Laporan Pendahuluan Adeno Ca Recti

September 22, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Pendahuluan Adeno Ca Recti...

Description

 

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN M  MA A L I G NA N T NE OPLASM O OF F RE CTI  DI  DI RUANG 18 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh: Riska Indah Pematasari, S.Kep NIM 192311101124

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019

 

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MA L I G NA NT NE OPL A SM

OF R ECTI

A.  Konsep Teori tentang Penyakit 1.  Review Anatomi Fisiologi

Rektum (Bahasa latin: regere “meluruskan atau mengatur”) merupakan sebuah saluran yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan  berakhir di anus. Organ ini memiliki fungsi sabagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja di simpan pada tempat yang lebih tinggi yaitu kolon desendens. Jika kolon desendens penuh maka tinja akan masuk ke dalam rectum, dan akan timbul rasa untuk BAB. Mengembangnya dinding rectum akibat adanya penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, material akan dikembalikan ke usus besar, dan akan dilakukan penyerapan air kembali. Jika defekasi tidak terjad untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Secara umum rectum terbentang dari sacrum ke-3 sampai garis anorectal dengan panjang ± 12-13 cm (Sloane, 2004). Secara fungsional dan endoskopik, rectum dibagi menjadi menjadi 2 bagian yaitu ampula dan sfingter. Bagian sfingter terdiri dari annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampulaterbentang dari sacrum ke-3 ke diafragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Pada orang dewasa dinding rectum mempuntai 4 lapisan yaitu mukosa, mukosa, submucosa, muskularis, dan lapisan serosa. Mukosa saluran anal tersusun atas kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-lipatan vertical yang masing-masing berisi arteri dan vena (Sloane, 2004).

 

  Gambar 1. Anatomi Rektum

2.  Definisi

Adenokarsinoma rekti merupakan sebagian keganasan yang muncul  pada rectum dan sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada rectum adalah adenokarsinoma. Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignan yang menyerang bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2014). Umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas, terdapat adenoma atau polip.

3.  Epidemiologi

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak yang terjadi pada saluran pencernaan, lebih dari 60% tumor kolorektal berasal dari rectum. Kanker kolorektum banyak terjadi pada pria (746.000 kasus) dan pada wanita (614.000) (614.000) di dunia. Di Indonesia Indonesia berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Sudoyo et al.  al.  (2013) dapatkan hasil angka kejadian

 

kanker kolorektum lebih tingi terjadi pada laki-laki (53,8%) dibandingkan  perempuan (46,2%), (46,2%), dengan usia terbanyak pada kelompok 51-60 tahun. Di Indonesia kanker rectum menempati urutan kematian ke-4. Diperkirakan sebanyak 394.000 kematihan per tahun akibat dari kanker kolorektum terjadi diseluruh dunia (Indarti, 2015).

4.  Etiologi

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya adenokarsinoma rekti, yaitu: a.  Usia Usia mempengaruhi daya tahan tubuh manusia. Makin tua usia, makin  beresiko seseorang terkena penyakit. Orang yang berusia kurang lebih 50  beresiko terkena kanker kolorektal. Lebih dari 90 persen dari d ari orang yang didiagnosa terkena adenokarsinoma rekti berusia 50 keatas.  b.  Riwayat keluarga Riwayat keluarga mempengaruhi perkembangan keganasan kanker usus. Bahkan faktor ini adalah faktor resiko yang paling umum mempengaruhi kanker usus selain faktor usia. Terdapat banyak organisasi yang yang menggunakan tes genetik untuk diagnosis lanjut kanker usus  besar. c.  Riwayat penyakit Penyakit yang terdapat pada seseorang dapat memicu penyakit penyakit lainnya, begitu juga dengan adenokarsinoma rekti dapat dipicu oleh beberapa hal seperti: 1)  Penyakit Polip Kolon: pertumbuhan jaringan yang berkembang  pada lapisan usus besar atau rektum yang dapat menjadi kanker (Alteri, et al, 2011:2).Terdapat beberapa jenis polip, yaitu polip adenomatus atau adenoma, polip hiperplastik , dan polip inflamasi inflamasi.. Polip adenoma merupakan polip yang dapat berubah menjadi kanker, sedangkan polip inflamasi dan hiperplastik  bukan  prekanker. Namun jika polip hiperplastik tumbuh pada kolon sisi

 

sebelah kanan maka dapat menimbulkan kanker (Gontar Alamsyah Siregar, 2007). 2)  Penyakit Radang Usus: suatu kondisi dimana usus besar yang meradang selama jangka waktu yang lama. Pasien yang terkena radang usus besar dalam jangka waktu yang lama akan mengembangkan dysplasia dysplasia.. Selanjutnya jika radang dibiarkan maka sel-sel ini berubah menjadi kanker. 3)  Pola diet yang salah pada seseorang dapat memicu tumbuhnya kanker kolorektal. Banyak orang yang ingin memiliki bentuk  badan yang ideal dengan cara diet yang salah yaitu dengan mengurangi kalori. Pola diet yang salah ini dapat menyebabkan tubuh kekurangan vitamin dan mineral. 4)  Alkohol dapat menyebabkan peradangan kronis pada saluran  pencernaan, membentuk erosi sampai tukak usus dan selanjutnya sel anjutnya akan menyebabkan perubahan struktur dalam usus sampai berubah menjadi sel ganas atau kanker. 5)  Makanan yang di konsumsi tentunya mempengaruhi kesehatan seseorang. Seseorang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat, dan bahan makanan yang mengandung karsinogen (pemicu kanker) dapat mempertinggi resiko terkena kanker kolorektal.

5.  Patofisiologi

Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati). Tumor yang berupa massa  polipoid besar, tumbuh tumbuh ke dalam lumen lumen dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian

 

rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat te rdapat  pada sekum dan kolon asendens. Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu: a.  Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.  b.  Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon c.  Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal. d.  Penyebaran secara transperitoneal e. Penyebaran ke luka luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Adenokarsinoma secara jalur APC (adenomatous polyposis coli) melibatkan beberapa mutasi genetik, dimulai dengan inaktivasi dari gen APC yang memungkinkan replikasi seluler di bawah permukaan dinding. Dengan peningkatan pembelahan sel, terjadi mutasi lebih lanjut, mengkibatkan aktivitas dari onkogen K-ras pada tahap awal dan mutasi pada tahap-tahap selanjutnya. Kerugian kumulatif ini dalam fungsi gen supresor tumor mencegah apoptosis dan memperpanjang umur sel tanpa batas. Jika mutasi APC

diwariskan,

akan

berakibat pada sindrom

poliposis

adenomatosa kekeluargaan. Secara histologis, adenoma diklasifikasikan dalam tiga kelompok : tubular, tubulovillous, dan villous adenoma. Mutasi K-ras

dan

ketidakstabilan

mikrosatelit

telah

diidentifikasi

dalam

hiperplastik polip. Oleh karena itu, hiperplastik polip mungkin juga memiliki potensi ganas dalam berbagai derajat (Leggett et al, 2001).

6.  Manifestas Manifestasii klinis

Gejala umum dari dari kanker kolorektal ditandai dengan perubahan kebiasaan buang air besar. Gejala tersebut meliputi (Alteri et al., al., 2011): a.  Diare atau sembelit.  b.  Merasa bahwa usus tidak kosong. c.  Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses. d.  Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya. e.  Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung.

 

f.  Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui. g.  Merasa sangat lelah sepanjang waktu. h.  Mual atau muntah 7.  Pemeriksaan Penunjang

Terdapat berbagai macam cara untuk mendeteksi kanker kolorektal pada  pasien, diantaranya (American Cancer Society, 2011) : a.  Screening   Screening kanker kolorektal adalah proses mencari sel kanker atau  pra-kanker pada orang yang tidak memilki gejala penyakit. Dari waktu sel-sel abnormal pertama mulai tumbuh menjadi polip,  biasanya membutuhkan waktu sekitar 10 dampai 15 tahun  polip tersebut berkembang menjadi kanker kolorektal. Screening yang dilakukan secara rutin dapat mencegah kanker kolorektal. Hal ini dikarenakan polip yang ditemukan dapat disembuhkan dan dihilangkan sebelum berubah menjadi sel kanker. Proses Proses screening  screening  juga dapat digunakan digunakan untuk menemukan sel kanker sedini mungkin, mungkin, sehingga kanker berpeluang besar untuk sembuh. Screening dapat dilakukan secara rutin pada usia 50 tahun, pada orang yang memiliki riwayat keluarga terkena kanker, dan orang yang memilki faktor resiko kanker.  b.   Flekxible sigmoidoscopy  sigmoidoscopy  Proses ini dilakukan dengan melihat salah satu bagian dari usus  besar dan rektum dengan sigmoidoscopy dengan sigmoidoscopy fleksibel, alat ini memiliki lampu pada tabung yang berukuran setebal jari dengan kamera kecil k ecil  pada ujung alat. Alat ini dimasukkan melalui rektum dan bagian  bawah

usus

besar.

Gambar

itu

akan

terlihat

pada layar

monitor. Dengan menggunakan  sigmoidoscopy maka dokter dapat melihat bagian dalam rektum dan usus besar untuk mendeteksi kelainan apapun. Karena  sigmoidoscopy  berukuran 60 cm, maka dokter dapat melihat seluruh rektum tetapi hanya dapat melihat setengah bagian dari usus besar.

 

c.   Double Contrast Barium Enema (DCBE)  (DCBE)  Pendeteksi kanker menggunakan DCBE ini menggunakan barium dengan kontras udara. Barium sulfat merupakan cairan berkapur, dan udara digunakan untuk menguraikan bagian dalam usus besar dan rektum untuk mencari daerah yang mengandung sel abnormal. Jika terdapat daerah yang mencurigakan pada tes ini yang dilihat menggunakan sinar X maka dilakukan tes Colonoscopy untuk mengetahui penyakit lebih lanjut. Dengan kata lain tes ini hanya dapat membantu dokter untuk mengetahui posisi sel abnormal. d.  CT-Scan (Virtual Colonoscopy) Colonoscopy)   CT scan adalah sinar X yang menghasilkan gambar penampang rinci tubuh. Jika pada tes sinar X, gambar yang diambil hanya dari satu arah. Pada CT scan, terdapat banyak gambar yang dapat diambil dari  berbagai arah. Lalu gambar-gambar irisan bagian tubuh ini akan digabungkan untuk dipelajari kembali oleh dokter. Terdapat dua  jenis CT colonography colonography,, yaitu dengan dua dimensi dan tiga dimensi. Tes ini memungkinkan dokter mencari polip atau kanker. e.  Colonoscopy Pada tes ini, dokter melihat seluruh panjang usus besar dan rektum dengan

colonoscope.. colonoscope

Colonoscope

adalah

versi

lama

dari

 sigmoidoscopy.. Alat ini dimasukkan melalui rektum ke dalam usus  sigmoidoscopy  besar. Colonoscope memiliki kamera video di ujung yang terhubung ke display sehingga dokter dapat melihat dan meneliti bagian dalam usus besar. Dengan alat colonoscopy dapat dilakukan deteksi dan pembuangan polip serta biopsi kanker selama s elama  pemeriksaan. f.  Tes Darah Tinja Tes ini untuk mencari darah dalam tinja. Tes ini dilakukan karena  jika seseorang terkena polip atau kanker kolorektal maka pembuluh darah di permukaan sering rapuh dan mudah rusak oleh berlalunya feses.

 

g.  Carcinoembryonic Antigen (CEA) CEA adalah zat yang ditemukan dalam darah beberapa orang yang sudah terkena kanker kolorektal. Dokter menggunakan tes ini untuk mengetahui perkembangan penyakit sebelum pengobatan dimulai. Tes ini memudahkan dokter untuk mengambil tindakan lanjut dari  pengobatan. h.   Pemeriksaan Patologi Anatomi  Anatomi  Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan dan derajat diferensiasinya. i.   Pemeriksaan Endoskopi  Endoskopi  Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan: -  Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi -  Sigmoidoskopi fleksibel (Lebih efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi rigid untuk visualisasi kolon dan rektum) -  Kolonoskopi (Akurasi sama dengan kombinasi enema barium kontras ganda + sigmoidoskopi fleksibel untuk KKR atau polip > 9 mm

8.  Penatalaksanaan Terapi primer untuk pengobatan adeno ca rekti adalah dengan pembedahan. Terapi kemoterapi digunakan sebagai tambahan untuk menjaga tumor tidak tumbuh lagi. Kemoterapi digunakan untuk menghilangkan atau menekan  pertumbuhan tumor tumor yang ada di hepar. hepar. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan diberikan sendiri-sendiri atau bersama-sama. Terapi kombinasi dapat meningkatkan survival pasien kanker kolon (Black & Hawks, 2009).

a.  Pembedahan  Tiga dari empat pasien menjalani operasi adeno ca rekti dan 60% menjalani pengobatan. Intervensi operasi tergantung dari jenis kanker, lokas, stadium dan keadaan umum pasien (Black & Hawks, 2009). Kontraindikasi operasi apabila kondisi fisik umum tidak baik. Jenis operasi yang sering dilakukan adalah operasi radikal, paliatif, dan operasi untuk

 

mengurangi gejala. Tindakan operasi radikal dilakukan dengan prinsip jarak dari tumor minimal 5-10cm bersama-sama lesi primer, masenterium dan kelenjar limfe regional dilakukan reseksi untuk mencegah penyebaran sel kanker. Walaupun tidak dilakukan eksisi radikal, namun eksisi lesi pada operasi  paliatif. Operasi ini dilakukan untuk menunjang kemoterapi atau terapil lainnya serta memperbaiki gejala. Tindakan operasi untuk mengurangi gejala dalam bentuk operasi pemintasan dan operasi fistulasi kolon dilakukan untuk mengatasi ileus, ligasi arteri iliaka interna yang dapat mengurangi perdarahan kanker rektum (Desen, 2011). Operasi kanker rekti kadang diperlukan tindakan pembentukan kolostomi. Prosedur kolostomi dilakukan dengan membuat lubang dinding perut atau abdomen yang  berfungi sebagai tempat t empat untuk mengeluarkan feses f eses (Kozier, 2009). Karena fungsi dari usus besar untuk absorbsi air kolostomi akan lebih mudah dalam mengelola jika dibuat di dekat sigmoid sehingga feses dapat berbentuk. Biasanya pasien sudah mampu melakukan perawatan stoma secara mandiri antara 4-6 minggu sehingga direncanakan untuk terapi atau radiasi pasien sudah siap (Black & Hawks, Ha wks, 2009).   b.  Perawatan Perawatan pre Operasi dan Post dan Post Operasi Perawatan pre operasi pasien sering ditemukan dengan penurunan berat  badan dan perubahan kebiasaan buang air besar. Untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari manifestasi klinik pada pasien diperlukan  pengkajian faktor resiko seperti riwayat keluarga dengan kanker, ulserasi kolitis, atau poliposis familial. Pengkajian abdomen seperti ada tidaknya ketidaknormalan abdomen, nyeri, distensi dan adanya massa. Diet tinggi kalori, protein dan karbohidrat dapat diberikan secara parenteral jika dibutuhkan. Pemeriksaan untuk memastikan bakteri pada tingkat yang rendah pada saat preoperasi untuk menurunkan resiko infeksi (Black & Hawks, 2009). Perawatan Post Perawatan Post Operasi dilakukan setelah pasien keluar dari ruang operasi atau ICU dan dikirim ke ruang perawatan, perawat tetap melakukan pengkajian dan intervensi seperti pada ruang perawatan intensif. Pengkajian dan intervensi pada keadaan post anestesi general dapat

 

menyebabkan komplikasi sehingga tetap memerlukan monitoring sistem respiratori, kardiovaskular, renal dan cairan elektrolit. Perawat harus melakukan monitoring output dan melakukan perwatan khusus stoma terutama menjaga kontaminasi bakteri ke luka insisi. Pengkajian stoma apakah stoma mengalami iskemia. Stoma harus dalam keadaan merah dan lembab, seandainya stoma gelap dan kehitam-hitaman maka segara laporkan ke dokter bedah untuk dilakukan tindakan secepatnya. Jika dilakukan abdominoperineal reseksi dengan kolostomi dan drain maka penggantian dressing dan memonitor output drain harus dilakukan dengan baik. Diagnosa keperawatan pada kondisi seperti ini adalah resiko injuri dan efektifitas managemen terapi regimen (Black & Hawks, 2009). c.  Kemoterapi Kemoterapi digunakan untuk menurunkan metastase dan mengontrol manifestasi adeno ca kolorekti (Black & Hawks, 2009). Umumnya digunakan sebagai terapi adjuvan intra dan paska operasi serta dapat digunakan pada pasien dengan stadium lanjut. Obat yang sering dipakai adalah fluorourasil (5FU, FT-207, UFT, dll), nitrosourea (CCNU, MeCCNU), dan sekarang xeloda, oksaliplatin, irinoteka, avastin dll. Obat ini secara klinis terbukti berefek terapeutik tertentu terhadap kanker kolorektal stadium lanjut. Formula kombinasi dan tambahan mempunyai efektifitas 46-57% dapat menghambat aktifasi tiroksinkinase yang berefek  pada anti tumor (Desen, 2011). d.  Radiasi Tindakan terapi radiasi digunakan sebelum tindakan operasi adalah untuk mengecilkan ukuran tumor sehingga tumor dapat direseksi (Black ( Black & Hawks, 2009). Tujuan radioterapi pre, paska atau intra operasi radikal karsinoma kolorektal bertujuan untuk memperkuat kontrol lokal, mengurangi angka rekuensi lokal dan meningkatkan survival. Radioterapi murni memiliki survival 5 tahun (Desen, 2011).

 

 

B.  Clinical Pathway   Pre Operasi Polip usus, ulseratif colitis, faktor gaya hidup, riwayat kanker/polip

Defisit thiamin, asam folat, reboflafin

Gangguan organesis usus Kanker kolorektal Obstruksi rektum Konstipasi

Penumpukan gas

Colonoscopy, sigmoidcospy, darah lengkap, biopsy, rontgen

Mual dan muntah

Nyeri Akut Tekanan intra abdominal, abdomen menekan paru-paru

Penurunan ekspansi paru-paru

Intake oral menurun

Didapatkan massa pada kolon atau rektum

Asites

Operatif atau pembedahan

Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Konservatif

Pemberian laksatif

Ketidakefektifan pola nafas

Diare

Insomnia

Risiko ketidakseimbangan elektrolit

Risiko defisiensi volume cairan

 

Post Operasi

Kelemahan

Operatif atau Kanker pembedahan

Keengganan bergerak

Insisi jaringan

Hambatan mobilitas fisik

Diskontinuitas jaringan

Hospitalisasi

Terputusnya kontinuitas jaringan

Penurunan perfusi jaringan

Trauma saraf Penurunan mobilitas fisik Proses inflamasi Peristaltik usus menurun

Risiko Konstipasi

Defisit perawat diri: mandi

Peningkatan permeabilitas kapiler, vasokontrksi arteriola

Nyeri Akut

Hambatan Rasa nyaman

Insomnia

Inflamasi bakteri, kode entri kuman

Penurunan ketahanan primer

Risiko infeksi area pembedahan

Lingkungan tidak nyaman

 

C.  Konsep Pengkajian Keperawatan Keperawatan 1.  Pengkajian

a.  Identitas pasien lengkap meliputi nama, usia, tanggal lahir, agama, alamat, no register, tanggal masuk rumah sakit  b.  Keluhan utama: keluhan nyeri, mual, muntah, dan BAB berdarah c.  Riwayat penyakit sekarang: mengkaji kronologi terait terjadinya penyakit yang dialami serta upaya upa ya pengobatan yang sudah dilakukan sebelum masuk ke rumah sakit d.  Riwayat penyakit dahulu: riwayat diet hanya serat, protein hewani dan lemak, riwayat menderita kelainan pada colon colitis ulseratif (polip kolon) e.  Riwayat penyakit keluarga: mengkaji adanya keluarga yang memiliki  penyakit yang sama seperti pasien atau adanya riwayat penyakit menurun seperti DM. f.  Pola kebiasaan 1)  Pola nutrisi: pasien dengan adonema ca recti umumnya intake nutrisi akan terganggu karena adanya rasa mual muntah 2)  Pola eliminasi: pasien pada umumnya memiliki masalah pada pola eliminasi seperti, BAB berlendir dan beradrah, BAB kecil seperti feses kambing, tidak ada rasa puas setelah BAB. 3)  Pola istirahat: pada pola istirahat pasien dapat muncul gangguan tidur yang diakibatkan oleh nyeri yang dirasakan pasien 4)  Pola aktivitas: pasien biasanya tidak mengalami gangguan pada pola aktivitasnya 5)  Personal hygiene: pasien masih mampu untuk melakukan personal hygiene secara mandiri 6)  Riwayat psikologis: pasien biasanya akan merasakan takut atau cemas ketika akan dilakukan operasi 7)  Riwayat sosial: pada umumnya hubungan sosial pasien tidak mengalami gangguan

 

g.  Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada daerah abdomen, terdapat massa pada abdomen, kesadaran composmentis. h.  Pengkajian nyeri didapatkan P: adenoma ca rekti Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk R: daerah anus S: nyeri sedang sampai berat T: terus menerut dan semakin nyeri saat bergerak 2.  Diagnose Keperawatan

a.  Nyeri akut (00132), b.d kondisi terkait agens cedera fisik ditandai dengan  batasan karakteristik perubahan pada parameter fisiologis, diaphoresis,  perilaku distraksi, bukti nyeri nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya, perilaku ekspresif, ekspresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, putus asa, fokus menyempit, sikap tubuh melindungi area nyeri, perilaku peril aku protektif, laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, keluhan tentang standar skala nyeri, keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri.  b.  Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002),   b.d kondisi terkait ketidakmampuan makan ditandai dengan batasan karakteristik kram andomen, nyeri abdomen, gangguan sensasi rasa, berat  badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan rambut berlebih, enggan makan, asupan makanan recommended allowance (RDA), bising hiperaktif,kurang kurangdari informasi, kurangdaily minat pada makanan, tonus usus otot menurun, kesalahan informasi, kesalahan persepsi, membran mukosa  pucat, dan ketidakmampuan memakan makanan.   b.  Konstipasi (00011),  b.d kondisi terkait kelemahan otot abdomen,  penurunan motilitas traktus gastrointestinal, depresi, gangguan emosi, asupan serat kurang, asupan cairan kurang, ketidakesimbangan elektrolit, abses rektal, fisura anal rektal, striktur rektal, prolaps rektal, ulkus rekatal, rektokel, dan tumor ditandai dengan nyeri abdomen, nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot, nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot, borborigmi, darah merah pada feses, perubahan pada pola defekasi,  penurunan frekuensi frekuensi defekasi, penurunan volume feses, distensi abdomen, keletihan, feses keras dan berbentuk, sakit kepala, bising usus hiperaktif,

 

 bising usus hipoaktif, tidak dapat defeksi, peningkatan tekanan intraabdomen, tidak dapat makan, feses cair, nyeri pada saat defekasi, massa abdomen yang dapat diraba, massa rektal yang dapat diraba, perkusi abdomen pekak, rasa penuh pada rektal, rasa tekanan rektal, sering flatus, adanya feses lunak seperti pasta di dalam rektum, mengejan pada saat defekasi, dan muntah.  c.  Diare (00013),  b.d kondisi terkait ansietas, peningkatan level stress, inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, dan infeksi ditandai dengan nyeri abdomen, ada dorongan untuk defekasi, kram, bising usus hiperaktif, defekasi feses cair > 3 dalam 24 jam.  3.  Intervensi No

Masalah

NOC

NIC

Keperawatan 1

(00132) Nyeri akut

Kontrol nyeri

Manajemen nyeri (1400): (1605): 1.  Kaji nyeri pasien 1.  Mengenali nyeri 2.  Observasi TTV yang terjadi Pasien strategi 2.  Menggambarkan 3.  Gunakan komunikasi faktor penyebab terapeutik 3.  Melaporkan 4.  Kolaborasi  pemberian analgesic nyeri Terapi relaksasi (6040): yang terkontrol 1.  Ciptakan lingkungan Tingkat nyeri aman dan nyaman untuk pasien (2102): 2.  Minta pasien untuk 1.  TTV dalam merasakan sensai rentang rileks normal 3.  Berikan informasi terkait terapi relaksasi 2.  Ekspresi wajah 4.  Ajarkan terapi menunjukkan relaksasi nafas dalam nyeri dengan mata tertutup ringan

 

3.   Nafsu makan kembali normal 4.  Pasien dapat  beristirahat dengan  baik

2

(00002)

 Nafsu makan Ketidakseimbangan (1014): 1.  Keinginan untuk nutrisi: kurang dari makan kebutuhan tubuh meningkat 2.  Menyenangi makanan

3

(00011) Konstipasi

Manajemen gangguan makan (1030): 1.  Monitor input dan output cairan 2.  Anjurkan pasien

Eliminasi usus

mendiskusikan kebutuhan makanan dengan ahli diet 3.  Identifikasi alergi  pasien pada makanan 4.  Menentukan pilihan makanan pasien 5.  Berikan terapi IV Manajemen

(0501):

konstipasi/impaksi

1.  Pola eliminasi

(0450):

sedikit terganggu 1.  Monitor tanda dan gejala konstipasi 2.  Feses lembut dan berbentuk 3.  Konstipasi sedang

2.  Monitor hasil  produksi feses, meliputi: freukensi, konsistensi, bentuk, volume, dan warna Monitor saluran cerna (0430):

 

1.  Monitor BAB termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan warna 2.  Monitor bising usus 3.  Monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi, dan impaksi 4.  Instruksikan pasien untuk makan tinggi serat dengan tepat 5.  Berikan cairan hangat seletah makan, dengan cara yang tepat 6.  Ajarkan pasien mengenai makanan=makanan yang mendukung keteraturan aktivitas usus 4

(00013) Diare

Eliminasi usus (0501): 1.  Pola eliminasi sedikit terganggu 2.  Feses lembut dan berbentuk 3.  Tidak ada diare

Manajemen diare (0460) 1.  Monitor tanda dan gejala diare 2.  Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yang banyak mengandung laktosa 3.  Ajari pasien dalam  penggunaan anti diare

 

4.  Instruksikan diet renah serat, tinggi  protein, tinggi kalori sesuai kebutuhan Manajemen saluran cerna (0430): 1.  Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya 2.  Mendorong  penurunan sasupan makanan pembentuk gas 3.  Berikan cairan hangat setelah makan

4. 4.   D i scha scharr ge Plann Plannii ng 1.  2.  3.  4.  5. 

Discharge planning yang dapat dilakukan antara lain: Kontrol secara teratur ke dokter. Monitor input dan output cairan secara rutin. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter. Anjurkan klien untuk menghindari makan tinggi protein dan tinggi ti nggi lemak. Anjurkan klien untuk konsumsi buah, sayur dan air yang cukup.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alteri, R. et al.  al.  2011. Colorectal Cancer Fact & Figure 2011-2013. 2011-2013. Atlanta: Amecican Cancer Society. American Cancer Society. 2011. Colorectal Cancer.  Cancer.  Atlanta: American Cancer Society. 2009. Medical  Medical Surgical Nursing . Ed 8. Sauder Elsevier. Black, J.M., Hawks, J.H. 2009. Desen Wan, 2011. Onkologi Klinik . Ed.2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Indarti. 2015. Profil Pasien Kanker Rektum yang Menjalani Radiasi di Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode Tahun 2009-2014. Tesis. Universitas Indonesia: Fakultas Kedokteran Leggett, B. A., Devereaux, B., Biden K., Young, J., & Jass, J. 2001. Hyperplastic  polyposis: association with colorectal cancer. The American Journal of Surgical Pathology. 25(2):177-184. Sudoyo A, Basir I, Pakasi L, Lukma M. 2013. Chemotherapy for Advanved Colorectal Cancer among Indonesians in A Private Hospital in Jakarta: Survival when Best Treatment is Given. The Indonesian Journal of Gastrienterology Hepatology and Disgestive Endoscopy. Endoscopy . 14(1).

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF