Laporan Pendahuluan Aub
July 1, 2019 | Author: Cintya Adianti | Category: N/A
Short Description
Laporan Pendahuluan Aub...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT GINEKOLOGI : ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB) ATAU PERDARAHAN UTERI ABNORMAL DI RUANG DARA RSUD WANGAYA
OLEH
I GUSTI AYU CINTYA ADIANTI P07120214012 DIV KEPERAWATAN TINGKAT III SEMESTER VI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)
I.
KONSEP DASAR PENYAKIT A. PENGERTIAN
Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009). Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).
B. ETIOLOGI
Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada: 1) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri; 2) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri; 3) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba; 4) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
Sebab-sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
C. KLASIFIKASI
Tabel Pembagian PUA
1. Perdarahan uterus abnormal akut Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik kronik atau tanpa riwayat sebelumnya. 2. Perdarahan uterus abnormal kronik Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Per darahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia. Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma , malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified . Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO. 1) Polip (PUA-P)
Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui serviks.
Gejala: o
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula meyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau perdarahan bercak ringan pasca menopause.
o
Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.
Diagnostik: o
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
( Gambaran USG polip endometrium )
(gambaran histeroskopi polip endometrium)
o
Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium.
Gambar Histopatologi polip endometrium
Terapi: o
Eksisi, namun cenderung berulang.
o
Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.
2) Adenomiosis (PUA-A)
Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan miometrium.
Gejala: o
Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.
o
Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam siklus.
Diagnostik: o
Pemeriksaan Fisik:
Fundus uteri membesar secara difus.
Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat diamati tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.
o
Kriteria
adenomiosis
ditentukan
berdasarkan
kedalam
jaringan
endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium etopik pada jaringan miometrium.
o
Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.
Gambar
Penebalan
dinding
uterus
dan
jaringan
kelenjar
endometrium pada adenomiosis.
Diagnosis banding o
Kehamilan.
o
Leiomioma submukosa.
o
Hipertrofi uteri idiopatik.
o
Karsinoma endometrium.
Terapi: o
Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan kemampuan untuk memiliki anak.
o
Reseksi.
o
Terapi kuratif: histerektomi.
3) Leiomioma (PUA-L)
Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.
Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya: o
Submukosa
o
Intramural
o
Subserosa.
Gambar Subklasifikasi Leiomioma
Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai ( pedunculated ). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai mioma lahir (myoom geburt ).5
Gambar Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di uterus
Gejala: o
Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode, ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau menggumpal, dalam dan di luar siklus.
o
Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).
o
Seringkali membesar saat kehamilan.
o
Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding abdomen.
o
o
Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul. Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia.
Diagnosis Banding: o
Kehamilan.
o
Adenomiosis.
o
Karsinoma uteri.
Pemeriksaan Penunjang: o
Darah lengkap dan urine lengkap.
o
Tes kehamilan.
o
Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).
o
USG.
Gambar Mioma subserosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menonjol ke luar dinding uterus.
Gambar Mioma intramural: tampak gambaran massa hipoekhoik yang berada di dalam dinding uterus.
Gambar Mioma submukosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menekan endometrial line.
Terapi: 1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit. 2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma lahir/ geburt , umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan kuretase. 3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut. Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah cukup memadai. 4. Laparotomi histerektomi:
Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
Pertumbuhan tumor sangat cepat.
Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.
4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik: o
Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab penting PUA.
o
Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system klasifikasi FIGO dan WHO.
o
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
5) Coagulopathy (PUA-C)
Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal
Diagnostik: o
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik sistemik yang terkait dengan PUA.
o
13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand .
6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)
Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik: o
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
o
Dahulu termasuk dalam criteria perdarahan uterus disfungsional (PUD).
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,
o
hingga perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik
o
(SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia, atau olahraga berat yang berlebihan.
7) Endometrial (PUA-E)
Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik: Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
o
haid teratur. Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis
o
local endometrium. Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti
o
endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktivitas fibrinolisis. Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau perdarahan
o
yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local endometrium. Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain
o
pada siklus haid yang berovulasi.
8) Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding (BTB).
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut: o
Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o
Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o
Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
9) Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi.
Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.
D. PATOLOGI
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus – menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional. Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdar ahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.
Siklus Menstruasi E. FAKTOR RESIKO
Menurut Manuaba edisi 2010 : 1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin. 2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur. 3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium. Usia terjadinya :
Perimenars (8-16th)
Masa reproduksi
Perimenopouse
(16-35 th)
(45-65 th)
F. Gambaran Klinis
Perdarahan Ovulatoar Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya: 1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding ). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi. 2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting , menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. 4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain : a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat
menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai. b. Gangguan trombosit Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja. c. Hormon Ketidakseimbangan
hormon
yang
mengganggu
ovulasi
dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan pendarahan, yaitu : 1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab utama dari periode dilewati. 2) Perimenopause menopause
Perubahan
(berhentinya
hormonal yang terjadi selama menjelang menstruasi)
menyebabkan
kelainan
perdarahan. 3) Stres
Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu
ovulasi. 4) Polycystic ovary syndrome (PCOS)
suatu
kondisi di mana ovarium
menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur. 5) Penyebab Lainnya Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu : a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan
dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara periode. b) Polip
pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher
rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal. c) Penyakit radang panggul (PID)
suatu
kondisi di mana saluran
tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala PID. d) Kanker rahim
pertumbuhan
ganas pada rahim. Hal ini dapat
terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus). e) Kanker endometrium
kanker yang paling umum dari sistem
reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera. f) Gangguan nutrisi
Wanita
dengan lemak tubuh sangat rendah
karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan ser ing dapat berhenti ovulasi dan menstruasi. Perdarahan anovulatoar Stimulasi
dengan
estrogen
menyebabkan
tumbuhnya
endometrium.
Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadangkadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumortumor ovarium, dan sebagainya. 1,5 Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja. Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu : Batasan
Oligomenorea
Pola Abnormalitas Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval 80 ml atau > 7 hari. Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
Metroragia/
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
perdarahan
penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
antara haid
submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
intermenstrual
umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca
sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.
menopause Perd.uterus
Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat
abnormal akut
banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak
uterus disfungsi
berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu : 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan Pervaginam
Durasi
Kuantitas
Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Penyemburan
Spotting
Spotting
(diluar
(antar
menstruasi,
menopause)
menstruasi) Warna
Gejala Penyerta
Merah segar
Demam dan nyeri
Noda cokelat
Kram uterus dan kehamilan Petekiae dan Epitaksis
postmenstruasi,
post
Riwayat
penyakit Interval
dahulu
Siklik
Kontrasepsi oral
Non siklik
AKDR
Setelah amenorrhoe Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus atau pembilasan)
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi. 2. Pemeriksaan abdomen Inspeksi & palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus fibroid. 3. Pemeriksaan pelvis Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis. 4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. 5. Data Diagnostik Tambahan a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi spesifik. b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi. c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi. d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin. e. Determinasi serangkaian hematokrit. f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi. g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu : 1. Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah
upaya menghentikan perdarahan
adalah sebagai berikut: a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah. b. Obat (medikamentosa) 1) Golongan estrogen Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
generik) yang relatif menguntungkan karena tidak
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat
ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian : a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum sela ma 710 hari. b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 2) Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. 3) Golongan progesterone Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 710 hari. b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular. 4) OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti,
langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. 3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%
Terapi yang ini diharuskan
pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB 1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan
terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif. DOSIS
MAKSUD
Etinil estradiol 20 – 35 mcg + progestin monofasik tiap hari
Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari
Mengatur siklus haid
Kontrasepsi
Mencegah
selama 5 – 7 hari sampai perdarahan berhenti dan diikuti dengan
penurunan
hiperplasia
endometrium
secara
Penatalaksanaan perdarahan yang banyak namum tidak bersifat
bertahap sampai 1 pil 1 kali
gawat darurat
perhari dan dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi selama 3 siklus
5 – 10 mg / hari selama 5 – 10
hari @ bulan
Mengatur siklus haid Mencegah
hiperplasia
endometrium
2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara. Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium. Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli). 3. Pembedahan Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.
TINDAKAN
ALASAN
Histeroskopi operatif
Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi
Mioma uteri.
(abdominal,
laparoskopik, histeroskopik) Reseksi
endometrial Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
transervikal Ablasi endometrium (thermal Terapi menoragia atau menometroragia resisten dalam balloon/roller ball)
rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang resisten
Embolisasi arteri uterina
Mioma uteri.
Histerektomi
Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.
II.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat, serta data penanggung jawab 2.
Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada
daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhentihenti. 3.
Riwayat Kesehatan a.
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan
yang dirasakan klien adalah nyeri
pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah. b.
Riwayat kesehatan keluarga
kaji riwayat keluarga dlm kelainan
ginekologi 4.
Riwayat kehamilan dan persalinan
5.
Riwayat menstruasi
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak
kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai
amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau 6.
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah
secara sistematis.
7.
a.
Abdomen Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen.
b.
Ekstremitas Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.
c.
Eliminasi, urinasi Adanya konstipasi, Susah BAK
Data Sosial Ekonomi
kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik
sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause. 8.
Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita,
dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil 9.
Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri 10. Pemeriksaan Penunjang a.
Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
b.
Pemeriksaan fisiki ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
B. ANALISA DATA
DATA
ETIOLOGI
DIAGNOSA
DO : Klien tampak
Factor resiko
Nyeri b/d kerusakan jaringan otot, system saraf & gangguan
gelisah,
perilaku
↓
berhati-hati,
ekspresi
G3 keseimbangan hormone uterus
tegang, TTV.
sirkulasi darah
↓ Perdarahan abnormal
DS : -
↓ Perpindahan cairan ke intrasel ↓ Penekanan ujung syaraf DO
:
adanya
Factor resiko
perdarahan
↓
pervaginam
Resiko
tinggi
kekurangan
cairan tubuh b/d perdarahan
G3 keseimbangan hormone uterus pervaginam berlebihan. ↓
DS : -
Perdarahan abnormal ↓ Kehilangan banyak cairan & elektrolit DO : klien tampak
Factor resiko
cemas, TTV ↑
↓
Ansietas
Kurangnya
pengetahuan tentang penyakit,
G3 keseimbangan hormone uterus prognosis
DS : -
b/d
↓
&
kebutuhan
pengobatan.
Perdarahan abnormal ↓ Kurangnya pajanan informasi Sekresi eritropoitis turun
DO :
Pasien
tampak
lemah
Konjungtiva pucat
Eritrosit ↓
↓ Produksi Hb turun ↓ Oksihemoglobin turun
Intoleransi Aktivitas
↓
Hemoglobin ↓
Suplai O2 turun
DS :
Klien
mengatakan
↓
ketika
beraktivitas
Intoleransi aktivitas
cepat merasa lemas dan letih
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
Nyeri
TUJUAN & KH Tujuan : Nyeri berkurang
INTERVENSI
Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri,
setelah dilakukan tindakan
frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-
keperawatan selama 1 x 24
10) dan tindakan pengurangan yang
jam.
dilakukan.
Kriteria Hasil :
Klien
pasien
mengatur
posisi
menyatakan
senyaman mungkin (posisi fowler atau
nyeri berkurang (skala
posisi datar atau miring kesalah satu
3-5)
sisi)
Klien tampak tenang,
eksprei wajah rileks.
Bantu
TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N
Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
: 80-100
Ajarkan
pasien
penggunaan
keterampilan manajemen nyeri mis :
x/m, RR : 16-24x/m,
dengan
TD : Sistole
mendengarkan musik dan sentuhan
: 100-
130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
teknik
relaksasi,
tertawa,
terapeutik.
Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
Observasi efek analgetik (narkotik )
Kolaborasi : anjurkan dilakukannya pembedahan
Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah
pembedahan
bila
sudah
diperbolehkan. Resiko
tinggi
Tujuan
:
Setelah
Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
tindakan
Pantau masukan dan haluaran/ monitor
kekurangan cairan
dilakukan
tubuh
keperawatan selama 2 x 24 jam
tidak
terjadi
balance cairan tiap 24 jam.
kekurangan volume cairan tubuh. Kriteria Hasil :
Tidak
nadi perifer.
Observasi pendarahan
Anjurkan klien untuk minum + 1500-
ditemukan
tanda-tanda kekuranga
2000 ,l/hari
Kolaborasi untuk pemberian cairan
cairan. Seperti turgor
parenteral dan kalau perlu transfusi
kulit kurang, membran
sesuai
mukosa
laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum,
kering,
demam.
Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi
indikasi,
pemeriksaan
kreatinin.
Pendarahan
berhenti,
keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N x/m, RR TD
: 80-100
: 16-24x/m,
: Sistole
: 100-
130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Ansietas
Tujuan : Kecemasan dapat
berhubungan
berkurang
dengan perubahan
diberikan askep selama 3
gambaran tubuh
X 24 jam
menyadari dan berusaha menerima
Kriteria Hasil :
diagnosa
setelah
Klien tampak tenang
Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya..
Dorong
dan
dukung
klien
untuk
Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Mau
berpartisipasi
dalam program terapi
Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau pemakaian prostetik.
Beri informasi tentang hasil-hasil lab dan perkembangan penyakit klien, serta treatment yang mungkin, seperti kemoterapi, radioterapi, pembedahan
Informasikan tentang dukungan sosial/ kelompok
bagi
perkumpulan
klien,
penyandang
misalnya kanker
mammae Intoleransi
Tujuan : Pasien dapat
aktivitas
melakukan
aktivitas
berhubungan
mandiri
keluhan
dengan
setelah
tanpa diberikan
kebutuhan
dan suplai oksigen
Pasien
tidak
cepat
Eritrosit hemoglobin
dan dalam
4,5 – 5,5 10e6/ul Hemoglobin : 13,0 – 16,0 gr/dl
Konjungtiva muda
dalam
Latih pasien melakukan ROM aktif.
Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
batas normal : eritrosit :
kemandirian
melakukan
aktivitas
Tingkatkan perawatan diri.
merasa lemas dan letih saat
Pantau kondisi umum dan ukur TTV pasien secara berkala
Kriteria Hasil :
Observasi faktor yang menimbulkan keletihan.
askep
ketidakseimbangan 3x24 jam. antara
merah
Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik . Jakarta : EGC Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana AsuhanKeperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta NANDA Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC . Jakarta : ECG
View more...
Comments