkalemi

akibat

penurunan

sekresi

asidosis

metabolik,

katabolisme, dan masukan diit berlebih.

2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

XI. PENATALAKSANAAN

Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah sebagai berikut : 1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan

dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema. 3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :

a.

Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,350,50 gr. Diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal,

tidak seperti

karbohidrat. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia. b.

Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk

mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat 6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.

a.

Terapi dialysis merupakan terapi yang biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal. Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam

yaitu

hemodialisis

dan

peritoneal

dialisis

yang

merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi. Peritoneal dialysis

sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA. ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN

Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat. 2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu. e. Pola istirahat dan tidur. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap. f. Pola persepsi dan koknitif. Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya

adalah penurunan

kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan  jelas.

g.

Pola hubungan dengan orang lain. Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.

h.

Pola reproduksi Gejalanya

penurunan

keharmonisan

pasien,

dan

adanya

penurunan

kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.

c. Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan. d. Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor. e. Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. f. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. g. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. h. Genital.

8.

Kurang pengetahuan tentang tindakan medis

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan renal berhubungan

dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme 1)

Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.

2)

Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin. Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.

3)

Jangan berikan obat

obat Nephrothoxic

Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.

3) Monitor ECG Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium

dihubungkan dengan

disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic. 4) Berikan cairan sesuai indikasi Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel. 5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya. Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.

3. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

pembatasan intake (Diit)

dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi

protein – calori. 1)

Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia. Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan

4. Perubahan

pola nafas

berhubungan

dengan hiperventilasi sekunder:

kompensasi melalui alkalosis respiratorik Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil

Intervensi: 7)

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret 8)

Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2 9)

Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas 10)

Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Potensial Infeksi berhubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia. 11) Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi. Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.

Rasional :

Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas

kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus. 16) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura. Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia. 17) Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema. Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri. 18) Lakukan perawat kulit secara benar. Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi 19) Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan. Rasional : Amengurangi pruritis. 20) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih. Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan

5)

Evaluasi

pasien

dan

keluarga

setelah

diberikan

penkes.

DAFTAR PUSTAKA

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit . Edisi 4. Jakarta : EGC

PATOFISIOLOGI

Infeksi

vaskuler

reaksi antigen antibodi

zat toksik

arteriosklerosis

tertimbun ginjal

Obstruksi saluran kemih Retensi urin

suplai darah ginjal ↓

 batu besar dan kasar 

iritasi / cidera  jaringan

menekan saraf   perifer 

hematuria anemia

nyeri pinggang GFR turun GGK 

retensi Na

sekresi protein terganggu urokrom tertimbun di kulit

sindrom uremia  perpospatemia  pruritis gang. integritas kulit

gang. keseimbangan asam - basa

resiko gangguan nutrisi

suplai nutrisi dalam darah turun

tek. kapiler naik   perubahan warna kulit

 prod. asam naik 

 produksi Hb turun oksihemoglobin turun

gangguan  perfusi jaringan

vol. interstisial naik 

suplai O2 turun

intoleransi aktivitas

edema  payah jantung kiri

as. lambung naik 

nausea, vomitus

total CES naik 

sekresi eritropoitis turun

(kelebihan volume cairan)

iritasi lambung

 bendungan atrium kiri naik 

COP turun

 preload naik 

tek. vena pulmonalis Perubahan nutrisi

infeksi gastritis mual, muntah

perdarahan - hematemesis - melena anemia

 beban jantung naik  hipertrofi ventrikel kiri

aliran darah ginjal turun

suplai O2

suplai O2 ke

 jaringan turun

otak turun

RAA turun

metab. anaerob

retensi Na & H 2O

timb. as. laktat naik 

syncope (kehilangan kesadaran)

naik  kelebihan vol. cairan

- fatigue - nyeri sendi

kapiler paru naik  edema paru gang. pertukaran gas

intoleransi aktivitas

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF