Laporan Pendahuluan CA Caput Pankreas
September 10, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Pendahuluan CA Caput Pankreas...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN CARCINOMA CAPUT PANKREAS RUANG PERAWATAN INTERNA DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO
Nama Mahasiswa Nim
: Nur Ayuana Andini : R014181003
CI LAHAN
[
CI INSTITUSI
]
[
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
]
BAB I KONSEP MEDIS
A. Definisi
Kanker pankreas adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang melapisi saluran pankreas (Brunner & Suddarth, 2011). Kanker pankreas merupakan tumor yang paling sering terjadi. Lokasi timbulnya tersering pada daerah kaput pancreas yang dikenal dengan istilah medis carcinoma caput pankreas, pankreas, yaitu 60 % kemudian disusul kanker kaudal 30 % dan kanker seluruh pankreas yaitu 10% . Terdapat banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker pankreas, diantaranya merokok, obesitas, kronik pancreatitis, dan mutasi gen (Japaris, 2008; Mayer, 2005). Kanker pankreas ini ini
merupakan penyebab kematian keempat akibat kanker
(selain kanker paru, kolon dan payudara), baik pada pria maupun wanita di Amerika Amerika Serikat. Menifestasi klinik dari karsinoma kaput pankreas yang paling sering di jumpai adalah sakit perut, berat badan turun dan ikterus. Diagnosis sulit ditegakkan, sehingga tumor biasanya tidak ditemukan kecuali bila telah menyebar terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal. Saat ini pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosa kanker pankreas diantaranya Ultrasonografi (USG), Computed Tomography (CT) Scan Abdomen, Magnetic
Resonance
Imaging
(MRI),
Endoscopic
Retrograde
Cholangio-
Pancreaticography (ERCP), dan ultrasonografi endoskopik. B. Etiologi
Etiologi karsinoma kaput pancreas atau kanker pankreas masih belum diketahui pasti. Namun, penelitian epidemiologi menunjukkan adanya hubungan karsinoma kaput pankreas dengan beberapa faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Faktor eksogen antara lain kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan zat karsinogen industri, sedangkan faktor endogen yaitu usia, penyakit pankreas ( pankreatitis kronik dan diabetes mellitus) dan mutasi gen (Sudoyo, 2006). Etiologi karsinoma kaput pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor eksogen pasien dengan faktor endogen.
1. Faktor Eksogen a. Merokok Merokok mengakibatkan kanker pankreas sekitar 25-35%, berisiko 2-3 kali menderita kanker pankreas. Meta analisis 83 penelitian epidemiologi mengenai merokok dan kanker pankreas seluruhnya dengan Resiko Relatif (RR) adalah 1,74 (Yeo, 2015). b. Obesitas dan Diet Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak berisko terhadap terjadinya kanker pankreas. Dari 38 penelitian mengenai berat badan dan risiko kanker oleh World Cancer Research Fund menyimpulkan bahwa obesitas dan abdominal yang gemuk merupakan faktor risiko kanker pankreas. Tumorigenesis ditingkatkan oleh jaringan adipose yang berlebih melalui metabolism glukosa abnormal, hiperinsulinemia, dan perubahan inflamasi. Obesitas juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup setelah didiagnosis kanker pankreas. Faktor diet juga berkontribusi terhadap kanker pankreas, yaitu makanan ma kanan tinggi lemak dan kalori , mentega, daging merah, dan konsumsi buah dan sayur sebagai protektif.(Yeo, 2015). c. Alkohol Konsumsi alkohol berkontribusi terhadap terjadinya pankreatitis akut dan berkembang menjadi pankreatitis kronik. Mengkonsumsi alkohol menyebabkan kerusakan parenkim pankreas melalui beberapa mekanisme: (Yeo, 2015). 1) Peningkatan acetaldehyde merupakan oksidatif dari metabolism alkohol. 2) Regulasi imunosupresif dan inflammatory. 3) Berkurangnya kadar folat pada konsumen alkohol berat. 4) Merangsang biotransformasi enzim Cytochrome P450 2. Faktor Endogen a. Usia Resiko berkembangnya kanker pankreas meningkat sesuai dengan penambahan usia. Kanker pankreas cenderung terjadi pada orang-orang dengan usia 40-60 tahun.
b. Jenis kelamin Kanker pankreas lebih sering terdiagnosa pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insidensi pada laki-laki di negara berkembang 8,5/100.000 dan negara belum berkembang 3,3/100.000 dan pada wanita di negara berkembang 5,6/100.000 dan negara belum berkembang 2,4/100.000. c. Ras/Etnis Lebih sering mengenai ras yang berkulit hitam. Orang Africa-Amerika memiliki insidensi yang tinggi (17,6/100.000 untuk pria berkulit hitam dan 14,3/100.000 untuk wanita berkulit hitam). Risiko yang tinggi pada orang Amerika yang berkulit hitam mungkin dikarenakan perbedaan ras dalam metabolisme asap rokok, tingkat merokok yang tinggi, obesitas, asupan tinggi kalori, konsumsi alkohol, diabetes dalam waktu yang lama,tingkat pendapatan yang rendah (Yeo, 2015). 3. Faktor genetik dan riwayat penyakit sebelumnya. a. Genetik Kanker pankreas sering dikaitkan dengan kelainan genetik. Kelainan yang paling sering adalah mutasi K-ras yang sebagian besar memengaruhi kodon 12, hal ini diamati pada 60-75% kanker pankreas (Chong dan Cunningham, 2013). Mutasi K-ras mengganggu intrinsik GTPase yang aktif di tranduksi signal yang merubah prolifesi dan migrasi sel. Mutasi K-ras adalah kejadian genetik awal pada karsinogenesis pankreas dan dipertimbangkan menjadi tanda kanker pankreas (Sakorafas dan Smyrniotis, 2012). Onkogen K-ras mengkode Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog (K-ras) protein pada guanosine triphosphate (GTPase) (Rishi et al, 2015). Onkogen K-ras berubah pada kompartemen epitel pankreas, inaktivasi Atg7, kunci mediator autophagy, memblok progresif K-ras ke invasif pankreas duktal adenokarsinoma. Blokade ini meningkatkan kematian sel, pertumbuhan berhenti dan tahap awal lesi neoplastik (Donahue dan Herman, 2014). Inaktivasi gen p16 diobservasi pada 80-95% kanker pankreas sporadik, dan ini dijumpai pada stadium lanjut karsinogenesis pankreas. Inaktivasi gen p53 diobservasi pada 55-75% kanker pankreas dan merupakan tahap akhir
tumorigenesis pankreas. Inaktivasi gen SMAD4 terjadi pada 55% kanker pankreas. Mutasi gen BRAC2 meningkat 10 kali pada perkembangan kanker pankreas (Sakorafas dan d an Smyrniotis, 2012). Gen-gen tumor suppressor supp ressor p16, p16 , p53, dan SMAD4 biasanya inaktif; gen p16 pada kromosom 9p21 hilang pada hampir 95% tumor, gen p53 inaktif karena mutasi atau hilang pada 50-70% tumor, dan gen SMAD4 hilang pada 55% tumor pankreas. Sekitar 5-10% pasien dengan kanker pankreas memiliki penyakit familial. b. Diabetes Diabetes merupakan faktor risiko menimbulkan manifestasi klinis untuk kanker pankreas karena perubahan fungsi islet cell dan hilangnya masa sel beta. Hiperglikemi terdapat pada 50-80% pasien dengan kanker pankreas (Yeo, 2015). Secara epidemiologi diabetes tipe 2 merupakan faktor risiko kanker pankreas dan hiperinsulinemia kronik serta hiperglikemi berhubungan dengan diabetes tipe 2 sebagai mekanisme yang menyertai. Penelitian ekperimental menunjukkan bahwa insulin merangsang proliferasi dan mengurangi apoptosis pada sel kanker pankreas baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan bioavailabilitas insulin like growth factor 1. 1 . Hiperglikemi juga dapat meningkatkan proliferasi dan invasi sel pankreas ( Liao et al, 2015). Dari penelitian cohort dan case-control, diabetes yang telah didiagnosa selama dua tahun meningkatkan risiko dua kali terhadap kanker pankreas. Pada penelitian meta analisis oleh Huxley et al (2005) melaporkan ada 36 penelitian yang menunjukkan ada peningkatan risiko kanker pankreas pada penderita diabetes (Henry et al, 2013). c. Pankreatitis Pankreatitis mengakibatkan kanker pankreas telah banyak diteliti dari 10 penelitian case control menemukan bahwa pankreatitis berkontribusi terhadap kanker pankreas sekitar 1,34%. Dugaan ini karena penyebab pankreatitis mungkin menyebabkan obstruksi duktal pankreas (Yeo, 2015).
C. Manifestasi Klinis Pankreas tidak memiliki mesenterium dan berdekatan dengan saluran empedu,
usus dua belas jari, perut, dan usus besar, karenanya manifestasi klinis yang paling umum dari kanker pankreas adalah yang berkaitan dengan invasi atau kompresi dari struktur yang berdekatan (Brand, 2003). 1. Nyeri, ikterik, atau keduanya dijumpai pada lebih dari 80% 8 0% pasien p asien dan, bersamaan dengan penurunan berat badan, dianggap sebagai tanda klasik karsinoma kaput pancreas tetapi sering kali tidak nampak sampai proses penyakit telah lanjut (Brunner & Suddarth, 2014). 2. Nyeri atau ketidaknyamanan yang samar di bagian atas atau pertengahan abdomen tidak berhubungan dengan fungsi GI menyebar sebagai nyeri tertusuk di pertengahan punggung dan lebih berat di malam hari dan ketika berbaring dalam posisi telentang, nyeri sering kali progresif dan berat. b erat. Asites lazim terjadi (Brunner & Suddarth, 2014). 3. Rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, diare (steatore), dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena dijumpai pada pancreatitis dan tumor intraabdominal. Keluhan awal biasanya berlangsung >2 bulan sebelum diagnosis kanker. Keluhan utama yang sering adalah sakit perut, berat badan turun (>75 % kasus) dan ikterus (terutama pada kanker kaput pankreas). 4. Lokasi sakit perut biasanya di ulu hati, awalnya difus, selanjutnya terlokalisir. Sakit perut biasanya disebabkan invasi tumor pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterikus superior. Dapat menjalar ke punggung, disebabkan invasi tumor ke daerah retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus. 5. Penurunan berat
badan awalnya melambat, kemudian menjadi
progresif,
disebabkan berbagai faktor: asupan makanan kurang, malabsorbsi lemak dan protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi (tumor necrosis factor-a dan interleukin-6). 6. Ikterus obstruktivus, dijumpai pada 80-90 % kanker kaput pankreas berupa tinja berwarna pucat (feses akolik). 7. Gejala defisiensi insulin (diabetes: glukosuria, hiperglikemia, dan toleransi glukosa abnormal) mungkin merupakan tanda awal karsinoma (Brunner & Suddarth, 2014)
8. Makanan sering kali memperburuk nyeri epigastrik (Brunner & Suddarth, S uddarth, 2014). 9. Malabsorpsi nutrient dan vitamin larut-lemak, anoreksia dan malaise (kelemahan), serta feses berwarna seperti lempung dan urine yang berwarna pekat/gelap lazim terjadi pada karsinoma kaput pankreas (Brunner & Suddarth, 2014). Selain itu tanda klinis lain yang dapat kita temukan antara lain, pembesaran kandung empedu (Courvoisier’s sign), hepatomegali, splenomegali splenomegali (karena kompresi atau trombosis pada v. porta atau v. lienalis, atau akibat metastasis hati yang difus), asites (karena infiltrasi kanker ke peritoneum), nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s nodule), trombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome), perdarahan gastrointestinal, dan edema tungkai (karena obstruksi VCI) serta limfadenopati supraklavikula sinistra (Virchow’s node) (Sudoyo, 2006). 2006). D. Patofisiologi Kanker pankreas hampir 90 % berasal dari duktus, dimana 75 % bentuk klasik
adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus (±70%) lokasi kanker pada kaput pankreas, 15- 20% pada badan dan 10% pada ekor. Pada karsinoma daerah kaput pankreas dapat menyebabkan obstruksi pada saluran empedu dan ductus pankreatikus daerah distal, hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinik berupa ikterus (Castillo, Carlos, Jimenez, & Ramon, 2006; Sudoyo, 2006). Umumnya tumor meluas ke retroperitonel ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada pembuluh darah. Secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe , dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritonium, hati dan kandung empedu (Castillo. et. al., 2006). Karsinoma pankreas diyakini berasal dari sel-sel duktal dimana serangkaian mutasi genetik telah terjadi di protooncogene dan gen supresor tumor. Mutasi pada onkogen K-ras diyakini menjadi peristiwa awal dalam perkembangan tumor dan terdapat lebih dari 90 % tumor. Hilangnya fungsi dari beberapa gen supressor tumor (p16, p53, DCC, APC, dan DPC4) ditemukan pada 40-60% dari tumor. Deteksi mutasi K-ras dari cairan pankreas yang diperoleh pada endoskopik retrograde cholangiopancreatography telah digunakan dalam penelitian klinis untuk mendiagnosa kanker pancreas (Brand, 2003). Pada sebagian besar kasus, tumor sudah besar (5-6 cm) dan atau telah terjadi
infiltrasi dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat di reseksi, sedangkan tumor yang dapat direseksi berukuran 2,5-3,5 cm (Sudoyo, 2006).
E. Komplikasi Komplikasi dari karsinoma kaput pankreas adalah (Buchler & Waldemar, 2004) :
1. Ikterus Obstruktif 2. Obstruksi gastric outlet 3. Pankreatitis akut (5% sebagai tanda awal karsinoma) 4. Perdarahan traktus gastrointestinal (jarang) 5. Asites 6. Splenomegaly/ varises esofagus 7. Diabetes melitus 8. Steatorrhea 9. Thrombophlebitis migrans 10. Thromboembolic disease
F. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium
Kelainan laboratorium kanker pankreas antara lain, Anemia oleh karena penyakit kankernya dan nutrisi yang kurang, peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan dari serum alkali fosfat, bilirubin, dan transaminase. Karena sebagian besar kanker pankreas terjadi di kaput, maka obstruksi dari saluran empedu sering ditemui. Obstruksi dari saluran empedu distal menyebabkan tingginya serum alkali fosfat empat sampai lima kali di atas batas yang normal, begitu pun dengan billirubin (Brand, 2003). Penanda tumor CA 19-9 (antigen karbohidrat 19,9) sering meningkat pada kanker pankreas. CA 19-9 dianggap paling baik untuk diagnosis kanker pankreas, karena memiliki sensitivitas dan spesifivitas tinggi (80% dan 60-70%), akan tetapi konsentrasi yang tinggi biasanya terdapat pada pasien dengan besar tumor > 3 cm, dan merupakan batas reseksi tumor (Sudoyo, 2006). 2. Radiologi
a. Gastroduodenografi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan lengkung duodenum akibat kanker pankreas. Kelainan yang dapat dijumpai pada kelainan kanker pankreas dapat berupa pelebaran lengkung duodenum, double contour , dan gambaran ‘angka 3 terbalik’ karena pendorongan kanker pankreas yang besar pada duodenum, di atas dan di bawah papila vateri (Sudoyo, 2006). b. Ultrasonografi Karsinoma pankreas tampak sebagai suatu massa yang terlokalisir, relatif homogen dengan sedikit internal ekho. Batas minimal besarnya suatu karsinoma pankreas yang dapat dideteksi secara ultrasonografi kira-kira 2 cm. Bila tumor lebih dari 3 cm ketetapan diagnosis secara ultrasonografi adalah 80-95%. Suatu karsinoma kaput pankreas sering menyebabkan obstruksi bilier. Adanya pelebaran saluran bilier baik intra atau ekstrahepatik dapat dilihat dengan pemeriksaan USG. Tanda-tanda suatu karsinoma pankreas secara Ultrasonografi adalah: 1) Pembesaran parsial pankreas 2) Konturnya ireguler, bisa lobulated 3) Struktur ekho yang rendah atau semisolid 4) Bisa disertai pendesakan vena kava ataupun vena mesenterika superior. Mungkin disertai pelebaran saluran-saluran bilier atau metastasis di hati (Boer, 2009) c. CT CT – – Scan Scan Pada masa kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih untuk diagnostik dan menentukan diagnosis dan menentukan stadium kanker pankreas adalah dengan dual phase multidetector CT , dengan contras dan teknik irisan tipis (3-5mm). Kriteria tumor yang tidak mungkin direseksi secara CT antara lain: metastase hati dan peritoneum, invasi pada organ sekitar ( lambung, kolon), melekat atau oklusi pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan kriteria tersebut mempunyai akurasi hampir 100% untuk predileksi tumor tidak dapat direseksi. Akan tetapi positif predictive value rendah, yakni 25-50 % tumor yang akan diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak dapat direseksi pada bedah laparotomi (Sudoyo, 2006).
Gambaran karsinoma kaput pankreas pada CT scan yang dapat dinilai antara lain; pembesaran duktus pankreatikus dan duktus biliaris, pembesaran kantung empedu. Selain itu kita juga dapat melihat metastasis yang terjadi di sekitar pankreas (Ahuja, Antonio,& Yuen, 2006). d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI secara jelas mencitrakan parenkim pankreas, pembuluh darah sekitar pankreas dan struktur anatomis organ padat sekitar di regio abdomen abd omen atas. Sangat berguna untuk diagnosis karsinoma pankreas stadium dini dan penentuan stadium preoperasi. Kolangiopankreatigrafi MRI (MRCP) menghasilkan gambar serupa dengan ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography), secara jelas mencitrakan saluran empedu intra dan extrahepatik, serta saluran pankreas (Japaries, 2008). e. ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography) Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker pankreas adalah dapat mengetahui atau menyingkirkan adanya kelainan gastroduodenum dan ampula vateri, pencitraan saluran empedu dan pankreas, dapat dilakukan biopsi dan sikatan untuk pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Disamping itu dapat dilakukan pemasangan stent untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada kanker pankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi (Sudoyo, 2006). f. EUS (Endoskopik Ultrasonografi) EUS mungkin tes yang paling akurat dalam mendiagnosis kanker pankreas. Beberapa studi membandingkan dengan CT telah menunjukkan bahwa EUS memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dan spesifisitas untuk mendiagnosis, terutama mengevalasi tumor kecil. Selain itu EUS sangat akurat untuk melihat invasi lokal dan metastasis nodal dari kanker pankreas. pankreas. Selain itu EUS juga juga dapat membantu dalam proses biopsi tumor (Castillo. et. al., 2006).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit karsinoma kaput pancreas adalah sbb : 1. Bedah reseksi ‘kuratif’. ‘kuratif’. Mengangkat/mereseksi komplit tumor massanya. Yang paling sering dilakukan adalah
prosedur
Whipple.
Operasi
whipple
merupakan
prosedur
dengan
pengangkatan kepala (kaput) pankreas dan biasanya sekitar 20% pankreas dihilangkan. 2. Bedah paliatif. Untuk membebaskan obstruksi bilier, pemasangan stent perkutan dan stent perendoskopik. 3. Kemoterapi. Bisa kemoterapi tunggal maupun kombinasi. Kemoterapi tunggal seperti 5-FU, mitomisin-C, Gemsitabin. Kemoterapi
kombinasi
yang masih dalam tahap
eksperimental adalah obat kemoterapi dengan kombinasi epidermal growth factor receptor atau atau vascular endothelial growth factor receptor . Pada karsinoma pankreas yang telah bermetastasis memiliki respon buruk terhadap kemoterapi. Secara umum kelangsungan hidup setelah diagnosis metastasis kanker pankreas, kurang dari satu tahun. 4. Radioterapi. Biasanya dikombinasi dengan kemoterapi tunggal 5-FU (5-Fluorouracil). 5. Terapi simtomatik. Lebih ditujukan untuk meredakan rasa nyeri (obat analgetika) dari: golongan aspirin, penghambat COX-1 maupun COX-2, obat golongan opioid.
BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan 1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat & jam kebiasaan tidur pada malam hari, pekerjaan mempengaruhi tidur, misal nyeri, ansietas, berkeringat malam, serta keterbatasan partisipasi dalam melakukan kegiatan, pekerjaan dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi. 2. Sirkulasi Gejala
: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan : Perubahan pada TD 3. Integritas Ego Gejala :
Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi
stress, mis: merokok, minum alkohol, keyakinan/religius. Masalah tentang perubahan dalam penampilan, mis : lesi cacat, alopesia, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, serta depresi. Tanda :
Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Cairan/Makanan Gejala : Kebiasaan diet buruk (mis: rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah, Intoleransi makanan. Perubahan pada BB, penurunan BB hebat, berkurangnya massa otot. Tanda : Perubahan pada kelembaban / turgor kulit, mis edema. 5. Nyeri/kenyamanan Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi mis: ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat. 6. Pernapasan Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang yang merokok). 7. Keamanan Gejala :
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama /
berlebihan. Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring 6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi C. Rencana/ Intervensi Keperawatan RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan:
Definisi:
Ketidakefektifan pola napas
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
Batasan kerakteristik
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
1. Dyspnea Setelah diberikan intervensi 2. Fase ekspirasi memanjang keperawatan selama …klien akan 3. Pennggunaan otot bantu menunjukkan pola napas yang pernapasan pernapasa n efektif, dibuktikan oleh indikator 4. Penggunaan posisi tiga titik sebagai berikut 5. Pernapasan bibir Respon penyapihan ventilasi 6. Pola napas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman) mekanik: Dewasa 7. Takipnea 1. Tingkat pernapasan spontan 2. Irama pernapasan spontan Faktor yang berhubungan: 3. Kedalaman pernapasan
Keletihan otot pernapasan
spontan 4. Apikal denyut jantung apical 5. Ppaco2 (tekanan parsial oksigen dalamm darah arteri)
Status pernapasan 1. Frekuensi pernapasan 2. Irama pernapasan 3. Kedalaman inspirasi 4. Suara auskultasi nafas 5. Kepatenan jalan napas 6. Volume tidal
Intervensi (NIC)
Manajemen jalan napas
1. Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan napas 3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, dalam, berputar, berputar, dan batuk
4. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif 5. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan 6. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya 7. Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya 8. Regulasi asupan cairan untukk mengoptimalkan keseimbangan cairan 9. Posisikan untuk meringankan sesak
7. Pencapaian Pencapaian tingkatt insentif spinometri 8. Kapasitas vital 9. Saturasi oksigen 10. Tes faal paru
napas 10. Monitor status pernapasan dan oksigen, sebagaimana mestinya
Monitor pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otototot bantu napas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta 3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi 4. Monitor pola napas (misalnya, bradipnea, takipnea, hiperventilasi, hiperventilasi, pernapasan pernapasa n kusmau kusmaul, l, pernapasan pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic) ataxic) 5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang yang tersedasi tersedasi (seperti, (seperti, sao2, svo2, spo2) sesuai dengan protokol yang ada 6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dan dahi) dengan dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi tinggi (misalnya, (misalnya, pasien pasien yang obesitas, melaporkan pernah mengalami apnea saat tidur, mempunyai riwayat penyakit dengan terapi oksigen menetap, usia ekstrim) sesuai dengan prosedur tetap yang ada 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 8. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri 9. Catat lokasi trakea 10. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
11. Kaji perlunya penyedotan, pada jalan napas napas dengan dengan auskultasi auskultasi suara napas ronki di paru 12. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat 13. Monitor nilai fungsi paru, terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (fevi) dan fevi/fvc sesuai dengan data yang tersedia 14. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan kelelahan, kecemasan, dan kekurangan udara pada pasien 15. Catat perubahan pada saturasi o2, volume tidal akhir co2, dan perubahan nilai nilai analisa analisa gas darah dengan tepat 16. Monitor kemampuan batuk efektif pasien 17. Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk 18. Monitor sekresi pernapasan pasien
Diagnosa Keperawatan:
Definisi:
Nyeri akut
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
Batasan Karakteistik
1. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis., Neonatal Infant Pain Assessment Checklist for Senior with Limited ability tu Communicate) 2. Ekspresi wajah nyeri (misalkan wajah kurang
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Tujuan :
Intervensi (NIC) Manjemen lingkungan:kenyamanan
Setelah dilakukan intervensi selama 1x12 jam nyeri berkurang 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung atau teratasi dengan kriteria hasil: 7. Sesuaikan suhu lingkungan yang klien dapat nyaman untuk pasien 8. Sesuaikan pencahaan ruangan 1. mengenali kapan terjadi nyeri untuk membantu klien dalam 2. mengenali faktor penyebab beraktivitas nyeri 9. Fasilitasi tindakan kebersihan
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis). 3. Fokus menyempit ( misalkan persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan orang dan lingkungan) Faktor yang berhubungan:
Agen cedera biologis
3. melaporkan nyeri terkontrol 4. melaporkan jika mengalami nyeri 5. mengambil tindakan untuk mengurangi nyeri 6. melakukan manajemen nyeri sesuai dengan keyakinan budaya 7. meng mengata atasi si gangg gangguan uan hubun hubunga ga interpersonal 8. menikmati hidup 9. meng mengata atasi si kekha kekhawat watira iran n terka terka toleransi nyeri 10. mengatasi kekhawatiran membebani orang lain 11. mengatasi ketakutan terhadap nyeri yang tidak bisa ditahan 12. Mengatasi ketakutan terhadap prosedur dan alat
13. mengatasi rasa marah terhadap dampak nyeri yang menyebabkan ketidakmampuan 14. suhu dalam batas normal (36-37,5 C) 15. kulit wajah tidak pucat
untuk kenyamanan individu. 10. berikan berikan edukasi kepada keluarga terkait manajemen penyakit
Pengaturan posisi
1. Berikan posisi yang tidak menyebabkan nyeri bertambah 2. Tinggikan kepala tempat tidur 3. Posisikan pasien ntuk meningkatkan drainase urin 4. Meminimalisir gesekan dan cedera ketikan memposisikan atau membalikkan tubuh pasien Terapi relaksasi
1. minta klien untuk rileks 2. gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang tersebut. (....) 3. ajarkan teknik relaksasi napas dalam 4. Ciptakan lingkungan yang tenang 5. Berikan waktu yang tidak terganggu Pemijatan
1. Kaji keinginan klien untuk dilakukan pemijatan 2. Cuci tangan dengan air hangat 3. Gunakan lotion, minyak hangat, bedak kering 4. Pijat secara terus-menerus, halus, usapan yang panjang, meremas, atau getakan di telapak kaki 5. Sesuaikan area pemijatan, teknik dan tekanan sesuai persepsi kenyamanan pasien. 6. Dorong klien melakukan nafas dalam dan rileks selama pemijatan. Pemberian obat
1. Kaji adanya riwayat alergi terhadap obat tertentu 2. Pastikan mengikuti prinsip 6 benar pemberian obat 3. Cek tanggal kadaluarsa obat 4. Monitor respon klien Diagnosis Keperawatan
Definisi
Kekurangan volume cairan
Penurunan cairan intravaskular, interstitial, dan/atau intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan Karakteristik
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
1. Kelemahan 2. Kulit kering 3. Peningkatan suhu tubuh
1. Cardiac pump effectiveness 2. Circulation status 3. Vital sign status
4. Penurunan berat badan tiba-tiba 5. Penurunan haluaran urine 6. Penurunan tekanan darah 7. Penurunan tekanan nadi 8. Penurunan turgor kulit Faktor yang berhubungan:
Kehilangan cairan aktif
Kriteria Hasil
1. Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, repsirasi dan suhu) 2. Dapat metoleransi aktivitas 3. Tidak ada kelelahan 4. Tidak ada edema paru dan perifer 5. Tidak ada asites 6. Tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi (NIC)
Cardiac Care
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi) 2. Catat adanya disritmia jantung 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan kardiak kardiak output output 4. Monitor status kardiovaskuler 5. Monitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi 7. Monitor balance cairan 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan anti aritmia 10. Atur periopde latihan dan istirahat untuk mengindari kelelahan 11. Monitor toleransi aktivitas pasien 12. Monitor adanya dispneu, fatigue, takupneu dan ortopneru 13. Anjurkan untuk menurunkan stress Vital sign monitoring
1. Monitoring tekanan darah, nadi, suhu dan respiration rate rate
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau berdiri 4. Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan
5. 6. 7. 8.
Monitor dari nadi Monitor kualiras adanya pulsus alterans Monitor bunyi jantung Monitor frekuensi dan irama pernapasan 9. Monitor suara paru 10. Monitor pola pernapasan abnormal 11. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 12. Monitor sianosis perifer 13. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan peningkatan sistolik) 14. Identifikasi penyebab dari perubahan vital vital sign
Diagnosis Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Batasan kerakteristik
1. Ketidakmampuan memakan makanan 2. Kurang minat pada makanan 3. Membrane mukosa pucat 4. Nyeri abdomen abdomen 5. Penurunan berat badan dengan asupan makan adekuat
Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Setelah diberikan intervensi keperawatan selama …klien akan menunjukkan pola napas yang efektif, dibuktikan oleh indikator sebagai berikut Respon penyapihan ventilasi mekanik: Dewasa b. Tingkat pernapasan spontan
c. Irama pernapasan spontan
Intervensi (NIC)
Manajemen jalan napas
11. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana mestinya. 12. Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 13. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan
Faktor yang berhubungan:
Kurang asupan makanan
d. Kedalaman pernapasan spontan e. Apikal denyut jantung apikal f. Ppaco2 (tekanan parsial oksigen dalamm darah arteri)
Status pernapasan g. Frekuensi pernapasan h. Irama pernapasan i. Kedalaman inspirasi j. Suara auskultasi nafas k. Kepatenan jalan napas l. Volume tidal m. Pencapaian tingkatt insentif spinometri n. Kapasitas vital o. Saturasi oksigen
1. 10. Tes faal paru
napas 14. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, dalam, berputar, berputar, dan batuk 15. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif 16. Auskultasi suara napas, catat area yang menurun tidak ventilasinya ada dan adanya suara atau tambahan 17. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep, sebagaimana mestinya 18. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya 19. Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya 20. Regulasi asupan cairan untukk mengoptimalkan keseimbangan cairan 21. Posisikan untuk meringankan sesak napas 22. Monitor status pernapasan dan oksigen, sebagaimana mestinya
Monitor pernapasan
19. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas 20. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otototot bantu napas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta 21. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi 22. Monitor pola napas (misalnya, bradipnea, takipnea, hiperventilasi, hiperventilasi, pernapasan pernapasa n kusmau kusmaul, l, pernapasan pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic) ataxic) 23. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang yang tersedasi tersedasi (seperti, (seperti, sao2, svo2, spo2) sesuai dengan protokol yang ada
24. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dan dahi) dengan dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi tinggi (misalnya, (misalnya, pasien pasien yang obesitas, melaporkan pernah mengalami saat tidur, mempunyaiapnea riwayat penyakit dengan terapi oksigen menetap, usia ekstrim) sesuai dengan prosedur tetap yang ada 25. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 26. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri 27. Catat lokasi trakea 28. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan 29. Kaji perlunya penyedotan, pada jalan napas napas dengan dengan auskultasi auskultasi suara napas ronki di paru 30. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat 31. Monitor nilai fungsi paru, terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (fevi) dan fevi/fvc sesuai dengan data yang tersedia 32. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan kelelahan, kecemasan, dan kekurangan udara pada pasien 33. Catat perubahan pada saturasi o2, volume tidal akhir co2, dan perubahan nilai nilai analisa analisa gas darah dengan tepat 34. Monitor kemampuan batuk efektif pasien 35. Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk
36. Monitor sekresi pernapasan pasien
Diagnosis Keperawatan:
Definisi:
Intoleran aktivitas
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
Batasan kerakteristik
1. Dyspnea setelah beraktivitas 2. Keletihan 3. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 4. Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas 5. Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Faktor yang berhubungan:
Tirah baring
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Penyembuhan Luka: Primer
1. Memperkirakan kondisi kulit 2. Memperkirakan kondisi tepi luka 3. Pembentukan bekas luka 4. Drainase purulent 5. Drainase serosa 6. Drainase sanguinis 7. Drainase serosanguinis 8. Drainase sanguinis dari drain 9. Drainase sero sanguinis dari drain 10. Eritema kulit di sekitarnya 11. Lebab di kulit di sekitarnya 12. Periwound edema 13. Peningkatan suhu kulit 14. Bau luka busuk
Penyembuhan Luka: Sekunder
1. Granulasi 2. Pembentukan bekas luka 3. Ukuran luka berkurang 4. Drainase purulent 5. Drainase serosa 6. Drainase sanguinis 7. Drainase serosanguinis 8. Eritema di kulit sekitarnya 9. Periwound edema 10. Peradangan luka 11. Kulit melepuh 12. Kulit maserasi 13. Nekrosis 14. Pelepasan sel (sloughing) 15. Lubang pada luka 16. Kantung luka
Intervensi (NIC)
Perawatan Luka:
1. Angkat balutan dan plester perekat. 2. Cukur rambut di sekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan 3. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau. 4. ukur luas luka, yang sesuai. 5. singkirkan benda-benda yang tertanam [pada luka] (misalnya, serpihan, kutu, kaca, kerikil, logam). 6. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan dengan tepat. tepat. 7. Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan. 8. Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan. 9. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi. 10. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka. 11. Perkuat balutan [luka], sesuai kebutuhan. 12. Pertahankkann teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka, dengan tepat. 13. Ganti balutan sesuai denganjumlah eksudat dan drainase. 14. Periksa luka setiap kali perubahan balutan. 15. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka.
17. Pemben Pembentukan tukan saluran sinus 18. Bau busuk luka
Perawatan Luka Tekan
1. Catat karakteristik luka tekan setiap hari, meliputi ukuran (panjang x lebar x dalam), tingkatkan luka (I – (I – IV), IV), lokasi, eksudat, granulasi, atau jaringan nekrotik, dan epitelisasi. 2. Monitor warna, suhu, udem, kelembaman, dan kondisi area sekitar luka. 3. Jaga agar luka tetap lembab untuk membantu proses penyembuhan. 4. Berikan pelembab yang hangat disekitar area luka untuk meningkatkan perfusi darah dan suplai oksigen. 5. Bersihkan kulit sekitar luka dengan sabun yang lembut dan air. 6. Lakukan debridement jika jika diperlukan.
7. bersihkan luka dengan luka denga n cairan yang tidak berbahaya, lakukan pembersihan pembersiha n dengan gerakan gerakan sirkuler dari dalam keluar. Pengecekan Kulit
1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase. 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, tekstur, edema, edema, dan ulserasi pada ekstremitas. 3. Periksa kondisi luka operasi, dengan tepat. 4. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalam mengalamii kerusakan kulit (misalnya, skala (misalnya, skala braden braden)) 5. Monitor warna dan suhu kulit. 6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan warna, memar, dan pecah. 7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet. 8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban. 9. Monitor sumber tekanan dan
gesekan. 10. Monitor infeksi, terutama di daerah edema. 11. Periksa pakaian yang terlalu ketat. 12. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa. Perlindungan infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistematik dan lokal. 2. Monitor kerentanan terhadap energi. 3. Tinjau riwayat dilakukannya perjalanan internasional internasional dan global. 4. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan hasil-hasil diferensial. 5. Ikuti tindakan pencegahan neutropenia, yang sesuai. 6. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai. 7. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang membahayakan (immune(immunecompromised )).. 8. Skrining semua pengunjung terkait penyakit menular. 9. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko. 10. Pertahanka Pertahankan n teknik-teknik teknik-teknik isolasi, yang sesuai. 11. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area yang mengalami edema. kulit dan selaput lendir 12. Periksa untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase. 13. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau atau luka. 14. Dapatkan kultur yang diperlukan. 15. tingkatkan asupan nutrisi yang cukup. 16. Anjurkan asupan cairan, dengan tepat. 17. Anjurkan istrahat
Diagnosa Keperawatan
Definisi
Defisiensi pengetahuan
Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan
topic tertentu. Batasan Karakteristik
1. Ketidakakuratan mengikuti tes 2. Ketidakakuratan mengikuti perintah 3. Kurang pengetahuan 4. Perilaku tidak tepat (mis., hysteria, bermusuhan, agitasi, apatis) Faktor yang berhubungan:
Kurang informasi
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) 1. Knowledge : Disease Process 2. Knowledge : Health Hehavior Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan dan program pengobatan 2. Pasien dan keluarga mampu melaksakan prosedur yang dijelaskan secara benar 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi (NIC) Teaching : Disease Proses 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pengetahu an pasien tentang proses
penyakit yang yang spesifik 2. Jelaskan patofisiologidari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi anatomi dan dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara cara yang tepat 5. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 6. Hindari jaminan yang kosong 7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan ata proses pengontrolan penyakit 9. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan penangana n 10. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 11. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara yang tepat 12. Intruksikan pasien mengenal tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan perawatan kesehatan kesehatan,, dengan cara yang tepat
BAB III WE B OF CAUTI ON
(WOC)
Daftar Pustaka
Ariani, N. F. (2016). Laporan (2016). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Klen Systemaic Lupus Eritematous. Malang: Eritematous. Malang: Universitas Brawijaya. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). (NIC). United United States of America: Elsevier. Depkes (2017). Situasi Lupus di Indonesia. Indonesia. Diakes pada tanggal 13 Mei 2018 di halaman http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus2017.pdf Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions and Classification 2015-2017. Jakarta: 2015-2017. Jakarta: EGC. Mahendrasari, D., & Fandika, R. A. (2016). Unnes Journal of Public Health 5 (3), (3) , Hubungan keparahan penyakit, aktivitas dan kualitas tidur terhadap kelelahan kel elahan pasien systemic lupus erythematosus. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United (NOC). United States of America: Elsevier Roviati, E. (2013). Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan auto imun bawaan yang langka dan mekanismme, molekulernya. Jurnal molekulernya. Jurnal Scientiae Educatia Volume 2 Edisi 1, 1, 2033.
View more...
Comments