Laporan Pendahuluan AML

April 9, 2017 | Author: diyan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Leukemia mieloid akut atau acute myeloid leukaemia (AML) merupakan keganasan pada sumsum tulang yang berkembang secara c...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA MYELOID AKUT (LMA)

OLEH : NI KADEK DIYANTINI (1102105023) PSIK A 2011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Leukemia mieloid akut atau acute myeloid leukaemia (AML) merupakan keganasan pada sumsum tulang yang berkembang secara cepat pada jalur perkembangan sel myeloid (Safitri, 2005). Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006).

Acute Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk kelainan sel hematopoetik

yang

dikarakteristikkan

dengan

adanya

proliferasi

berlebihan dari sel myeloid yang dikenal dengan myeloblas (Rogers, 2010). 2. Epidemiologi LMA adalah bentuk leukemia akut yang paling sering terjadi pada dewasa seiring dengan pertambahan usia dan jarang terjadi pada anak-anak (Safitri, 2005; Handayani dan Haribowo, 2008). Di Negara bagian barat, 25 dari total insiden leukemia pada dewasa merupakan LMA (Deschler and Lubbert, 2006, dalam Rogers, 2010). Insiden LMA di Amerika berkisar antara 2,4 sampai dengan 2,7 per 100.000 dan meningkat secara progresif berdasarkan usia yang puncaknya 12,6 per 100.000 dewasa ≥65 tahun (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999; Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006). 3. Etiologi Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor prediposisi dari LMA pada populasi tertentu (Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006). a. Obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, chloroquine dan methoxypsoralen dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sumsum tulang yang kemudian beresiko terhadap terjadinya LMA. b. Senyawa kimia seperti yang terkandung pada rokok, pestisida, herbisida, dan benzene diketahui berpotensi merangsang perkembangan LMA. c. Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA, seperti pada orang-orang yang selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman. d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan kromosom, seperti pada sindrom Down (trisomi kromosom 21), sindrom Bloom, anemia

Fanconi dan klinefelter, diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA. e. Terapi radiasi dengan menggunakan golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya LMA. Golongan alkylating agent seperti cychlophospamide, melphalan, dan nitrogen mustard sering dihubungkan dengan kejadian abnormalitas pada kromosom 5 dan/atau 7. Terpapar golongan topoisomerase II inhibitor seperti etoposide dan teniposide sering menyebabkan abnormalitas pada kromosom 11 dan/atau 27. 4. Patofisiologi Patogenesis utama LMA adalah adanya gangguan pematangan yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan terjadinya gangguan hematopoesis normal yang akhirnya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tandatanda perdarahan, serta adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga dapat bermigrasi keluar sumsum tulang atau berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-organ tersebut. Pada hematopoiesis normal, myeloblast merupakan sel myeloid yang belum matang yang normal dan secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah putih dewasa. Namun, pada AML myeloblast mengalami perubahan genetik atau mutasi sel yang mencegah adanya diferensiasi sel dan mempertahankan keadaan sel yang imatur, selain itu mutasi sel juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan tidak terkendali sehingga terjadi peningkatan jumlah sel blast (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006).

5. Klasifikasi French-American-British

(FAB)

sejak

tahun

1976

telah

mengklasifikasikan LMA menjadi 8 subtipe, berdasarkan pada hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006; Wakui, et al, 2008). Klasifikasi FAB (Wakui, 2008:164): No 1 2 3 4 5 6 7 8

Subtipe M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7

Penjelasan LMA berdiferensiasi minimal LMA tanpa maturasi LMA dengan berbagai derajat maturasi Leukemia promielositik hipergranular Leukemia mielomonositik Leukemia monoblastik Eritroleukemia Leukemia megakarioblastik

6. Gejala Klinis Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan menjadi 3 tipe (Safitri, 2005), yaitu: a. Gejala kegagalan sumsum tulang Gejala kegagalan sumsum merupakan keluhan umum yang paling sering.

Leukemia

menekan

fungsi

sumsum

tulang

sehingga

menyebabkan kombinasi dari anemia, leukopenia dan trombositopenia. Gejala yang khas adalah lelah dan sesak nafas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leukopenia) dan perdarahan (akibat trombositopenia atau terkadang akibat koagulasi intravaskuler diseminata/DIC). Pada pemeriksaan fisik juga sering ditemukan kulit pucat, memar dan perdarahan serta demam sebagai tanda infeksi. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. b. Gejala sistemik Gejala sistemik yang ditemukan dapat berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat dan penurunan nafsu makan, serta kelainan metabolik seperti hiperkalsemia (sangat jarang). c. Gejala lokal

Gejala lokal yang terkadang ditemukan berupa tanda infiltrasi leukemia/sel blast di kulit, gusi atau sistem saraf pusat. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit. Infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi akan menyebabkan pembekakan pada gusi. Selain itu dapat terjadi hepatomegali dan splenomegali akibat infiltrasi sel-sel blast di hati dan limpa. Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah meningen. 7. Pemeriksaan Fisik Pada kasus LMA, hasil pemeriksaan fisik sering menunjukkan gejala akibat anemia seperti kelelahan dan takipnea, akibat trombositopenia seperti petekie dan ekimosis (peradarahan dalam kulit), serta adanya tanda-tanda infeksi seperti demam, menggigil dan takikardi akibat menurunnya leukosit (leukopenia). Selain itu adanya infiltrasi sel blast terutama pada jaringan tulang dapat menyebabkan terjadinya nyeri tulang (Price and Wilson, 2005; Safitri, 2005). 8. Pemeriksaan Penunjang Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penyakit leukemia akut (Safitri, 2005), meliputi: a. Pemeriksaan darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui perubahan pada jumlah dari masing-masing komponen darah yang ada. Dari pemeriksaan

ini

akan

didapatkan

gambaran

adanya

anemia,

trombositopenia, leukopenia, leukositosis ataupun kadar leukosit yang normal. b. Biopsi sumsum tulang, dilakukan ketika ditemukan adanya kelainan pada hasil pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pada jumlah sel blast.

c. Lumbal pungsi, bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyebaran penyakit ke cairan serebrospinal (sistem saraf pusat). d. Pemeriksaan radiologi, seperti Ultrasound, X-ray, CT scan, dan MRI, bertujuan untuk membantu penegakan diagnosis dan mengetahui ada tidaknya infiltrasi ke organ lain. 9. Kriteria Diagnosis Diagnosis LMA dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006). Ketika ditemukan ≥30% sel blast pada aspirasi sumsum tulang belakang (berdasarkan pada kriteria French-American-British (FAB) Cooperative Group) atau minimal 20% (berdasarkan kriteria WHO), maka dapat ditegakkan leukemia akut (Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006). Kemudian akan dilakukan pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakan Suddan Black B atau myeloperoxidase untuk mengetahui jenis leukemia yang terjadi. Jika hasil pengecatan sitokimia positif maka dapat ditegakkan diagnosis LMA. 10. Penatalaksanaan Terapi standar untuk LMA dibagi menjadi 2 yaitu induksi remisi dan terapi postremisi. a. Terapi induksi remisi Remisi dicapai ketika dalam sumsum tulang ataupun darah tepi ditemukan kurang dari 5% sel blast (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999).

Terapi

anthracycline

induksi

remisi

(seperti idarubicin,

menggunakan

kombinasi

dari

daunorubicin) dan cytaribine.

Golongan anthracycline biasanya diberikan 40-60 mg/m 2 secara rutin selama 3 hari sedangkan cytaribine diberikan 100-200 mg/m2 secara rutin selama 7 hari (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999; Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006). Penggunaan kombinasi golongan anthracycline dan cytaribine secara rutin menghasilkan persentase CR (complete remission) 70-80% pada usia ≤60 tahun dan 50% pada usia lebih tua (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999).

b. Terapi postremisi Terapi postremisi

bertujuan

untuk

mencegah

terjadinya

kekambuhan. Terdapat 2 pilihan terapi postremisi, yaitu transplantasi sumsum tulang (autolog atau alogenik) dan kemoterapi. Transplantasi yang bersifat autolog dilakukan dengan cara mengambil sel sumsum tulang sebelum pasien mendapatkan terapi induksi untuk kemudian diinfusikan kembali ke paien, sedangkan transplantasi yang bersifat alogenik dilakukan dengan mengambil sel sumsum tulang dari donor yang memiliki kecocokan HLA atau dari saudara kandung (Safitri, 2005). Selain terapi standar untuk mengatasi LMA, terdapat beberapa penanganan terhadap tanda gejala yang muncul atau tindakan resusitasi untuk memperbaiki kondisi umum pasien (Safitri, 2005; Sutoyo dan Setiyohadi, 2006), yaitu dengan pemberian antibiotic dosis tinggi untuk mengatasi infeksi, serta pemberian transfusi darah dengan PCR (Packed red cell) atau darah lengkap untuk mengatasi anemi dan transfusi konsetrat trombosit untuk mengatasi trombositopenia yang terjadi. 11. Prognosis Dengan terapi agresif, 40 -50 % penderita yang mencapai remisi akan hidup lama (30-40 % angka kesembuhan keseluruhan), namun jika tidak diobati, LMA dapat berdampak fatal dalam 3-6 bulan (Price and Wilson, 2005; Sutoyo dan Setiyohadi, 2006). Prognosis juga semakin buruk seiring dengan pertambahan usia, serta apabila terdapat kelainan sel leukemia secara genetic (Safitri, 2005).

DAFTAR PUSTAKA Sudoyo, A. W., dan Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed. 4. Jakarta: FKUI. Price and Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol. 1, Ed. 6. Jakarta: EGC. Safitri, A. (Ed). (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. (Online), diakses pada tanggal 5 Juli 2015, melalui https://books.google.co.id/books? id=wzIGJflmD4gC&pg=PA314&dq=leukemia+myeloid+akut&hl=en&sa= X&ei=T6XVfGXEeermAXqxIigCA&redir_esc=y#v=onepage&q=leukemia %20myeloid%20akut&f=false. Handayani, W. dan Haribowo, A. S. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. (Online),

diakses

pada

tanggal

5

Juli

2015,

melalui

https://books.google.co.id/books? id=PwLdwyMH9K4C&pg=PT101&dq=leukemia+myeloid+akut&hl=en&sa =X&ei=T6XVfGXEeermAXqxIigCA&redir_esc=y#v=onepage&q=leukemia %20myeloid%20akut&f=false.

Lowenberg, B., Downing, J. R., and Burnett, A. (1999). Acute Myeloid Leukemia. N Engl J Med, (341):1051-1062. DOI: 10.1056/NEJM199909303411407. McCloskey, J.C. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Nanda International. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 20152017, Tenth Edition. Oxford: Wiley Blackwell. Aquilino, M.L., et al. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourt Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Jabbour, E. J., Estey, E., and Kantarjian, H. M. (2006). Adult Acute Myeloid Leukemia. Mayo Clinic Proceedings, 81(2): 247-260. (Online), diakses pada tanggal

5

Juli

2015,

melalui

http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/984554411/...3D. Wakui, et al. (2008). Diagnosis of acute myeloid leukemia according to the WHO classification in the Japan Adult Leukemia Study Group AML-97 protocol. Int J Hematol, 87:144–151. DOI 10.1007/s12185-008-0025-3. (Online),

diakses

pada

tanggal

5

Juli

2015,

melalui

http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/1896243621/...3D. Rogers, B. B. (2010). Advances in the Management of Acute Myeloid Leukemia in Older Adult Patients. Oncology Nursing Forum, 37(3): 168-179. (Online), diakses pada tanggal 5 Juli 2015, melalui http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/2038231261/...3D.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah meliputi: 1) Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, serta diagnosa medis. 2) Keluhan utama: Biasanya keluhan utama klien adalah adanya tanda-tanda perdarahan pada kulit seperti petekie, tanda-tanda infeksi seperti demam, menggigil, serta tanda anemia seperti kelelahan dan pucat. 3) Riwayat penyakit sekarang Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan sesak. Selain itu disertai juga dengan demam dan menggigil, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. 4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau pernah mengalami kemoterapi atau terapi radiasi. 5) Riwayat kesehatan keluarga Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit keganasan lain sebelumnya . 6) Hasil pemeriksaan fisik Dari hasil pemeriksaan fisik, bisa didapatkan:  Inspeksi

Kelemahan, tampak pucat, tanda-tanda perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan pada gusi, serta adanya luka yang menandakan kelemahan imun tubuh (sariawan/ stomatitis).  Palpasi Dapat terjadi leukemia kutis akibat infiltrasi sel blast pada kulit yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, pembekakan pada gusi, hepatomegali dan splenomegali.  Auskultasi Ditemukan adanya perubahan pada suara dan frekuensi nafas karena sesak akibat anemia. 7) Hasil pemeriksaan penunjang  Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan jumlah eritrosit sampai dengan ≤7,5 g/dl (anemia berat), penurunan trombosit 10mg/dl 2. TD px dalam batas dan benar 3. Memonitor ada tidaknya reaksi 3. Monitor tanda-tanda adanya normal (120/80 mmHg) transfuse serta untuk memutuskan 3. Pucat px berkurang reaksi transfuse (gatal, transfuse dilanjutkan atau tidak NOC Label: Blood pusing, perubahan frekuensi Transfution Reaction

nafas, nyeri dada), serta

1. Gatal tidak ada 2. Frekuensi nafas normal

ajarkan dan jelaskan pada

(12-20 x/menit) 3. Kedalaman normal 4. Suhu tubuh

nafas normal

keluarga px 4. Monitor status cairan dan TTV sebelum, selama dan setelah transfuse 5. Hentikan transfuse

jika

4. Memonitor ada tidaknya perubahan status kesehatan yang berhubungan dengantransfusi yang diberikan 5. Mencegah adanya alergi lebih lanjut

(36,5-37,5 0C) 5. Kemerahan pada kulit tidak ada 6. Nyeri dada normal Resiko b/d

terdapat transfuse 6. Berikan

tanda

reaksi 6. Mengembalikan aliran darah seperti sebelum diberikan transfusi

NaCl

setelah

transfusi dihentikan

Infeksi

Setelah diberikan asuhan

NIC

leukopenia,

keperawatan selama …x24

Protection

jam, diharapkan px tidak

1. Monitor tanda-tanda infeksi

mengalami

pada klien secara rutin 2. Ajarkan pada klien

penurunan Hb

tanda-tanda

infeksi, dengan: NOC Label: Risk Control Dengan criteria hasil: 1. Px dan keluarga mampu memonitor factor resiko (4) 2. Px dan keluarga mampu memodifikasi

gaya

hidup untuk mengurangi resiko (4) 3. Px dan keluarga mampu

keluarga

kesehatan

Infection 1. Mencegah tanda-tanda infeksi lebih

untuk

dan

mencuci

lanjut 2. Tangan merupakan sarang kuman yang besar, sarung tangan dapat mengahndari klien dari paparan kuman

tangan dengan air sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah merawat klien 3. Ajarkan pada klien kleuarga

untuk

dan

tempat hidup mikroorganisme

awal dan

keluarga untuk mengenali kapan

3. Lingkungan yang bersih mempersempit

menjaga 4. Mengetahui perkembangan klien lebih

kebersihan lingkungan 4. Ajarkan pada klien tanda-tanda

menggunakan pelayanan

Label:

infeksi

dan

seharusnya

yang

sesuai

dengan

kebutuhan (4) 4. Px dan keluarga mampu mengenali

perubahan

melaporkan

pada

tenaga 5. Menggaruk

medis bila klien mengalami hal tersebut 5. Ajarkan pada

klien

dapat

memperparah

keaadaan kulit

dan

dalam status kesehatan

keluarga tingakah laku yang 6. Menghindari penyebaran penyakit yang

(4)

dapat

memicu

infeksi

lebih luas

seperti: menggaruk kulit 6. Ajarkan pada keluarga untuk menggunakan sarung tangan jika

melakukan

tindakan

yang kontak dengan kulit Resiko b/d profil

Cedera kelainan darah

(anemia, trombositopenia)

klien Setelah diberikan asuhan NIC Label: keperawatan selama …x24 Precaution 1. Monitor jam, diharapkan cedera perdarahan tidak terjadi, dengan: NOC Label: Blood

Bleeding tanda-tanda 1. Memonitor

ada

tidaknya

perdarahan

agar

dapat

Coagulation

2. Monitor hasil pemeriksaan

1. Kadar hematocrit dalam

kogulasi darah 3. Berikan produk

batas normal 2. Kadar trombosit dalam

darah

berupa platelet dan plasma,

penanganan 2. Memonitor ada

tidaknya

tanda

diberikan resiko

perdarahan 3. Meningkatkan jumlah darah (trombosit dan plasma) yang hilang

batas normal 3. Tanda-tanda perdarahan tidak

ada

ekimosis, dll)

(petekie,

jika terjadi trombositopenia 4. Mengurangi resiko terjadinya 4. Instruksikan px dan perdarahan pada gusi keluarga untuk 5. Mengurangi resiko cedera akibat menggunakan yang lembut 5. Instruksikan

sikat

gigi

px

dan

tindakan invasive 6. Mengurangi resiko cedera

keluarga untuk menghindari tindakan yang invasive, jika tidak perlu 6. Instruksikan

px

dan

keluarga untuk menghindari tindakan

yang

menimbulkan

beresiko cedera,

seperti mengangkat benda 1. Mengurangi

berat

atau

mencegah

bahaya dari lingkungan NIC

Label:

Environmental

Management: Safety 1. Modifikasi lingkungan sekitar px (pasang side rails, pastikan lantai tidak licin)

resiko

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF