Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Partum Blues

May 16, 2018 | Author: ratna | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Partum Blues...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM BLUES DAN DEPRESI POSTPARTUM

A. PENGERTIAN Postpartum blues adalah depresi ringan dan sepintas yang umumnya terjadi

dalam minggu pertama atau lebih sesudah melahirkan (Marshal, 2004). Menurut Jan Riordan dan Kathleen (2001), mendefinisikan bahwa post partum blues adalah “Kesedihan” postpartum : tangisan, perubahan suasana hati yang mana lebih sering terjadi pada anak pertama dan bersifat sementara pada minggu pertama dan kedua. Dapat juga diartikan keadaan depresi secara fisik maupun psikis pada ibu yang dapat terjadi setelah beberapa hari kelahiran sampai kira-kira sebulan kemudian (Sjahruddin, 2006). Sedangkan Linda (2004), mendefinisikan postpartum blues adalah periode  pendek kelabilan emosi sementara yang ditandai dengan mudah menangis, intabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas dan sedih biasanya terjadi menjelang akhir minggu  pascapartum pertama. Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat yang terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi . Depresi postpartum mungkin muncul terlambat 30 minggu dari postpartum, bahkan sebagian mengatakan kurang dari 12 bulan pertama postpartum . Manifestasinya berupa menangis, insomnia, depresi, kelemahan, cemas, tidak bergairah dan konsentrasi yang buruk. Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung berlang sung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity  blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi  postpartum.

B. ETIOLOGI `Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang diduga berperan dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,  progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine aksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan depresi

2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas. 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. 4. Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa sebelumnya, social ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari lingkungan ( suami, keluarga dan teman ). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga dan teman memberikan dukungan moril ( misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tang selama atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah ) selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul permasalahan misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orangtua dan me rtua, problem dengan si sulung.

5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum blues tidak  berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi postpartum jika mereka tertekan secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Ada juga pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh  beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen ( 1985 ) menunjukan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang  berbahaya bagi bagi perkembangan anak dikemudian dikemudian hari.

B. ETIOLOGI `Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang diduga berperan dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,  progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine aksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan depresi

2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas. 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. 4. Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa sebelumnya, social ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari lingkungan ( suami, keluarga dan teman ). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga dan teman memberikan dukungan moril ( misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tang selama atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah ) selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul permasalahan misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orangtua dan me rtua, problem dengan si sulung.

5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum blues tidak  berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi postpartum jika mereka tertekan secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Ada juga pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh  beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen ( 1985 ) menunjukan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang  berbahaya bagi bagi perkembangan anak dikemudian dikemudian hari.

Etiologi pasti dari depresi postpartum masih belum jelas, namun berbagai faktor fisiologis dan psikososial telah diinvestigasi. Berikut beberapa hal yang diduga menjadi etiologi dari depresi postpartum : a. Neurobiologi postpartum Mekanisme biologi dari depresi postpartum dipercaya berhubungan dengan gangguan depresif mayor. Depresi secara umum merupakan penyakit dengan integritas sirkuit neuron, yang telah ditunjukkan pada studi dengan pengurangan volume otak seseorang yang didiagnosa dengan gangguan depresif mayor. Yang menarik, jumlah volume yang hilang secara langsung berhubungan dengan lama penyakit. Stres dan depresi bekerja dengan mengurangi jumlah protein otak yang mencetuskan pertumbuhan

neuron

dan

formasi

sinaps.

Dan

penyebab

neurobiologi ini berinteraksi dengan kemampuan genetik dan faktor lingkungan atau psikososial b. Gangguan Autoimun Kondisi fisiologis yang cenderung ke kemarahan setelah kelahiran  bayi bisa berasal dari autoimun. Satu penelitiian menduga bahwa kemarahan ibu berasal dari paparan ibu terhadap berbagai antigen fetal selama persalinan. Sebagai contoh,tiroiditis postpartum merupakan suatu kondisi dengan autoantibodi tiroid yang terdeteksi di plasma diantara 6 minggu hingga 6 bulan postpartum. Hal tersebut terjadi pada 6-9 % wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit tiroid. Pada sebagian kasus, penyakit ini muncul dengan fase hipertiroid yang diikuti dengan fase hipotiroid, atau hanya muncul dengan hipertiroidisme atau hipotiroidisme saja. Beberapa studi telah mencoba untuk menentukan kejadian depresi yang mana yang  berhubungan dengan penyakit tiroid itu sendiri. Belum ada kesimpulan  pasti yang berhasil didapatkan, namun depresi postpartum mungkin  berdasarkan tiroid.

c. Gangguan Tidur dan Ritme Sirkardian Sedikitnya 5 studi sejak tahun 1968 telah menduga bahwa gangguan tidur dapat menyebabkan depresi postpartum. Ibu baru tidak selalu dapat tidur ketika mereka membutuhkannya, karena mereka harus menjaga bayinya. Kecenderungan wanita tersebut untuk menjadi depresi mungkin disebabkan oleh kelelahan atau fatique. Melatonin adalah

hormon tidur yang dihasilkan di kelenjar pineal otak. Konsentrasinya dalam plasma akan mulai meningkat di sekitar waktu tidur dan memuncak pada pukul 3 dini hari, dan selanjutnya akan menurun hingga hampir tidak terdeteksi pada saat bangun. Paparan terhadap cahaya, terutama cahaya biru dengan panjang gelombang sekitar 470 nm akan menghambat pelepasan melatonin.

C. TANDA DAN GEJALA Gejala post partum blues (Novak dan Broom, 2009) yaitu suatu keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya dengan kata lain, ciri-ciri  post partum blues menurut Young dan Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 2009) diantaranya:

1. Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa.

2. Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya, ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing t erhadap lingkungan tempat bersalin.

3. Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana hati yang terus berubah-ubah.

4. Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang baru dilahirkannya.

Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu: a. Berkurangnya energy  b. Penurunan efek c. Hilang minat (anhedonia)

Gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain: a. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi  b. Kelelahan dan perubahan mood c. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur d. Tidak mau berhubungan dengan orang lain e. Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.

D. PATOFISIOLOGI

Post Partum Blues

Faktor Hormonal Estrogen Estrogen

Enzim monoamin Inaktivitas nonadrenalin & serotonin

Perubahan mood & depresi

Progesteron Stimulan Kel. Susu

Payudara & aereola melebar dan lbh gelap

Tdk nyaman (minder)

Anstabil koping individual

Risiko perubahan emosional

Kurang pengetahuan perawatan diri & bayi

Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga

Prolaktin (+)/(-)

Prolaktin Stimulan Kel, Susu

Oksitosin (+)/(-)

Kontraksi rahim +/-

Endorpin Rasa senang & mengurangi rasa nyeri

Nyeri

Rasa bahagia Produksi ASI

Partus lama

Cemas Risiko gangguan proses menyusui

Risiko perubahan peran menjadi ortu

Gangguan pola tidur

F. demografi (usia)

F. pengalaman dlm  proses kehamilan dan persalinan

F.latar belakang  psikososial

F. takut kehilangan  bayinya atau kecewa dengan  bayinya

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah. Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan  pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan  beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan  jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi  perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi  positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

F.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan  penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami  post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang  praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan  beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan  bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan  penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli  psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para  petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan  persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, t idur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat  perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk: 

Beristirahat dengan baik



Berolahraga yang ringan



Berbagi cerita dengan orang lain



Bersikap fleksible



Bergabung dengan orang-oarang baru



Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.

Ada cara-cara menghidari atau mengatasi depresi: 

Batasi pengunjung jika kehadiran mereka ternyata malah mengganggu waktu istirahat anda.



Untuk sementara waktu hindari komsumsi coklat atau gula dalam jumlah yang berlebihan karena dapat menjadi bahan pemicu depresi.



Perbanyak mendengar musik favorit anda agar anda dapat merasa lebih rileks disarankan musik-musik yang menenangkan.



Lakukan olahraga atau latihan ringan, cara ini selain ampuh dalam mengurangi depresi, tapi juga dapat membantu mengembalikan bentuk tubuh.



Sesekali berpergianlah agar anda tak merasa bosan, karena berada di rumah.



Dukungan yang suportif dari suami dan anggota keluarga lainnya sangat  berpengaruh bagi keadaan psikis ibu.

Ada dua macam perawatan depresi : a. Terapi bicara Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja sosial untuk mengubah apa yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat menderita depresi.  b.

Obat medis Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum mengkonsumsi obat anti depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana yang tepat dan aman  bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POSTPARTUM BLUES A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain 2. Dampak Pengalaman Melahirkan Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua  bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua. 3. Citra Diri Ibu Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi o rang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual

karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum. 4. Interaksi Orang tua –  Bayi Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya  berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka. 5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat meras a tingkat kelelahan  bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fi sik dengan anak mereka. Bayi –  bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar.

Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira. 6. Struktur dan fungsi keluarga Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum  blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan  pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.  Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, pembesaran jaringan atau distensi efek-efek hormonal 2. Ketidakefektifan

menyusui

berhubungan

dengan

tingkat

pengetahuan,

 pengalaman sebelumnya, tingkat dukungan, karaktristik payudara 3. Resiko tinggib terhadap cedera berhubungan dengan biokimia efek anastesi,  profil darah abnormal

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan hemoglobin, prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi 5. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek anastesiditandai dengan distensi kandung kemih 6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan  penurunan masukan atau penggantian tidak adekuat kehilangan cairan berlebih 7. Kontipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron, dehidrasi, nyeri perical ditandai dengan perubahan bising usus, feses kurang dari biasanya. 8. Kurang pengetahuan atau kebutuhan belajar mengenai perawatan diri dan bayi  berhubungan dengan kurang pemahaman, salah intervensi, tidak tau sumbersumber 9. Keterbatasan gerak dan aktifitas berhubungan dengan nyeri luka jahitan  perineum.

C. RENCANA KEPERAWATAN No

Diagnosa Keperawatan

Rencana tindakan Tujuan/kreteria

Rasional

Intervensi

hasil

1

Nyeri akut

Setelah diberikan

-

 berhubungan

asuhan keperawatan

-

dengan trauma

selama 3 x 24 jam

menggunakan tekhnik

intervensi yang tepat

mekanis,

diharapkan nyeri ibu

relaksasi dan distraksi

-

 pembesaran

 berkurang dengan

rasa nyeri

 jaringan atau

menunjukkan skla

Kaji ulang skala nyeri

Anjurkan ibu agar

-

Mengidentifikasi

kebutuhan dan

Untuk mengalihkan

 perhatian dan rasa nyeri yang dirasakan

distensi efek-efek

nyeri 0-1, ibu

hormonal

mengatakan

mobilisasi sesuai

 pengeluaran lochea,

nyerinya berkurang

indikasi

mempercepat

atau hilang, tidak

-

-

Motivasi untuk

Berikan kompres

Memperlancar

-

involusi, dan

merasa nyeri saat

hangat

mengurangi nyeri

mobilisasi dan TTV

Celegasi pemberian

secara bertahap

dalam batas normal

analgetik

Meningkatkan

-

sirkulasi pada  perineum Melonggarkan

-

sistem saraf perifer sehingga rasa nyeri  berkurang. 2

Ketidak efektifan

Setelah diberikan

menyusui

asuhan keperawatan

 pengetahuan dan

mengidentifikasi

 berhubungan

selama 2 x 24 jam

 pengalaman ibu

kebutuhan saat ini

dengan tingkat

diharapkan ibu dapat

tentang menyusui

agar memberikan

 pengetahuan,

mencapai kepuasan

sebelumnya

intervensi yang

 pengalaman

menyusui dengan

sebelumnya,

ibu

tinjau ulang teknik

tingkat dukungan,

mengungkapakan

menyusui

karaktristik

 proses situasi

 payudara

menyusui, bayi

mengeringkan puting

mendapat air susu

setelah menyusui

ibu yang cukup

-

-

-

Kaji ulang tingkat

Demonstrasikan dan

Anjurkan ibu

-

Membantu dalam

tepat. -

Posisi yang tepat

 biasanya mencegah luka atau pecah  puting yang dapat

merusak dan mengganggu -

Agar kelembaban

 pada patudara tetap dalam batas normal 3

Resiko tinggi

Setelah diberikan

-

terhadap cedera

asuhan keperawatan

hemoglobin serta

kesengjangan

 berhubungan

selama 2 x 24 jam

kehilangan darah

kondisi ibu dan

dengan biokimia

diharapkan cedera

sewaktu melahirkan,

intervensi yang

efek anastesi,

 pada ibu tidak terjadi

observasi dan catat

cepat dan tepat

 profil darah

dengan

tanda anemia

abnormal

menunjukkan ibu

Tinjau ulang kadar

-

Anjurkan mobilisasi

-

-

Dapat mengetahui

Meningkatkan

sirkulasi dan aliran

dapat

dan latihan dini secara

darah ke ekstremitas

mendemonstrasikan

 bertahap

 bawah

 prilaku unsur untuk

-

Kaji ada hiperfleksia

-

Bahaya eklamsi

menurunkan faktor

sakit kepala atau

ada diatas 72 jam

resiko, melindungi

gangguan penglihatan

 post partum

harga diri bebas dari

sehingga dapat

komplikasi

diketahui dan diintraksikan

4

Resiko tinggi

Setelah diberikan

-

terhadap infeksi

asuhan keperawatan

uterus, dan kondisi

mendeteksi tanda

 berhubungan

selama 2 x 24 jam

 jahitan episiotomi

infeksi lebih dini dan

dengan trauma

diharapkan infeksi

Kaji lochea kontraksi

-

Untuk dapat

 jaringan,

 pada ibu tidak terjadi

 penurunan

ditandai dengan ibu

agar mengganti

hemoglobin,

dapat

 pembalut tiap 4 jam

 prosedur

mendemonstrasikan

invasive, pecah

teknik untuk

ketuban,

menurunkan resiko

malnutrisi

infeksi, dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi

-

-

-

Sarankan pada ibu

Pantau tanda-tanda

mengintervensi dengan tepat -

Pembalut yang

lembab dan banyak

vital

darah merupakan

Lakukan rendam

media yang menjadi

 bokong -

Sarankan ibu

tempat  perkembangbiakan

membersihkan perineal kuman. dari depan ke  belakang.

-

Peningkatan suhu

lebih dari 38 ° C menandakan infeksi -

Untuk

memperlancar sirkulasi ke  perineum dan mengurangi edema -

Membantu

mencegah kontaminasi rektal melalui vagina 5

Perubahan

Setelah diberikan

eliminasi urin

asuhan keperawatan

masuk dan keluar tiap

 balance cairan

 berhubungan

selama 2 x 24 jam

24 jam

 pasien sehingga

-

Kaji dan catat cairan

-

Mengetahui

dengan efek

diharapkan ibu tidak

hormonal, trauma

mengalami

mekanis, edema

gangguan eliminasi/

 jaringan, efek

 buang air kecil

merangsang berkemih

anastesiditandai

ditandai dengan Ibu

seperti rendam duduk,

Agar kencing yang

dengan distensi

dapat berkemih

aliran air keran

tidak dapat keluar,

kandung kemih

sendiri dalam 6 –  8  jam post pasrtum,

Anjurkan berkemih 68 jam post partum -

-

Berikan teknik

Kolaborasi

 pemasangan kateter

tidak merasa sakit

tepat -

Melatih otot-otot

 perkemihan

 bisa dikeluarkan sehingga tidak ada retensi

saat buang air kecil,

6

diintervensi dengan

-

Mengurangi

 jumlah urine 1,5 –  2

distensi kandung

liter/hari

kemih

Resiko tinggi

Setelah diberikan

terhadap

asuhan keperawatan

massage sendiri fundus

rangsangan pada

kekurangan

selama 2 x 24 jam

uteri

uterus agar

volume cairan

ibu diharapkan tidak

 berhubungan

kekurangan volume

dengan

cairan ditandai

 penurunan

dengan cairan masuk

suhu,nadi,tekanan

-

masukan atau

dan keluar seimbang,

darah

terjadinya dehidrasi

 penggantian tidak

hemoglobin dalam

adekuat

 batas normal (12,0

kehilangan cairan

sampai 16,0 gr/dl)

 berlebih

-

Ajarkan ibu agar

-

Memberi

Pertahankan cairan

 berkontraksi kuat

 peroral 1,5-2 liter/hari

dan mengontrol

-

-

-

Observasi perubahan

Periksa ulang kadar

hemoglobin

 perdarahan.

-

Mencegah

Peningkatan suhu

dapat memperhebat dehidrasi

-

Penurunan

hemoglobin tidak  boleh melebihi 2 gram% /100dl 7

Kontipasi

Setelah diberikan

 berhubungan

asuhan keperawatan

untuk melakukan

meningkatkan

dengan

selama 2 x 24 jam

ambulasi sesuai

 prestaltik

 penurunan tonus

diharapkan

toleransi dan

gastrointestinal

otot, efek

konstipasi tidak

meningkatkan secara

-

 progesteron,

terjadi pada ibu

 progresif

dehidrasi, nyeri

ditandai dengan ibu

 perical ditandai

dapat buang air besar

reguler dengan

meningkatkan

dengan

maksimal hari ketiga

kudapan diantara

 pristaltik usus

 perubahan bising

 post partum, feces

makanan, tingkatan

-

usus, feses

lembek

makan buah dan

nyeri

sayuran

-

kurang dari  biasanya

-

-

-

Anjurkan pasien

Pertahankan diet

Anjurkan ibu BAB

-

Membantu

Makanan seperti

 buah dan sayuran membantu

Mengurangi rasa

Untuk mencegah

dan stres perineal

 pada Wc duduk Kolaborasi pemberian laksantia supositoria 8

Kurang

Setelah diberikan

 pengetahuan atau

asuhan keperawatan

tentang perwatan dini

mencegah infeksi,

kebutuhan belajar

selama 2 x 24 jam

(perawatan perineal)

mempercepat

mengenai

diharapkan

 perubahan fisiologi,

 penyembuhan dan

-

Berikan informasi

-

Membantu

 perawatan diri

 pengetahuan ibu

lochea, perubahan

 berperan pada

dan bayi

tentang perawatan

 peran, istirahat,

adaptasi yang positif

 berhubungan

dini dan bayi

keluarga berencana

dari perubahan fisik

dengan kurang

 bertambah, dengan

 pemahaman,

kreteria ibu dapat

tentang perawatan bayi

salah intervensi,

mengungkapkan

yaitu perawatan tali

 pengetahuan ibu

tidak tau sumber-

kebutuhan ibu pada

 pusat, ari, memandikan

tentang perawatan

sumber

masa post partum

dan imunisasi

 bayi

dan dapat melakukan

-

-

Berikan informasi

Sarankan agar

dan mental -

-

Menambah

Memperjelas

aktivitas yang perlu

mendemonstrasikan

 pemahaman ibu

dilakukan dan

apa yang sudah

tentang apa yang

alasannya seperti

diperlajari

sudah dipelajari

 perawatan bayi, menyusui, perawatan  perineum 9

Hambatan

Setelah diberikan

immobilitas fisik

asuhan keperawatan

dan latihan dini secara

sirkulasi dan aliran

 berhubungan

selama 2 x 24 jam

 bertahap

darah ke ekstremitas

dengan nyeri luka

diharapkan gerak

 jahitan perineum

dan aktifitas

-

-

Anjurkan mobilisasi

KIE perawatan luka

 jahitan perinium

-

Meningkatkan

 bawah -

Mempercepat

terkoordinasi dengan

kesembuhan luka

kreteria :

sehingga

sudah tidak nyeri

memudahkan gerak

 pada luka jahitan

aktivitas

 pada saat duduk skla

2, luka jahitan  perinium sudah tidak sakit atau nyeri  berkurang skala 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEPRESI POSTPARTUM 1. Pengkajian

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh  perawatperinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut. Pengkajiannya meliputi ; a.

Identitas klien.

Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain. b.

Keluhan Utama

Mudah marah, cemas, melukai diri c.

Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih –  murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien. 3) Riwayat kesehatan keluarga Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien

d.

Struktur dan Fungsi Keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap  perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan  pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak -anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit. e.

Pemeriksaan Fisik  

Aktivitas/ istirahat Biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu



Sirkulasi Biasanya nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang meningkat



Eliminasi Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare



Makanan/cairan Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus , membrane mukosa kering



 Neurosensori Biasanya klien mengeluh sakit kepala



Pernafasan Biasanya pernafasan cepat dan dangkal



 Nyeri dan ketidaknyamanan Biasanya terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah abdomen dan kepala



Integritas Ego Biasanya klien ansietas, gelisah



Seksualitas Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido



TTV Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD meningkat

2. Diagnosa

1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress kelahiran, konsep diri negative, system pendukung, yang tidak adekuat 2. Kecemasan berhubungan dengan stress psikologi 3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan depresi berat 4. Risiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosional post  partum

3. Perencanaan No. 1.

DIAGNOSA

Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative, system pendukung, yang tidak adekuat Batasan karakteristik :  





 





Gangguan tidur Penyalahgunaan  bahan kimia Penurunan  penggunaan dukungan sosial Konsentrasi yang buruk Kelelahan Problem solving tidak adekuat Mengeluhkan ketidakmampua n koping atau ketidakmampua n untuk meminta  bantuan Ketidak mampuan

NOC

NIC

NOC : NIC : Anxiety Control Counseling (5240) (1402) Aktivitas :  Beri dorongan kepada Indikasi :  Kontrol  pasien untuk instensitas mengungkapkan pikiran dan cemas  perasaan untuk  Eliminasi mengeksternalisasikan tanda cemas kecemasan.  Menggunaka  Bantu pasien untuk n strategi menfokuskan pada situasi koping saat ini, sebagai alat untuk efektif mengidentifikasi mekanisme  Menggunaka koping yang dibutuhkan n teknik untuk mengurangi relaksasi kecemasan.  Sediakan pengalihan melalui untuk menekan televise, radio, permainan kecemasan serta terapi okupasi  Sediakan penguatan yang  positif ketika apsien mampu meneruskan aktivitas seharihari dan lainnnya meskipun mengalami Kecemasan.

RASIONAL

1. agar pasien dapat mengungkapkan keluh kesah yang dideritanya. 2. agar kecemasan yang dialaminya berkurang 3. untuk mengurangi kecemasan dan memperluas focus. 4. agar pasien dapat meneruskan aktivitas sehari-hari dan menghilangkan kecemasannya.

memenuhi kebutuhan dasar 









Perilaku merusak terhadap diri atau orang lain Ketidakmampua n memnuhi harapan peran Tingkat kesakitan/penya kit yang tinggi Perubahan dalam pola komunikasi Menggunakan  bentuk koping yang meghalan gi/mengganggu  perilaku adaptif

Kurangnya  perilaku yang  bertujuan langsung/resolus i masalah, termasuk ketidakmampua n untuk merawat, dan kesulitan mengorganisasi kan informasi Kecemasan b/d NOC : stress psikologi Anxiety Control (1402) Indikasi : Batasan  Kontrol karakteristik :  Perilaku instensitas cemas Penurunan  produktivitas  Eliminasi tanda cemas Gelisah  Menggunaka Insomnia n strategi Resah 

2.



  

NIC : Counseling (5240) Aktivitas :  Beri dorongan kepada  pasien untuk mengungkapkan pikiran dan  perasaan untuk mengeksternalisasikan kecemasan.  Bantu pasien untuk menfokuskan pada situasi

1. agar pasien dapat mengungkapkan keluh kesah yang dideritanya. 2. agar kecemasan yang dialaminya berkurang 3. untuk mengurangi kecemasan dan memperluas focus.



Afektif Kesedihan yang mendalam Takut Gugup Mudah tersinggung  Nyeri hebat Ketakutan Distres Khawatir Cemas  Fisiologi Goyah Peningkatan respirasi (simpatis) Peningkatan keringat Wajah tegang Anoreksia (simpatis) Kelelahan (parasimpatis ) Gugup (simpatis) Mual (parasimapati s) Pusing (parasimpatis )  Kognitif B. Bingung C. Kerusakan  perhatian D. Ketakutan terhadap hal yang tidak  jelas E. Sulit  berkonsentras i Gangguan interaksi sosial b/d depresi  berat 

  





koping efektif Menggunaka n teknik relaksasi untuk menekan kecemasan



 



 

 

saat ini, sebagai alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan. Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan serta terapi okupasi untuk mengurangi kecemasan dan memperluas focus. Sediakan penguatan yang  positif ketika apsien mampu meneruskan aktivitas seharihari dan lainnnya meskipun mengalami Kecemasan.



 









3.

NOC :

NIC :  Dorong keterlibatan ditingkatkan dalam

4. agar pasien dapat meneruskan aktivitas sehari-hari dan menghilangkan kecemasannya.

Social Interaction Skill Batasan (1502) karakteristik :  Mengungkapka  Pengungkap /menunjukan an, ketidakmampua  Kesiapan n untuk  Kerjasama menerima atau  Kepekaan mengkomunikas  Konfrontasi ikan rasa  Pertimbanga kepuasan, rasa n memiliki,  Kehangatan menyayangi,  Ketenangan ketertarikan atau  Relaksasi membagi  Keterlibatan  pengalaman  Kepercayaa n dan  Mengungkapkan / menunjukan Kompromi ketidaknyamana n dalam situasi sosial  Menunjukkan  penggunaan  perilaku interaksi social tidak berhasil  Keluarga melaporkan  perubahan gaya hidup atau pola interaksi 4.

Risiko kekerasan terhadap diri sendiri  b/d status emosional  post partum Batasan karakteristik :  Putus asa  Penolakan  Cemas  Panic  Mudah marah

   

hubungan yang sudah ditetapkan Dorong pasien dalam  pengembangan hubungan Dorong untuk berhubungan dengan orang lain Dorong untuk beraktivitas dalam masyarakat / social Dorong untuk berbagi masalah dengan orang lain

NOC : NIC :  Interaksi Bantuan kontrol marah: sosial  Prinsip komunikasi  Tanda-tanda terapeutik   Pertahankan konsistensi akan melakukan sikap (terbuka,tepati janji, kekerasan hindari kesan negatif) seperti ingin  Gunakan tahap-tahap marah, jengk  interaksi dengan tepat el, ingin  Observasi tanda-tanda merusak,  perilaku kekerasan pada memukul,dll. klien  Mengenal pe  Bantu klien nanganan mengidentifikasi tanda-

1. agar tetap terjalinnya hubungan saling percaya dan untuk menghindari isolasi sosial 2. agar pasien dapat melakukan interaksi sosial 3. untuk meningkatkan hubungan sosial pasien 4. agar tidak terjadinya deskriminasi di lingkungan pasien 5.agar tidak terjadi depresi sendiri

1. untuk mengatasi masalah pasien yang kita dapat dengan teknik komunikasi terapiutik 2. untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien 3. untuk menghindari adanya penyimpangan interaksi sosial 4. untuk mengetahui tanda-tanda perilaku kekerasan yang terjadi pada pasien



Permusuhan









klien dengan tanda perilaku kekerasan  perilaku (emosi, fisik, social, kekerasan spiritual) Penanganan  Jelaskan pada klien tentang klien dengan respon marah  perilaku  Dukung dan fasilitasi klien kekerasan untuk mencari bantuan saat Bantuan muncul marah  Diskusikan bersama klien yang adaptif  pada klien  pangaruh negatif perilaku dengan kekerasan terhadap dirinya,  perilaku orang lain dan lingkungan kekerasan Cara yang Libatkan keluarga dalam dipilih untuk  perawatan klien:  Identifikasi kultur, peran, membantu merubah dan situasi keluarga dalam  perilaku  pengaruhnya klien terhadap perilaku klien  Berikan informasi yang Tingkat kemarahan tepat tentang penanganan klien dengan perilaku marah dan kekerasan  Ajarkan ketrampilan koping efektif yangdigunakan untuk  penangannan klien perilaku kekerasan.berikan konseling pada keluarga  Bantu keluarga memilih untuk menentukan dalam  penanganan klien dengan  perilaku kekerasan  Fasilitasi pertemuan keluarga dengan pemberi  perawatan  Beri kesempatan pada keluarga untuk mendiskusikan cara yang dipilih dan anjurkan pada keluarga untuk menerapkanc ara yang dipilih

5. agar pasien dapat mengontrol emosinya 6. agar pasien mengetahui penyebab dari marah yang berlebihan 7. agar marah si pasien dapat terkendali 8. agar sipasien mengetahui pengaruh negatif dari kekerasan yang dia lakukan

1. untuk mengetahui kultur dan situasi keluarga mempengaruhi strees si pasien 2. agar pasien mengetahui informasi tentang penanganan klien dengan perilaku marahnya 3. agar pasien dapat menangani masalahnya dengan mandiri 4. agarkeluarga tepat memilih dalam terapi untuk penanganan dari perilaku pasien 5. agar keluarga dapat bertanya atau mendapat informasi mengenai masalah pasien 6. agar keluarga turut serta dalam menentukan penyembuhan depresi pasien 7.

D. IMPLEMENTASI

Implemenatsi dilakukan sesuai dengan intervensi E. EVALUASI

1. Evaluasi Formatif

: merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap

respon langsung pada intervensi keperawatan 2. Evaluasi Sumatif

: merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan

analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu

F. REFERENSI

Romney Marshal, Steinbart. 2004.  Accounting Information System (Buku Satu). Jakarta: Salemba Empat.  Novak, J.C., Broom, B.L. 2009.  Maternal and Child Health Nursing . Missouri: Mosby, Inc.

Ling, F. W, dan Duff, P. 2001. Obstetrics and Gynecology. New York : Mc Graw  –  Hill Companies.

Malonda, B. F. 1999. Sosial –  Budaya, Gangguan Emosi dan Fisik Pasca Salin Masyarakat Pedesaan Sumedang. Diakses 29 September 2004. http://www.tempo.co.id/ medika arsip/ 122002/ art-2.htm. https://www.scribd.com/document_downloads/direct/73744068?extension=pdf&ft=1 477901031<=1477904641&user_id=276929510&uahk=EpzpYwjeP3j2Qlhws6YW qqiSX7k

Regina, Pudjibudojo, J. K dan Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primi para. Anima Indonesian Psychological Journal. Vol. 16. No. 3. 300  –  314. Santrock, J .W. 2002. Perkembangan Masa Hidup. Jilid I. Jakarta : Erlangga. Sloane, P. D, dan Benedict, S. 1997. Petunjuk Lengkap Kehamilan. Jakarta : Mitra Utama.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF